Renungan GKE

Senin, 03 Desember 2012

MAKNA ADVENTUS YANG SERING TERLUPAKAN


Lukas 12:35-48

Kini kita telah memasuki minggu-minggu Adventus. Dibanding hari-hari besar Gerejawi lainnya,Adventus memang terasa tidak begitu semarak, seperti Natal misalnya. Namun Advent sangat penting! Tanpa Advent, apalah artinya hari-hari besar Gerejawi lainnya. Apalah artinya Yesus lahir, mati, naik ke sorga, bila tanpa pernah datang kembali, maka sia-sialah iman percaya kita. Ada 4 minggu Advent sebelum perayaan Natal. Pada hakikatnya Adven sebagai masa penantian akan kedatangan Tuhan. Tetapi makna kedatangan Tuhan tersebut bukanlah hari Natal, tetapi penantian akan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua dalam kemuliaan-Nya. Karena itu dari bahasa Yunani, Advent disebut dengan istilah “parousia”.

Minggu-minggu Adven hendak mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal. Bila Advent dimaknai… “menanti” kedatangan Kristus yg kedua kali, maka menanti yang dimaksud tentu saja bukan berarti pasif, tetapi aktif dalam iman yg senantiasa bertumbuh dan berbuah, pengharapan yg tidak pernah pupus oleh situasi dunia ini, serta hidup bijaksana terhadap tanda-tanda jaman. Kapan pun Tuhan akan datang, bukanlah menjadi persoalan. Tetapi yg jauh lebih penting adalah eksistensi diri selaku orang beriman, sejak awal hingga akhirnya berkemenangan di dalam Tuhan.

Di masa-masa akhir ini, kita harus senantiasa berjaga-jaga lebih, mempersiapkan diri lebih sungguh lagi, melayani Tuhan lebih sungguh lagi, mau dibentuk dan diasah lebih lagi karena Tuhan mau memakai kita; namun kita harus layak dipakaiNya. Ukuran kesejatian kita selaku seorang beriman, baik sebagai Hamba Tuhan, majelis, atau selaku warga jemaat secara umum terletak pada kesetiaannya untuk terus-menerus menghasilkan buah-buah kebenaran. Berhati-hatilah supaya diri kita di hadapanNya bukan hanya sekedar salah seorang fans-Nya saja?! Kita mungkin bisa mengikuti kegerakanNya, membuat kehebohan tentang diriNya, membuat/mengikuti KKR di sana sini, namun bisa saja Tuhan tetap tidak mengenal kita, bila kita hanya menjadi fans-Nya, bukan seorang saksi bagi-Nya, dalam arti yang sesungguhnya.

Sadarilah akan hari-hari umur kita yg semakin mendekat. Kita perlu belajar dari pengalaman masa lalu agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Belajarlah untuk memilih yang benar yang dari Tuhan. Orang yang tidak sungguh-sungguh hidup dalam kebenaran dan melaksanakan amanat tanggung jawab iman adalah orang yang meremehkan nilai keselamatan yang telah Tuhan berikan. Kita juga perlu menghayati bagaimana Allah bertindak dalam kehidupan kita pada masa lampau, supaya pada masa kini dan akan datang pun kita dapat menyadari bahwa Allah selalu menyertai kita untuk suatu tujuan yang baik.

Kita selaku Gereja Tuhan perlu memberitakan tentang kedatangan Tuhan. Selaku Gereja kita perlu memberikan pemahaman yang benar secara terus-menerus bahwa persoalan pokok kita bukanlah pada hari atau waktu tibanya Tuhan itu, tetapi mewartakan bahwa sikap hidup yang benar adalah ketika kita melakukan segala kehendak Tuhan dalam menjalani hidup setiap hari sebagai bagian dari pengharapan penantian kita akan Tuhan dan kerajaan-Nya. Mulailah dengan menjadi seorang Saksi Kristus di tengah-tengah keluarga, sekolah, universitas, kantor dan di mana pun kita berada. Kepercayaan kepada Hari   Tuhan itu seharusnya merupakan sumber penghiburan, kekuatan, kegembiraan dan ketabahan hati bagi jemaat dalam sengsaranya. Pengharapan akan kedatangan Tuhan harus memenuhi batin setiap orang Kristen dengan penuh pengharapan, menjadi sumber kekuatan kepada segenap kehidupan jemaat selama masih berjuang di bumi. AMIN!

