Renungan GKE

Senin, 18 Februari 2013

SAUH JIWA




Ibrani 6:9-20

“Sauh” atau “jangkar” adalah alat penambat kapal yang digunakan ke dasar perairan, di laut, sungai ataupun danau sehingga tidak berpindah tempat karena hembusan angin, arus ataupun gelombang. Jangkar didesain sedemikian rupa sehingga dapat tersangkut di dasar perairan. Seberapa kokoh kapal tersebut akan dapat tertambat tentu tergantung pada posisi jangkar yang tertancap. Apakah pada dasar laut berpasir lembut atau hanya tertambat di batu kecil, atau di batu karang. Ya, posisi jangkar tertambat akan menentukan apakah kapal tersebut mudah terseret atau kokoh terhadap hembusan angin, arus atau gelombang yang besar!

Tentang “sauh” atau “jangkar” penulis kitab Ibrani menggambarkannya dalam sikap hidup“pengharapan” kita. Digambarkannya bahwa kehidupan ini layaknya kapal yang sedang berlayar di lautan. Jiwa kita adalah kapalnya, yang mengangkut muatan berharga: anugerah keselamatan (ayat 9). Kita tengah berlayar menuju pelabuhan surga. Adapun pencobaan, penganiayaan, dan penderitaan, adalah angin dan gelombang yang berpotensi mengandaskan kapal. “Pengharapan” kita laksana sebuah sauh atau jangkar yang kokoh (Ibrani 6:19), yang sudah dilabuhkan sampai ke belakang tabir. Tabir di sini merujuk kepada tabir yang memisahkan ruang Maha Kudus di kemah Tuhan (Imamat 16:2, Ibrani 9:2-7), di mana Yesus sudah masuk menjadi Imam Besar untuk membawakan persembahan darah bagi pengampunan umatNya.

Dale Carnegie pernah mengungkapkan: “Orang yang pada awalnya memulai tanpa tujuan yang pasti, pada umumnya tidak sampai kemanapun“. Di tengah dunia yang penuh gelombang ketidakpastian, kita dapat tetap tenang karena Yesus telah melabuhkan sauh kapal jiwa kita ke belakang tabir, yaitu ruang Mahakudus di surga. Hadirat Allah yang mulia itu tidak terpengaruh oleh keadaan dunia. Di sana Dia menjadi Imam Besar yang kekal dan tidak mungkin gagal menolong umat-Nya. Karenanya, kita memerlukan sauh yang memberikan kepastian dan keteguhan. Ya, itulah “pengharapan”, sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita. Sauh itu tidak lain adalah pengharapan. Pengharapan kita di dalam Yesus sebagai tujuan kepastian. Kepastian keselamatan tentu saja. Bagi orang-orang yang memiliki pengharapan akan sesuatu yang tidak dapat binasa, cemar dan layu (I Pet.1:4), tidak akan lagi dalam hidupnya merasa kuatir.

“Pengharapan” adalah salah satu unsur penting selain iman dan kasih dalam kehidupan kita orang percaya. Kita perlu memelihara pengharapan itu ditempat yang aman. Lalu bagaimana kita bisa menjaga pengharapan sebagai sauh yang kuat dan aman? Jadikanlah pengharapan di dalam Yesus sebagai milik yang pasti (ay. 11). Caranya? Tekunlah di dalam pengharapan itu. Tekunlah berbuat baik sebagai ciri khas orang yang berpengharapan. Tekun artinya terus menerus melakukan. Terus menerus berpengharapan. Terus menerus berbuat baik. Bukan kadang-kadang atau musiman. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar