Renungan GKE

Kamis, 10 Desember 2015

KETIKA KESEMPATAN DISALAHGUNAKAN




Markus 6:21-43

Sejatinya, semua orang punya kesempatan dalam hidupnya. Kesempatan yang negatif maupun kesempatan yang positif. Kesempatan untuk perbuatan jahat maupun yang baik. Tergantung orang memilih dan menjalaninya. Demikian pun yang diceriterakan dalam nas ini. Adalah seorang perempuan bernama Herodian. Seorang terhormat. Isteri seorang pejabat. Suaminya bernama Herodes sang raja yang berkuasa. Diadakanlah pesta besar-besaran pada hari ulang tahun sang baginda suaminya. Pesta yang luar biasa tentu saja. Pada suasana sukacita itu Sang baginda mau memberikan hadiah kepada anaknya yang menari menyukakan hatinya: “Minta dari padaku apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu.” Bahkan sang Baginda menawarkan permintaan apa saja dan mengikatnya dengan sumpah (ay.22).

Oh luar biasa….ini sebuah kesempatan emas. Mungkin karena saking bingungnya tentang permintaan apa yang akan diajukan, sang anak ini meminta petunjuk dari ibunya. Oh, kesempatan! Aji mumpung! Disebutkan: “Akhirnya tiba juga kesempatan bagi Herodias…” (ay.21). Eheeem…ini dia. Herodias tanpa membuang waktu atas kesempatan yang ada! Dan apa dinyana, ia memberikan anjuran kepada anaknya untuk meminta kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam! (ay.25-25). Kenapa kepala Yohanes yang dimintanya? Kenapa tidak yang lain? Nah, ini masalahnya. Karena sejak lama Herodian menyimpan dendam kepada Yohanes berhubung Yohanes pernah menegor soal perkawinannya yang tidak beres dengan si Baginda Herodes.

Dendam kesumat gara-gara ketersinggungan dan tidak mau menerima tegoran dari orang biasa karena merasa diri orang terhormat, seperti inilah yang bisa terjadi. Apalagi bila diri memiliki kuasa dan kesempatan itu ada, oh…..apa saja dapat dilakukan. Sejahat apaun tega diperbuat kepada orang lain, demi kepuasan atau menjaga gensi diri. Tidak gampang memang untuk berbuat baik. Tidak mudah memang untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Juga tidak sederhana memang menenteramkan hati agar tetap bening terjaga dari rasa ketersinggungan atas tegoran yang orang lain sampaikan. Bila kesempatan ada, nah… taulah kita apa yang akan terjadi rata-rata di pentas kehidupan nyata manusia. Terlebih ketika kita hidup di jaman melalui mana “kasih” semakin menjadi barang langka seperti sekarang ini.

Saudara, satu hal penting menjadi bahan perenungan mendalam kita dari nas ini, terlebih bagi kita sebagai orang beriman. Supaya kita selalu mawas diri. Mejaga hati. Bebaskan diri dari sikap tak terpuji yang terbelenggu oleh kuasa kegelapan. Sikap yang tidak pernah mau menerima kritik, tegoran. Ketika setiap momen atau kesempatan yang ada, selalu yang jahat yang dikeluarkan dari perbendaharaan pikiran serta tindakan. Sebagai orang beriman, sebaiknya menggunakan setiap kesempatan untuk sesuatu yang berharga dan mulia. Ketika memiliki kuasa dan jabatan atau ketika mendapat kepercayaan, gunakan untuk melayani kehidupan bagi sesama dan ciptaan menuju kearah damai dan sejahtera. Karena akhirnya, tidak ada yang lebih bernilai selain pemikiran yang membangun dan setiap perbuatan yang mulia di hadapan Tuhan dan sesama dari setiap kita. Amin!

Senin, 23 November 2015

UNDANGAN KESELAMATAN


Lukas 14:15-24

Pernahkah saudara mendapat undangan untuk menghadiri suatu acara panting? Undangan pasta ulang tahun, pengucapan syukur, pesta pernikahan, atau pun undangan-undangan penting lain misalnya? Saudara, barangkali kita pernah mendapatkan undangan-undangan semacam itu. Bahkan mungkin sering. Bila kita mendapatkan undangan itu artinya kita mendapat suatu penghargaan besar dari si pengundang. Semakin besar pengaruh atau status si pengundang maka semakin besar pula nilai penghargaan bagi yang diundang. Coba umpama bila yang mengundang itu adalah seorang jutawan atau seorang pejabat. Maka biasanya orang yang diundang adalah orang-orang yang dianggap pantas untuk diundang. Mana mungkin kira-kira ia mengundang orang-orang buta, orang timpang, orang gembel, orang yang korengan diharapkan menghadiri undangan. Coba pula misalnya bila si pengundang itu adalah seorang raja. Maka tentu orang yang diundangnya adalah orang-orang yang dianggap panting untuk diundang. Orang-orang yang dianggap terhormat tentu saja!

Bagaimana kira-kira andaikata kita sebagai orang biasa tau-tau mendapat undangan dari bapak Presiden untuk manghadiri undangan kenegaraan? Boleh jadi kita berkata: "mimpi apa aku semalam"? Tentu kita akan berupaya untuk datang karena peristiwa semacam itu tentulah suatu peristiwa yang tak terlupakan seumur hidup kita, sebuah kenang-kenangan yang berharga! Betapa tidak, apabila kita telah diundang dan mendapatkan suatu penghargaan besar tiada tara. Suatu penghargaan langka yang tidak mungkin didapat semua orang. Seumur hidup belum tentu semua orang mendapatkannya. Walaupun setiap orang mendambakannya. Saudara, bagaimana kira-kira bila hal tersebut memang benar-benar terjadi dalam kehidupan kita? Bagaimanakah sikap kita? Dan... maaf, bila mengingatkan, bahwa saudara dan saya memang benar-benar telah diundang. Ya, benar-benar juga diundang dalam pasta perkawinan. Ya, Sang Penguasa, raja di atas segala raja, Sang Mahakaya benar-benar mengundang kita dalam suasana pesta anak-Nya. Bagmana sikap kita?