YANG MISKIN JANGAN MENANGIS, YANG KAYA JANGAN TERTAWA





Yakobus 1:9-11

Pada hakikatnya Alkitab tidak mengajarkan bahwa semua orang kaya adalah orang berdosa. Atau semua orang miskin otomatis masuk sorga. Masuk sorga bukanlah soal miskin atau kaya, tetapi sikap hidup, entah kita miskin atau kaya. Namun, apa yang digambarkan Yakobus merupakan ciri dari banyak orang yang kaya (ayat Yak 5:1-6; 2:1-3). Hati-hatilah dengan kekayaan. Allah memang tidak anti kekayaan, tetapi Allah memberikan peringatan yang keras tentang bahaya kekayaan (Mat 6:24 Mat 19:23-24 Luk 12:20-21 1Tim 6:10 dsb). Mengapa? Karena: Pertama, Kekayaan memberikan lebih banyak kesempatan atau kemungkinan untuk berbuat dosa. Misalnya dalam hal berzinah, punya istri kedua dsb, piknik pada hari Minggu sehingga tidak pergi ke gereja, dsb. Kedua, Kekayaan dapat menyebabkan hati kita tidak tertuju kepada Tuhan. Dalam Mat 6:21 Tuhan Yesus berkata: “dimana hartamu berada disitu juga hatimu berada”! Kalau saudara menimbun harta di surga, maka hati saudara akan tertuju kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau saudara menimbun harta di dunia, maka hati saudara akan tertuju pada harta duniawi tersebut! Makin banyak harta duniawi saudara, makin besar kemungkinannya hati saudara dikuasainya!

Bagaimanapun bergunanya kekayaan, itu tidak berguna untuk kekekalan, karena kalau kita mati, kita tidak bisa membawa satu senpun! Bandingkan dengan perumpamaan orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-21). Bandingkan juga dengan Amsal 11:4 yang berbunyi: “Pada hari kemurkaan harta tidak bergu¬na, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”. Jangan mempercayakan diri pada kekayaan.

Memang kekayaan itu bisa memberikan banyak kesenangan (lahiriah semu) dan kemudahan-kemudahan tertentu kepada kita. Tetapi itu hanya bisa terjadi selama kita hidup, dan itu tidaklah terlalu lama (bdk. Yak 4:14b Maz 39:5-6). Setelah itu kita masuk dalam kekekalan (hidup kekal atau hukuman kekal). Bukankah kekekalan ini yang seharusnya lebih kita pikirkan? Karena itu, perlulah waspada agar hidup ini bukan malah menjadi budak kekayaan. Hanya terus berjuang untuk menjadi kaya, tetapi lupa berjuang untuk mendekat kepada Tuhan, dan lupa memperkaya kerohanian saudara!

Apakah Anda seorang yang kaya harta tetapi miskin secara rohani? Apakah kekayaan dan harta duniawi yang Anda miliki jauh lebih besar dari kekayaan rohani Anda? Jika ini yang terjadi, janganlah telalu bangga dan tertawa. Karena bisa jadi nanti akhirnya akan menangis. Apakah Anda seorang miskin harta dan miskin rohani? Oh, juga janganlah dulu mengklaim bahwa Anda otomatis masuk sorga. Karena masuk sorga bukanlah soal miskin atau kaya, tetapi kehidupan yang benar dan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Atau, apakah Anda seorang yang miskin harta tetapi kaya dalam kebanaran dan kasih? Nah, bila seperti ini, janganlah minder atau berkecil hati, karena nantinya Andalah yang paling berbahagia dan tertawa. Seperti kata Yesus: “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat. 5:7). AMIN!

KETIKA MENGHADAPI PENCOBAAN


Yakobus 1:2-8

Penderitaan adalah sebuah kata yang pada umumnya dihindari oleh semua manusia. Semua orang ingin hidup senang, sejahtera, aman tanpa melewati kesukaran. Ada banyak orang yang beranggapan bahwa kalau kita menjadi orang kristen yang sungguh-sungguh, maka Tuhan akan menolong dan memberkati kita dalam segala hal, baik dalam kesehatan, keuangan, pekerjaan, study, dsb, sehingga jalan kita menjadi mulus dan enak! Ajaran seperti itu jelas bertentangan dengan Kitab Suci. Tetapi suka atau tidak, yang namanya kesukaran, penderitaan dan ujian hidup pasti dialami setiap orang.

Disaat menghadapi pencobaan, tidak jarang biasanya orang akan mulai menuduh orang lain dan segala sesuatu: mereka mulai menggerutu kepada Allah karena tidak menolong mereka; mereka akan menggerutu kepada orang lain karena tidak mengasihi; mereka akan meratapi betapa berat hidup yang mereka jalani. Akan tetapi semua keluhan itu tidak akan menolong kita mengatasi pencobaan itu. Menuduh orang lain, hanya akan membuat keadaan kita bertambah buruk.

