Renungan GKE

Jumat, 16 Januari 2015

BERHATI-HATILAH DENGAN TELUNJUKMU !

 Matius 7:1-5

"Pada saat mengarahkan telunjuk pada orang lain, sadarilah bahwa pada saat yang bersamaan masih ada tiga bahkan empat jari tangan yang mengarah ke dalam diri kita sendiri.”

Terkadang kita sering mengucap kata-kata yang tak perlu dan tak pantas ketika mengungkapkan perasaan. Terlebih tentang orang lain.  Dalam menilai orang lain, seringkali seseorang menempatkan dirinya pada tempat yang salah, tempat yang bukan miliknya. Kadangkala kita terlalu cepat menilai sesuatu tanpa mengetahui alasan orang lain dalam melakukan sesuatu.

Tidak jarang kita sebagai manusia melihat kuman di seberang lautan, tetapi tak mampu melihat gajah di pelupuk mata sendiri. Kesalahan, keburukan dan kebodohan orang lain terkadang menjadi hal yang sangat besar di mata kita, padahal mungkin tanpa sadar keburukan, kesalahan, dan kebodohan kita sendiri sebenarnya ternyata lebih besar dari apa yang kita tuduhkan kepada orang lain.

Ketika kita begitu gamblang dan yakin untuk mengungkapkan segala kekurangan orang lain, sadarilah, jangan-jangan kita lupa bahwa sebenarnya kekurangan kita sendiri jauh lebih besar ketimbang orang lain. Karenanya sikap dan perasaan harus seimbang, jangan berlebihan. Itulah tanda kedewasaan. Tanda kasih tidak sekedar sebatas ucapan.

Mengkhotbahi orang lain biasanya memang jauh lebih mudah, tetapi mengkhotbahi diri sendiri itu biasanya yang paling susah. Khotbahilah diri sendiri terlebih dahulu, sebelum mengkhotbahi orang lain. Karena jangan-jangan orang lain jauh lebih mafan dalam mempraktekkan imannya, ketimbang kita yang hanya baru pada level mengeja kata. Sekedar baru belajar untuk mengucapkannya!

Orang bijak mengatakan, "air beriak tanda tak dalam." Mudah memang bila kita mengatakan tentang apa saja. Termasuk anjuran-anjuran kebaikan, atau soal pertobatan segala macam. Tetapi melakukan sesuatu itu sejatinya tidak semudah yang kita katakan. Terlalu banyak ayat-ayat firman hanya sebatas hafalan belumlah suatu jaminan. Karena orang-orang Farisi jauh lebih mafan dari yang kita sangkakan. Tetapi sifat seperti itulah yang justru Yesus katakan sebagai kemunafikan. Sebab bagaimana orang akan mengatakan kepada sesamanya "keluarkanlah selumbar di matamu" padahal ada balok di matanya sendiri?

Sebenarnya tidak ada manusia yang sempurna. Yang sempurna itu hanyalah Tuhan saja. Tugas kita sebagai sesama manusia hanyalah mengingatkan satu sama lain dengan cara-cara kasih, rasa senasip sepenanggungan. Bukan mengguruinya seolah kita sudah sempurna, sedang orang lain adalah si pendosa yang seenaknya begitu saja kita hakimi. Ukurlah kemampuan diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mampu mengukur kemampuan orang lain. Sebab bila tidak, maka akan persis seperti istilah, kita baru mampu mencoba memberikan seember air kepada orang lain, sementara orang lain malah sudah memiliki lautan? Have a nice life, nice weekend, dear you all... Amin!

