Renungan GKE

Jumat, 12 Desember 2014

SETIA SAMPAI AKHIR



Wahyu 11:1-14 

Yohanes menerima instruksi untuk melakukan tindakan simbolis sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendahulunya (Yes. 20:2-5; Yeh. 12:1-7; Zak. 2), yaitu mengukur Bait Suci (1).Tampaknya ini menekankan bahwa Bait Suci adalah milik Allah. Namun halaman Bait Suci tidak perlu diukur karena telah diberikan kepada kaum nonYahudi (2). Ini menggambaran bahwa Allah melindungi orang percaya dan memisahkan mereka dari orang-orang yang tidak percaya.

Siapakah dua saksi Allah yang setia yang digambarkan dalam 11:1-14? Pandangan yang lebih umum adalah melihat dua saksi ini sebagai yang  merepresentasikan (mewakili) kesaksian gereja. Dua saksi ini digambarkan sebagai dua "kaki dian," yang jelas menunjuk pada gereja (bandingkan dengan 1:20). Dua saksi ini adalah model untuk diteladani oleh semua orang kudus.

Dua saksi itu menghadapi penganiayaan yang hebat dari sang binatang, bahkan mereka dibunuh (11:7-8). Hal ini mengingatkan bahwa saksi-saksi yang memproklamasikan firman Allah dengan setia di dunia ini tidak selalu dapat mengharapkan kelepasan dari bahaya atau kematian syahid. Sebagai umat Allah atau gereja Tuhan kita dipanggil untuk siap menjadi saksi yang menderita, bahkan menderita sampai mati. Kesetiaan menderita akan dibalas oleh Allah. Berdoalah, dan  senantiasa siap menaati panggilan Tuhan untuk  selalu setia sampai akhirnya. Amin.

Jumat, 22 Agustus 2014

WARISAN YANG PALING BERHARGA


Lukas 12:13-21

Saudara, ada pepatah mengatakan bahwa harta dan uang  tak kenal saudara. Benar begitu saudara? Oh, ya?! Dan  banyak kisah nyata kehidupan manusia memperlihatkan hal yang demikian memang  ada benarnya juga. Walau tidak semuanya. Tapi kebanyakan! Ya, bagaimana saudara sendiri sering bermasalah gara-gara soal harta. Soal pembagian warisan umpama. Kisah nyata berikut ini salah satu contohnya. Pernah baru tiga hari seorang ibu dimakamkan, 12 orang anaknya  dengan trik masing-masing sekiranya bila sampai saatnya nanti akan dibagikan warisan. Mereka mendesak ayah mereka yang sudah tua yang masih tinggal supaya secepatnya membagikan warisan. Maklum orang tua mereka punya cukup banyak harta dan tanah perkebunan.

Ada yang mengklaim, bahwa tanah  di wilayah A yang banyak pohon durian itu adalah nanti bagian saya. Yang lain ada yang sudah mengklaim bahwa tanah yang di wilayah B yang banyak pohon cempedak itu nanti menjadi bagian saya. Yang lain lagi mengklaim, bahwa tanah di wilayah C yang luas dan ditumbuhi banyakkebun rotan adalah nanti harus menjadi bagian saya. Demikian pun yang lain tidak ketinggalan mengklaim bahwa tanah di wilayah D di dekat aliran sungai yang banyak kebun karet itu nanti harus menjadi bagian saya. Lalu tanah kosong yang kurang subur yang agak di pedalaman sana? Nah itu nanti bagian saudara kita si Anu, karena dia sedikit berpartisipasi terhadap orang tua kita. Demikian seterusnya dan seterusnya…..

Yang tidak kalah menarik, beberapa di antara mereka tidak hanya mengklaim satu jenis warisan! Soalnya? Ya, disamping tanah warisan yang diklaim, rumah di jalan anu di ibukota Provinsi itu nanti juga menjadi bagian saya. Alasannya? Karena sayalah yang paling banyak mengeluarkan biaya waktu renovasinya. Lalu rumah yang di kampung ini yang  terbuat dari bahan kayu ulin dan bahan-bahan pilihan beserta tanah lingkungan, toko kecil di depan, beserta penggilingan padi? Nah, kalau yang ini adalah bagian saya, demikian yang lain mengklaimnya. Alasannya? Karena sayalah yang selalu bersama-sama dengan orang tua kita di sini, dan sayalah yang paling banyak membantu mereka mengurusnya selama ini! Yang lain lagi, yang merasa sebagai anak bungsu anak kesayangan bapaknya? Sambil bisik-bisik pada bapaknya: “Pa, nanti rekening bapak di Bank dan kaplengan tanah di ibukota Provinsi itu bagian saya ya pa?”

Saudara, demikianlah masalah dapat terjadi dalam keluarga, gara-gara soal harta dan warisan! Ada yang kecewa, ada yang bahagia.  Apalagi bila orang tua kurang bijaksana, pilih kasih pada anak-anaknya! Ketidakadilan dirasa, dendam membara, saudara sendiri dicelakakan juga bila ada kesempatan di kemudian hari.  Dapat Anda bayangkan apa yang terjadi. Ya, itulah bila nafsu rakus tak terkendali. Harta dianggap satu-satunya yang paling berharga dalam hidup. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkannya.  Sesama saudara sendiri saling menyingkirkan!

Saudara, kisah tadi mirip dengan apa yang dikisahkan dalam Alkitab. Adalah seorang datang pada Yesus. Untuk meminta bantuan Yesus supaya saudaranya berbagi warisan dengannya (ay.13). Tidak diceritakan apakah orang ini korban ketidak adilan soal pembagian harta warisan keluarga. Atau justru dia ingin mendapatkan warisan lebih dari saudaranya yang lain. Tapi yang jelas, ia bermasalah dengan saudaranya soal warisan! Permintaannya ditolak oleh Yesus (ay.14). Bukannya Yesus mengabaikan arti pentingnya warisan yang diinginkannya. Lebih dari itu. Yesus tidak ingin dia terjerumus pada sikap  mengutamakan harta semata, sikap keserakahan manusia yang tidak jarang melupakan hal terpenting dan paling prinsif, yaitu kehidupan kekal! Harta kekayaan dan uang bukanlah jaminan kebahagiaan.  Harta kekayaan dan uang bisa jadi dapat berikan kebahagiaan sesaat, tapi tidak bisa menjadi dasar  kebahagiaan kekal untuk beroleh selamat di akhirat! Alkitab berkata: “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilanya.” (Pkh.5:9). Jika demikian, apa sih harta warisan yang paling berharga itu sesungguhnya?