Kata “pencobaan” (Yunani: “peirasmos”) menunjuk kepada penganiayaan dan kesulitan yang datang dari dunia atau Iblis. Dalam versi Inggris NIV (“supaya kamu menjadi matang”). Matang (Yunani: “teleios”) mencerminkan pengertian alkitabiah tentang kedewasaan, yang didefinisikan sebagai hubungan yang benar dengan Allah yang berbuahkan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengasihi Dia dengan sepenuh hati dalam pengabdian yang sepenuhnya, ketaatan, dan kemurnian (Bdk.Ul 6:5; 18:13; Mat 22:37).

Karena itu, jika Yakobus mengingatkan kita bahwa kita harus bersukacita, dia tidak bermaksud menyuruh kita untuk bersenang-senang di dalam penderitaan. Dia mengingatkan kita untuk memandang ujian ini melalui mata iman. Hanya dengan demikian, maka kita dapat melihat indahnya tujuan dan berkat yang Allah sediakan bagi kita di dalam ujian itu. Memang kesukaran menyakitkan, tetapi orang yang setia menghadapi kesukaran, maka kebahagian yang dari Kristus nyata bagi kita. Tidak ada yang tiba-tiba dewasa, jika ia tidak melewati kesukaran. Karena itu, milikilah iman yang sungguh, mintalah hikmat supaya hati dan pikiran kita dikuasai oleh Kristus, maka kebahagian menguasai kita. AMIN!

BAGAIMANA SUPAYA JEMAAT BERTUMBUH?


I Tesalonika 5:23-28

Jemaat di Tesalonika adalah jemaat yang hidup dan bertumbuh di dalam Kristus. Mereka telah melakukannya, dan tetap didorong untuk lebih lagi melakukannya. Mereka telah memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka menyukakan hati Allah. Saudara, apa rahasia jemaat Tesalonika sehingga dapat bertumbuh? Ada beberapa hal yang penting yang harus kita perhatikan supaya gereja kita bertumbuh yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika.

Pertama, mereka hidup dalam damai sejahtera Allah (ay.23). Istilah Ibrani untuk damai sejahtera ialah “shalom”. Kata ini bukan sekadar menunjuk kepada ketiadaan perang dan pertentangan. Makna dasar “shalom” ialah keserasian, keutuhan, kebaikan, kesejahteraan, dan keberhasilan di segala bidang kehidupan. Damai sejahtera yang dimaksud di sini tentu bukanlah seperti yang disampaikan “dunia” (Yoh 14:27).Tidak serupa dengan ungkapan seorang politisi yang ingin menguasai keadaan suatu wilayah ataunegara melalui pidato-pidatonya yang mengusung isu perdamaian karena ingin mendapatkand ominasi/ dukungan politik.

Hal ini juga tidak sama dengan kondisi fisik tertentu yang menjadikan seseorang merasa “puas” karena serba cukup dalam menikmati pakaian yang indah, makanan enak yang berlimpah, rumah bagus, mobil mewah, tempat liburan yang diidamkan, dan lain sebagainya(Luk 12:16-21). Damai-damai seperti ini bersifat semu dan sementara. Tidak bisa mengisi kekosongan harapan atau hati seseorang, tidak dapat menjembatani hubungan seseorang dengan orang lain, lingkungannya atau bahkan dengan Sang Penciptanya. Damai sejahtera yang sesungguhnya selalu mengacu kepada perasaan pribadi seseorang bahwa semua lengkap dan sejahtera, bebas dari kekhawatiran dan merasa tenteram dalam jiwanya (Mzm. 4:8; 119:165).
 
Kedua, mereka saling mendoakan. Rasul Paulus berkata “Saudara-saudara, doakanlah kami.” (ay.25). Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang berdoa. Gereja yang meremehkan kuasa doa lambat laun akan mati. Doa adalah nafas hidup orang percaya, tanpa doa kita akan mengalami kematian rohani. Paulus meminta agar warga gereja di Tesalonika menjadi jemaat pendoa . Bahkan Paulus juga meminta mereka bukan saja bersyukur dan berjaga-jaga dalam doa tetapi juga mendukung Paulus dalam doa mereka. Apakah kita juga selaku gereja yang saling mendoakan?

Melalui doa, gereja beroleh kuasa dan kekuatan menghadapi setiap tantangan. Sehebat apa pun program tanpa disertai doa pasti tidak akan berdampak. Melalui doa, kesaksian hidup dan kata kita sebagai orang percaya menjadi instrumen anugerah Allah. Dan marilah kita sebagai Sesama tubuh Kristus sepatutnya tidak saling jegal atau masa bodoh, tetapi saling bergantung dan mendukung menjadi instrumen Allah. Gereja mula-mula bertumbuh begitu cepat karena senantiasa bertekun di dalam doa. “Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” (Kis. 2:42b), sehingga “…tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” (Kis. 2:47b).AMIN!