Pdt.Kristinus Unting, M.Div

SATU WAJAH DUA RUPA


Efesus 4:17-32

Pernahkah saudara berpikir, apa dan bagaimana sih makhluk yang bernama “manusia” itu? Dan apa perbedaannya dengan makhluk yang lain? Oh, pasti rata-rata kita dengan mudah memberikan jawaban! Karena memang terang bagai siang, manusia jelas berbeda dari kucing, buaya, ular, burung, kuda, serigala, atau singa umpama. Manusia memiliki akal budi, sedangkan makhluk lain tidak! Manusia tentu memiliki tatakrama, sedangkan makhluk lain tidak! Lalu dalam kehidupan komunitas atau sosial? Oh, manusia memiliki tata aturan, norma-norma moral-etis jadi patokan, sedangkan makhluk lain? Paling-paling hanya hukum rimba yang berlaku. Tidak lebih dan tidak kurang.

Lalu yang sangat prinsip, manusia mengenal Tuhan alias ber-Tuhan, sedangkan makhluk lain tidak! Inilah yang menjadikan makhluk bernama “manusia” itu lebih mulia dari makluk yang lain. Ya, seharusnya demikian. Karena manusia bukan hewan. Tetapi maaf..... benarkah bahwa makhluk yang bernama “manusia” itu lebih mulia dari makhluk lainnya? Kisah nyata berikut ini perlu untuk kita renungkan. Kisah nyata yang melatarbelakangi lukisan "Perjamuan Terakhir" Yesus dan murid-murid. Leonardo da Vinci, sang pelukisnya ternyata membutuhkan waktu bertahun-tahun(katanya) untuk menyelesaikan mahakaryanya itu. Bagi da Vinci, tak sulit menemukan model untuk melukis wajah para murid ... Akan tetapi, untuk menemukan model untuk melukis gambar diri Yesus .. hmmm ... bukan perkara mudah!

Lama da Vinci mencari, akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bernama Pietri Bandinelli , " Ini dia model Yesus .. cocok !" pikirnya. Namun, ada satu model lagi yang harus dia temukan untuk menyelesaikan lukisannya itu dan ini tampaknya jauh lebih sulit ditemukan dibanding model bagi gambar Yesus … Yups, benar sekali. da Vinci kesulitan untuk menemukan model wajah Yudas Iskariot! Dicari kemana-mana model buat Yudas, tapi hasilnya nol besar. Sampai satu ketika ... da Vinci berjalan-jalan untuk mencari inspirasi. Ia pergi ke tempat-tempat kumuh, bahkan hingga ke penjara di Milan untuk mencari model 'Yudas'.

Setelah beberapa jam mencari, ia menemukan wajah yang cocok. Da Vinci bertemu dengan satu orang yang menurutnya orang ini mampu memberikan gambaran tentang karakter Yudas yang tentunya sangat berbeda sama sekali dengan karakter murid-murid, apalagi karakter Yesus. Matanya mencerminkan kelicikan dan keputus-asaan. Wajahnya keras. Dan Vinci memintanya menjadi model 'Yudas', dan orang itu menyanggupinya. Akhirnya proses penyelesaian lukisan "Perjamuan Terakhir" pun dilanjutkan. Da Vinci bekerja dengan tergesa-gesa selama beberapa hari hingga kemudian ia menyadari perubahan yang terjadi pada orang yang menjadi modelnya. Wajahnya mulai tegang dan matanya memancarkan horor.

Merasa terganggu, da Vinci menghentikan kegiatannya dan bertanya, “Apa yang membuatmu begitu terganggu?” Sang pria yang menjadi model “Yudas” itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis tersedu-sedu. Setelah beberapa saat ia menjawab dengan nada suara agak berat, “Tidakkah bapak mengingat saya? Saya Pietri Bandinelli ... dulu saya menjadi model bagi wajah Yesus. Bertahun-tahun yang lalu saya ada di studio ini. Sayalah sang Yesus di lukisan bapak…”

Saudara, bukankah apa yang dialami oleh Bandinelli juga merupakan tantangan terbesar kita sebagai orang percaya dalam menjalankan kehidupan ini? Dalam beberapa waktu seseorang bisa menjadi "mirip Kristus", namun seiring dengan perjalanan kehidupan yang semakin berat ... bukankah sering juga terjadi seseorang berubah drastis menjadi lebih "mirip Yudas” ?!

