Renungan GKE

Senin, 03 Desember 2012

MAKNA ADVENTUS YANG SERING TERLUPAKAN


Lukas 12:35-48

Kini kita telah memasuki minggu-minggu Adventus. Dibanding hari-hari besar Gerejawi lainnya,Adventus memang terasa tidak begitu semarak, seperti Natal misalnya. Namun Advent sangat penting! Tanpa Advent, apalah artinya hari-hari besar Gerejawi lainnya. Apalah artinya Yesus lahir, mati, naik ke sorga, bila tanpa pernah datang kembali, maka sia-sialah iman percaya kita. Ada 4 minggu Advent sebelum perayaan Natal. Pada hakikatnya Adven sebagai masa penantian akan kedatangan Tuhan. Tetapi makna kedatangan Tuhan tersebut bukanlah hari Natal, tetapi penantian akan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua dalam kemuliaan-Nya. Karena itu dari bahasa Yunani, Advent disebut dengan istilah “parousia”.

Minggu-minggu Adven hendak mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal. Bila Advent dimaknai… “menanti” kedatangan Kristus yg kedua kali, maka menanti yang dimaksud tentu saja bukan berarti pasif, tetapi aktif dalam iman yg senantiasa bertumbuh dan berbuah, pengharapan yg tidak pernah pupus oleh situasi dunia ini, serta hidup bijaksana terhadap tanda-tanda jaman. Kapan pun Tuhan akan datang, bukanlah menjadi persoalan. Tetapi yg jauh lebih penting adalah eksistensi diri selaku orang beriman, sejak awal hingga akhirnya berkemenangan di dalam Tuhan.

Di masa-masa akhir ini, kita harus senantiasa berjaga-jaga lebih, mempersiapkan diri lebih sungguh lagi, melayani Tuhan lebih sungguh lagi, mau dibentuk dan diasah lebih lagi karena Tuhan mau memakai kita; namun kita harus layak dipakaiNya. Ukuran kesejatian kita selaku seorang beriman, baik sebagai Hamba Tuhan, majelis, atau selaku warga jemaat secara umum terletak pada kesetiaannya untuk terus-menerus menghasilkan buah-buah kebenaran. Berhati-hatilah supaya diri kita di hadapanNya bukan hanya sekedar salah seorang fans-Nya saja?! Kita mungkin bisa mengikuti kegerakanNya, membuat kehebohan tentang diriNya, membuat/mengikuti KKR di sana sini, namun bisa saja Tuhan tetap tidak mengenal kita, bila kita hanya menjadi fans-Nya, bukan seorang saksi bagi-Nya, dalam arti yang sesungguhnya.

Sadarilah akan hari-hari umur kita yg semakin mendekat. Kita perlu belajar dari pengalaman masa lalu agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Belajarlah untuk memilih yang benar yang dari Tuhan. Orang yang tidak sungguh-sungguh hidup dalam kebenaran dan melaksanakan amanat tanggung jawab iman adalah orang yang meremehkan nilai keselamatan yang telah Tuhan berikan. Kita juga perlu menghayati bagaimana Allah bertindak dalam kehidupan kita pada masa lampau, supaya pada masa kini dan akan datang pun kita dapat menyadari bahwa Allah selalu menyertai kita untuk suatu tujuan yang baik.

Kita selaku Gereja Tuhan perlu memberitakan tentang kedatangan Tuhan. Selaku Gereja kita perlu memberikan pemahaman yang benar secara terus-menerus bahwa persoalan pokok kita bukanlah pada hari atau waktu tibanya Tuhan itu, tetapi mewartakan bahwa sikap hidup yang benar adalah ketika kita melakukan segala kehendak Tuhan dalam menjalani hidup setiap hari sebagai bagian dari pengharapan penantian kita akan Tuhan dan kerajaan-Nya. Mulailah dengan menjadi seorang Saksi Kristus di tengah-tengah keluarga, sekolah, universitas, kantor dan di mana pun kita berada. Kepercayaan kepada Hari   Tuhan itu seharusnya merupakan sumber penghiburan, kekuatan, kegembiraan dan ketabahan hati bagi jemaat dalam sengsaranya. Pengharapan akan kedatangan Tuhan harus memenuhi batin setiap orang Kristen dengan penuh pengharapan, menjadi sumber kekuatan kepada segenap kehidupan jemaat selama masih berjuang di bumi. AMIN!

YANG MISKIN JANGAN MENANGIS, YANG KAYA JANGAN TERTAWA





Yakobus 1:9-11

Pada hakikatnya Alkitab tidak mengajarkan bahwa semua orang kaya adalah orang berdosa. Atau semua orang miskin otomatis masuk sorga. Masuk sorga bukanlah soal miskin atau kaya, tetapi sikap hidup, entah kita miskin atau kaya. Namun, apa yang digambarkan Yakobus merupakan ciri dari banyak orang yang kaya (ayat Yak 5:1-6; 2:1-3). Hati-hatilah dengan kekayaan. Allah memang tidak anti kekayaan, tetapi Allah memberikan peringatan yang keras tentang bahaya kekayaan (Mat 6:24 Mat 19:23-24 Luk 12:20-21 1Tim 6:10 dsb). Mengapa? Karena: Pertama, Kekayaan memberikan lebih banyak kesempatan atau kemungkinan untuk berbuat dosa. Misalnya dalam hal berzinah, punya istri kedua dsb, piknik pada hari Minggu sehingga tidak pergi ke gereja, dsb. Kedua, Kekayaan dapat menyebabkan hati kita tidak tertuju kepada Tuhan. Dalam Mat 6:21 Tuhan Yesus berkata: “dimana hartamu berada disitu juga hatimu berada”! Kalau saudara menimbun harta di surga, maka hati saudara akan tertuju kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau saudara menimbun harta di dunia, maka hati saudara akan tertuju pada harta duniawi tersebut! Makin banyak harta duniawi saudara, makin besar kemungkinannya hati saudara dikuasainya!

Bagaimanapun bergunanya kekayaan, itu tidak berguna untuk kekekalan, karena kalau kita mati, kita tidak bisa membawa satu senpun! Bandingkan dengan perumpamaan orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-21). Bandingkan juga dengan Amsal 11:4 yang berbunyi: “Pada hari kemurkaan harta tidak bergu¬na, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”. Jangan mempercayakan diri pada kekayaan.

Memang kekayaan itu bisa memberikan banyak kesenangan (lahiriah semu) dan kemudahan-kemudahan tertentu kepada kita. Tetapi itu hanya bisa terjadi selama kita hidup, dan itu tidaklah terlalu lama (bdk. Yak 4:14b Maz 39:5-6). Setelah itu kita masuk dalam kekekalan (hidup kekal atau hukuman kekal). Bukankah kekekalan ini yang seharusnya lebih kita pikirkan? Karena itu, perlulah waspada agar hidup ini bukan malah menjadi budak kekayaan. Hanya terus berjuang untuk menjadi kaya, tetapi lupa berjuang untuk mendekat kepada Tuhan, dan lupa memperkaya kerohanian saudara!

Apakah Anda seorang yang kaya harta tetapi miskin secara rohani? Apakah kekayaan dan harta duniawi yang Anda miliki jauh lebih besar dari kekayaan rohani Anda? Jika ini yang terjadi, janganlah telalu bangga dan tertawa. Karena bisa jadi nanti akhirnya akan menangis. Apakah Anda seorang miskin harta dan miskin rohani? Oh, juga janganlah dulu mengklaim bahwa Anda otomatis masuk sorga. Karena masuk sorga bukanlah soal miskin atau kaya, tetapi kehidupan yang benar dan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Atau, apakah Anda seorang yang miskin harta tetapi kaya dalam kebanaran dan kasih? Nah, bila seperti ini, janganlah minder atau berkecil hati, karena nantinya Andalah yang paling berbahagia dan tertawa. Seperti kata Yesus: “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat. 5:7). AMIN!

KETIKA MENGHADAPI PENCOBAAN


Yakobus 1:2-8

Penderitaan adalah sebuah kata yang pada umumnya dihindari oleh semua manusia. Semua orang ingin hidup senang, sejahtera, aman tanpa melewati kesukaran. Ada banyak orang yang beranggapan bahwa kalau kita menjadi orang kristen yang sungguh-sungguh, maka Tuhan akan menolong dan memberkati kita dalam segala hal, baik dalam kesehatan, keuangan, pekerjaan, study, dsb, sehingga jalan kita menjadi mulus dan enak! Ajaran seperti itu jelas bertentangan dengan Kitab Suci. Tetapi suka atau tidak, yang namanya kesukaran, penderitaan dan ujian hidup pasti dialami setiap orang.

Disaat menghadapi pencobaan, tidak jarang biasanya orang akan mulai menuduh orang lain dan segala sesuatu: mereka mulai menggerutu kepada Allah karena tidak menolong mereka; mereka akan menggerutu kepada orang lain karena tidak mengasihi; mereka akan meratapi betapa berat hidup yang mereka jalani. Akan tetapi semua keluhan itu tidak akan menolong kita mengatasi pencobaan itu. Menuduh orang lain, hanya akan membuat keadaan kita bertambah buruk.

Kata “pencobaan” (Yunani: “peirasmos”) menunjuk kepada penganiayaan dan kesulitan yang datang dari dunia atau Iblis. Dalam versi Inggris NIV (“supaya kamu menjadi matang”). Matang (Yunani: “teleios”) mencerminkan pengertian alkitabiah tentang kedewasaan, yang didefinisikan sebagai hubungan yang benar dengan Allah yang berbuahkan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengasihi Dia dengan sepenuh hati dalam pengabdian yang sepenuhnya, ketaatan, dan kemurnian (Bdk.Ul 6:5; 18:13; Mat 22:37).

Karena itu, jika Yakobus mengingatkan kita bahwa kita harus bersukacita, dia tidak bermaksud menyuruh kita untuk bersenang-senang di dalam penderitaan. Dia mengingatkan kita untuk memandang ujian ini melalui mata iman. Hanya dengan demikian, maka kita dapat melihat indahnya tujuan dan berkat yang Allah sediakan bagi kita di dalam ujian itu. Memang kesukaran menyakitkan, tetapi orang yang setia menghadapi kesukaran, maka kebahagian yang dari Kristus nyata bagi kita. Tidak ada yang tiba-tiba dewasa, jika ia tidak melewati kesukaran. Karena itu, milikilah iman yang sungguh, mintalah hikmat supaya hati dan pikiran kita dikuasai oleh Kristus, maka kebahagian menguasai kita. AMIN!

BAGAIMANA SUPAYA JEMAAT BERTUMBUH?