MENDOAKAN PENDETA


I Tesalonika 5:12-22

Richard De Haan pernah menulis suatu kisah yang menarik, tentang pengalaman seorang pemimpin kristiani di suatu jemaat, yang didatangi oleh beberapa anggota jemaat untuk meminta nasihat kepadanya. Apa masalahnya? Mereka ingin tahu cara menyingkirkan pendeta mereka. Pemimpin kristiani tersebut rupanya merasa bahwa orang-orang itu berlaku tidak adil, maka ia pun menyarankan hal-hal berikut:

Sesekali tataplah langsung mata pendeta Anda pada saat ia berkhotbah dan katakan “Amin!”. Maka ia akan berkhotbah dengan sungguh-sungguh.Tepuklah pundak pendeta Anda dan ungkapkan hal-hal baik yang ada dalam dirinya. Maka ia akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Perbarui penyerahan diri Anda kepada Kristus dan tanyakanlah kepada pendeta Anda pelayanan apa yang dapat Anda lakukan. Ia akan sangat senang mendengarnya. Ajaklah jemaat untuk berdoa baginya. Ia akan menjadi hebat sehingga gereja yang lebih besar akan mengambilnya dari Anda.

Lalu pemimpin jemaat itu pun melanjutkan, jika pendeta Anda dengan setia mengajarkan firman Allah dan mencoba untuk menjadi teladan yang hidup, lakukanlah semua yang Anda mampu untuk mendukung dan meneguhkannya. Memang benar, tidak ada pendeta yang sempurna, dan kadang-kadang ia perlu mendapat teguran penuh kasih (1 Timotius 5:20). Namun, seorang pendeta memikul tanggung jawab besar (Ibrani 13:17), dan orang-orang yang setia kepada Allah layak mendapatkan hormat dan dukungan keuangan yang murah hati (1 Timotius 3:1; 5:17,18).

Saudara, jika diingat-ingat, kapan terakhir kali Anda berkata kepada pendeta Anda, “Saya sangat bersyukur atas Anda dan semua yang telah Anda lakukan bagi saya”? Allah yang kita sembah adalah Allah yang baik. Kita sering menyebut Allah kita adalah baik, Apa artinya baik hati bagi Allah? Berapa banyak kita telah menyenangkan hati Allah selama kita tinggal di dunia ini? Atau hanya selalu menuntut supaya Allah menyenangkan hati Anda? Gereja Tuhan dapat menjadi berkat bila saling menghormati, saling menguatkan, saling mendoakan dan memberkati. Demikian pun seorang Pendeta dapat memimpin dengan baik, bila juga didukung oleh jemaatnya. AMIN!

BERJAGA-JAGA


I Tesalonika 5:1-11

Seorang ayah datang untuk menjemput anaknya seusai persekutuan remaja di gereja. Saat memasuki tempat parkir, ia melihat anak laki-lakinya yang masih remaja berada di dekat pintu keluar, tak sadar akan kedatangan ayahnya. Si ayah memutuskan untuk melihat sampai seberapa lama anaknya akan mencari-cari dan menemukannya di situ. Setelah dua puluh menit berlalu, barulah si ayah membunyikan klakson untuk menarik perhatian anaknya. “Ayah dari mana saja?” tanya si anak ketika masuk ke mobil. “Ayah sudah duduk di sini sejak 20 menit yang lalu,” jawab sang ayah, membuat anaknya terkejut mendengarnya.

Menurut Anda, apakah kita seperti si anak yang keasyikan itu tatkala Yesus datang kembali bagi kita? Oh, kita pasti akan melihat-Nya saat Dia kembali. Kedatangan-Nya pasti tampak nyata bagi kita. Namun, apakah kita akan sedemikian tenggelam dalam kesibukan sehari-hari sehingga kita tidak lagi mencari-Nya dan bersiap-siap menyambut kehadiran-Nya? Atau, adakah kita senantiasa berjaga-jaga, antusias menunggu kedatangan-Nya?

Tidak mudah untuk tetap memusatkan perhatian pada kedatangan Tuhan. Kita memiliki begitu banyak hal untuk dipikirkan sehingga kedatangan Kristus kita kesampingkan. Jika demikian, “baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar”. Agar dapat bersiap-siap bagi kedatangan Kristus, kita perlu terus-menerus berjaga-jaga. Lalu bagaimana kita akan melakukan hal berjaga-jaga ini jika kita tidak tahu kapan waktunya? Apa yang harus saya perbuat? Apakah makna dari kata ‘berjaga-jaga’ ini?