Saudara, Ini adalah soal Kerajaan Sorga. Yang dipaparkan Yesus dalam nas ini, Yesus sendiri mengumpamakannya sama dengan seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anak-Nya. Ia telah mengundang banyak orang ke pasta yang diadakan-Nya. Untuk bersama- sama bergembira. Tapi masalahnya, para undangan tidak dapat menghadiri pesta tersebut. Apa pasalnya? Mereka masing-masing punya alasan. Alasan yang memang tak dapat ditawar-tawar. Alasan yang memang juga tak boleh diremehkan! Ya, karena menyangkut keperluan hidup alias jaminan hidup. Yang bila diabaikan bisa fatal akibatnya! Untuk itulah mereka satu-persatu meminta maaf kepada si pengundang. Maaf karena urusan ladang. Maaf karena harus mengusrus usaha. Yang lain juga maaf.., karena barang sebentar bersenang menakmati kebahagiaan keluarga. Ya, maaf,., maaf. , , maaf ... Dan siapa yang mengatakan bahwa segala urusan mereka itu salah? Tidak, tidak salah! Masalahnya saudara, mereka tidak menyadari bahwa undangan tersebut teramat penting. Bahwa undangan itu bukanlah undangan biasa, tetapi dari sang baginda raja, yang bisa menentukan nasib seseorang!

Taukah saudara apa artinya bila undangan tersebut tak diindahkan? Mengertikah kita apabila sang baginda kecewa? Yang pasti bisa terjadi kesulitan bagi si diundang nantinya! Karena bila tak datang ke undangan raja boleh jadi dianggap suatu penghinaan bagi sang baginda. Bila ini sampai terjadi tentu malanglah nasib si orang yang tak mengindahkan undangan sang baginda. Padahal undangan semacam itu belum tentu terjadi kedua kali. Saudara, perumpamaan Yesus tentang hal Kerajaan sorga dalam nas ini masih ada kelanjutannya. Rupa-rupanya sang raja ini seorang yang murah hati. Walaupun para undangan istana itu mempunyai dalih yang bermacam-macam, bahkan sampai menangkap, menyiksa bahkan membunuh hamba-hamba utusannya. Namun ia tetap mengundang orang-orang untuk datang ke pestanya. Namun kali ini para undangannya bukan lah orang-orang terhormat. Pokoknya orang jahat, orang gembel, bandit, dan sebagainya diundang!

Saudara, apa yang mau dikatakan Yesus melalui perumpamaan dalam nas ini? Adalah orang-orang yang telah dipanggil menjadi pengikut-pengikut Kristus. Menjadi anggota jemaat warga Kerajaan Allah, tetapi masih tetap dalam dosanya. Dengan bermacam dalih mereka menolak undangan sorgawi. Nah, ini! Apabila hanya karena urusan perut, soal jamian hidup, atau juga masalah kebahagiaan hidup di alam fana ini kita menjadi sangat sibuk. Selalu sibuk. Terlalu sibuk. Dan akhirnya diperbudak oleh kesibukan. Dan persoalan yang diurus kesibukan tadi menjadi satu-satunya yang dianggap paling berharga. Menjadi satu-satunya tujuan hidup. Di sinilah celakanya! Apalagi bila karenanya kita sampai menganggap soal keselamatan menjadi tak ada artinya. Di sinilah bahayanya! Lalu akhirnya kita menjadi kehilangan makna hidup yang sesungguhnya. Untuk apa sebenarnya kita ada di tengah-tengah kehidupan ini. Apa yang mestinya dilakukan sebagai persiapan bila nanti memasuki alam yang di seberang sana?!

Saudara, kesibukan adalah bahaya nomor satu paling menggoda, yang dapat menjauhkan kita dari Tuhan. Sibuk itu sendiri sebenarnya tidaklah salah! Tetapi bila terlalu sibuk, nah inilah yang bisa berbahaya. Kita lalu seperti orang terkena bius. Lupa capek. Lupa sakit. Lupa hari-hari ajal kita yang makin mendekat. Akhirnya kita tidak menyadari untuk apa semua yang kita cari, kita kerjakan, kita usahakan dan kita peroleh bila malaikat maut keburu datang. Banyak orang meremehkan berkat, anugerah Tuhan dan lebih memilih hidup dalam dosa yang berujung pada maut. Inilah gambaran dari kehidupan banyak orang di masa sekarang yang selalu berfokus pada dirinya dan kepentingannya sendiri. Bahkan dengan berbagai dalih mereka berusaha menghindar dari Tuhan.

Dalam dunia rohani ada banyak orang seperti ini. Kelihatannya mereka mau datang kepada Yesus. Mereka mau diajak ke gereja, mau dibaptis, mau belajar Kitab Suci, mau melayani Tuhan, mau memberi persembahan dsb, tetapi waktu mereka betul-betul ditantang untuk datang kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Juruselamat dan Tuhan, mereka menolak! Namun ada juga yang datang, tetapi tidak mau mengenakan pakaian pesta yang telah disediakan oleh Kristus. Yaitu "pakaian" kebenaran. Banyak orang menerima undangan untuk percaya kepada Yesus, tapi gagal untuk menanggalkan pakaian lama dan mengenakan pakaian Kerajaan Allah, banyak orang yang percaya kepada Yesus masih hidup dengan cara hidup dan pola pikir yang lama yang tidak sesuai dengan Firman Allah dan tidak hidup dalam ketaatan. Tidak sungguh-sungguh. Tidak serius! (bdk. Mat.22:11-14; Why. 3:18).

Jadi dalam nas ini ada dua pelajaran penting yang perlu kita perhatikan, ketika Tuhan mengundang Anda: soal kesungguhan, keseriusan kita dalam hal hidup keagamaan kita. Bahwa soal kesibukan janganlah sampai menggantikan hal-hal yang paling prinsip dalam hidup kita. Sedangkan yang berikutnya: bahwa soal hidup dalam kebenaran haruslah selalu diutamakan. Jangan dikesampingkan, Kita telah dikasihi oleh Allah melalui korban Kristus. Kita telah dianggap berharga dan telah diundang dalam sukacita sorgawi hanya semata oleh kasih Allah. Janganlah sampai kita sia-siakan atau mengabaikannya! Saudara, saat ini Tuhan mengundang kita untuk datang dan menikmati persekutuan bersama-Nya. Apakah Anda menyambut dan menerimanya dengan serius dan penuh sukacita? AMIN.