I Tesalonika 5:23-28

Jemaat di Tesalonika adalah jemaat yang hidup dan bertumbuh di dalam Kristus. Mereka telah melakukannya, dan tetap didorong untuk lebih lagi melakukannya. Mereka telah memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka menyukakan hati Allah. Saudara, apa rahasia jemaat Tesalonika sehingga dapat bertumbuh? Ada beberapa hal yang penting yang harus kita perhatikan supaya gereja kita bertumbuh yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika.

Pertama, mereka hidup dalam damai sejahtera Allah (ay.23). Istilah Ibrani untuk damai sejahtera ialah “shalom”. Kata ini bukan sekadar menunjuk kepada ketiadaan perang dan pertentangan. Makna dasar “shalom” ialah keserasian, keutuhan, kebaikan, kesejahteraan, dan keberhasilan di segala bidang kehidupan. Damai sejahtera yang dimaksud di sini tentu bukanlah seperti yang disampaikan “dunia” (Yoh 14:27).Tidak serupa dengan ungkapan seorang politisi yang ingin menguasai keadaan suatu wilayah ataunegara melalui pidato-pidatonya yang mengusung isu perdamaian karena ingin mendapatkand ominasi/ dukungan politik.

Hal ini juga tidak sama dengan kondisi fisik tertentu yang menjadikan seseorang merasa “puas” karena serba cukup dalam menikmati pakaian yang indah, makanan enak yang berlimpah, rumah bagus, mobil mewah, tempat liburan yang diidamkan, dan lain sebagainya(Luk 12:16-21). Damai-damai seperti ini bersifat semu dan sementara. Tidak bisa mengisi kekosongan harapan atau hati seseorang, tidak dapat menjembatani hubungan seseorang dengan orang lain, lingkungannya atau bahkan dengan Sang Penciptanya. Damai sejahtera yang sesungguhnya selalu mengacu kepada perasaan pribadi seseorang bahwa semua lengkap dan sejahtera, bebas dari kekhawatiran dan merasa tenteram dalam jiwanya (Mzm. 4:8; 119:165).
 
Kedua, mereka saling mendoakan. Rasul Paulus berkata “Saudara-saudara, doakanlah kami.” (ay.25). Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang berdoa. Gereja yang meremehkan kuasa doa lambat laun akan mati. Doa adalah nafas hidup orang percaya, tanpa doa kita akan mengalami kematian rohani. Paulus meminta agar warga gereja di Tesalonika menjadi jemaat pendoa . Bahkan Paulus juga meminta mereka bukan saja bersyukur dan berjaga-jaga dalam doa tetapi juga mendukung Paulus dalam doa mereka. Apakah kita juga selaku gereja yang saling mendoakan?

Melalui doa, gereja beroleh kuasa dan kekuatan menghadapi setiap tantangan. Sehebat apa pun program tanpa disertai doa pasti tidak akan berdampak. Melalui doa, kesaksian hidup dan kata kita sebagai orang percaya menjadi instrumen anugerah Allah. Dan marilah kita sebagai Sesama tubuh Kristus sepatutnya tidak saling jegal atau masa bodoh, tetapi saling bergantung dan mendukung menjadi instrumen Allah. Gereja mula-mula bertumbuh begitu cepat karena senantiasa bertekun di dalam doa. “Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” (Kis. 2:42b), sehingga “…tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” (Kis. 2:47b).AMIN!

MENDOAKAN PENDETA


I Tesalonika 5:12-22

Richard De Haan pernah menulis suatu kisah yang menarik, tentang pengalaman seorang pemimpin kristiani di suatu jemaat, yang didatangi oleh beberapa anggota jemaat untuk meminta nasihat kepadanya. Apa masalahnya? Mereka ingin tahu cara menyingkirkan pendeta mereka. Pemimpin kristiani tersebut rupanya merasa bahwa orang-orang itu berlaku tidak adil, maka ia pun menyarankan hal-hal berikut:

Sesekali tataplah langsung mata pendeta Anda pada saat ia berkhotbah dan katakan “Amin!”. Maka ia akan berkhotbah dengan sungguh-sungguh.Tepuklah pundak pendeta Anda dan ungkapkan hal-hal baik yang ada dalam dirinya. Maka ia akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Perbarui penyerahan diri Anda kepada Kristus dan tanyakanlah kepada pendeta Anda pelayanan apa yang dapat Anda lakukan. Ia akan sangat senang mendengarnya. Ajaklah jemaat untuk berdoa baginya. Ia akan menjadi hebat sehingga gereja yang lebih besar akan mengambilnya dari Anda.

Lalu pemimpin jemaat itu pun melanjutkan, jika pendeta Anda dengan setia mengajarkan firman Allah dan mencoba untuk menjadi teladan yang hidup, lakukanlah semua yang Anda mampu untuk mendukung dan meneguhkannya. Memang benar, tidak ada pendeta yang sempurna, dan kadang-kadang ia perlu mendapat teguran penuh kasih (1 Timotius 5:20). Namun, seorang pendeta memikul tanggung jawab besar (Ibrani 13:17), dan orang-orang yang setia kepada Allah layak mendapatkan hormat dan dukungan keuangan yang murah hati (1 Timotius 3:1; 5:17,18).

Saudara, jika diingat-ingat, kapan terakhir kali Anda berkata kepada pendeta Anda, “Saya sangat bersyukur atas Anda dan semua yang telah Anda lakukan bagi saya”? Allah yang kita sembah adalah Allah yang baik. Kita sering menyebut Allah kita adalah baik, Apa artinya baik hati bagi Allah? Berapa banyak kita telah menyenangkan hati Allah selama kita tinggal di dunia ini? Atau hanya selalu menuntut supaya Allah menyenangkan hati Anda? Gereja Tuhan dapat menjadi berkat bila saling menghormati, saling menguatkan, saling mendoakan dan memberkati. Demikian pun seorang Pendeta dapat memimpin dengan baik, bila juga didukung oleh jemaatnya. AMIN!

BERJAGA-JAGA


I Tesalonika 5:1-11

Seorang ayah datang untuk menjemput anaknya seusai persekutuan remaja di gereja. Saat memasuki tempat parkir, ia melihat anak laki-lakinya yang masih remaja berada di dekat pintu keluar, tak sadar akan kedatangan ayahnya. Si ayah memutuskan untuk melihat sampai seberapa lama anaknya akan mencari-cari dan menemukannya di situ. Setelah dua puluh menit berlalu, barulah si ayah membunyikan klakson untuk menarik perhatian anaknya. “Ayah dari mana saja?” tanya si anak ketika masuk ke mobil. “Ayah sudah duduk di sini sejak 20 menit yang lalu,” jawab sang ayah, membuat anaknya terkejut mendengarnya.

Menurut Anda, apakah kita seperti si anak yang keasyikan itu tatkala Yesus datang kembali bagi kita? Oh, kita pasti akan melihat-Nya saat Dia kembali. Kedatangan-Nya pasti tampak nyata bagi kita. Namun, apakah kita akan sedemikian tenggelam dalam kesibukan sehari-hari sehingga kita tidak lagi mencari-Nya dan bersiap-siap menyambut kehadiran-Nya? Atau, adakah kita senantiasa berjaga-jaga, antusias menunggu kedatangan-Nya?

Tidak mudah untuk tetap memusatkan perhatian pada kedatangan Tuhan. Kita memiliki begitu banyak hal untuk dipikirkan sehingga kedatangan Kristus kita kesampingkan. Jika demikian, “baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar”. Agar dapat bersiap-siap bagi kedatangan Kristus, kita perlu terus-menerus berjaga-jaga. Lalu bagaimana kita akan melakukan hal berjaga-jaga ini jika kita tidak tahu kapan waktunya? Apa yang harus saya perbuat? Apakah makna dari kata ‘berjaga-jaga’ ini?

Saudara, masalahnya bukanlah pada, “Berjaga-jaga terhadap apa?” melainkan, “Bagaimana berjaga-jaga?” Artinya, ‘berjaga-jaga’ itu berarti kita tidak sekadar duduk memelototi layar pengumuman, atau seperti yang telah diupayakan oleh sebagian orang, berusaha menghitung hari kedatangan Yesus. Apakah dia akan datang tahun ini atau tahun depan, atau tahun berapa? Menghitung kapan tanggal kedatangannya tidaklah penting. Yang penting adalah bahwa kita terus berjaga-jaga, artinya, tetap dalam keadaan terjaga menjalani kehidupan Kristen, hidup di dalam terang, hidup dalam kesetiaan terhadap Tuhan.

Panggilan kita sebagai seorang Kristen, yakni supaya kita menjalani kehidupan ini setiap saat sebagaimana mestinya sehingga kapan pun Tuhan datang, kita akan ditemukan setia, terjaga, hidup secara rohani dan siaga, mengerjakan hal-hal yang telah menjadi panggilan kita. Ini adalah pokok yang sangat penting. Jika kita hidup di dalam kesetiaan terhadap Tuhan, setiap hari secara konsisten menjalani kehidupan Kristen, maka ketika Tuhan datang, tak ada hal yang perlu kita takutkan. AMIN!

Minggu, 02 Desember 2012

JANGAN PERNAH KEHILANGAN PENGHARAPAN


I Tesalonika 4:13-18

Pada zaman Paulus ada berbagai pandangan tentang akhir zaman dalam ajaran Yudaisme. Salah satu diantaranya telah masuk ke dalam jemaat yakni pendapat yang menyatakan bahwa hanya mereka yang MASIH HIDUP yang akan dibawa ke surga, sedangkan mereka yang meninggal sebelum kedatangan Yesus akan dibangkitkan dan tetap tinggal di dunia ini. Dalam keyakinan seperti ini, akan menjadi suatu kerugian yang besar jika seseorang meninggal sebelum kedatangan Yesus. Hal itu juga berarti adanya PEMISAHAN di antara mereka yang dibawa ke surga dan mereka yang tinggal di dunia.

Dalam nas ini secara khusus Paulus membahas tentang nasib orang-orang yang mati dalam Kristus dalam hubungannya dengan parousia, walaupun jemaat Tesalonika kemungkinan besar sudah pernah diajar tentang parousia (band. 5:1-2 “tidak perlu dituliskan, kamu sendiri tahu”). Nasehat Paulus di atas tidak berarti bahwa kita dilarang menangis ketika orang yang kita kasihi meninggal dunia. Yesus menangis di depan kubur Lazarus (Yoh 11:35), karena Dia begitu mengasihi Lazarus (Yoh 11:3, 36). Paulus juga bersyukur atas kesembuhan Epafroditus, sehingga dukacitanya tidak bertambah (Flp 2:27). Yang dimaksud sedih di sini adalah sedih yang berkepanjangan (present tense lupesthe = “terus-menerus bersedih”). Kesedihan akan menjadi dosa apabila meragukan kebaikan/keadilan Allah (Rom 8:28) atau kehilangan harapan terhadap pertemuan bersama dengan orang yang mati tersebut (1Tes 4:14-17). Kesedihan yang berlarut-larut membuat orang Kristen tidak beda dengan orang lain dan tidak bisa menjadi teladan bagi mereka (band. 1Tes 4:12).