Pertama:  Warisan Iman.

Warisan iman adalah hal mendasar yang harus dimiliki dan diwariskan oleh setiap orang percaya. Iman adalah pedoman bagaimana seharusnya kita menjalani hidup sesuai jalur yang Tuhan inginkan. Dengan iman kita dapat hidup sesuai dengan maksud Tuhan. Ya, tentu saja menjalani hidup berdasarkan aturan Tuhan. Bukan aturan kita manusia dengan sejuta keinginan, sejuta keserakahan yang berakhir pada kebinasaan! Menuai kesia-siaan, seperti Alkitab tegaskan: “Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya?” (Pkh.5:10). Sudahkah Anda memiliki dan memelihara warisan iman? Sudahkah anda mewariskannya kepada anak cucu kita? Setiap manusia yang tidak mewarisi dasar iman, dipastikan banyak salah jalan. Tidak akan pernah sampai ke tujuan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Kedua: Warisan Kejujuran.

Dunia kita sekarang ini memang bermasalah soal kejujuran. Sikap yang tidak jujur akan sulit membedakan batas mana hak milik pribadi dan mana hak milik orang lain. Sulit menghargai kepemilikan orang lain. Atau juga kelebihan orang lain. Semua mau diklaim menjadi milik sendiri untuk memperkaya diri sendiri. Mana ada orang yang tidak jujur memiliki rasa takut akan Tuhan. Mana ada orang yang tidak jujur dapat dengan baik bersyukur. Yang ada hanyalah sikap yang pelit, sulit berbagi. Sikap yang tidak jujur akan melahirkan mental koruptor! Mengambil milik orang lain, milik negara, atau apa saja secara tidak jujur.  Ya, yang ada hanyalah keserakahan membabi buta. Pusat kebahagiaannya semata-mata hanya pada harta, pada apa yang didapatkan, bukan pada memberi dan berbagi. Padahal Alkitab memberitahukan rumus kebahagiaan: “Adalah lebih  berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kis.20:35). Warisilah sikap yang jujur, karena hanya orang yang jujurlah yang dapat sungguh-sungguh berbahagia.

Ketiga: Warisan Spirit Kehidupan.

Spirit kehidupan adalah semangat hidup. Motivasi untuk berjuang. Orang yang memiliki spirit hidup, tidak tergantung dari belas kasihan orang lain. Apalagi bila hanya bergantung dari harta warisan! Dia lebih merasa bahagia dengan setiap tetes keringat hasil perjuangan sendiri. Seorang Kristen yang memiliki spirit kehidupan pernah mengungkapkan isi hatinya: “Bagi saya, pantang berebut soal warisan. Toh pun saya tidak mendapat bagian, bagi saya tidaklah menjadi persoalan. Pantang berbangga karena warisan orang tua. Saya lebih bangga bila dapat mencari sendiri dan mendapatkan, toh tanpa warisan dari orang tua segala”. Wah…wah…wah… Orang seperti ini yang perlu diacungi jempol. Spirit hidup yang perlu kita teladani. Semangat kerja keras untuk mendapatkan hasil. Mental hidup seperti ini yang perlu kita miliki dan wariskan! Spirit hidup yang demikian menjadikan orang mampu merasakan arti sebuah perjuangan. Dapat dipercaya serta mampu mensyukuri segala nikmat yang Tuhan berikan. Jiwanya tentu melimpah dengan tulus untuk berbagi, rasa senasib-sepenanggungan. Pribadi yang tangguh tanpa sungutan di kancah badai kehidupan! Bukan bermanja-manja menunggu hasil berbagi warisan orang tua segala. Amin!


(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Selasa, 15 Juli 2014

JADILAH ORANG KAYA YANG BIJAK!




Lukas 12:13-21

Kenapa orang kaya dalam nas ini dikatakan Yesus sebagai “orang kaya yang bodoh”?  Pertama, karena ia mengukur kesuksesannya hanya dari berapa banyak harta dan kekayaan yang dimilikinya. Tidak lebih dan tidak kurang! Kedua, cintanya kepada harta kekayaan dan uang melebihi rasa cintanya kepada sesama, melebihi yang lainnya. Ia tidak rela sedikit pun berbagi cinta kepada yang lain! Ketiga, harta kekayaan dan uang dijadikannya sebagai tujuan untuk menempatkan dirinya menjadi “tuhan” (hurup kecil).

Orang kaya yang bodoh… Oh, kenapa begitu banyak dijumpai dalam ranah kehidupan? Ya, karena pada umumnya manusia lebih pintar menambah dan mengali, ketimbang urusan mengurang dan membagi! Oh, ya?! Ya, pintar berusaha dengan berbagai cara. Yang haram pun terkadang dihalalkannya. Kreatif menggali dan memanfaatkan segala peluang yang ada untuk melipatgandakan usaha. Sangat lihai soal menakar dan menimbang supaya tidak pernah kurang. Juga cermat menyimpan tabungan di Bank. Tapi soal membagi alias berbagi? Nah…nah..nah… untung rugi pertimbangannya. Di sinilah masalahnya.  Paling banter lihai mengurangi hak milik sesama. Apa pun alasan dicari untuk membenarkannya. Maaf…maaf…maaf…!

Pada dasaranya manusia sudah dari sononya memiliki karakter ketamakan , seperti  kata Firman Tuhan:  “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya itu…..” (Pengkhotbah 5:9). Cara orang mendapatkannya, bagaimana orang memperlakukan dan mempergunakannya, dan apa tujuannya! Ya, di situlah titik persoalannya. Dan celakanya bila dengan memiliki semuanya lalu merasa lebih berkuasa.  Mau berbuat seenaknya kepada siapa saja dan apa saja. Berlaku semena-mena. Seakan menjadi “tuhan” kecil atas sesamanya.

Harta benda, kekayaan, uang atau pun jabatan sebenarnya bukanlah barang haram. Juga belumlah berarti dosa.  Hanya bila kurang diwaspada, bisa berbahaya. Yesus sendiri mensifatkannya: “Karena di mana hartamu berada di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21). Tive manusia yang hanya pintar menambah dan mengali untuk mengumpulkan harta, tapi kurang pintar untuk membagi kepada sesama dan Kerajaan Allah, itulah ciri “orang kaya yang bodoh” .  Bukan “orang kaya yang bijak”. Seperti disifatkan Yesus, kaya harta dunia memang, segalanya melimpah! Tetapi sayang, bila tidak pernah kaya di hadapan Allah! Anda termasuk tive orang kaya yang mana?!  Amin!