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Jumat, 20 November 2015

DI DEPAN PINTU GERBANG SORGA




(Matius 25:31-46)

Di hari penghakiman nanti (seperti yang dipaparkan oleh Yesus sendiri), ini yang akan terjadi. Ketika Yesus datang untuk kedua kali sebagai raja, semua manusia akan dihakimi di hadapanNya. Semua manusia ditetapkan dan ditempatkan seperti antara kelompok kambing dan domba. Ada yang ditempatkan di sebelah kanan (domba), ada yang di sebelah kiri (kambing). Sepanjang yang bisa kita pahami, yang ditempatkan di sebelah kanan (domba) tentu adalah calon penghuni sorga. Sedang yang di sebelah kiri (kambing) tentu para calon penghuni neraka!

Saudara, pertama-tama, tentu kita pengin tahu, apa sih yang menjadi kriteria pengelompokannya? Sehingga ada kelompok domba dan kelompok kambing? Nah, ini! Dari apa yang mereka perbuat kepada sesama! Tindakan sederhana, tetapi riil dan tepat guna! Perhatikan apa yang Yesus tegaskan: “…..sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Sungguh di luar dugaan. Tidak seperti yang kita perkirakan. Kita kira hal-hal spektakuler dan luar biasa yang menjadi penilaian.

Kita kira bahwa yang ditanyakan adalah tentang bagaimana bentuk ibadah kita. Atau keaktivan persekutuan doa kita. Atau berapa kali Anda membaca Alkitab tiap hari. Atau mungkin seberapa gigih Anda membela Tuhan atas nama baju kumal agama. Atau berapa banyak orang-orang yang Anda anggap kafir telah disingkirkan untuk membela kesucian Tuhan? Ternyata tidak! Ternyata berbeda dari kebanyakan yang kita perkirakan. Ternyata hal-hal yang sederhana saja. Saking sederhananya, bahkan kedua kelompok tersebut, baik kelompok domba maupun kambing tanpa mereka sadari bahwa mereka telah berbuat maupun telah tidak berbuat!  Astaga! Hanya tindakan kecil dan sederhana saja rupanya.  Berbagi sepotong baju bekas bagi yang tak berpunya, rasanya rata-rata kita mampu saja melakukannya.

Berbagi kasih sepiring nasi sop plus segelas Aqua, sebenarnya bukanlah hal yang terlalu luar biasa. Kalau hanya sepotong baju, segelas air, memberi tumpangan, mengunjungi yang sakit, atau kunjungan kepada yang terpenjara, rasa-rasanya bukankah terlalu sederhana bila dibandingkan dengan kemuliaan sorga yang tiada tara? Hanya masalahnya, kenapa sih yang sederhana itu pun terlalu sulit untuk dilakukan? Padahal, bukankah itu yang justru menentukan? Nah di sinilah persoalannya. Justru inilah yang menentukan pengelompokkannya, entah digolongkan pada kelompok domba atau pun pada kelompok kambing!

 Lalu apa saja sih sifat-sifat positif yang mencirikannya sehingga ditempatkan menjadi kelompok domba (yang baik) dan sifat-sifat negatif yang mencirikannya sehingga ditempatkan pada kelompok kambing (yang tidak baik/jahat)? Menurut penelitian yang dilakukan berdasarkan pengalaman para gembala yang ada di belahan bumi Palestina dan sekitarnya telah mempelajari sifat fenotif (gambaran luar) dan genotif (karakter) dari kedua jenis binatang tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan empat perbedaan mendasar seperti berikut ini:

Kelompok Domba

Pertama: Pada umumnya Domba berwarna putih keemasan. Warna keemasan domba menunjukkan atau melambangkan kepada sesuatu yang terang dan sukacita. Warna itu menunjukkan bahwa domba memiliki warna yang mewakili apa yang dikenal manusia sebagai gambaran hal yang lebih positif (bersih/terang, mulia dll). 

Kedua: Domba memiliki karakter yang jinak. Pada masa musim mencukur bulu domba tiba, domba tidak perlu diikat karena mereka sangat penurut dan percaya akan apa yang dikerjakan pencukur terhadap domba-domba. Karakter domba ternyata terwakili dari berkatnya, domba dengan bulunya yang tebal dan disaat masa cukur tiba, domba-domba menurut saja untuk dicukur. Artinya karakter dan keperluan domba itu sudah dibentuk atau terbentuk sedemikian rupa (genotif).

Ketiga: Kebiasaan domba suka mengelompok dalam satu kawanan (bisa berkawan). Makan rumput bersama, minum air bersama. Diwaktu malam, domba juga tidur berkumpul bersama saling menghangatkan, saling berbagi kehangatan. Di dalam kandang domba akan cendrung berkumpul dan bergerombol dan memilih tempat yang terbuka, hal ini dimungkinkan karena sifat yang suka berkawan juga karena memiliki bulu yang tebal sehingga tahan dingin.

Keempat: Domba mudah diatur dan mau diatur. Mendengar dan selalu patuh pada tuntunan sang gembalanya. Ketika suara gembalanya memberikan kode dengan teriakan, para domba dengan segera mengambil perhatian dan mengikuti perintah pengembala. Bila dituntun ke Barat, semua bersama-sama ke Barat. Bila dituntun ke Timur, ya semua ke Timur. Walau memang ada juga dua tiga ekor yang kesasar sendiri hingga terjatuh ke jurang (itu pengecualian)!

Di samping itu, domba memiliki sesuatu yang berharga dalam dirinya yang dapat ia persembahkan bagi orang lain. Bulu wolnya yang mahal, susu, bahkan dirinya sendiri rela dipersembahkan bagi orang lain. Bahkan yang tidak kalah berharga, yaitu rasa emosional para pengembala lebih nyaman terhadap domba-dombanya dibandingkan kambing yang cenderung liar. Domba memiliki karakter rela berkorban demi sempurnanya setiap pesta yang diadakan (ingat contoh ketika seorang ayah menyambut kedatangan anak bungsunya yang terhilang dengan pesta). Bukan kambing yang jadi korban, tetapi domba! Pokoknya domba itu melambangkan kesucian, kerelaan berkorban dan keperdulian. Seperti yang Yesus lakukan, mengorbankan diriNya bagi tebusan dosa umat manusia.

Kelompok Kambing.