Nasehat Paulus ini supaya kita jangan seperti orang-orang lain (hoi loipoi) ketika menghadapi kematian orang yang dikasihi. Yang dimaksud “orang-orang lain” (hoi loipoi) adalah mereka yang berada di luar Kristus (Ef 2:3) yang tidak memiliki pengharapan (1Tes 4:13b; Ef 2:12). Ide tentang pengharapan bagi orang Kristen ini merupakan sesuatu yang revolusioner menurut konteks waktu itu, karena orang Yunani umumnya tidak percaya bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Paulus menjelaskan bagian yang akan diterima oleh orang-orang yang mati dalam Kristus pada saat parousia. Walaupun mereka sudah tidak ada di dunia ketika parousia, tetapi mereka tetap akan dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus (ayat 14). Mereka bahkan akan mendapat “prioritas” waktu dalam parousia (ayat 15-17). Karena itu, perteguhkanlah pengharapan, iman, dan kasih kita hingga kedatanganTuhan. AMIN!

Jumat, 26 Oktober 2012

MERINDUKAN TUHAN


Mazmur 119:129-136

Apa yang sering kita lakukan biasanya mengawali aktivitas di pagi hari, mungkin sambil nikmati sarapan pagi entah dengan teh/kopi bersama sekerat roti, umpama? Apakah cari berita hangat di koran untuk hari ini? Atau memulai hari dengan membaca dan menghayati Firman Tuhan sebagai pedoman? Mungkin kita masing-masing tau jawabannya. Sesuai apa yang biasanya kita lakukan. Syukurlah bila itu Firman Tuhan yang didahulukan. Kata bijak mengatakan, “Bila Anda lebih banyak baca koran ketimbang Firman Tuhan, maka Anda akan dihadapkan dengan 1001 macam persoalan yang siap menghadang, dan serba menakutkan. Tetapi bila Anda lebih banyak menggumuli Firman Tuhan ketimbang mengutamakan baca koran, maka Anda akan menemui 1001 macam jawaban yang Tuhan berikan untuk mengatasi persoalan.”

Sungguh jelas bagi kita bila pemazmur ini tidak ragu untuk mengatakan, “itulah sebabnya jiwaku memegangnya” (ayat 129). Kita pasti mengerti apa yang ia mau dapatkan, 1001 macam jawaban melalui Firman Tuhan untuk mengatasi aneka persoalan. Pemazmur ingin menjadi pemenang di setiap pergumulan kehidupan, tentu saja. Karenanya wajar bila pemazmur merasa begitu rindu untuk hidup di dalam kebenaran firman TUHAN itu. Namun janganlah kita beranggapan, bila seseorang mentaati Firman Tuhan, dekat dengan Tuhan, otomatis hidupnya aman. Bebas dari gangguan, fitnahan, bahkan ancaman segala macam. Tidak! Tidak demikian!

Sama seperti manusia pada umumnya, pemazmur juga mengungkapkan keadaannya yang merasakan tekanan dan pemerasan dari orang-orang yang tidak berpegang pada taurat TUHAN. Mereka senantiasa bertindak jahat dan merongrong kehidupannya, hingga pemazmur merasakan kesedihan yang mendalam (ayat 136). Namun, di tengah keterbatasannya dalam menghadapi tantangan tersebut, pemazmur tetap berharap pada janji dan kasih setia TUHAN. (ay.132-135). Pemazmur percaya bahwa kuasa TUHAN jauh melebihi orang-orang jahat dan jikalau ia tetap berpegang pada firman TUHAN, ia dapat menang melawan orang-orang jahat tersebut. Oleh karena itu, pemazmur bersedia untuk selalu belajar firman TUHAN, dan menjadikannya sebagai pedoman dalam kehidupannya. Ya, pemazmur percaya bahwa Tuhan memberikan kekuatan dan kemenangan. Pemazmur merindukan TUHAN karena pemazmur telah merasakan indahnya persekutuan dengan TUHAN melalui firman yang ia baca.

Kenapa dalam kenyataannya banyak anak-anak Tuhan kalah dalam aneka pergumulan? Tidak sedikit yang stress,  kecewa, dan putus asa seperti tak memiliki pengharqapan? Jawabnya tentu, karena ia tidak memiliki dasar kekuatan untuk melawan dan memenangkannya. Karena ia tidak mendasarkan hidupnya pada kedalaman Firman Tuhan. Ya, doa-doa hanya sekedar penyampaian unek-unek dalam kekecewaan pada Tuhan, untuk mendapatkan pembenaran dari keinginan yang tak kesampaian. Bukan penyerahan penuh dalam hubungan harminis dengan Tuhan, layaknya seorang anak yang sungguh mempercayai kebaikan bapaknya sepenuhnya. Atau Firman Allah dibaca juga sambil diselingi keraguan di dalam jiwa, apakah Allah bisa dipercaya atau tidak?! Karenanya tidak heran, bila imannya tidak bertumbuh-tumbuh juga. Bila pergumulan melanda, maka ia terhenti di tengah jalan. Ibarat layu sebelum berkembang, akhirnya kering, karena tak tak ada siraman air yang memberikan pertumbuhan!

Pada bulan Agustus 1973, Samantha White dari Steilacoon, Washington, seorang gadis berumur 8 tahun telah berhasil mendaki puncak gunung Kilimanjaro pada ketinggian 19.340 kaki. Dia dianggap orang termuda yang pernah mendaki puncak pegunungan tertinggi di Afrika itu. Dalam pendakian itu, ayahnya telah gagal sampai pada ketinggian 18.640 kaki dan diserang sakit penyakit. Sebenarnya ada banyak pendaki ulung yang jauh lebih berpengalaman dari pada gadis berumur 8 tahun itu. Namun gadis itu telah membuat kejutan bagi para pendaki kawakan.

Dalam masalah kehidupan iman pun kadang-kadang dapat terjadi demikian. Telah sekian lama menjadi orang Kristen, tapi imannya begitu-begitu saja. Sedikit-sedikit kecewa. Sedikit-sedikit putus asa. Ya, ini tentu saja karena tidak didasari pada keteguhan hati untuk terus-menerus menjadikan Firman-Nya sebagai cahaya yang menyinari, hingga dengan terang-Nya mampu memahami dan meyakini bahwa apa yang Tuhan lakukan itu luar biasa dan baik adanya! (ay.135). Pemazmur melalui nas ini, menyadarkan kita betapa pentingnya TUHAN dan firmanNya dalam kehidupan. Tidak ada yang mampu memuaskan kerinduan kita, selain hanya TUHAN yang memberikan kekuatan dan pertumbuhan untuk menjalani kehidupan yang kita alami hari lepas hari. AMIN!

Pdt.  Kristinus Unting, M.Div

Senin, 22 Oktober 2012

MENCINTAI TAURAT TUHAN


Mazmur 119:97-104

Hal paling mendasar bagi kita sebagai orang beriman adalah, sejauh mana kita mencintai Taurat Tuhan (titah-titah/firman Tuhan). Sepanjang hidup kita dilandasi rasa cinta akan Taurat Tuhan sebagai pedoman, sepanjang itu pula kita dapat menjalani hidup sebagai orang Kristen sungguhan. Bukan yang kristen-kristenan! (bdk. ay.90). Sebab bila tidak, maka bahaya terbesar yang segera menghadang adalah, bahwa kekristenan kita sudah menjadi serupa dengan dunia (bdk. Rm.12:12). Bila ini yang terjadi, bagaimana kita dapat memperlihatkan kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah? Ibarat pohon, ia hanya menghasilkan buah yang masam, busuk, atau gugur sebelum matang. Padahal, menurut Berkhof (seorang ahli teologi) bahwa kehidupan Kristen itu mestinya harus dapat menjadi semacam “experimen garden” (kebun percontohan) yang dapat menghasilkan buah yang berkualitas baik.

Apa pentingnya mencintai Taurat Tuhan? Menurut Mazmur ini, bahwa dengan mencintai Taurat Tuhan maka orang menjadi bijaksana (ay.98). Orang yang bijaksana tentu tau apa yang harus dilakukan dan apa yang semestinya dihindarkan. Apa yang sekiranya membawa kepada kebahagiaan, dan apa saja yang sekiranya bisa menjadi bencana! Dengan mencintai Taurat Tuhan, orang diantar untuk lebih berakal budi (ay.99). ini penting! Terlebih karena kita hidup di jaman yang serba keras dan penuh dengan kejahatan seperti sekarang ini, akal budi sangat diperlukan. Tidak cukup hanya bertadah tangan dalam doa kepada Tuhan semata. Tetapi dengan usaha. Usaha yang berakal budi tentu saja! Usaha yang selaras dengan maksud Tuhan, itu persisnya! Orang yang mencintai Taurat Tuhan juga pasti tahu jalan mana yang harus ia lalui. Jalan kejahatan yang membawa bencana semisal korupsi umpama, tentu dihindarinya (ay.101). Ya, jalan yang belok-belok, atau mudah terobang ambing oleh berbagai bujukan atau tawaran dunia yang menyesatkan tentu tidak ia suka (ay.102,104).

Kita hidup di jaman di mana ilmu pengetahuan semakin tinggi. Namun sekaligus moral-etis semakin menuju ke titik nadir terendah. Jalan pintas tidak jarang seolah jadi pilihan untuk mengatasi segala kesulitan. Tuhan semakin dikebelakangkan. Nilai-nilai kejujuran semakin langka. Dusta, penipuan, intrik-intrik busuk merajalela. Menghalalkan segala cara juga seolah hal biasa demi untuk mendapatkan kedudukan, jaminan hidup, dan kebahagiaan. Toh semuanya hanyalah semu semata (ay.104). Orang mungkin pergi ke gereja juga, tapi tidak jarang hanya dijadikan semacam obat stress penenang bathin yang sementara, sebelum bertarung kembali dalam kancah kehidupan selanjutnya. Karenanya tidak heran bila yang dicari adalah soal kepuasan untuk mendapatkan ketenangan bathin saja, bukan kekuatan yang dari Tuhan supaya diberikan kesanggupan untuk menjadi saluran berkat, toh pun situasi sekarat!