MENJADI CERMIN CITRA ALLAH

Mazmur 122:1-9

Yerusalem adalah pusat ibadah dan pusat kehidupan berbangsa. Yerusalem tidak saja tempat umat menyembah Allah, tetapi juga tempat sumber pengayoman Allah melalui kepemimpinan umat yang diwujudkan. Masa kini, Gereja dan Negara adalah dua institusi berbeda fungsi dan tujuan. Namun keduanya adalah hamba Allah tempat kebaikan seharusnya diujudnyatakan sebagai syukur yang teralami oleh banyak orang. Bagi Israel, kota Yerusalem adalah simbol kehadiran Allah yang mempersatukan mereka, walaupun mereka terdiri dari beragam suku (4).

 Allah berkenan menyatakan kehadiran-Nya di Bait Allah Yerusalem (1Raj.9:3). Pemazmur bukan semata-mata kagum kepada kota Yerusalem melainkan rindu kepada Yahwe yang hadir di sana. Hal itu nyata lewat pernyataan pemazmur yang bersukacita untuk pergi ke rumah Yahwe dan menemukan kebaikan-Nya di sana (Mzm. 121:1, 9). Yerusalem juga menjadi simbol pemersatu Israel karena kuasa Allah dinyatakan lewat hamba-Nya, Daud dan keturunannya yang menjadi raja atas mereka (5).

Betapa indahnya kalau gereja boleh menjalankan peran baik sebagai pemersatu umat Tuhan maupun sebagai pengarah kebijakan-kebijakan para pemimpin negara ini. Simbol kehadiran Allah dan kehadiran kepemimpinan dalam gereja jangan sampai menjadi tempat eksklusif hanya untuk kelompok, etnis, suku, bahasa, status sosial tertentu. Mari kita yang sudah mengalami kasih karunia-Nya, memancarkan syalom Allah dalam Kristus kepada semua orang tanpa syarat dan batasan apa pun. Mari kita ungkapkan panggilan untuk menjadi berkat bagi sekalian orang itu baik dalam doa, program-program, maupun dalam tindakan nyata kita sehari-hari. Amin!


Jumat, 13 Juni 2014

DOA SEBAGAI SARANA MENJALIN KEINTIMAN DENGAN TUHAN


Lukas 18:1-8

Sebagai orang beriman, rata-rata kita tentu tahu apa artinya sebuah doa. Sedari kecil  barangkali kita sudah diajari untuk berdoa. Baik oleh ibu bapak, atau oleh guru ketika mengikuti Sekolah Hari Minggu. Ya, berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, berdoa sebelum bepergian, doa syukur, dan doa-doa lainnya berbagai macam! Bila ada orang Kristen yang tidak tahu artinya sebuah doa, atau tidak tahu berdoa, tentu pengecualian namanya. Atau malah perlu dipertanyakan! Padahal saking pentingnya doa bagi orang percaya sampai muncul istilah “Doa adalah nafas hidup orang beriman”. Oh, ya…?! Tidak kurang, Yesus sendiri mengingatkan para pengikut-Nya supaya berdoa terus-menerus. 

Melalui nas ini, Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpamaan yang sangat menarik mengenai pentignnya sebuah ketekunan dalam berdoa. Diceritakan tentang seorang janda yang terus memohon kepada hakim lalim agar haknya dibela (ay 3). Sementara si hakim bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan sikapnya arogan dan lalim, tidak menghormati siapapun. Tapi lihatlah janda itu tidak jemu-jemu mendatanginya dan memohon. Dengan gigih janda itu berjuang hingga akhirnya sang hakim yang lalim pun luluh dan membenarkan si janda itu.

Apa yang Tuhan Yesus ajarkan lewat perumpamaan tadi begitu jelas. Sebuah gambaran untuk menegaskan, bahwa kita seharusnya selalu berdoa dengan tekun, dengan tidak jemu-jemu.  Layaknya orang bernafas. Terus-menenur bernafas.  Apakah doa anda selama ini sedemikian tekun? Layaknya orang terus-menerus bernafas? Atau sekali-sekali saja bernafas? Atau bilamana perlu saja baru bernafas?  Berhenti bernafas itu tandanya kita sudah tidak hidup! Alias sudah mati! Ketika senang Anda bernafas? Tetapi ketika kecewa apakah Anda tetap tekun bernafas? Sebab apalah gunanya senyuman sosok seorang mayat yang sudah tak bernafas lagi bukan?

Pada masa pencalekan misalkan, barangkali doa Anda begitu tekun siang dan malam dipanjatkan.  Entahlah  selepas ketika telah berhasil atau malah gagal, masihkah doanya begitu tekun dipanjatkan? Masihkah tekun beribadah? Atau, masihkah tekun  sumbang sana-sumbang sini terus dilakukan? Atau hanya sekali-sekali? Atau sudah terhenti layaknya orang sudah tak bernafas lagi? Bila jawabnya ya, bersyukurlah. Itu artinya Anda tetap hidup. Karena Anda tetap bernafas, toh di saat kecewa sekali pun. Itu pertanda masih ada kehidupan.  Masih ada pada Anda tanda-tanda kehidupan sebagai anak Tuhan. Menjadikan doa sebagai gaya hidup untuk menjalin keintiman dengan Tuhan. Bukan menjadikan doa sekedar “alat” yang sekali-sekali saja digunakan untuk mengatur dan memaksa Tuhan  memenuhi segala keinginan.  Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)


PEREMPUAN DALAM PANDANGAN ALKITAB


Bilangan 27:1-11

Seorang rekan pendeta dari Myanmar berkata bahwa di negerinya perempuan tidak diperbolehkan memimpin gereja. Jangankan menjadi pendeta, menjadi penatua di gereja pun tidak lazim. Demi melestarikan budaya patriarkat ini, warga gereja memakai ayat Alkitab. Perkataan Paulus bahwa "perempuan harus berdiam diri" dijadikan dasar pembenaran. Padahal faktanya, potensi dan peran perempuan sangat besar dalam gereja.