Pertama:  Nah, ini berbeda. Kambing pada umumnya berwarna hitam dan coklat. Warna coklat dan hitam biasanya difahami oleh manusia cenderung sebagai gambaran suasana kehidupan yang kelam, hitam, kedukaan, kejahatan dst.

Kedua: Kambing cenderung membangkang sulit diatur. Kambing tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.  Dia akan selalu melompat pagar untuk mencari makanan yang menurutnya lebih enak. Manusia yang meniru sifat kambing tentunya akan menunjukkan banyak kegelapan dari tingkah lakunya, perbuatan untuk kepentingan diri sendiri, juga ego dan tidak jujur serta ingin menang sendiri. Sifat ini adalah sifat yang bertentangan dengan rencana Allah kepada manusia. Bagaimana orang semacam ini dapat mengasihi orang lain? 

Ketiga: Kambing lebih sukanya sendiri-sendiri. Tidak suka mengelompok (bersama-sama). Tok pun mengelompok juga, yang sering terjadi adalah saling menanduk. Saling merasa kuat, saling merasa berkuasa, saling merasa berhak, saling merasa berkepentingan. Bukan saling perduli, berbagi dan memperhatikan.

Keempat: Kambing kalau merumput suka berpindah-pindah. Suka pindah sana pindah sini dan serabutan serta cenderung sibuk tidak menentu. Ya, itulah kelompoknya kambing. Di samping itu, kambing lebih banyak mengembik ketimbang diam. Dan kalau mengembik, suaranya bernada mengejek, meremehkan, dan terkesan angkuh. Padahal domba walau tiap hari pakai woll, embiknya biasa-biasa saja. Tetap rendah hati. Tidak sombong.

Di depan pintu gerbang sorga…..

ketika semua manusia (termasuk Anda dan saya) menghadap takhta pengadilanNya….Apakah Anda dan saya termasuk kelompok yang mana? Kelompok kambing atau domba? Sebagai orang beriman, tentu kita semua rindu untuk ditempatkan dan ditetapkan pada kelompok domba. Bukan kelompok kambing! Hanya persoalannya, apakah karakter domba adalah karakter hidup kita? Jika ya, maka ini yang akan nampak jelas, dia akan menemukan Tuhan pada diri sesamanya manusia.  Dia akan melakukan sesuatu, berbuat sesuatu seolah berbuat untuk Tuhan sendiri secara alami. tanpa ia sadari. Bukan dibuat-buat, atau sengaja berbuat, atau pura-pura berbuat. Tetapi memang sungguh-sungguh berbuat untuk memanusiakan sesamanya. Namun tidak pernah merasa berbuat.  Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Selasa, 20 Oktober 2015

TAHU BERTERIMAKASIH



Lukas 17:11-19

Adalah sepuluh orang kusta seperti yang diceriterakan dalam nas ini. Tentulah mereka adalah orang-orang yang sangat menderita. Ya, tentu saja karena penderitaan itu bukan hanya sekedar penderitaan secara tubuh. Secara fisik. Tetapi juga secara hukum Agama dan hukum sosial. Menurut apa yang difahami secara hukum agama (dalam hal ini Agama Yahudi), bahwa penyakit kusta dianggap suatu penyakit najis, kutukan dari Tuhan. Jadi dapat anda bayangkan, apa artinya bila seseorang terserang penyakit kusta. Karenanya tidak heran bila hukum agama melarang mereka untuk dapat bersama-sama berada di Bait Allah memuji Tuhan! Orang najis dinyatakan tidak layak membawa kenajisannya berbaur dengan orang-orang normal dan dianggap suci.

Tidak hanya sampai disitu, secara hukum sosial pun tidak kurang derita yang mereka rasa. Jarak mereka telah ditentukan bila berpapasan dengan orang atau masyarakat normal. Bila berpapasan, si kusta tersebut harus menutup mukanya, dan dengan suara lantang mengucapkan kalimat pemberitahuan: “Najis….najis….!” Siapa saja yang berpapasan diberitahu bahwa disekitar mereka ada orang najis! Itu aturan yang diwajibkan. Berpenyakit kusta, oh malangnya. Sudah menderita secara tubuh, ditambah lagi penderitaan secara aturan agama dan sosial! Sepertinya mereka tak memiliki pengharapan lagi. Namun ketika mereka berjumpa dengan Yesus, situasinya jadi berbeda. Pengharapan mereka tak sia-sia.

Ketika mereka memohon pengasihan dari Yesus, kesembuhan total mereka terima. Baik kusta secara tubuh, maupun penyakit kusta dalam arti yang rohani yaitu dosa. KasihNya tidak terbatas. Bagi siapa saja yang percaya padaNya. Siapa pun yang berpengharapan kepada Yesus, sejarah membuktikan bahwa pengharapan padaNya tidak pernah sia-sia. Kuasa Yesus memang luar biasa. Tak ada yang dapat menandinginya. Nama Yesus adalah nama di atas segala nama yang ada. Nama yang berkuasa baik di bumi mau pun di sorga. Karena memang Dia-lah Allah Yang Berkuasa. Allah yang hadir dalam kenyataan kancah pergumulan manusia!

Persoalannya sekarang, bukanlah pada Yesus yang memang tak terbantahkan. Tetapi pada sikap manusia-manusia yang telah mendapatkan pengasihan Yesus. Anugerah Yesus. Sebagai manusia rata-rata kita mengalami atau menghadapi masalah dalam kehidupan. Baik masalah-masalah jasmani maupun rohani. Aneka persoalan dunia maupun soal doa. Rata-rata kita juga sama-sama berjuang untuk mengatasinya, sadar atau tidak Yesus-lah jawabannya! Lalu setelah mendapatkan jawabannya? Adakah yang berterimakasih kepada Dia yang mengaruniakannya? Nah, disinilah persoalannya! Di sinilah bedanya!

Melalui cerita sepuluh orang kusta dalam nas ini, saya mengajak kita semua untuk menangkap makna pembelajaran berharga, yang sekiranya menjadi berkat bagi kita semua. Diceritakan dalam nas ini, ketika sepuluh orang kusta ini memohon pengasihan Yesus meminta kesembuhan, Yesus tidak langsung mengabulkan permohonan mereka. Semacam ada masa selang. Bahkan Yesus justru memberikan perintah kepada mereka “perlihatkanlah dirimu kepada imam”. Secara normal, bukankah semestinya Yesus memberikan jawaban “Saya akan menyembuhkan engkau?” sambil menjamah mereka yang sedang menderita? Tapi malah diberikan perintah yang kelihatan agak tidak masuk akal.