Dalam situasi yang demikian, nas ini menantang kita selaku umat Tuhan untuk lebih mawas diri. Untuk menjadikan Taurat Tuhan sebagai landasan kehidupan. Sudahkah saya selaku “bue” (kakek) atau “tambi” (nenek) mewariskan nilai-nilai luhur kehidupan sebagai bukti betapa dicintainya Taurat Tuhan? Sudahkah saya selaku “abah” (ayah) atau “umai” (ibu) meneladankan kesetiaan iman kepada “anak-esu” (anak-cucu) untuk mewariskan “hadat pambelom utus itah” (kehidupan etis-moral kaum kita)? Atau juga, sudahkah saya selaku orang muda mempersiapkan diri sebagai generasi penerus yang dapat dibanggakan bagi orang tua, keluarga, masyarakat atau gereja? Atau malah menjadi sampah yang kehadirannya hanya tambah mengotori dunia? Semua  jawabannya tentu berpulang pada seberapa besar rasa cinta kepada Taurat Tuhan dijadikan pedoman. Seberapa besar rasa takut akan Tuhan dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan!

Pdt. Kristinus  Unting, M.Div

SEBERAPA BERHAGAKAH ALKITAB BAGI HIDUP ANDA?


Mazmur 119:121-128

Ada satu cerita menarik tentang sebuah jaringan pelayanan pendistribusian Alkitab bernama The Gideons. Jaringan ini telah beroperasi ke seluruh dunia, juga telah ke negara Rusia, bekas Uni Soviet. Selama kurang dari satu tahun di negara Rusia mereka tidak mengalami kesulitan dalam mengedarkan Alkitab. Mereka disambut baik oleh orang-orang di sana yang haus akan firman Allah. Pada suatu ketika, dalam rangka melaksanakan pelayanan, sampailah mereka di sebuah kota. Di sana, mereka diizinkan untuk menyebarkan kitab Perjanjian Baru di sebuah sekolah dasar. Saat itu mereka ditemani oleh seorang kepala polisi. Oleh karena itu, ketika mobil yang membawa mereka ternyata malah melewati sekolah yang ditunjuk, mereka jadi bertanya-tanya, jangan-jangan mereka akan dibawa untuk diinterogasi.

Setelah melakukan perjalanan selama enam atau tujuh kilometer kemudian, mereka berhenti di sebuah sekolah lain dan diminta membagikan Alkitab di situ. Mereka pun membagikannya kepada setiap murid dan anggota staf di sekolah tersebut.Tak lama kemudian, pemimpin kelompok itu bertanya kepada si kepala polisi, “Mengapakita berganti sekolah?” Kepala polisi itu menjawab dengan tenang, “Karena dua anak saya bersekolah di sini. Saya ingin memastikan bahwa mereka mendapat Alkitab.” Oh, luar biasa! Pejabat Rusia ini menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan Alkitab bagi anak-anaknya, dan mungkin juga supaya ia sendiri dapat membacanya.

Firman Allah itu begitu mulia dan berharga rupanya bagi mereka. Dalam situasi yang sulit pun mereka berusaha untuk mendapatkannya. Saudara, bagaimana dengan kita? Seberapa berhargakah firman Allah bagi kehidupan kita? Adakah seperti seorang pejabat Rusia, seorang Kepala Polisi yang begitu rindu akan Firman Allah? Ironis memang dengan apa yang sering terjadi dalam kehidupan kekristenan kita. Tidak jarang, Alkitab tidak ubahnya sebagai pelengkap. Mulus bentuknya hanya jadi pajangan di almaari-almari hiasan. Bahkan berdebu karena dibuka pun jarang! Dibacakan juga, mungkin pada saat-saat tertentu saja. Bila ibadah minggu telah tiba. Atau dibacakan jika tuan rumah diminta di kebaktian Rumah Tangga! Atau ada yang lebih ektrim, hanya dijadikan semacam jimat, ditaruh di dekat mayat, supaya kuasa jahat tidak berani mendekat?! Oh… Mestinya selagi hidup diberikan Alkitab supaya mengenal jalan selamat, bukan setelah jadi mayat baru didekatkan sama Alkitab. Itu terlambat! Tak bermanfaat!

Pemazmur ini mengungkapkan kepada kita bahwa ia telah mempercayakan dirinya kedalam tangan Tuhan.Ia berkomitmen untuk menjadikan Firman Tuhan sebagai penuntun kebaikan. Pemazmur rupanya begitu rindu pada jalan selamat yang Firman Tuhan ajarkan. Ya, rindu serta menjadikannya sebagai pegangan jaminan keselamatan (ay.121, 128) Rupanya pemazmur ini tidak hanya sekedar membaca Firman Tuhan, tetapi bahkan meminta kepada Allah, “Ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku” (ay.124). “Buatlah aku mengerti”. Juga, “supaya aku tahu peringatan-peringatan-Mu” (ay.125). Pemazmur ini begitu membenci “segala jalan dusta”, dan mendasarkan hidupnya pada prinsip bahwa “aku hidup jujur sesuai dengan segala titah-Mu” (ay.128). Saudara, apakah ini juga menjadi sikap kita?

Pdt.  Kristinus Unting, M.Div

NO KEBIMBANGAN YES TAURAT TUHAN


Mazmur 119:113-120

Dalam mazmur ini kita dapati suatu pernyataan sikap yang jelas dari pemazmur. No “kebimbangan”, Yes “Taurat Tuhan”. Pemazmur mengatakan bahwa ia membenci sikap orang yang penuh kebimbangan. Ia lebih mencintai Taurat Tuhan. Perhatikan apa yang pemazmur ungkapkan tentang sikapnya: “orang yang bimbang hati kubenci, tetapi Taurat-Mu kucintai.” (ay.113). Ini suatu sikap yang perlu diteladani oleh kita sebagai orang percaya. Ini penting! Ini jangan dibalik! Sebab bila Yes “kebimbangan”, No “Taurat Tuhan” dapatkah saudara bayangkan apa yang terjadi dalam kehidupan?

Lalu apa alasannya bila pemazmur begitu membenci sikap yang bimbang hati? Menurut pemazmur, bahwa orang yang bimbang hati adalah orang-orang yang sesat, hanya berbuahkan kejahatan dalam sikap dan tidakannya (ay.115), juga tidak ubahnya seperti “sanga” semata! (ay.119). “Sanga” apa artinya? Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-Hari diterjemahkan sebagai “ampas”. Atau dalam Surat Barasih Barita Bahalap (bahasa Ngaju) diterjemahkan sebagai “rotik” (sampah/kotoran). Oh, betapa hinanya, betapa tak berharganya!

Tapi bila mau jujur saudara, bukankah justru ini yang sering terjadi dalam kehidupan nyata kita? Hidup dalam kebimbangan hati menjadikan orang serba pesimis, serba ragu-ragu, dan mudah terombang ambing dalam menjalani kehidupan? Ketimbang mempercayai kuasa Tuhan, jalan pintas jadi pilihan! Apalagi bila yang dinanti-nanti dalam doa permohonan belum datang-datang juga jawaban? Ya, cari “tuhan-tuhan kecil” saja cari pertolongan! Kenapa orang sampai ada yang jadi penipu, pemeras dan merampas? Kenapa juga orang sampai ada yang jadi koruptor umpama? Apalagi sebenarnya kalau bukan buah dari hati yang bimbang. Untuk mengamankan isi perut dan keperluan. Ya, karena orang yang bimbang hati selalu bermuara pada tindakan-tindakan spekulasi yang merugikan orang lain untuk mengamankan diri. Hukum Tuhan pun disepelekannya saja.

Orang yang bimbang hati adalah orang yang penuh dengan keraguan, kekuatiran, tanpa ketetapan, tanpa pegangan. Tidak ada yang dapat diharapkan dari orang yang bimbang hati. Orang yang bimbang hati tentu tidak dapat menghadapi pergumulan. Cepat putus asa, mudah terobang ambing. Pada saat situasi menyenangkan, memang dia adalah sahabat yang baik. Tetapi manakala situasi rawan, nah…nah…nah…bisa jadi adalah orang yang paling dekat dengan pengkhianatan! Tak sanggup memanggul salib dan sesikonya, hanya cari nikmatnya saja. Lalu apa alasannya bila pemazmur begitu mencintai Taurat Tuhan? Bahkan digambarkan bahwa ia begitu menghargainya, begitu takjub, begitu menganggapnya terlalu agung dan suci, sampai-sampai pemazmur ungkapkan, “Badanku gemetar karena ketakutan terhadap Engkau…”? (ay.120a). Kenapa demikian? Apa yang ia takutkan? Jawabannya sangat jelas pada kelanjutan ungkapan kalimat berikutnya, “aku takut kepada penghukuman-Mu.” (ay.120b).

Kata “penghukuman” perlu kita garisbawahi. Rasa-rasanya alasan ini penting sekali kita renungkan! Betapa tidak saudara, sebab dalam pengalaman nyata kita sebagai manusia selalu terbukti, bahwa yang namanya kejahatan tetaplah kejahatan. Suatu saat akan terbongkar juga walau sebaik apa pun cara orang mengemas bungkusannya. Demikian pun sebaliknya, bahwa yang namanya kebenaran tetaplah kebenaran. Karena memang pada hakikatnya, bahwa kebenaran tak pernah bisa dimatikan oleh apa pun atau oleh siapa pun. Walau untuk sementara ia ditenggelamkan. Tetapi yakinilah bahwa suatu saat kebenaran pasti akan muncul ke permukaan, sebab kebenaran adalah hakikat jati diri Allah sendiri! Karena itu saudara, tidak ada ruginya bila kita mencintai, mentaati Taurat Tuhan, karena kita pasti terhindar dari hukuman Tuhan. Berkat-Nya pun pasti Ia limpahkan untuk kita.

Pdt.  Kritinus Unting, M.Div

SUPAYA BENAR-BENAR BERBAHAGIA


Mazmur 119:105-112

Pada hakikatnya bahwa semua orang menginginkan “kebahagiaan” dalam hidupnya. Bukan yang sebaliknya. Tetapi apa sih sebenarnya “kebahagiaan“ itu? Ini penting! Karena tidak sedikit orang keliru memahaminya. Tidak sedikit pula orang keliru dalam cara dan tempat dimana memperolehnya. Ada yang beranggapan bahwa kebahagiaan itu sama dengan kepuasan, sesuatu yang segera dapat dicicipi, dapat memuaskan keinginan hati. Atau apabila sesuatu cita-cita dapat dicapai. Apa hanya ini yang disebut kebahagiaan?

