Renungan GKE

Jumat, 31 Juli 2015

MENUNTUT UPAH TIDAK SALAH, ASAL (TITIK, TITIK, TITIK)




Matius 19:27-30

Memperoleh upah dari setiap pekerjaan yang dilakukan tentulah dambaan dari kebanyakan orang. Untuk apa orang bekerja, bahkan hingga siang dan malam, jika bukan untuk suatu hasil yang akan didapatkan? Untuk apa pula orang dengan gigih berjuang menuntut pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau bekerja sebaik mungkin, jika bukan untuk meningkatkan status ke arah yang lebih baik atau peningkatan kedudukan jabatan? Lalu kalau kita menjadi pengikut Yesus, berapa upah yang kita terima? Keuntungan apakah yang kita dapatkan? Apakah mendapatkan upah dari pekerjaan yang dilakukan itu salah?

Petrus sebagai perwakilan para murid menuntut penjelasan tentang upah mereka mengikut Yesus. Petrus berkata: ”kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau”. Ya, itulah pertanyaan yang membutuhkan kejelasan jawaban. Salahkah? Sebenarnya tidak salah! Hanya bila diteliti lebih dalam, proporsinya menjadi tidak seimbang. Apa masalahnya? Yesus mengetahui bahwa diantara para muridNya mengharapkan upah berupa kedudukan atau jabatan kehormatan dan harta yang mereka peroleh itu menjadi tujuan! Bukan mengabdi dengan tulus, sikap menghamba yang diprioritaskan! Hal tersebut pernah terjadi sebelumnya manakala para murid bertengkar tentang siapa yang terbesar di antara mereka,(Bdk. Luk.9:46).

Menuntut upah, apakah itu salah? Oh, tidak! Tidak salah! Hanya masalahnya, bila hanya mau upahnya, tetapi tanggungjawab dan resikonya? Mengikut Yesus penuh dengan penderitaan dan tantangan. Terhadap orang yang mengharapkan berkat kebendaan semata, Yesus dengan tegas mengatakan bahwa Ia sendiri tidak mempunyai harta benda, sebagaimana firmanNya mengatakan: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya” (Lukas 9 : 58). Bahkan Yesus pun mengatakan bahwa sebagai akibat mengikut Dia, mereka akan dibenci oleh banyak orang, (Mat. 10:16 - 42).

Ketika kita meninggalkan sesuatu untuk mengikut Yesus, mengedepankan kepentingan Tuhan dengan iklas dan dalam kehendakNya, inilah titik berangkat kita untuk layak menerima upah yang sesungguhnya, seindah janji Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya, akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal" (ayat 29-30).

Menuntut upah, menuntut jabatan sebagai imbalah apakah itu dosa? Oh, tidak! Tidak dosa! Hanya persoalannya, bila fokus kita hanya pada upah. Inilah persoalan. Ya, karena bila kita berfokus melulu hanya pada upah, sadar atau tidak, cepat atau lambat, Yesus lalu dinomor-duakan. Kita akan kehilangan makna Kekristenan yang sesungguhnya. Dan ini pula yang dapat mengakibatkan yang terdahulu bisa menjadi yang terkemudian, dan yang terkemudian menjadi yang terdahulu! Hal ini berlaku bagi setiap orang Kristen. Motivasi sangat menentukan. Mengabdi dengan ketaatan atau upah yang menjadi tujuan?!

Pengikut Kristus sejati itu bukan diukur dari apa yang ia dapatkan, tetapi dari apa yang dapat ia berikan sebagai bukti iman. Bukan pula dari gelar, jabatan, kedudukan, atau reputasi yang didapatkan, tetapi dari sikap pengabdian tulus karena ketaatannya kepada Kristus! Bila kita tidak berani kehilangan sesuatu karena Yesus, maka kita tidak akan bisa dengan sungguh-sungguh mengharapkan sesuatu. Orang yang siap melayani dan mengikuti Yesus adalah orang yang tidak hanya siap mendapatkan sesuatu, tetapi juga siap untuk kehilangan sesuatu. Apakah Anda siap? Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)