Yang diminta adalah kesembuhan, tetapi jawaban yang mereka terima adalah sebuah perintah yang harus dilaksanakan! Mereka harus berjalan menuju kepada imam sebagai syarat agama untuk dinyatakan tahir atau tidaknya penyakit kusta mereka. Apa yang menarik di sini? Nah ini! Yesus mau, supaya setiap orang yang meminta pertolonganNya, maka sebelumnya mereka harus memiliki tindakan iman. Suatu tindakan iman nyata melalui pemenuhan sikap yang taat akan aturan agama. Taat akan syarat-syarat agama. Yesus mengajarkan kita untuk taat akan aturan agama yang berlaku.

Melalui perintahNya kepada sepuluh orang kusta tersebut, sekaligus Yesus secara tersirat memberikan pembelajaran kepada mereka, bahwa mereka seharusnya tidak hanya mau mendapatkan kesembuhan dari penyakit mereka secara fisik. Tetapi yang jauh itu, agar mereka pertama-tama harus mementingkan kesembuhan dari penyakit “kusta rohani” mereka. Ini penting! Karena apalah artinya orang mendapatkan kesembuhan secara fisik, tetapi penyakit rohaninya tetap tidak mengalami kesembuhan?

Di sisi lain kita juga perlu belajar dari kesepuluh orang kusta ini. Mereka memang luar biasa. Tanpa complain mereka melaksanakan perintah Yesus. Mereka memiliki tindakan iman yang luar biasa. Mereka pergi bergerak mendapatkan imam untuk memperlihatkan diri mereka sesuai dengan perintah Yesus! Bagaimana dengan kebanyakan dari kita? Adakah yang memiliki tindakan iman yang luar biasa pada Yesus ketika menghadapi masalah kehidupan seperti kesepuluh orang kusta tersebut untuk mendapatkan jawaban? Atau hanya tahunya meminta…meminta… dan meminta kepada Tuhan ?! Tanpa ada tindakan iman dan tanpa ada rasa berkewajiban untuk memenuhi dan melaksakana aturan beragama seperti yang ditetapkan?

Dari keseluruhan cerita dalam nas ini, ada satu hal mendasar yang membedakan mereka. Tentang apa? Nah ini. Hanya satu orang di antara mereka yang kembali berterima kasih kepada Yesus. Padahal yang seorang ini disebutkan adalah orang Samaria, yang bagi orang Yahudi adalah orang Kafir. Sedangkan yang Sembilan orang lainnya? Rupanya mereka, ibarat pepatah “kacang lupa akan kulitnya”. Padahal mereka dipastikan adalah orang Yahudi, orang yang dianggap lebih baik dari orang Samaria dalam kesalehan beragama tentu saja! Berterimakasih, kelihatannya hal sepele. Tapi mengandung makna yang sangat dalam. Berterimakasih artinya menghargai dan hormat kepada siapa orang yang telah berbuat kebaikan.

Saudara, sadarkah kita bahwa banyak hal yang telah Allah perbuat bagi kita? Adalah dalam seluruh hidup kita mengungkapkan sikap yang berterimakasih padaNya? Bagaimana dengan Ibadah kita kita? Doa kita? Ketaatan kita? Cara bersyukur kita? Adakah semuanya menggambarkan sikap berterimakasih? Sebagai ungkapan penghargaan yang dalam dan rasa hormat kita kepadaNya yang telah melimpahkan anugerah dan berkatnya bagi hidup kita? Amin!

SATU WAJAH DUA RUPA


Efesus 4:17-32

Pernahkah saudara berpikir, apa dan bagaimana sih makhluk yang bernama “manusia” itu? Dan apa perbedaannya dengan makhluk yang lain? Oh, pasti rata-rata kita dengan mudah memberikan jawaban! Karena memang terang bagai siang, manusia jelas berbeda dari kucing, buaya, ular, burung, kuda, serigala, atau singa umpama. Manusia memiliki akal budi, sedangkan makhluk lain tidak! Manusia tentu memiliki tatakrama, sedangkan makhluk lain tidak! Lalu dalam kehidupan komunitas atau sosial? Oh, manusia memiliki tata aturan, norma-norma moral-etis jadi patokan, sedangkan makhluk lain? Paling-paling hanya hukum rimba yang berlaku. Tidak lebih dan tidak kurang.

Lalu yang sangat prinsip, manusia mengenal Tuhan alias ber-Tuhan, sedangkan makhluk lain tidak! Inilah yang menjadikan makhluk bernama “manusia” itu lebih mulia dari makluk yang lain. Ya, seharusnya demikian. Karena manusia bukan hewan. Tetapi maaf..... benarkah bahwa makhluk yang bernama “manusia” itu lebih mulia dari makhluk lainnya? Kisah nyata berikut ini perlu untuk kita renungkan. Kisah nyata yang melatarbelakangi lukisan "Perjamuan Terakhir" Yesus dan murid-murid. Leonardo da Vinci, sang pelukisnya ternyata membutuhkan waktu bertahun-tahun(katanya) untuk menyelesaikan mahakaryanya itu. Bagi da Vinci, tak sulit menemukan model untuk melukis wajah para murid ... Akan tetapi, untuk menemukan model untuk melukis gambar diri Yesus .. hmmm ... bukan perkara mudah!

Lama da Vinci mencari, akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bernama Pietri Bandinelli , " Ini dia model Yesus .. cocok !" pikirnya. Namun, ada satu model lagi yang harus dia temukan untuk menyelesaikan lukisannya itu dan ini tampaknya jauh lebih sulit ditemukan dibanding model bagi gambar Yesus … Yups, benar sekali. da Vinci kesulitan untuk menemukan model wajah Yudas Iskariot! Dicari kemana-mana model buat Yudas, tapi hasilnya nol besar. Sampai satu ketika ... da Vinci berjalan-jalan untuk mencari inspirasi. Ia pergi ke tempat-tempat kumuh, bahkan hingga ke penjara di Milan untuk mencari model 'Yudas'.