Bagaimana pandangan Alkitab sendiri  terhadap kaum perempuan?  Dalam Alkitab (khususnya PL), secara prinsip,Taurat memberlakukan laki-laki dan perempuan sederajat. Apa buktinya? Justru dalam menghadapi budaya patriarkat, Taurat melindungi kaum perempuan yang sering terabaikan hak-haknya. Taurat melindungi seorang istri yang diceraikan suaminya, dengan keharusan suami memberikan surat cerai pada istrinya. Tujuannya, istri tidak dituduh berzina bila ia dinikahi pria lainnya. Selain itu, suami pertama tidak dapat melecehkan mantan istrinya itu (Ul. 24:1-4). Demikian juga ketika suami mencurigai istrinya tidak setia, ia berhak mendapatkan keadilan dan kesempatan membuktikan diri tak bersalah (Bil. 5:11-19).

Dalam kasus putri-putri Zelafehad ini terlihat bahwa penerapan firman Tuhan dalam berbagai situasi selalu menjadi prioritas utama. Taurat mengaturkan hak pewaris yang tidak boleh keluar dari masing-masing kaum dan suku Israel. Oleh karena itu dalam kasus tidak adanya anak lelaki, Taurat mengatur agar anak perempuan pun boleh mewarisi harta ayahnya. Walau peran seorang perempuan di sini diungkapkan dengan cara yang berbeda dengan peran laki-laki, namun masing-masing dihargai dengan nilai yang sama dan mendapatkan bagian yang sama.

Bagaimana dengan di Indonesia, khususnya GKE? Peran perempuan tak kalah pentingnya dalam hidup bergereja. Para perempuan juga punya kepedulian tinggi terhadap pelayanan gereja. Melawat yang sakit dan berduka. Mengatur rumah tangga gereja. Mengurus konsumsi. Bahkan, memimpin jemaat. Sungguh, peran perempuan tak boleh dipandang sebelah mata. Perempuan pun berperan dalam rencana keselamatan Allah bagi dunia ini.  Bila ada gereja masa kini yang membedakan peranan wanita tidak seporsi dengan peran pria, perlu dipertanyakan. Karena sejak Kitab Kejadian 1 Allah telah menciptakan manusia pertama laki-laki dan perempuan dalam citra yang sama. Dan jika gereja tidak memberikan kesempatan dan menghargai keberadaan perempuan dalam persekutuan umat, akan melukai kepribadiannya dan mengingkari karunia Allah. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div).

ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN



Keluaran 22:1-17
Nas ini berbicara soal cara hidup dalam kehidupan sosial. Supaya terjadi keseimbangan. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.  Ya, intinya mengajarkan kita agar kita tidak hanya selalu menuntut hak sebelum kita melaksanakan kewajiban. Hak dan kewajiban itu haruslah selalu beriringan. Hak akan datang dengan sendirinya jika kewajiban telah dipenuhi. Kewajiban pun akan menuntut jika hak sudah terlebih dahulu diterima.
Banyak orang yang menuntut haknya tanpa terlebih dahulu melaksanakan kewajiban. Mereka kadang tahu tentang haknya saja tanpa tahu apa kewajibannya. Ada juga yang tahu hak dan kewajibannya, tapi ia meminta haknya terlebih dahulu. Setelah haknya ia terima maka ia baru kemudian melaksanakan kewajibannya. Seringkali kewajiban tersebut sulit ia laksanakan karena kewajiban biasanya lebih berat dilaksanakan setelah hak diterima.

Para Filusuf “teori korelasi” yang dianut para pengikut utilitarisme sekali pun berpendapat  bahwa selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut “teori korelasi” pengikut utilitarisme tersebut, bahwa setiap kewajiban seseorang selalu berkaitan dengan hak orang lain, dan sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Jadi sesungguhnya, jika ada korelasi yang baik dalam tananan kehidupan sosial, maka keseimbangan hak dan kewajiban pun menjadi lancar!  Hak yang tidak ada kewajibannya tidak pantas disebut hak. Demikian pun kewajiban tanpa hak adalah pemerasan!

Bagaimana dengan kita selaku umat Tuhan? Apakah sudah terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban? Atau hanya lebih banyak menuntuk hak ketimbang kewajiban? Hak untuk mendapat pelayanan yang lebih baik, hak untuk didengar doanya oleh Tuhan? Bagaimana tentang kewajiban dan  tanggungjawab apa sudah dilaksanakan?  Apakah hak yang menjadi  milik Tuhan, milik orang lain, milik gereja, sudah kita laksanakan? Atau malah diambil juga menjadi milik pribadi?

Saudara, Tuhan sudah memelihara, menjaga dan merawat kita dengan baik,setiap hari. Kita juga diminta untuk menjaga barang-barang milik kita dan milik orang lain.  Tuhan menciptakan segala sesuatu di dunia ini untuk kita pergunakan dengan baik. Maka, tidak baik kalau kita merusakkan barang orang lain. Kita harus belajar mencintai milik orang lain seperti milik kita sendiri. Bagaimana kita mengharagai barang orang lain? Nah ini! Konkritnya, Kalau pinjam barang orang harus dijaga dengan baik dan tidak dirusakkan. Wajib dikembalikan ke orang yang mempunyai barang, jangan disimpan berlama-lama dan akhirnya lupa. Kalau menemukan barang yang bukan miliknya harus dikembalikan.  Saudara yang terkasih, kalau kita menghargai barang orang lain, maka orang lain juga akan menghargai barang milik kita. Dengan demikian Tuhan akan amat mencintai kita. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

JANGAN GANTI BERKAT ALLAH DENGAN BERKAT MURAH!


Kejadian 27:30-40

Sejatinya setiap kita rindu untuk mendapatkan berkat dari Allah. Tubuh yang sehat, dijauhkan dari berbagai marabahaya. Segala rencana dapat tercapai sesuai harapan, usaha yang lancar-lancar saja tanpa kendala atau gangguan. Dan oh, ya….. nanti juga  berharap Tuhan memperkenankan kita masuk sorga! Hanya masalahnya saudara, dalam kenyataan hidup kita, berkat yang dari Allah tanpa kita sadari kita ganti dengan berkat-berkat murah. Layaknya Esau yang semestinya beroleh berkat hak kesulungan dari Allah, namun ia ganti hanya dengan semangkok kacang merah! Oh,ruginya….hanya mendapat semangkok kacang merah, namun bukan berkat yang indah dari Allah!