Ada juga yang beranggapan bahwa orang akan berbahagia apabila ia dapat memenuhi segala kebutuhannya: uang yang banyak, memiliki cukup fasilitas, mobil-mobil yang memenuhi selera, pakaian-pakaian yang memenuhi selera, obat agar tetap awet muda, shampoo, cream yang membuat rambut dan wajah tetap ayu dan segar. Oh, saudara…. siapa yang mengatakan bahwa semuanya itu tidak perlu? Siapa yang mengatakan bahwa orang yang memilikinya tidak disebut berbahagia? Tetapi tetap pertanyaannya, apa itukah letak kebahagiaan yang sesungguhnya? Atau hanya sekedar kebahagiaan yang sementara?

Beberapa tahun yang lampau, putri salah seorang jutawan di Korea bunuh diri. Padahal ayahnya adalah seorang jutawan yang sanggup memberikan kepada putrinya apa saja yang dibutuhkannya. Dia bisa membeli segala makanan yang diinginkannya. Dia bahkan memiliki sebuah mobil yang indah lengkap dengan sopirnya. Dia selalu mempunyai uang yang cukup, namun dia masih belum mempunyai kebahagiaan dalam hatinya. Akhirnya dia masuk dalam WC, menuangkan bensin pada tubuhnya dan membakar dirinya sampai mati.

Lalu apa sesungguhnya “kebahagiaan” itu? Dan dimana mendapatkannya? Nah, ini! Bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya, sebenarnya terletak dalam gaya hidup yang takut akan Tuhan, selalu berusaha menempatkan diri di jalan Tuhan. Rasa takut kepada Tuhan adalah rasa takut yang mengandung unsur pengagungan yang penuh hikmat, rasa tunduk yang suci, pengagungan yang kudus, penuh dengan rasa hormat kepada Sang Pencipta. Seluruh akal budi, hati dan rasa ditundukkan kepada keagungan dan kebesaran akan cinta kasih Tuhan. Diterangi oleh Firman Tuhan! Atau dalam bahasa puitis, seperti yang digambarkan pemazmur: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (ay. 105).

Apa alasannya? Karena kebahagiaan semacam ini adalah kebahagiaan yang langgeng dan mampu bertahan; kebahagiaan yang tidak tergantung pada situasi apa pun, tidak tergantung dari kecukupan atau kekurangan materi. Inilah dasar kebahagiaan yang kokoh, selalu segar. Kebahagiaan yang mendalam, yang mampu melenyapkan segala ketakutan, dan tidak pernah menyesatkan. Itulah sebabnya pemazmur dengan nada pengharapan mampu mengungkapkan, “Aku sangat tertindas, ya TUHAN, hidupkanlah aku sesuai dengan firman-Mu.” (ay.107). Bahkan sungguh luar biasa, pemazmur katakan bahwa ia mampu selalu menyatakan persembahan sukarela dalam puji-pujian senantiasa, toh pun mempertaruhkan nyawa, Taurat Tuhan takkan pernah mau ia lupakan! (ay.108-109). Tidak hanya terhenti sampai di situ, bahkan ketika menghadapi jerat dari orang-orang fasik, pemazmur tidak sampai terjerat dan tersesat. Ia tetap hidup dalam kebenaran menurut ketetapan dan jalan Tuhan (ay.110).

Di mana letak “kebahagiaan” itu yang sesungguhnya? Tidak lain dan tidak bukan, seperti kata pemazmur, milikilah firman Tuhan layaknya sebagai harta pusaka. Kenapa dikatakannya kebahagiaan yang seperti ini sempurna? Pemazmur sendiri memberikan jawaban secara jelas, bahwa harta pusaka, yaitu firman adalah sempurna, karena dapat memberikan secara utuh kegirangan bagi hatinya (ay.111). Ya, kegirangan secara utuh dan menyeluruh, bukan yang setengah-setengah, atau tergantung situasi! Kebahagiaan seperti inilah yang pasti mampu bertahan toh pun menghadapi berbagai pergumulan kehidupan, bahkan tahan hingga ketika menghadapi hari penghakiman! AMIN.

Pdt.  Kristinus Unting, M.Div

Sabtu, 20 Oktober 2012

"FIRMAN BAGAIKAN PEDANG BERMATA DUA" (Minggu, 21 Oktober 2012)




Yohanes 6:60-66

Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus!
Pada suatu ketika di sebuah tempat pelayanan GKE, seorang Pendeta pernah berkhotbah dengan nada yang cukup kera
s. Penekanan khotbahnya adalah bahwa perselingkuhan merupakan dosa dan tidak ada kata tawar menawar untuk dosa tersebut. Dan kebetulan dalam gereja tersebut ada seorang jemaat yang sudah lama berselingkuh. Saudara tahu, setelah mendengar khotbah yang disampaikan pendeta dalam ibadah tersebut, salah satu anggota jemaat ini menjadi tersinggung dan ia tidak mau datang lagi ke gereja. Intinya, karena firman itu sangat keras dan mengena baginya.

Selanjutnya, seorang hamba Tuhan pernah bercerita bahwa ada beberapa gereja yang mewanti-wanti terlebih dahulu agar khotbah yang dibawakan jangan sampai terdengar menyindir atau memakai topik teguran Tuhan yang keras; “Yang berkat-berkat sajalah, dan jangan lupa pakai banyak humor, supaya jemaat tidak mengantuk.” Nah, jika saya menilai, kecenderungan banyak orang hari-hari ini adalah hanya ingin mendengar yang baik-baik saja demi pemuasan telinga mereka. Kalau khotbah berkat, jemaat senang. Tetapi sebaliknya jika kotbahnya menyentuh area dosa, maka banyak jemaat pun menjadi bersungut-sungut atau bahkan tersinggung.

Saudaraku! Perlu saya tegaskan bahwa khotbah-khotbah yang keras sesungguhnya mengingatkan kita akan bahaya jebakan dosa. Tetapi bagi banyak jemaat, khotbah seperti ini menjadi sesuatu yang tidak populer bagi mereka. Ironisnya ada banyak gereja yang berkompromi dengan hal ini. Mereka memilih jalan aman untuk menyampaikan apa yang disukai jemaat untuk didengar. Mereka lebih peduli terhadap kuantitas ketimbang kualitas, hanya memikirkan jumlah ketimbang sampai tidaknya suara Tuhan bagi jemaat mereka. Di antara hamba-hamba Tuhan-pun ada yang memilih jalan seperti ini. Mereka lebih tertarik untuk bisa mencapai ketenaran atau popularitas dengan hanya memilih jalan aman, bahkan ada banyak pula yang hanya fokus pada masalah kekayaan.

Wah, bisa kita bayangkan bagaimana para jemaat yang masih belum mengerti betul akan kandungan Firman Tuhan bisa terjebak pada harapan akan kekayaan secara materi untuk diri sendiri. Kita bisa melihat pula bahwa gereja-gereja seperti ini ternyata bertumbuh pesat di luar sana. Soundsystem bagus, tata lampu, bahkan artis-artis terkenal dijadikan inti dari peribadatan. Bukan lagi Tuhan yang diutamakan, tetapi sisi entertainment atau hiburan lah yang penting bagi mereka. Promosi pun lebih diutamakan kepada siapa pendeta atau artis yang bakal hadir, itu ditulis besar-besar untuk menjaring orang. Pola seperti ini membuat semakin banyak orang yang cenderung memilih apa yang suka mereka dengar ketimbang mendalami betul apa bunyi Firman Tuhan sepenuhnya. Dan itu sebenarnya sudah disebutkan sejak dahulu di dalam Alkitab. Dan tepatlah seperti yang tercatat damal 2 Timotius 4:3-4 :”Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”

Dari uraian di atas, ada beberapa alasan yang cukup krusial sehingga membuat kita menolak firman Tuhan:

1. Konsep firman Tuhan berbeda dengan konsep kita.

Artinya manusia sering terperangkap dalam konsep nafsunya. Dia menganggap segala yang ia lakukan adalah benar dan hanya sedikit melakukan penyelewengan terhadap kebenaran. Saya garis bawahi bahwa yang namanya penyelewengan walaupun itu sedikit tetap namanya penyelewengan, apalagi jika itu berkaitan dengan kebenaran/konsepnya Allah.

2. Kebudayaan mewariskan sistem pemikiran yang bertentangan dengan firman kepadanya.

Ketika kita hidup dalam budaya tertentu maka akan sangat sulit untuk memisahkan diri dari budaya tersebut, sebab kebudayaan itu sudah mengkristal. Berdasarkan realitas ada banyak yang mengaku kristen tapi masih terikat dengan budaya-budaya yang tidak membangun, bertentangan dengan ajaran Tuhan, pola pikir masih terikat dengan hal-hal yang berbau mistis. Akibatnya firman hanya sebagai kata-kata yang basi bagi orang-orang tersebut. Dan pula, pengaruh budaya pada zaman post modern-pun mempengaruhi kita. Sebab budaya di zaman ini serba WOOOAAW gitu! Jemaat hanya terobsesi dengan waah,woow, luar biasa, dan Tuhan Yesus atau firman dikesampingkan.

3. Dosanya ditegur

Salah satu kelemahan kebanyakan kita adalah tidak mau ditegur ketika kita melakukan perbuatan dosa. Kalau ditegur langsung tersinggung, marah, tidak mau ibadah lagi seperti contoh di atas tadi, pindah ke gereja lain, mendirikan komunitasnya sendiri,dst.

4. Mata pencaharian seseorang yang tidak sesuai dengan firman ditegur, dia merasa tersinggung dan melawan.

Kita tahu bahwa ada banyak mata pencaharian yang merugikan orang lain, misal: korupsi, menjual minuman keras, menjual obat terlarang, penipuan, dll. Orang-orang ini dalam segi finansial oke, harta berlimpah, namun ia lupa bahwa pekerjaannya itu merugikan dan merusak orang lain. Bisa dikatakan mereka menari-nari di atas penderitaan orang lain. Wajarlah kalau ditegur, sebab ia tidak mengasihi sesama manusia tapi hanya mengasihi dirinya sendiri (sebab ada keuntungan besar yang ia peroleh).

Saudaraku! Jujur saja, kadang kala kita terlena dengan Firman Tuhan yang meninabobokan kita. Memang mungkin Firman yang disampaikan ketika kita masih di sekolah minggu adalah Firman yang sederhana. Itu wajar karena kita pun masih kanak-kanak. Tetapi apabila kita sudah dewasa namun kita tetap menginginkan Firman yang “enak”, berarti ada yang salah dengan kita.