Setelah beberapa jam mencari, ia menemukan wajah yang cocok. Da Vinci bertemu dengan satu orang yang menurutnya orang ini mampu memberikan gambaran tentang karakter Yudas yang tentunya sangat berbeda sama sekali dengan karakter murid-murid, apalagi karakter Yesus. Matanya mencerminkan kelicikan dan keputus-asaan. Wajahnya keras. Dan Vinci memintanya menjadi model 'Yudas', dan orang itu menyanggupinya. Akhirnya proses penyelesaian lukisan "Perjamuan Terakhir" pun dilanjutkan. Da Vinci bekerja dengan tergesa-gesa selama beberapa hari hingga kemudian ia menyadari perubahan yang terjadi pada orang yang menjadi modelnya. Wajahnya mulai tegang dan matanya memancarkan horor.

Merasa terganggu, da Vinci menghentikan kegiatannya dan bertanya, “Apa yang membuatmu begitu terganggu?” Sang pria yang menjadi model “Yudas” itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis tersedu-sedu. Setelah beberapa saat ia menjawab dengan nada suara agak berat, “Tidakkah bapak mengingat saya? Saya Pietri Bandinelli ... dulu saya menjadi model bagi wajah Yesus. Bertahun-tahun yang lalu saya ada di studio ini. Sayalah sang Yesus di lukisan bapak…” Saudara, bukankah apa yang dialami oleh Bandinelli juga merupakan tantangan terbesar kita sebagai orang percaya dalam menjalankan kehidupan ini? Dalam beberapa waktu seseorang bisa menjadi "mirip Kristus", namun seiring dengan perjalanan kehidupan yang semakin berat ... bukankah sering juga terjadi seseorang berubah drastis menjadi lebih "mirip Yudas” ?!

Oh, “manusia”…. bukankah katanya ia mempunyai akal budi dan mestinya tau memilih apa yang baik dan buruk, benar dan salah? Bahkan (seharusnya) tahu persis soal mana yang kutuk mana yang berkat?! Hanya sayang, dalam kenyataanya banyak juga kasus kehidupan memperlihatkan bahwa manusia sering salah pilih, salah jalan! Apa umpama? Nah ini, saudara pasti tahu bahwa spiritus bukan untuk diminum, tapi malah banyak juga manusia yang sengaja meminumnya untuk aplosan! Anda juga pasti tahu bahwa obat antalgin boleh diminum dalam dosis tertentu sesuai aturan. Tapi bila dimunum 20 biji sekaligus dicampur Extra Jos tentu bisa mampus. Tapi banyak juga yang melakukannya dengan sengaja! Entah oleh yang muda atau tua, oleh yang berpendidikan atau bukan. Ada apa sih dengan makhluk yang bernama “Manusia” ini yang katanya makhluk mulia?

Masih tentang makhluk yang bernama “manusia”. Bukankah semestinya ia punya perasaan, peka terhadap keadaan, lingkungan, dan sesama? Tapi ironisnya justru sering mati rasa, malah melukai perasaan, saling menjatuhkan, merampas milik orang lain, bahkan kayak Dracula haus darah membantai sesamanya atas nama alasan dan tujuan segala?! Celakanya malah ada yang mengatasnamakan Tuhan dan Agama? Manusia oh manusia.....ckckckckckck..... Ada apa sih sebenarnya tentang makhluk yang bernama “manusia” ?!

Saudara, bila dicermati lebih teliti berdasarkan firman kebenaran, bahwa dalam diri makhluk yang bernama “manusia” itu memiliki dua kekuatan metacentrum yang sangat mempengaruhi pikiran, perkataan, tingkah laku, dan perbuatannya. Kekuatan macam apa itu? Nah ini. Kekuatan “manusia lama” dan kekuatan “manusia baru”. Kekuatan tersebut bisa membawanya kea arah yang buruk dan ke arah yang baik. Ke arah yang negatif dan ke arah yang positif. Itu berlaku bagi semua manusia, termasuk Anda dan saya. Mana yang lebih dominan dalam diri Anda dan saya?

Konsep “manusia lama” dan “manusia baru” merupakan salah satu tema penting dalam teologi Paulus. Secara cermat kita dapat melihat betapa Paulus mengingatkan pentingnya kita untuk mewaspadai sedari dini cara-cara hidup yang tidak berkenan pada Allah itu. Penting bagi kita untuk menyelidiki dalam kehidupan kita, apakah cara hidup kita sudah berkenan kepada Allah? Mengapa hal ini dianggap penting? Ya, tentu saja bila kita merasa bahwa kita adalah “manusia”, bukan makhluk yang lain. Roh Kudus telah berkarya membaharui akal budi orang percaya secara terus-menerus; pembaharuan akal budi menghasilkan praksis yang benar.

Thomas Schreiner pernah mengatakan bahwa orang percaya dimampukan untuk melepaskan “manusia lama” dalam dirinya, yaitu natur Adam yang pertama, yang telah mati melalui kematian Adam kedua di kayu salib; demikian juga orang percaya dimampukan untuk mengenakan “manusia baru”, Adam kedua, melalui kebangkitan Kristus. Dan oh, ya….mumpung tidak lupa memberitahukan, bahwa “manusia lama” kita telah turut disalibkan, agar jangan lagi kita menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6). Kita adalah anak-anak Tuhan, identitas kita harus jelas! Kita adalah adalah anak-anak Tuhan, orang beriman! Bukan makhluk yang lain atau hewan! Dan identitas kita selaku anak-anak Allah adalah mengenakan Kristus, berpikir, bersikap dan bertindak seperti Kristus! (Bdk.Gal.3:27; Flp.2:1-11). Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

DOAKU KOQ NDA DIJAWAB-JAWAB SAMA TUHAN SIH?


Efesus 3:14-21

Tentang doa. Ada bermacam ragam pendapat orang tentang doa. Beraneka ragam pengalaman orang tentang doa. Ada yang berpendapat, Tuhan itu kan Maha Tahu, ngapain kita harus repot-repot meminta padaNya? Harus berdoa segala? Jadi tak perlu berdoa. Oh, ya…..?! Ada juga yang merasa kecewa, habis doanya katanya nda pernah dijawab-jawab sama Tuhan. Meminta supaya dapat momongan, eh bertahun-tahun koq nda dikabulkan Tuhan?