Saudara, masalahnya bukanlah pada, “Berjaga-jaga terhadap apa?” melainkan, “Bagaimana berjaga-jaga?” Artinya, ‘berjaga-jaga’ itu berarti kita tidak sekadar duduk memelototi layar pengumuman, atau seperti yang telah diupayakan oleh sebagian orang, berusaha menghitung hari kedatangan Yesus. Apakah dia akan datang tahun ini atau tahun depan, atau tahun berapa? Menghitung kapan tanggal kedatangannya tidaklah penting. Yang penting adalah bahwa kita terus berjaga-jaga, artinya, tetap dalam keadaan terjaga menjalani kehidupan Kristen, hidup di dalam terang, hidup dalam kesetiaan terhadap Tuhan.

Panggilan kita sebagai seorang Kristen, yakni supaya kita menjalani kehidupan ini setiap saat sebagaimana mestinya sehingga kapan pun Tuhan datang, kita akan ditemukan setia, terjaga, hidup secara rohani dan siaga, mengerjakan hal-hal yang telah menjadi panggilan kita. Ini adalah pokok yang sangat penting. Jika kita hidup di dalam kesetiaan terhadap Tuhan, setiap hari secara konsisten menjalani kehidupan Kristen, maka ketika Tuhan datang, tak ada hal yang perlu kita takutkan. AMIN!

Minggu, 02 Desember 2012

JANGAN PERNAH KEHILANGAN PENGHARAPAN


I Tesalonika 4:13-18

Pada zaman Paulus ada berbagai pandangan tentang akhir zaman dalam ajaran Yudaisme. Salah satu diantaranya telah masuk ke dalam jemaat yakni pendapat yang menyatakan bahwa hanya mereka yang MASIH HIDUP yang akan dibawa ke surga, sedangkan mereka yang meninggal sebelum kedatangan Yesus akan dibangkitkan dan tetap tinggal di dunia ini. Dalam keyakinan seperti ini, akan menjadi suatu kerugian yang besar jika seseorang meninggal sebelum kedatangan Yesus. Hal itu juga berarti adanya PEMISAHAN di antara mereka yang dibawa ke surga dan mereka yang tinggal di dunia.

Dalam nas ini secara khusus Paulus membahas tentang nasib orang-orang yang mati dalam Kristus dalam hubungannya dengan parousia, walaupun jemaat Tesalonika kemungkinan besar sudah pernah diajar tentang parousia (band. 5:1-2 “tidak perlu dituliskan, kamu sendiri tahu”). Nasehat Paulus di atas tidak berarti bahwa kita dilarang menangis ketika orang yang kita kasihi meninggal dunia. Yesus menangis di depan kubur Lazarus (Yoh 11:35), karena Dia begitu mengasihi Lazarus (Yoh 11:3, 36). Paulus juga bersyukur atas kesembuhan Epafroditus, sehingga dukacitanya tidak bertambah (Flp 2:27). Yang dimaksud sedih di sini adalah sedih yang berkepanjangan (present tense lupesthe = “terus-menerus bersedih”). Kesedihan akan menjadi dosa apabila meragukan kebaikan/keadilan Allah (Rom 8:28) atau kehilangan harapan terhadap pertemuan bersama dengan orang yang mati tersebut (1Tes 4:14-17). Kesedihan yang berlarut-larut membuat orang Kristen tidak beda dengan orang lain dan tidak bisa menjadi teladan bagi mereka (band. 1Tes 4:12).

Nasehat Paulus ini supaya kita jangan seperti orang-orang lain (hoi loipoi) ketika menghadapi kematian orang yang dikasihi. Yang dimaksud “orang-orang lain” (hoi loipoi) adalah mereka yang berada di luar Kristus (Ef 2:3) yang tidak memiliki pengharapan (1Tes 4:13b; Ef 2:12). Ide tentang pengharapan bagi orang Kristen ini merupakan sesuatu yang revolusioner menurut konteks waktu itu, karena orang Yunani umumnya tidak percaya bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Paulus menjelaskan bagian yang akan diterima oleh orang-orang yang mati dalam Kristus pada saat parousia. Walaupun mereka sudah tidak ada di dunia ketika parousia, tetapi mereka tetap akan dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus (ayat 14). Mereka bahkan akan mendapat “prioritas” waktu dalam parousia (ayat 15-17). Karena itu, perteguhkanlah pengharapan, iman, dan kasih kita hingga kedatanganTuhan. AMIN!