Bukankah hal yang demikian sering juga kita lakukan dalam kehidupan nyata kita? Apa umpama? Ya, ketika kita gantikan segala rencana Allah yang indah bagi hidup kita dengan pilihan-pilihan serta pertimbangan-pertimbangan kita yang salah! Oh, ya? Apa persisnya? Ya, ketika kita lebih memilih kursi jabatan dengan cara pintasan  berharap cepat nyaman, cepat melimpah dengan cara-cara pintasan! Cara licik menipu dan mengancam! Memeras, menipu, korupsi segala macam! Tidak dengan sabar memikul salib namun perlahan-lahan menuju kemuliaan! Apa contoh lainnya? Nah, tidak kurang ketika kita gadaikan iman untuk memilih pasangan hidup dengan yang tidak seiman, dengan alasan kemakmuran, gengsi, ketenaran segala macam!

Lalu ketika hidup ini jadi berantakan? Dan doa-doa kepada Tuhan seolah tak bisa diharapkan? Jadilah dendam kesumat membara dalam dada. Layaknya api membakar hutan! Persis seperti Esau kehilangan berkatnya karena dia seorang tidak beriman yang memandang rendah kekudusan berkat kesulungan! Namun apa dikata, kini ia mengubah pikirannya dan berusaha mendapatkan berkat itu dengan air mata, namun air matanya itu merupakan air mata kekecewaan dan kemarahan, bukan karena sedih atas pilihan-pilihannya yang berdosa. Pengalaman Esau mengingatkan kita akan pilihan-pilihan salah dalam hidup yang membawa berbagai dampak mengerikan yang tak terelakkan  dalam kehidupan.

Mengapa Esau tidak layak dikasihi Allah? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat sulit dijawab atau dijelaskan. Namun sudahkah kita mempertimbangkan sebuah pertanyaan yang lebih mendasar: apakah pilihan-pilihan kita sudah benar? Apakah cara hidup kita sudah benar? Kita terlampau sering beranggapan bahwa Allah "Sungguh tidak adil!" Oh, ya…? Benarkah? Ketika kita hanya mau berbagi serba sedikit kepada sesama atau dalam persembahan kepada Tuhan, lalu meminta berkat-berkat Allah yang luar biasa? Itu adil juga kah? Ketika pada masa pencalonan jadi calek, doanya siang malam, sumbang sini-sumbang sana segala macam, sekarang ibadahnya saja jarang-jarang? Apa kah itu juga disebut keadilan? Bila kita sungguh rindu untuk diberkati Allah, ya jangan gantikan berkat Allah dengan berkat-berkat murah! Amin!


(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

MENGAPA ENGKAU MENIPU AKU?


Kejadian 27:1-29

Kisah yang menarik. Terjadi saling menipu, saling tidak jujur, saling mengutamakan kepentingan, dan saling cari keuntungan masing-masing. Oh, ya….ini  terjadi dalam satu keluarga. Bagaimana lagi dengan yang bukan keluarga? Diceritakan, Ishak yang sudah lanjut usia, dengan mata yang sudah buta dan tubuh yang bergemetaran, kini berencana mencurahkan berkat suci kepada anak sulungnya. Tetapi Ribka isterinya secara licik ikut mendengarkan apa yang diminta oleh Ishak dari Esau dan kemudian langsung bertindak untuk mengalihkan dan menggagalkan rencana tersebut. Ya, mengalihkan berkat itu untuk Yakub anak kesayangnanya. Nah, ini juga jadi masalah, jika suami isteri punya anak kesayangan masing-masing, membedakan anak yang satu dengan lainnya!

Mengapa Ishak ditipu oleh anaknya Esau, bahkan oleh isterinya Ribka? Mungkin Allah mengijinkan Ishak ditipu oleh keluarganya sendiri, untuk menghukum sekaligus menyadarkannya akan kelalainya selaku imam dalam keluarga, lemah dalam kebijakan serta sikap pilih kasihnya bagi anak-anak dalam keluarganya. Di sini jelas terlihat bahwa berkat dari Allah tidak dengan sembarangan saja diberikan kepada setiap orang. Allah yang Maha tau akan memberikan berkat-Nya kepada siapa saja yang menurut pandangan Allah layak untuk menerimanya.

Cerita ini tidak hanya terhenti di sini. Ada kelanjutannya. Untuk sementara Yakub yang telah menipu bapaknya tampaknya tenang-tenang saja. Tapi tunggu dulu….. apa kelanjutannya soal tipu menipu itu? Dalam perjalanan kehidupan Yakub selanjutnya ternyata ia juga ditipu oleh mertuanya Laban tentang soal perkawinannya dengan Lea. Nah…nah…nah…jangan kira Allah diam saja! Allah itu Maha Tahu. Demikian pun dengan kita. Mungkin kita dapat menipu siapa saja, isteri, suami, anak, ayah, atau siapa saja. Tetapi menipu Allah tentu tidak!

Kenapa Yakub ditipu oleh mertuanya? Mungkin Allah mengizinkan Yakub ditipu oleh Laban dan Lea, untuk menghukum dan menyadarkannya akan kejahatan dan derita yang disebabkannya ketika menipu ayah dan kakaknya sendiri (bd. pasal Kej 27:1-46). Kita harus mengerti bahwa sekalipun Allah mengampuni kita untuk suatu dosa tertentu dan memulihkan kita, pada saat yang bersamaan Ia mungkin menghukum kita untuk dosa tersebut (lih. 2Sam 12:7-14). Prinsip Allah tetap sama, "Jangan sesat! ... apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Gal 6:7; bd. Ams 22:8; Hos 8:7; 10:12-13).

Saudara pernah ditipu oleh seseorang? Kekasih, suami, isteri, anak, atau oleh siapa saja? Tunggu dulu, jangan cepat-cepat marah! Coba ingat baik-baik, dan renung dalam, apa yang pernah Anda lakukan terhadap orang lain bahkan terhadap Tuhan? Syukurlah bila mengingatnya. Allah memang memberkati Anda dan saya. Allah juga pasti mendengar doa permohonan berkat dari kita. Namun Allah itu suci, Allah tidak akan memberikan berkat-Nya yang berharga, jika kita bermain-main dengan sikap murahan kepada-Nya! Amin!