Bukan Cuma itu. Bukan Cuma terjadi pada orang awam. Tetapi malah terjadi pada para Hamba Tuhan. Seorang Hamba Tuhan pernah mengungkapkan perasaanya, meminta pemikiran kepada para Hamba Tuhan lainnya. Apa yang terjadi padanya tentang doa? Nah ini, Hamba Tuhan ini merasa berdosa. Apa pasalnya? Betapa tidak! Habis katanya, sering warga jemaat meminta padanya supaya medoakan keluarga mereka yang sudah lama sakit diopname, bahkan ada yang bertahun-tahun. Mereka meminta kepada Hamba Tuhan ini supaya diadakan doa penyerahan. Supaya orang yang mereka kasihi itu tidak terlalu lama menanggung derita.

Lalu setelah didoakan? Eh, tak lama…..yang sakit itu lalu berpulang meninggalkan dunia fana. Dan itu bukan hanya terjadi sekali dua kali. Tetapi banyak kali. Banyak sudah terjadi. Tetapi kata Hamba Tuhan ini, bila ada warga jemaat yang meminta didoakan supaya keluarga mereka disembuhkan? Eh, sepertinya Tuhan berlambat-lambat memberikan pertolongan? “Ada apa sih dengan saya? Apakah saya ini Hamba Tuhan spesialis pendoa untuk kematian?” Demikian pergumulannya sebagai Hamba Tuhan tentang doa. Karenanya ia meminta saran pendapat dari sesama Hamba Tuhan lainnya.

Nah, beda pula dengan pengalaman para hamba Tuhan lainnya. Ada hamba Tuhan yang bersaksi bahwa doanya “selalu” didengarkan Tuhan. Mendoakan jemaat yang brangkut, pasti sukses. Mendoakan yang sakit, nah sembuh! Mendoakan yang sulit dapat jodoh woow… pasti dapat jodoh. Ya, pokoknya serba didengar Tuhan. Ya, doa sepertinya lampu Aladin yang siap digosok, maka segera terjadilah. Kurang lebih demikian. Makanya tidak heran, ia diburu oleh warga jemaat untuk minta didoakan. Bahkan ada warga jemaat yang rela pindah gereja demi untuk mendapatkan jawaban doa. Dari para Hamba Tuhan yang katanya mujarab doanya. Ckckckckck…….Entahlah……

Doa….oh, kita memang tidak boleh meremehkan arti sebuah doa. Memang ada kuasa di dalamnya. Hanya masalahnya, seperti bak pepatah “manusia hanya bisa berencana, Tuhanlah yang menentukannya.” Ya, Tuhanlah yang menentukan segalanya. Bukan hebatnya doa kita. Apakah doa itu hanya milik segelintir orang? Milik para Hamba Tuhan tertentu dengan label “hanya bagi para Hamba Tuhan yang dipakai Tuhan?” Oh, saudara, tak ada ayatnya mengatakan demikian. Doa itu adalah nafas hidup orang percaya. Hak semua kita. Bukan klaim orang-orang tertentu! Apakah jawaban doa itu hanya berlaku bagi orang dengan level “orang benar” saja? Oh, kalau itu saudara, ada contohnya dalam Alkitab. Karena ketika dua orang sama-sama berdoa di Bait Allah, orang Farisi yang taat Agama dan seorang pendosa, ternyata doa seorang pendosa dijawab Allah juga.

Mungkin banyak orang semakin penasaran tentang doa. Dan mungkin semakin banyak pula ungkapan, “doaku koq nda dijawab-jawab sama Tuhan sih?” Oh ya? Saudara, sebelum lebih jauh kita berperkara tentang masalah doa, ada baiknya kita merenung dalam tentang satu hal ini. Apa sih yang Anda minta selama ini dalam doa Anda? Segala kebutuhan duniawi Anda semata? Ya, berdoa untuk si “Aku” anda saja? Pernahkah Anda mendoakan orang lain? Mendoakan Pendeta Anda? Majelis Anda? Atau mendoakan warga jemaat lainnya dalam doa Anda? Atau hanya kritik melulu untuk yang diluar Anda?

Persoalan kruasial tentang doa. Sadarkah Anda siapa sih Tuhan sang pemilik dan penjawab doa itu bagi Anda? Sadarkah Anda apakah Anda sudah punya hubungan baik dengan Dia sehingga Anda sungguh-sungguh kuat, RohNya benar-benar sudah mendiami hati Anda? Apakah Anda telah berurat berakar, Dia sang pemilik dan penjawab doa itu (Kristus), dan apakah hidup Anda benar-benar berdasar pada pola kasih Dia (Kristus) sang pemilik dan penjawab doa yang absolut itu? (bdk.ay.16-17).

Apakah selama ini Anda hanya berdoa untuk perkara-perkara jasmani yang sementara sifatnya, tetapi tak pernah sekali pun berdoa untuk perkara tingkat rohani “supaya kamu bersama-sama dengan orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya Kasih kristus, dan dapat mengenal kasih itu…..?” (bdk. ay.18). Mengenalnya saja Anda tak seberapa, koq maksa-maksa Dia (Kristus) untuk memenuhi selera jasmani kita? Ya, disinilah titik persoalannya! Bila hanya tahunya meminta, tetapi tak tahu isi yang diminta. Di sinilah kendalanya, bila hanya tahu meminta, tetapi tidak memiliki hubungan baik kepada Dia (Kristus) yang diminta! Di sinilah sulitnya, bila hanya tahu memainkan doa, tapi tak pernah berusaha tahu “aturan main” sebuah doa!

Apakah selama ini doa Anda nda dijawab-jawab sama Tuhan? Oh, saudara…Sebelum terburu-buru berkesimpulan tentang sifat Tuhan yang tak mungkin terselami oleh pikiran Anda yang terbatas, ada baiknya ini yang Anda lakukan. Sudahkah Anda terlebih dahulu mendoakan orang lain yang di luar diri Anda? Pendeta Anda, Majelis Anda atau orang lain supaya kehidupan mereka menjadi semakin baik? Sebelum Anda meminta, apakah Anda sudah memiliki hubungan baik dengan Dia, berurat berakar, RohNya mendiami hati Anda, dan gaya hidup kasih Dia menjadi gaya hidup Anda juga? Dan harap Anda sadari juga bahwa pemilik jawaban Doa bukanlah Anda, tetapi Dia….Sudahkah Anda mengikuti aturan mainnya? Bila belum, ya wajar saja….ibaratkan bila Anda hanya maunya bermain sesuka selera, tetapi permainan secara salah, karena aturan mainnya tidak kita fahami secara betul! Amin!