Sama seperti manusia jasmani kita bertumbuh dari bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa, demikian juga secara rohani kita juga harus bertumbuh. Jika ketika bayi kita hanya minum susu, kemudian makanan lembut, dan akhirnya makanan keras, demikian juga dengan kehidupan rohani kita, yang juga harus memakan makanan rohani yang keras. Apabila ketika kita mendengar Firman Tuhan yang keras dan kita langsung mundur, maka sesungguhnya permasalahan bukan terletak pada Firman itu, melainkan pada diri kita, karena mungkin saja kita masih anak-anak yang belum siap menerima Firman Tuhan tersebut.

Ingat! Setiap firman yang kita dengar dan disampaikan oleh hamba-hamba Tuhan bukanlah memberikan virus penyakit bagi kita, tetapi firman tersebut menjadi antivirus buat kita. Karenanya dalam momen ini, saya ingin mengingatkan kita kembali akan manfaat firman bagi kehidupan kita.

Sekarang apa sih manfaat firman yang diperdengarkan kepada kita?

Pertama: Firman akan memberikan hikmat.
Firman Tuhan yang sudah Allah sediakan bagi setiap kita sebagai umat-Nya, membuat kita berhikmat di dalam mengatur seluruh kehidupan kita dengan benar, sehingga hidup kita dijalani sesuai dengan kehendak-Nya.

Kedua: Firman akan menuntun kepada keselamatan. Keselamatan yang kita idam-idamkan yaitu hidup kekal bersama dengan Yesus Kristus.

Ketiga: Firman menyatakan kesalahan. Pengajaran yang ada di dalam firman menyatakan kesalahan manusia (semua manusia dinyatakan berdosa).

Keempat: Memperbaiki Kelakuan : Selain menyatakan kesalahan manusia, maka Alkitab membangkitkan harapan manusia dengan menjelaskan bagaimana hidup di dalam pola Kristen, sehingga kelakuan lama bisa diperbaiki sesuai dengan firman Tuhan.

Kelima: Firman akan mendidik kita dalam Kebenaran. Dari keseluruhan pengajaran firman di dalam Alkitab, menyatakan pendidikan tentang kebenaran yang berdasarkan kepada Allah.

Saudaraku! Biarlah lewat firman kita bersama-sama menjadi pribadi kristen yang dewasa. Setiap firman yang disampaikan kepada kita adalah sebagai cambuk bagi kita untuk mentransformasi (merubah diri) diri mejadi lebih berkulalitas di hadapan Tuhan dan sesama.

Terakhir, yang perlu kita ingat pula adalah kebenaran tidak bisa dikompromikan. Berbicara keras tapi menyelamatkan jiwa jauh lebih baik daripada berbicara manis tapi membiarkan satu jiwa berjalan binasa. Kebenaran tidak bisa dikompromikan, perlu keteguhan hati untuk tetap berpegang.

Yesus berbicara keras untuk kebaikan, begitu juga dengan hamba-hamba Tuhan. Sekeras apapun firman yang kita dengar, jangan pernah mundur. Terus maju, dan berusahalah selalu untuk hidup dalam perubahan. Tuhan Memberkati!! AMIN *(AJN)

KEBAHAGIAAN ORANG YANG HIDUP MENURUT TAURAT TUHAN

Mazmur 119:89-96

Mazmur ini adalah sebuah ungkapan iman dari seorang yang sungguh-sungguh berada dalam pesona dan kekaguman yang luar biasa akan Allah dan Firman-Nya. Ia meyakini    dengan sungguh-sungguh bahwa Firman Allah adalah “Ya” dan “Amin”! Kokoh teguh tiada banding, senilai sorga! Ia mengimani bahwa Allah setia akan Firman-Nya dari kekal sampai kekal. Bahkan, ia sangat percaya bahwa Allah memberikan keadilan, perlindungan, dan    penghiburan dalam pergumulan kehidupan (ay.89-90).

Apa dasarnya? Keteguhan pemazmur ini didasari oleh keyakinan bahwa segala sesuatu telah diciptakan oleh Tuhan menurut hukum-hukum-Nya (ayat 90,91), termasuk hukum alam. Karena itu, apa pun di bumi ini tidak ada yang dapat menggoyahkan Taurat Tuhan di surga (ayat 89). Segala sesuatu di dunia ini ada batasnya, tetapi Firman Tuhan kekal adanya.    Dengan firman-Nya yang tak terbatas dan kekal, Tuhan menghidupkan kita, sehingga kita tidak binasa dalam sengsara, tetapi beroleh keselamatan. Itulah sebabnya firman-Nya layak dipercaya.

Dengan sebulat hati pemazmur menyerahkan diri kepada Taurat Tuhan, oleh karena dengan jalan itu berarti ia juga menyerahkan dirinya kepada perlindungan Tuhan sendiri.   Penyerahan diri dalam nada kemenangan iman, “Sekiranya Taurat-Mu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa.” (ay. 92). Dia menegaskan bahwa dia tidak akan pernah melupakan titah-titah Allah, sebab dengan itu “Engkau menghidupkan aku.” (ay.93) Saudara, seperti pengalaman penderitaan manusia pada umumnya, pemazmur sungguh-sungguh menyadari bahwa ia sama sekali tidak mampu menahan penderitaannya sendiri. Ia meyakini betul akan pertolongan Tuhan. Karena itu, ia memohon kepada Tuhan agar menolongnya (ay.94).

Bagaimana dengan kita? Ketika masalah bertubi-tubi menimpa kita oleh berbagai      sebab, sejauh mana kita sungguh-sungguh berpegang pada titah-Nya, pada Firman-Nya, pada janji-janji-Nya? Ini harus betul-betul kita sadari. Supaya tidak setengah-setengah mengimani. Pemazmur memberi teladan bagi kita untuk tetap percaya dan berpegang pada firman Allah. Karena pada hakikatnya inilah rahasia kebahagiaan yang sebenar-benarnya bagi kita orang percaya. Ya, ketika kita sungguh-sungguh berpegang dan berjalan dalam titah-titah Tuhan, itulah kebahagiaan orang beriman yang sempurna! Telah teruji dan terbukti dapat dipercaya! AMIN!

Pdt.Kristinus Unting, M.Div

Jumat, 21 September 2012

ANDAIKATA ANDA ADALAH SAHABAT AYUB


Ayub 28:1-19

Menurut saudara, siapakah sebenarnya seorang sahabat sejati itu? Oh, rata-rata orang mengatakan bahwa dia yang ada ketika kita dalam masalah, atau sedang berduka. Bukan hanya ada ketika kita dalam keadaan suka. Semua orang rata-rata mengatakan begitu. Itu memang benar. Sebagai seorang sahabat yang baik biasanya orang berupaya untuk menolong sahabatnya, sebagai bentuk pernyataan sikap bahwa dialah sahabat yang baik. Hanya sayang, terkadang bukan pertolongan yang didapatkan, malah menambah berat beban.

Dapat saudara bayangkan, apa yang terjadi dengan Ayub ketika mengalami penderitaan yang tiada tara. Penderitaan lahir bathin tentu saja. Secara pisik, oh, andai kata itu menimpa kita, entah apa tindakan kita. Karenanya tidak heran dalam situasi demikian terkadang orang menyangsikan Tuhan memunculkan pertanyaan: “Tuhan, dimanakah Engkau?” Dan memang itu yang dialami Ayub. Allah seolah-olah diam. Allah seolah tak tahu persoalan hambanya yang setia.

Kecuali karena itu, tidak kurang penderitaan perasaan yang datang dari para sahabat Ayub sendiri. Ayub mempunyai tiga orang sahabat, yaitu Elifas orang Teman, Bildad orang Suah, serta Zofar orang Naama (Ayb 2:11). Para sahabatnya bukanlah orang sembarangan, bukan para sahabat picisan. Betapa tidak, sebab para sahabat Ayub ini adalah para sahabat yang mapan di bidangnya masing-masing, baik dari segi iman, budi pekerti, juga intelektualitas. Sebagai sahabat yang baik, mereka berusaha menolong Ayub. Hanya sayang, bukan pertolongan yang didapatkan, tetapi malah menambah perih luka di hati.

Elifas yang lembut dan menganut semacam kebatinan (4:12-31); Bildad yang kuat mempertahankan tradisi (Ay 8, 18, 25); Zofar yang bersifat dogmatis tanpa pikiran yang matang (Ay 11, 20). Masing-masing sahabat berbicara dari sudut pandang yang berbeda, tapi kesimpulan ketiganya intinya tetap sama: mereka menyuruh Ayub bertobat dari dosanya yang dianggap telah menyebabkan penderitaannya. Oh, saudara.... di jaman moderen seperti sekarang ini pun, tidak jarang, cara pertolongan basi seperti ini juga sering terjadi. Saran ini, saran itu. Karena ini, karena itu. Harusnya begini, harusnya begitu.

Sama seperti para sahabat Ayub, mereka tidak memahami sesungguhnya yang terjadi. Namun mereka sibuk menceramahi Ayub dengan pemikiran hikmat manusia yang menurut mereka brilian. Bukan dari sudut pandang apa yang Ayub rasa. Karenanya bagi Ayub, justru semakin menambah beban. Ayub bukannya ditolong, tetapi semakin disudutkan. Jadilah Ayub seorang diri. Punya sahabat yang mapan, tapi seakan tak memiliki seorang sahabat sekali pun. Oh, bisa jadi ini pengalaman Anda juga. Para sahabat Anda menolong tapi sambil menyudutkan. Menolong, tapi dari sudut pandang yang dangkal tidak mendasar, sehingga pertolongan pun tidak sampai menyentuh ke akar persoalan.

Terkadang dalam hidup ini jadilah Anda sendiri, seorang diri. Menjadi Ayub-Ayub di abad ini. Diejek, ditertawakan, atau dilecehkan. Menanggung deritanya sendiri. Menjawab dan membela diri sendiri. Seorang yang dianggap menderita karena dosanya, karena kelalaiannya, tidak dapat jadi panutan segala macam, padahal bukan di situ masalahnya! Tapi tak apa saudara, justru disini kita disadarkan, bahwa hanya Allah saja sandaran. Fokuslah pada Allah, bukan kepada manusia. Manusia terbatas, tapi Allah tak terbatas. Jika kita mengimani, yakinlah, bahwa dibalik penderitaan pahit yang dirasa, berkat Allah melimpah tiada tara. Pengalaman orang percaya telah membuktikannya!