(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Kamis, 05 Juni 2014

“OH, TUHAN…AKU RINDU ENGKAU MENGENAL AKU”



3 Yohanes 1:1-4

Nama Gayus yang tercatat dalam Alkitab ini barangkali kurang terlalu kita kenal. Tentu berbeda dengan nama Gayus di Indonesia yang sangat terkenal. Namun Gayus yang satu ini adalah seorang tokoh penting dalam jemaat sebagai contoh yang patut ditiru karena kebaikannya, bukan karena kejahatannya. Surat yang ditulis oleh "pemimpin jemaat" (Rasul Yohanes) ini berisi semacam pujian dan penghargaan kepada Gayus. Apa yang Gayus lakukan? Dalam 3 Yohanes 1:5 disebutkan: “Saudaraku yang kekasih, engkau bertindak sebagai orang percaya, di mana engkau berbuat segala sesuatu untuk saudara-saudara, sekalipun mereka adalah orang-orang asing”.

Oh, luar biasa! Dia menyatakan tindakan menolong para utusan gerejawi. Gayus telah mengambil bagian dalam pekerjaan untuk kebenaran. Oh, sungguh terpuji! Tindakan semacam ini perlu dipertahankan. Terus dilakukan! Disamping itu sekaligus si penulis surat ini juga memperingatkan Gayus supaya berhati-hati terhadap seorang laki-laki bernama Diotrefes. Apa masalahnya? Berdasarkan kontek 3 Yohanes 1:11 dikatakan Yohanes: “Saudaraku yang kekasih, janganlah meniru yang jahat, melainkan yang baik. Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah.”

Bila kita telusuri dengan Surat Surat 1 Yohanes dan 2 Yohanes, rupanya surat Yohanes yang ketiga ini memiliki permasalahan dan situasi yang sama yaitu terdapat pengajar-pengajar palsu yang mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan kekristenan. Dengan demikian, surat ini memiliki maksud untuk memperingatkan , menguatkan Gayus dalam jalan yang baik, tidak menyimpang dari ajaran yang sehat, serta siap siaga menghadapi para pengajar sesat.

Oh, Gayus yang tulus…… yang banyak ambil bagian dalam pelayanan, bermurah hati menyambut para pelayan, berapa banyak yang kita jumpai di masa kini? Atau malah hanya banyak Gayus…Gayus…yang rakus? Oh, Gayus yang bernyali yang penuh peduli….yang faham betul makna dan arti tujuan hidup tertinggi, masihkah dapat kita jumpai di era sekarang ini dimana orang semakin mengarah kepada diri sendiri? Atau hanya Gayus…Gayus…bergengsi tinggi, menghalalkan segala cara dan yang hanya minta dihargai?

Gayus yang satu ini memang tidak terlalu kita kenal. Dan kurang terkenal (mungkin karena ia sendiri tak mau dikenal). Tapi istimewanya tanpa ia sadari, justru ia adalah sosok yang di kenal. Bukan oleh manusia tentu saja, tetapi dikenal oleh Tuhan sang pengenal, si penguji hati hingga dasar hati manusia! Gayus yang satu ini memang tidak terkenal di mata manusia, tetapi di mata Tuhan ia terkenal. Berbeda dengan kebanyakan manusia masa kini dengan seribu satu macam intrik busuk untuk jadi terkenal. Terkenal di mata manusia (terkenal karena kejahatannya?). Tapi sayangnya, Tuhan tidak mengenal. Kenapa Tuhan jadi sampai tidak kenal mereka? Ya, apalagi jika bukan karena sikap, cara hidup, mutu keimanan yang tidak memenuhi standar kebenaran!

Oh, saudara….. menjadi orang terkenal itu wajar! Tetapi bila akhirnya menjadi terkenal karena perbuatan kejahatan? Bila untuk meraihnya hanya dengan cara-cara yang sangar, atau layakanya pemain sandiwara penuh kepalsuan? Lalu akhirnya Tuhan murka tidak mau kenal atas semua perbuatan dan tindakan? Apalah artinya ingin menjadi orang terkenal tapi Tuhan tidak mau kenal? Anda dan saya bagaimana? Jika ingin dikenal oleh Tuhan semestinya sikap Gayus seperti dalam nas ini perlu kita kerjakan ulang! Masihkah ada kerinduan itu? “ Oh, TUHAN…AKU RINDU ENGKAU MENGENAL AKU”. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting)

Jumat, 23 Mei 2014

MENGEMBANGKAN POTENSI POSITIF DALAM DIRI




Efesus 4:17-32 

Manusia adalah makhluk paling istimewa ketimbang makhluk lainnya. Apa istimewanya?  Alkitab sendiri menyaksikan: “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.” (Maz. 8:5-6). Oh…..fantastis….. diciptakan hampir sama seperti Allah, dimahkotai dengan kemuliaan dan kehormatan.  Oh, luar biasa…. Karenanya tidak heran bila dikatakan bahwa makhluk yang bernama “manusia” itu adalah makhlu yang mulia. Berbeda dari makhluk lainnya. Kucing, ayam, singa, atau buaya umpama.

Lalu, apa sih yang menjadikan manusia itu lebih mulia dari makhluk lainnya? Oh. Luar biasa saudara. Menurut para ahli otaknya saja luar biasa! Otak manusia lebih canggih dari komputer. Bayi yang baru lahir saja memiliki 100 miliyar sel otak yang aktif. Sel otak ini akan terus bekembang menjadi bermiliyar-miliyar sel aktif dalam otak manusia. Sedangkan setiap sel dapat membuat jaringan dengan kecepatan 20.000 sambungan setiap detik. Proses pembentukan sambungan pada otak terjadi dengan sangat cepat yakni 26 kali lebih cepat dari pembentukan jaringan pada komputer. Pantas saja bila “manusia” itu disebut-sebut sebagai mahkota ciptaan Allah. Dia bias berpikir. Dia bias membedakan mana yang baik atau buruk, mana pintu sorga, atau mana pintu sorga.