Jumat, 02 Oktober 2015

DIBENCI KARENA KRISTUS


(Yohanes 15:18-27)

Pada umumnya, seseorang itu menjadi dibenci tentulah karena beberapa faktor seperti berikut ini. Pertama, faktor internal; kedua, faktor ekstrernal; ketiga, faktor khusus. Faktor internal, yaitu seseorang dibenci karena sesuatu yang berasal dari dalam, dari diri orang yang bersangkutan. Ini bisa terjadi karena ucapannya yang buruk; bisa juga karena kepribadian alias perangai yang buruk. Hampir tidak ada orang yang senang dengan seseorang yang suka memfitnah orang lain. Yang bila bicara selalu banyak melukai hati orang. Tentu ia akan dibenci kebanyakan orang. Tidak ada pula orang yang suka dengan seseorang yang bila bicara hanya manis dimuka, tetapi menjadi musuh di belakang.

Lalu soal kepribadian? Nah, hampir tidak ada orang yang suka dengan seorang penipu, yang tidak jujur, yang kerjanya hanya merugikan orang lain. Mana ada juga orang yang senang dengan seorang pengkhianat. Seorang yang tidak setia alias ingkar janji. Tidak konsisten dengan ucapan. Hari ini begini, besok begitu. Di depan begini, di belakang begitu. Seseorang yang plin-plan melanggar kesepakatan. Demikian pun hampir tidak orang ada yang yang senang dengan seseorang yang sombong, bicaranya saja serba tinggi-tinggi dan sok tahu, pilih kasih dan bersikap meremehkan orang lain.

Di samping faktor pertama, faktor internal, seperti yang disebutkan tadi ada juga faktor lain yaitu faktor kedua, faktor eksternal orang bisa dibenci. Faktor ekstrernal yaitu faktor yang berasal dari luar, dari orang lain. Dia memang baik, ucapanya memang baik. Orangnya konsisten, setia, tulus, dan pemurah. Bahkan mungkin pengorbannya luar biasa bagi orang lain, bagi gereja dan masyarakat. Tapi kenapa ia tidak disukai? Kenapa ia dibenci? Yang pasti, bila lebih jauh diteliti, maka biasanya ia dibenci karena dua alasan. Karena yang dari luar dirinya merasa terganggu dengan kebaikannya. Maka yang pertama, iri hati adalah biangnya. Dan kedua, rasa kalah saingan penyebabnya. Tiada lain dan tiada bukan.

Sekarang orang yang dibenci karena faktor yang ketiga, yang disebut faktor khusus. Tentu saja ini sangat bertolak belakang dari faktor pertama. Ada kemiripan memang dengan faktor kedua, tetapi tidak sama. Serupa tapi tidak sama istilahnya. Mereka memang orang benar. Orang baik. Bahkan lebih dari itu. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Yesus! Meneladani hidup Yesus. Melaksanakan perintah Yesus! Lalu kenapa mereka harus dibenci? Ada apa sih tentang Yesus sehingga Ia dibenci? Nah, inilah kekhususannya! Sejarah memperlihatkan bahwa Yesus itu dibenci. Dan siapa pun yang mau sungguh-sungguh menjadi muridNya juga pasti dibenci. Tentang hal ini, Yesus sendiri menegaskan: “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.” (ay.18).

Kenapa dunia membenci Yesus? Yang pasti adalah ini. Karena Yesus bukan dari dunia ini. Bukan berasal dari kegelapan. Tetapi dari atas, dari terang. Sebab itu Yesus tidak pernah kompromi dengan dosa! Setiap kemunafikan dunia ini ditelanjangiNya. Segala bentuk usaha dunia yang menghalalkan segala cara blak-blakan ditegorNya! Segala bentuk ketamakan, kesombongan, ketidakadilan, serta sikap ketidakperdulian kepada sesama manusia, terang-terangan ditelanjangiNya. Karena itu dunia sangat membenciNya. Karena memang terang tidak akan pernah menyatu dengan kegelapan! (ay. 19).

Demikian pun para pengikutNya. Walau mereka berada dalam dunia, tapi mereka bukan dari dunia, cara hidup mereka tentu tidak sama dengan dunia. Orang beriman sejati pada Yesus tidak pernah berkompromi dengan patokan orang fasik. Firman Tuhan menegaskan: “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”. (Yak. 4:4).

Saudara, melalu nas ini Yesus menguatkan para murid agar mereka tetap konsisten menjalani hidup sebagaimana yang Allah kehendaki. Hidup sebagai pengikutNya yang setia, toh pun menghadapi berbagai bentuk aniaya. “Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena namaKu, sebab mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku”. (ay. 21). Istilah ‘karena namaKu’ seperti yang diungkapkan Yesus menunjukkan bahwa penganiayaan yang terjadi bukan karena kita sebagai pengikutNya berbuat dosa, tetapi justru karena kita mentaati Tuhan atau karena kita bersaksi memberitakan Injil Firman Tuhan.

Nilai-nilai, standar-standar dan tujuan orang percaya bertentangan dengan cara-cara yang tidak benar dari masyarakat yang bobrok, tetapi selalu berdasarkan patokan dan selalu mengarah pada "perkara yang di atas, bukan yang di bumi" (Kol 3:2). Charles Haddon Spurgeon pernah mengatakan: “The world is not your friend. If you are, then you are not God’s friend, for he who is the friend of the world is the enemy of God” (= Dunia bukanlah sahabatmu. Jika dunia adalah sahabatmu, maka engkau bukanlah sahabat Allah, karena ia yang adalah sahabat dunia adalah musuh Allah).

Orang percaya yang sejati harus sadar bahwa dunia ini, termasuk semua organisasi keagamaan dan gereja yang palsu akan selalu menentang Allah dan prinsip-prinsip kerajaan-Nya. Dunia akan tetap merupakan musuh dan penganiaya orang percaya yang setia hingga akhir zaman. Prinsif orang beriman sejati harus jelas! Lebih baik menderita karena kebenaran, dari pada berbahagia berujung kebinasaan! Teruslah berkarya bagi kemuliaan nama Tuhan. Selamat menghayati Hari Perjamuan Kudus Sedunia/PII. Amin!
 
(Pdt.Kristius Unting, M.Div)