Apakah Anda juga salah seorang sahabat Ayub? Seorang sahabat yang merasa sudah mapan? Seorang sahabat yang merasa paling beriman? Seorang sahabat yang baik-baik saja tanpa cacat cela dalam hal moral-etis kehidupan? Ayub tidak membutuhkan semacam saran brilian, atau sekedar ceramah agama ayat-ayat firman. Sejatinya sederhana saja. Ayub membutuhkan seorang sahabat yang ambil bagian ikut merasakan. Ya hanya itu. Penghiburan yang membangkitkan kekuatan.

Apakah Anda seorang sahabat Ayub yang biasa mengkhotbahkan makna penderitaan dengan teologi-teologi yang brilian, atau menggaungkan bahasa kasih dengan aksen yang aduhai di mimbar-mimbar bicara? Sebelum kita mampu memahami dan merasakan kedalaman apa yang Ayub rasa, kita tidak akan pernah menjadi sahabat yang baik bagi Ayub. Maksudnya? Ya, hanya seorang sahabat yang pernah merasakan kedalaman pengalaman yang sama seperti yang dialami Ayub, maka dialah yang pasti tahu dengan jitu cara menolong Ayub dari pergumulannya.

Belajarlah untuk mengambil alih posisi Ayub walau sejenak, merasakan apa yang sahabat Anda rasa, bukan menurut apa yang Anda kira. Maka kita adalah sahabat yang menjadi berkat bagi sesama. Karena jika tidak, karena cepat atau lambat, Anda juga akan tahu rasa, ketika Anda suatu ketika nantinya benar-benar merasakan apa yang Ayub rasa. Saat itulah Anda akan tahu apa artinya seorang sahabat bagi Anda. Dan sahabat macam apa yang Ayub butuhkan. Selamat menjadi sahabat-sahabat Ayub, Tuhan memberkati. AMIN. *(KU).

Sabtu, 25 Agustus 2012

ALLAH SUMBER KEKUATAN KITA



Roma 16:25-27

Sepintas, kelihatannya nas ini biasa-biasa saja. Tak ada yang terlalu istimewa.Tapi tahukah saudara bahwa bagian ini justru semacam puncak dari keseluruhan kitab Roma? Kenapa kita katakan demikian? Ini alasannya. Karena pada bagian ini merupakan Doxologi (Pujian) Rasul Paulus tentang siapa Allah. Bahwa di dalam Yesus, anugerah Allah dinyatakan. Melaui Yesus rahasia ke-Allah-an diungkapkan, isi hatinya Allah Ia berikan. Kasih-Nya melimpah tiada tara. Pekerjaan Allah sungguh mengagumkan, terlebih bagi setiap orang yang mengimaninya. 

Paulus, sebelum dia bertemu Yesus Kristus dia tidak mengenal siapa Yesus Kristus; sebelum dia percaya Yesus Kristus, ia adalah penganiaya jemaat. Tetapi dalam perjalanannya ke Damsyik ia bertemu dengan Yesus Kristus sehingga ia banyk mengalami perobahan-perobahan di dalam kelakukannya dan dia juga bertobat secara total sehingga ia bisa mengaku bahwa Yesus adalah Kristus dan Yesus adalah Mesias, dan Yesus adalah Raja di atas segala Raja. Ya, itulah pengalaman pribadi Rasul Paulus. Itulah perjumpaannya dengan Tuhan yang membuka mata hatinya akan kebenaran tentang siapa Allah itu. Siapa sesungguhnya Yesus Kristus itu. Itulah pengakuan Rasul Paulus.

Saudara, di dunia ini ada banyak orang mengaku beragama dan tiap-tiap mereka mengatakan inilah kebenaran, inilah yang paling baik, inilah yang paling benar. Tetapi kenapa di dalam kenyataan hidupnya tidak ada kebenaran? Kenapa di dalamnya tidak ada damai sejahtera? Namanya orang beragama tetapi di dalamnya tidak ada penghiburan, tidak ada pendamaian, tidak ada kasih yang sejati! Alasannya yang paling jelas adalah, karena itu semua hanya berdasarkan semacam idea pemikiran manusia. Bukan pengalaman pribadi manusia berjumpa dengan Tuhan. Di sinilah bedanya! 

Karenanya setiap orang yang tidak mengalami sendiri pengalaman perjumpaanya dengan Tuhan, maka jadilah pemahaman dan cara hidup beragama yang dangkal. Tidak akan pernah menyentuh hingga ke bagian terdalam hingga benar-benar mengenal dan memahami kehendak Tuhan yang sesungguhnya. Berbeda dengan Rasul Paulus. Dia mengalami sendiri perjumpaan dengan Tuhan. Karenanya dia mendapat pengalaman berharga tentang iman. Melalui doxologi (pujian) yang didasarkan pada pengalaman pribadi Rasul Paulus tentang Allah dalam nas ini, paling tidak ada 3 (tiga) perkara penting yang ia bagikan untuk kita.

PERTAMA: KITA HARUS YAKIN KUASA ALLAH (ay.25a)

Bila kita mengikuti pengalaman nyata Rasul Paulus dengan Allah, misalnya seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 27:20-39, oh sungguh luar biasa! Dikisahkan perjalanan Rasul Paulus ke Roma sebagai tahanan. Pada mulanya perjalanan memang lancar, laut tenang. Angin sepoi-sepoi bertius dari arah selatan. Mereka menyangka bahwa mereka tentu akan mencapai tujuannya. Tapi kenyataannya lain. Setelah beberapa hari lamanya, baik matahari mau pun bintang-bintang tidak kelihatan. Angin badai yang dahsyat datang mengancam kapal mereka. Usaha-usaha untuk menyelamatkan kapal telah dilakukan, sambil berharap badai segera berhenti. Tapi harapan tinggal harapan. Badai tetap mengancam hidup mereka. Akhirnya putuslah segala harapan mereka untuk dapat menyelamatkan diri.

Bagaimana dengan Paulus? Apakah dia juga gelisah? Kuatir dan putus harapan? Oh, ternyata tidak! Dalam situasi yang menegangkan dan menakutkan, Paulus tetap tenang. Dia tidak kehilangan pengharapan. Bahkan dia dapat memberikan penghiburan kepada 275 orang yang sudah kehilangan kegembiraan dan harapan hidup. Dalam angin badai masih ada kedamaian. Bagaimana dapat demikian? Ya, itulah.... Rasul Paulus sudah mempunyai pengalaman dengan Tuhan, menjadi dasar kekuatannya untuk meyakini pertolongan Tuhan.

Saudara, bila Rasul Paulus dapat memberitakan imannya tentang Yesus, tentu karena dia mengenal betul siapa Yesus. Ia yakin akan kepastian keselamatan yang ia terima. Bila ia hanya mengenal setengah-setengah, mana mungkin ia bisa yakin bahwa Allah selalu bekerja dalam situasi apa pun. Terlebih nasihatnya ini ditujukan kepada Jemaat di Roma yang sedang mengalami gejolak, terlebih menghadapi ajaran sesat. Ini terbukti dari ayat sebelumnya: “Tetapi aku menasihatkan kamu saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka, yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu, hindarilah mereka! Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri.” (ay. 17-18). 

KEDUA: KITA HARUS TETAP BERSEKUTU DENGAN ALLAH (ay. 26).

John Wesley, seorang tokoh Kristen, setelah dia lulus dari Universitas Oxford, dia menjadi pendeta dan misionaris untuk orang Indian di Amerika. Dalam pelayanannya menuju Amerika, gelombang dahsyat menghadangnya. Sehingga dia menjadi takut sekali. Dia kehilangan sukacita dan kedamaian. Dalam keadaan itu, dia mendengar sekelompok orang sedang memuji Allah. Dia mendekati mereka, ternyata mereka adalah kelompok Moravian. Lalu dia bertanya, “Saudara-saudara, dalam suasana seperti ini saudara tidak takut? Tidak kuatir? Jawab mereka, “Kita tidak perlu takut atau kuatir. Bila Tuhan memanggil kami pada saat ini, kami senang dan bersyukur. Kami bisa bertemu Juru Selamat. Jadi kenapa kami harus kuatir?”

Mendengar jawaban itu, John Wesley menjadi shock. Dirinya yang misionaris, tapi gelisah. Mereka yang kaum awam, bisa berdoa, dan memuji dalam kesulitan! Dari peristiwa itu timbullah imannya yang teguh. Hanya orang yang mempunyai pengalaman pribadi dengan Tuhanlah yang mampu memuji Allah, toh di tengah kesulitan sekali pun. Kenapa? Karena pengalaman itu telah memberikan bukti langsung kepadanya, bagaimana Allah yang lebih dahsyat bekerja di dalamnya, menjadi dasar imannya!

Saudara, inilah ciri hidup orang yang selalu bersekutu dengan Allah. Hidupnya tetap tenang, penuh sukacita dan mampu memberi penghiburanb kepada orang lain, karena ia sudah berakar dalam iman kepada Tuhan. Sudah mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi. Bukan yang ikut-ikutan. Apalagi yang hyanya sekedar tahu dari apa kata orang! Bila kita selalu bersekutu dengan Allah, maka Allah pasti berbicara kepada kita. Melalu persekutuan dengan Allah, iman kita semakin dikuatkan. Berbahagialah setiap orang yang selalu bersekutu dengan Allah. Dalam perjalanan hidup kita, Yesus Kristus sungguh-sungguh merupakan penghiburan bagi kita. Dia berjanji bahwa Dia akan menyertai kita senantiasa sampai akhir jaman (bdk. Mat.28:20). Inilah janji yang menguatkan iman dan membuat hati kita memiliki damai.

KETIGA: KITA HARUS MEMBERITAKAN KABAR SUKACITA YANG DARI ALLAH (ay.27).

Di Chicago, Amerika Serikat, ada Wheaton College. Di sekolah itu ada satu ruang yang khusus, yang bernama “Alimni in Mission”. Di dalam ruang itu ada nama-nama orang ditempel di dinding. Nama-nama itu adalah alumni yang pernah menjadi misionaris. Di antara nama-nama itu ada nama-nama yang punya tanda bintang. Mereka adalah alumni yang menjadi misionaris dan yang mati syahit di tempat misi. Di antara mereka ada nama Jamesa Eliot. Pada tahun 1950an dia belajar di sekolah itu. Waktu itu dia mempunyai suatu pergumulan, yaitu “Tuhan, apakah tugas panggilan-Mu bagi saya? Saya ingin hal-hal yang tidak pernah dilaksanakan oleh orang lain.”