Lalu tentang tubuhnya? Oh, bukan sekedar diciptakan cantik atau tampan! Menurut Slamet Wiyono (2006:38) potensi diri manusia secara utuh adalah keseluruhan badan atau tubuh manusia sebagai suatu sistem yang sempurna dan paling sempurna bila dibandingkan dengan sistem makhluk ciptaan Allah lainya, seperti binatang, malaikat, atau iblis atau setan. Bahkan Firman Tuhan katakana bahwa itu adalah adalah Bait Allah itu sendiri: 1 Korintus 3 : 16 3:16 “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Korintus 3:16). Oh, sungguh mengagumkan. Pantas bila makhluk yang bernama “manusia” itu disebut makhluk yang “ber-Tuhan” alias mengenal Tuhan, mengenal kehendak Tuhan. Berbeda dengan makhluk lain, yang kerjanya hanya kerja sekedar cari makan, makan, makan. Bukan cari Tuhan.Kita manusia macam apa bila tidak bisa mensyukurinya!

Manusia, oh “manusia”….memang luar biasa. Dia juga secara special memiliki potensi Spiritual. Danah Zohar penggagas istilah tehnis SQ(dalam Dwi Sunar P, 2010: 14) mengatakan bahwa IQ bekerja untuk melihat keluar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang didalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi “pusat diri”. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia yang paling tinggi. Pokok dari SQ adalah kemampuan seseorang untuk memahami keberadaan Tuhan, memahami hakikat diri secara utuh, hakikat dibalik realitas, membedakan yang benar dan yang salah serta kemampuan memaknai bahwa kehadiran kita entah profesi atau status kita mampu membuat orang lain merasa dihargai dan mempunyai penghargaan.

Nah, lalu berikutnya bagaimana tentang kehidupan sosialnya? Bila hidup bersama orang lain? Ternyata makhluk yang bernama “manusia” itu juga memiliki potensi sosial yang besar, memiliki kapasitas menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain. Kemampuan menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain didasari kemampuan belajarnya, baik dalam dataran pengetahuan maupun ketrampilan. Oh, pantas ia berbeda dari binatang, singa umpama, yang tahunya hanya hukum rimba. Saling memangsa untuk mempertahankan diri, dan sekedar hidup untuk makan. Bukan kaidah-kaidah hukum sosial, saling menghormati, menjaga perasaan, saling berbagi, perduli, juga cari sorga segala macam! “Manusia” memang makhluk luar biasa. Karenanya ia berbeda bak langit dan bumi dengan makhluk lainya, dengan binatang tentu saja! 

Tapi sayangnya (maaf),  bukankah katanya bahwa makhluk yang bernama “manusia” itu mempunyai akal budi dan mestinya tau memilih apa yang baik dan buruk, benar dan salah? Bahkan (seharusnya) tahu persis soal mana yang kutuk mana yang berkat?! Hanya sayang, dalam kenyataanya banyak juga kasus kehidupan memperlihatkan bahwa manusia sering salah pilih, salah jalan! Apa umpama? Nah ini, saudara pasti tahu bahwa spiritus bukan untuk diminum, tapi malah banyak juga manusia yang sengaja meminumnya untuk aplosan! Anda juga pasti tahu bahwa obat antalgin boleh diminum dalam dosis tertentu sesuai aturan. Tapi bila dimunum 20 biji sekaligus dicampur Extra Jos tentu bisa mampus. Tapi banyak juga yang melakukannya dengan sengaja! Entah oleh yang muda atau tua,  oleh yang berpendidikan atau bukan. Ada apa sih dengan makhluk yang bernama “Manusia” ini yang katanya makhluk mulia?

Masih tentang makhluk yang bernama “manusia”. Bukankah semestinya ia punya perasaan, peka terhadap keadaan, lingkungan, dan sesama? Tapi ironisnya justru sering mati rasa, malah melukai perasaan, saling menjatuhkan, merampas milik orang lain, bahkan kayak Dracula haus darah membantai sesamanya atas nama alasan dan tujuan segala?! Celakanya malah ada yang mengatasnamakan Tuhan dan Agama? Manusia oh manusia.....ckckckckckck..... Ada apa sih sebenarnya tentang makhluk yang bernama “manusia” ?!  Oh, iya…. Bila dalam hatinya penuh kecemburuan terhadap kelebihan orang lain, kerjanya hanya jadi tukang kritik dan menjatuhkan orang, tidak kurang  dari mulutnya hanya keluar kata-kata yang kotor saja, mempersulit urusan, suka mengambil milik orang (termasuk milik gereja?), cara hidupnya hanya membuat Allah berduka, masih pantaskah ia disebut sebagai “manusia”? terlebih, pantaskah ia disebut sebagai umat Pilihan, orang beriman?  “Manusia” adalah makhluk terhormat dan mulia! Apakah predikat itu tetap melekat pada diri kita? Bagaimana dengan Anda dan saya? Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Kamis, 22 Mei 2014

DUA POTRET DIRI MANUSIA




Efesus 4:17-32

Pernahkah saudara berpikir, apa  dan bagaimana sih makhluk yang bernama “manusia”  itu? Dan apa perbedaannya dengan makhluk yang lain? Oh, pasti rata-rata kita dengan mudah memberikan jawaban! Karena memang terang bagai siang, manusia jelas berbeda dari kucing, buaya, ular, burung, kuda, serigala, atau singa umpama. Manusia memiliki akal budi, sedangkan makhluk lain tidak! Manusia tentu memiliki tatakrama, sedangkan makhluk lain tidak! Lalu dalam kehidupan komunitas atau sosial? Oh, manusia  memiliki tata aturan, norma-norma moral-etis jadi patokan, sedangkan makhluk lain? Paling-paling  hanya hukum rimba yang berlaku. Tidak lebih dan tidak kurang.

Lalu  yang sangat prinsip, manusia mengenal Tuhan alias ber-Tuhan, sedangkan makhluk lain tidak! Inilah yang menjadikan makhluk bernama “manusia” itu lebih mulia dari makluk yang lain. Ya, seharusnya demikian. Karena manusia bukan hewan. Tetapi maaf..... benarkah bahwa makhluk yang bernama “manusia” itu lebih mulia dari makhluk lainnya? Kisah nyata berikut ini perlu untuk kita renungkan. Kisah nyata yang melatarbelakangi lukisan "Perjamuan Terakhir" Yesus dan murid-murid. Leonardo da Vinci, sang pelukisnya  ternyata membutuhkan waktu bertahun-tahun(katanya) untuk menyelesaikan mahakaryanya itu. Bagi da Vinci, tak sulit menemukan model untuk melukis wajah para murid ... Akan tetapi, untuk menemukan model untuk melukis gambar diri Yesus .. hmmm ... bukan perkara mudah! 