Oh, “manusia”…. bukankah katanya ia mempunyai akal budi dan mestinya tau memilih apa yang baik dan buruk, benar dan salah? Bahkan (seharusnya) tahu persis soal mana yang kutuk mana yang berkat?! Hanya sayang, dalam kenyataanya banyak juga kasus kehidupan memperlihatkan bahwa manusia sering salah pilih, salah jalan! Apa umpama? Nah ini, saudara pasti tahu bahwa spiritus bukan untuk diminum, tapi malah banyak juga manusia yang sengaja meminumnya untuk aplosan! Anda juga pasti tahu bahwa obat antalgin boleh diminum dalam dosis tertentu sesuai aturan. Tapi bila dimunum 20 biji sekaligus dicampur Extra Jos tentu bisa mampus. Tapi banyak juga yang melakukannya dengan sengaja! Entah oleh yang muda atau tua, oleh yang berpendidikan atau bukan. Ada apa sih dengan makhluk yang bernama “Manusia” ini yang katanya makhluk mulia?

Masih tentang makhluk yang bernama “manusia”. Bukankah semestinya ia punya perasaan, peka terhadap keadaan, lingkungan, dan sesama? Tapi ironisnya justru sering mati rasa, malah melukai perasaan, saling menjatuhkan, merampas milik orang lain, bahkan kayak Dracula haus darah membantai sesamanya atas nama alasan dan tujuan segala?! Celakanya malah ada yang mengatasnamakan Tuhan dan Agama? Manusia oh manusia.....ckckckckckck..... Ada apa sih sebenarnya tentang makhluk yang bernama “manusia” ?!

Saudara, bila dicermati lebih teliti berdasarkan firman kebenaran, bahwa dalam diri makhluk yang bernama “manusia” itu memiliki dua kekuatan metacentrum yang sangat mempengaruhi pikiran, perkataan, tingkah laku, dan perbuatannya. Kekuatan macam apa itu? Nah ini. Kekuatan “manusia lama” dan kekuatan “manusia baru”. Kekuatan tersebut bisa membawanya kea arah yang buruk dan ke arah yang baik. Ke arah yang negatif dan ke arah yang positif. Itu berlaku bagi semua manusia, termasuk Anda dan saya. Mana yang lebih dominan dalam diri Anda dan saya?

Konsep “manusia lama” dan “manusia baru” merupakan salah satu tema penting dalam teologi Paulus. Secara cermat kita dapat melihat betapa Paulus mengingatkan pentingnya kita untuk mewaspadai sedari dini cara-cara hidup yang tidak berkenan pada Allah itu. Penting bagi kita untuk menyelidiki dalam kehidupan kita, apakah cara hidup kita sudah berkenan kepada Allah? Mengapa hal ini dianggap penting? Ya, tentu saja bila kita merasa bahwa kita adalah “manusia”, bukan makhluk yang lain. Roh Kudus telah berkarya membaharui akal budi orang percaya secara terus-menerus; pembaharuan akal budi menghasilkan praksis yang benar.

Thomas Schreiner pernah mengatakan bahwa orang percaya dimampukan untuk melepaskan “manusia lama” dalam dirinya, yaitu natur Adam yang pertama, yang telah mati melalui kematian Adam kedua di kayu salib; demikian juga orang percaya dimampukan untuk mengenakan “manusia baru”, Adam kedua, melalui kebangkitan Kristus. Dan oh, ya….mumpung tidak lupa memberitahukan, bahwa “manusia lama” kita telah turut disalibkan, agar jangan lagi kita menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6). Kita adalah anak-anak Tuhan, identitas kita harus jelas! Kita adalah adalah anak-anak Tuhan, orang beriman! Bukan makhluk yang lain atau hewan! Dan identitas kita selaku anak-anak Allah adalah mengenakan Kristus, berpikir, bersikap dan bertindak seperti Kristus! (Bdk.Gal.3:27; Flp.2:1-11). Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)