Sebelum dia lulus, ia pernah merasa terbeban terhadap suku-suku yang belum terjangkau Injil. Setyelah lulus sekolah dia pergi ke Ekuador, Amerika Selatan dengan isterinya dan 4 pasangan teman misionaris untuk menginjili Oka Indian di sana. Suatu hari 5 misionaris ini meninggalkan isteri mereka di rumah, mereka berangkat ke hutan untuk mencari Suku Oka Indian. Waktu mereka berangkat, mereka masing-masing bersenjata dengan pistol untuk melindungi diri. Beberapa saat kemudian mereka bertemu dengan beberapa orang Oka Indian di tepi sungai. Oka Indian mulai menyerang para misionaris dengan tombak. Lima misionaris ditombak mati di sana. Tapi sama sekali tidak ditemukan tanda bahwa mereka pernah memakai senjata mereka. Berita ini disampaikan ke Amerika.

Orang Kristen di Amerika terkejut terhadap berita tersebut. Banyak pemimpin gereja dan wartawan datang ke tempat peristiwa terjadi. Salah seorang wartawan berkata kepada isteri James Eliot, “Bagaimana bisa terjadi peristiwa yang tragis seperti ini?” waktu itu isteri Eliot mengatakan, “Tragedi? Anda harus berbicara dengan hati-hati. Suamiku datang ke sini untuk tujuan itu. Dia datang untuk memberikan nyawanya.” Kemudian ia memperlihatkan buku catatan renungan Firman Tuhan kepunyaan suaminya. Di dalam buku catatan renungan tertulis seperti ini: “Masa muda berlalu. Ambisi manusiawi juga lewat. Tetapi untuk berdiri di hadapan Tuhan dengan suci pada hari yang terakhir, bagi kemuliaan di hadapan Tuhan yang tidak boleh terlepas sebagai kehidupan yang sungguh berarti dan berharga, orang yang mengabaikan yang tidak kekal bukan orang yang bodoh. Tuhan saya tidak ingin panjang umur. Saya ingin hidup yang berarti. Pakailah saya. Bakarlah saya. Bagi kemuliaan-Mu!”

Oh, saudara..... entah apa rasa kita, yang terkadang dengan bangga dan lantang berkata bahwa “aku orang beriman, aku mengasihi Yesus!” adakah yang telah kita buktikan untuk nilai iman yang telah kita ungkapkan? Hmmm....! Ini menjadi perenungan mendalam bagi semua kita kita. Siapa pun kita. Setelah suami-suami mereka, para isteri misionaris itu tetap tinggal di sana. Mereka mengirim pesan kasih terus-menerus kepada suku Oka Indian. Akhirnya suku Oka Indian mulai membuka diri untuk datang kepada Tuhan. Saudara, keselamatan yang kita terima adalah anugerah dari Tuhan. Tanpa Yesus Kristus, dosa kita tidak bisa diampuni. Kita tidak mungkin dapat membalas kebaikan Tuhan dalam hidup kita.  Yang bisa kita lakukan adalah, bersyukur senantiasa atas kasih karunia-Nya, menggunakan segala talenta, hikmat dan berkat yang ada pada kita untuk memuliakan Allah yang telah begitu mengasihi kita. Memberikan kita anugerah keselamatan. 

Kita adalah orang yang telah menerima tugas panggilan Allah bagi keluarga, gereja, masyarakat, negara, bangsa, dan dunia. Kita harus setia bagi tugas panggilan itu sampai hari yang terakhir, sampai hari kita mendapat mahkota dari Tuhan. Alkitab berkata: “Sebab upah dosa ialah maut tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita.” (Rm. 6:23). Jika kita telah diselamatkan oleh Yesus Kristus, kita harus memberitakan Injil keselamatan kepada orang-orang yang belum percaya. Pergunakanlah hidup ini untuk tujuan-tujuan yang mulia. Ya, hanya bagi Dia saja kemuliaan sampai selamanya (ay. 27b). Jangan sia-siakan anugerah Allah yang telah ia berikan dengan limpahnya bagi kita! AMIN! *(KU).

Sabtu, 11 Agustus 2012

JIKA MATAMU BAIK MAKA TERANGLAH SELURUH TUBUHMU!


Lukas 11:33-36

Andaikata suatu waktu Anda melakukan suatu perjalan naik motor atau mobil misalnya, lalu tiba-tiba di depan Anda ada batu yang cukup besar sekitar 20 meter di depan Anda, apa kira-kira tindakakan yang Anda lakukan? Yang normal menurut hemat kita, maka yang seharusnya Anda lakukan adalah ini. Anda akan mengurangi kecepatan kendaraan Anda, menghindar batu itu (tidak menabraknya), supaya Anda tidak celaka, kendaraan Anda tidak lecet, dan dengan selamat melanjutkan perjalanan. Tetapi jika Anda tidak mengurangi kecepatan kendaraan Anda, lalu tiba-tiba dengan seenaknya menabrak saja batu itu, nah ini artinya. Mungkin mata Anda kabur, tidak berfungsi dengan normal. Atau Anda sedang melamun, sehingga mata Anda tidak waspada atau sedang melihat ke arah lain.

Mata adalah indera pelihat, salah satu dari panca indera manusia, kelengkapan hidup manusia. Bayangkan betapa susahnya jika manusia itu buta, tidak punya mata. Aktivitas pun cukup terganggu. Berjalan pun mesti dituntun atau meraba-raba saja. Bersyukurlah bila kita dikarunia Allah mata. Bisa menikmati indahnya pemandangan alam. Bisa melihat betapa cantiknya isteri kita, tampannya suami kita. Atau dapat melihat betapa lucunya anak cucu kita bila sedang bermain. Lebih jauh, mata bukan hanya sekedar alat pelihat. Bukan terhenti sampai di situ. Sebab mata juga sangat berpengeruh terhadap jiwa manusia. Kenapa manusia bisa tertawa? Tentu kerena ada sesuatu yang lucu dilihatnya. Mana ada orang buta bisa tertawa walau ada sesuatu yang lucu di hadapannya! Dan kenapa juga manusia bisa menangis, hingga meneteskan air mata? Apalagi jika bukan karena ada duka yang tersimpan di dalam dada?

Ya, mata tidak hanya sekedar untuk melihat atau memandang saja. Tidak hanya terhenti sampai di situ. Tentu ada kelanjutannya. Paling tidak pasti ada reaksi bagi perasaan, pertimbangan, pilihan, serta keputusan. Keputusan yang baik tentu saja. Bayangkan saja umpama, bila seseorang, baik perempuan atau laki-laki cari pasangan, jadi calon isteri atau suaminya. Pasti tidak cukup untuk menentukan pilihan hanya mendengar suaranya saja dari kejauhan bukan? Karenanya tidak heran bila orang mengatakan bahwa cinta itu juga datangnya “dari mata turun ke hati”. Tidak pernah kita mendengar itu datangnya dari kabar burung lalu turun ke hati. Benar begitu saudara?

Dari cara mata melihat atau memandang, sangat menentukan langkah yang akan di ambil berikutnya. Bila matamu gelap (jahat), maka gelaplah seluruh tubuhmu. Bila matamu terang (baik), maka teranglah seluruh tubuhmu. Apa contohnya? Coba saja perhatikan apa dikatakan Alkitab tentang peristiwa Daud dan Betseba? Anda pasti tahu apa akhir ceritanya dari soal mata yang gelap itu. Coba ikuti juga cerita tentang Abraham dan Lot dalam Alkitab, tentang cara mereka menetapkan pilihan wilayah yang mereka pilih dari cara melihat atau memandang. Mata sangat berperanan bukan? Bagi orang Yahudi sendiri, mata bukan hanya sekedar mata yang hanya berfunsi untuk melihat saja.

Mata atau dalam bahasa Ibrani “ayin”, dalam pemikiran Ibrani merupakan anggota badan setengah berdiri sendiri dalam bertindak dan dianggap juga mempunyai sifat-sifat moral. Karenanya mata tidak hanya sekedar sanggup melihat, tetapi di dalamnya bersemanyam sifat moral “sombomg” (bdk. Yes. 5:15), yang mempengaruhi jiwa manusia! Sebab itu tidak heran bila Yesus memperingatkan orang-orang Farisi, para murid, dan kita selalu orang percaya, untuk mewaspadai roh mata (gelap, jahat) yang “sombong”! Yang sangat berpengaruh terhadap cara mempersepsikan sesuatu. Entah benda, orang, bahkan Tuhan! Ya, karena mata (dalam arti sesungguhnya konteks ini), seperti Yang Yesus katakan, mata yang tidak mampu menerangi seluruh tubuhnya, perilaku dan tindakannya. Ya, mata yang tidak berfungsi selaku penerang bagi tubuh!

Bagaimana supaya kita selaku orang percaya dapat memiliki mata yang berfungsi menerangi seluruh tubuh kita, sikap dan tindakan kita?

Langkah pertama, tiada lain tiada bukan, kuduskan mata Anda, supaya roh mata yang gelap atau “mata yang sombong” diganti dengan mata yang terang atau “mata yang kudus”. Hanya dengan demikian kita dapat menghargai orang lain, mengasihi sesama, berprihatin bersama, suka bersama. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Hanya dengan demikianlah kita dapat mengakui kelebihan orang lain, bisa mendengar orang lain. Bukan sebaliknya. Meremehkan, melecehkan, mengkritiknya, mencari-cari kesalahannya, baqhkan menjatuhkannya!

Langkah kedua, arahkan mata Anda untuk selalu diterangi oleh Firman Allah. Bukan lebih banyak digelapkan oleh kaset porno, atau terlalu banyak baca huruf-hurup di berita majalah atau koran. Huruf-huruf dalam Alkitab Firman Tuhan harus lebih banyak menyetrum mata Anda, sehingga ibarat bola lampu selalu menyala karena terhubung setrum dari sumbernya. Firman Allah berkata: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mzm. 118:105).

Langkah ketiga, untuk menyempurnakan mata Anda supaya tidak dikaburkan oleh virus dunia, gunakan antivirus super canggih. Dengqan demikian mata kita tetap terang, dan menerangi tubuh kita yang akhirnya bermuara menjadikan hidup kita sungguh-sungguh menjadi terang bagi sekitarnya. Antiv virus macam apa itu? Nah, firman Tuhan memberi tahu, gunakan “mata iman”. Yesus sendiri menyatakan: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh. 20:29b). Ini penting! Inilah jenis mata yang harus dimiliki oleh setiap kita orang beriman. Kenapa ini penting? Karena, walau pun mata jasmani kita semakin kabur, mata jenis ini tetap dapat melihat. Bahkan selalu dapat melihat karya Allah dalam hidupnya, baik suka atau duka, semua punya rencana yang indah untuk hidupnya. Mata jenis ini yang mampu menghantarkan kita melangkah pasti menuju pintu sorga, walau orang dunia banyak yang kesasar karena hanya mengandalkan mata jasmaninya! AMIN! *(KU)