Lama da Vinci mencari, akhirnya dia bertemu dengan  seseorang  yang  bernama  Pietri Bandinelli , " Ini dia model Yesus .. cocok !" pikirnya. Namun, ada satu model lagi yang harus dia temukan untuk menyelesaikan lukisannya itu  dan ini tampaknya jauh lebih sulit ditemukan dibanding model bagi gambar Yesus … Yups, benar sekali. da Vinci kesulitan untuk menemukan model wajah Yudas Iskariot! Dicari kemana-mana model buat Yudas, tapi hasilnya nol besar. Sampai satu ketika ... da Vinci berjalan-jalan untuk mencari inspirasi. Ia pergi ke tempat-tempat kumuh, bahkan hingga ke penjara di Milan untuk mencari model 'Yudas'. 

Setelah beberapa jam mencari, ia menemukan wajah yang cocok. Da Vinci bertemu dengan satu orang yang menurutnya orang ini mampu memberikan gambaran tentang karakter Yudas yang tentunya sangat berbeda sama sekali dengan karakter murid-murid, apalagi karakter Yesus. Matanya mencerminkan kelicikan dan keputus-asaan. Wajahnya keras. Dan Vinci memintanya menjadi model 'Yudas', dan orang itu menyanggupinya. Akhirnya proses penyelesaian lukisan "Perjamuan Terakhir" pun dilanjutkan. Da Vinci bekerja dengan tergesa-gesa selama beberapa hari hingga kemudian ia menyadari perubahan yang terjadi pada orang yang menjadi modelnya. Wajahnya mulai tegang dan matanya memancarkan horor. 

Merasa terganggu, da Vinci menghentikan kegiatannya dan bertanya, “Apa yang membuatmu begitu terganggu?” Sang pria yang menjadi model “Yudas”  itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis tersedu-sedu. Setelah beberapa saat ia menjawab dengan nada suara agak berat, “Tidakkah bapak mengingat saya?  Saya Pietri Bandinelli ... dulu saya menjadi model bagi wajah Yesus. Bertahun-tahun yang lalu saya ada di studio ini. Sayalah sang Yesus di lukisan bapak…”

Saudara, bukankah apa yang dialami oleh Bandinelli juga merupakan tantangan terbesar kita sebagai orang percaya dalam menjalankan kehidupan ini? Dalam beberapa waktu seseorang bisa menjadi "mirip Kristus", namun seiring dengan perjalanan kehidupan yang semakin berat ... bukankah sering juga terjadi  seseorang berubah drastis menjadi lebih  "mirip Yudas” ?!

Oh, “manusia”…. bukankah katanya ia mempunyai akal budi dan mestinya tau memilih apa yang baik dan buruk, benar dan salah? Bahkan (seharusnya) tahu persis soal mana yang kutuk mana yang berkat?! Hanya sayang, dalam kenyataanya banyak juga kasus kehidupan memperlihatkan bahwa manusia sering salah pilih, salah jalan! Apa umpama? Nah ini, saudara pasti tahu bahwa spiritus bukan untuk diminum, tapi malah banyak juga manusia yang sengaja meminumnya untuk aplosan! Anda juga pasti tahu bahwa obat antalgin boleh diminum dalam dosis tertentu sesuai aturan. Tapi bila dimunum 20 biji sekaligus dicampur Extra Jos tentu bisa mampus. Tapi banyak juga yang melakukannya dengan sengaja! Entah oleh yang muda atau tua,  oleh yang berpendidikan atau bukan. Ada apa sih dengan makhluk yang bernama “Manusia” ini yang katanya makhluk mulia?

Masih tentang makhluk yang bernama “manusia”. Bukankah semestinya ia punya perasaan, peka terhadap keadaan, lingkungan, dan sesama? Tapi ironisnya justru sering mati rasa, malah melukai perasaan, saling menjatuhkan, merampas milik orang lain, bahkan kayak Dracula haus darah membantai sesamanya atas nama alasan dan tujuan segala?! Celakanya malah ada yang mengatasnamakan Tuhan dan Agama? Manusia oh manusia.....ckckckckckck..... Ada apa sih sebenarnya tentang makhluk yang bernama “manusia” ?!  

Saudara, bila dicermati lebih teliti berdasarkan firman kebenaran,  bahwa dalam diri makhluk yang bernama “manusia” itu memiliki dua kekuatan metacentrum yang sangat mempengaruhi pikiran, perkataan, tingkah laku, dan perbuatannya. Kekuatan macam apa itu? Nah ini. Kekuatan “manusia lama” dan kekuatan “manusia baru”.  Kekuatan tersebut bisa membawanya kea arah yang buruk dan ke arah yang baik. Ke arah yang negatif dan ke arah yang positif. Itu berlaku bagi semua manusia, termasuk Anda dan saya. Mana yang lebih dominan dalam diri Anda dan saya?

Konsep “manusia lama” dan  “manusia baru” merupakan salah satu tema penting dalam teologi Paulus.  Secara cermat kita dapat melihat betapa Paulus mengingatkan pentingnya kita untuk mewaspadai sedari dini cara-cara hidup yang tidak berkenan pada Allah itu.  Penting bagi kita untuk menyelidiki dalam kehidupan kita, apakah cara hidup kita sudah berkenan kepada Allah? Mengapa hal ini dianggap penting?  Ya, tentu saja  bila kita merasa bahwa kita adalah “manusia”, bukan makhluk yang lain. Roh Kudus telah berkarya membaharui akal budi orang percaya secara terus-menerus; pembaharuan akal budi menghasilkan praksis yang benar.  

Thomas Schreiner pernah mengatakan bahwa  orang percaya dimampukan untuk melepaskan “manusia lama” dalam dirinya, yaitu natur Adam yang pertama, yang telah mati melalui kematian Adam kedua di kayu salib; demikian juga orang percaya dimampukan untuk mengenakan “manusia baru”, Adam kedua, melalui kebangkitan Kristus. Dan oh, ya….mumpung tidak lupa memberitahukan, bahwa “manusia lama” kita telah turut disalibkan, agar jangan lagi kita menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6). Kita adalah anak-anak Tuhan, identitas kita harus jelas! Kita adalah adalah anak-anak Tuhan, orang beriman! Bukan makhluk yang lain atau hewan! Dan identitas kita selaku anak-anak Allah adalah mengenakan Kristus, berpikir, bersikap dan bertindak seperti Kristus! (Bdk.Gal.3:27; Flp.2:1-11). Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)