Renungan GKE

Kamis, 13 Agustus 2015

PADA TUHAN AKU BERLINDUNG



Mazmur 11:1-7

Dalam menjalani hidup ini tidak jarang kita berhadapan dengan berbagai godaan, tantangan, ancaman. Tidak jarang pula berhadapan dengan orang-orang fasik yang dengan sengaja dan terus menerus ingin mencelakakan orang beriman (ayat 1–2). Namun ketahuilah, Tuhan yang kita sembah tidak pernah berubah, dahulu, sekarang dan selamanya. Kuasa Tuhan tidak ada batasnya. Ia berkuasa menembus ruang dan waktu kehidupan manusia (ay. 4).

Jika dulu Dia mampu melakukan banyak mukjizat, sekarang Dia juga tetap mampu. Dia tetap bisa menunjukan kuasanya atas alam, menyembuhkan yang sakit bahkan membangkitkan yang sudah mati, tidak ada yang sukar bagiNya. Tuhan "mengasihi keadilan" (ay. 7), Dia membenci mereka yang berpartisipasi dalam kekerasan atau kejahatan. Namun, "orang yang tulus akan memandang wajah-Nya" (ay. 7). Yang Dia butuhkan adalah orang-orang yang mau taat, menuruti kehendakNya dan berbicara atas namaNya. Sebaliknya, ketika manusia tidak setia bahkan mengkhianati-Nya, keadilan Tuhan berlaku atasnya (ay.5–8).

Saudara, Tidak ada seorangpun mampu mengangkat 200 orang secara bersamaan, namun seorang pilot tanpa kemampuan super mampu membawa 200 orang, dan tidak hanya itu saja, dia juga mampu memindahkannya sejauh ratusan kilometer. Pilot tersebut hanya perlu menggerakan kemudi ringan dan panel instrumen dihadapannya. Kita manusia memiliki kemampuan terbatas, namun kuasa Tuhan tidak ada batasnya.

Jika anda merasa hidup begitu sulit dan berat, segalanya tampak mustahil berhentilah menggunakan kekuatan anda sendiri, berhentilah bergumul sendiri, anda tidak akan pernah bisa mengatasinya. Mulailah minta campur tangan Tuhan dalam kehidupan anda. Mohonlah perlindungan dari Tuhan, maka anda akan melihat yang mustahil menjadi mungkin, yang berat menjadi ringan, yang sulit menjadi mudah. Amin!

Kamis, 06 Agustus 2015

“SADAR DIRI” ITU PENTING!





Mazmur 8:1-10

Adalah lagu yang berjudul Who Am I? (Siapakah Saya?) karangan Mark Hall dari kelompok musik Casting Crowns. Lagu ini dimulai dengan kalimat demikian: "Siapakah diri saya, sehingga Tuhan segala bumi ingin mengetahui nama saya, ingin merasakan luka yang saya alami?" Mengapa kita menjadi objek kasih, perhatian, dan pemikiran Allah? Dalam lagunya, Hall menjawab pertanyaan itu dengan: "Bukan karena siapa saya, namun karena apa yang telah Engkau lakukan; bukan karena apa yang telah saya lakukan, namun karena siapa Engkau." Saudara, lantunan syair lagu Mark Hall tersebut dapat menjadi perenungan yang mendalam tentang hidup kita. Ya, sebuah perenungan supaya kita sadar diri !

Kesadaran akan diri sendiri itu amat penting. Terlebih ketika kita hidup di tengah-tengah komunitas manusia lainnya. Baik dalam persekutuan sebagai umat Tuhan, atau sebagai bagian dari masyarakat. Sejatinya semua manusia itu pada dasarnya sama. Ya, sama-sama memiliki kelebihan, juga sama-sama memiliki kekurangan. Di hadapan Allah kita sama-sama memiliki cacat, meiliki dosa yang tentu Allah sangat mengetahuinya. Walau mungkin orang lain tidak mengetahuinya. Kesadaran seperti ini penting, supaya kita tidak menganggap bahwa kita selalu lebih dari yang lain. Mungkin saja kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Tapi sadarilah, kita tidak boleh meremehkan orang lain. Karena siapa tahu, dia juga memiliki kelebihan lain yang justru tidak kita miliki! 

Melihat keburukan orang lain belum tentu membuat kita lebih baik darinya. Dan bisa jadi, itu pertanda sikap iri hati terselubung atas kelebihan orang lain. Paling mudah memang melihat kekurangan orang lain. Kurang ini, kurang itu. Mestinya begini, mestinya begitu. Seharusnya begini seharusnya begitu, dst. Tetapi bagaimana ketika kita sendiri sebagai pelakunya? Apakah jauh lebih baik darinya? Ya, sadar diri itu kata kuncinya.  Sebagai umat Tuhan, tidak pada tempatnya bila kita hanya melihat cacat  kecil pada orang lain dan membesar-besarkannya, padahal pada waktu bersamaan kita lupa bahwa ternyata di hadapan Tuhan justru cacat kita jauh lebih besar.  

Bila kita sadar diri akan kekurangan-kekurangan yang ada pada diri sendiri. Bila kita terlalu sibuk mengurus atau memperhatikan kekurangan orang lain, jangan-jangan diri kita sendiri akhirnya jadi tidak terurus. Nas ini mengajak kita untuk sadar diri. Allah  menghargai kita secara pribadi seolah-olah kita adalah satu-satunya obyek perhatianNya. Allah menerima kita dengan apa adanya, bukan karena kelebihan kita, tetapi karena anugerahNya. Sungguh menakjubkan, seperti kata Paulus dalam kesaksiannya, Kristus "mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku" (Gal. 2:20). Karenanya sebagai orang beriman “sadar diri” itu penting. Dengan demikian kita bisa menerima orang lain dengan apa adanya, seperti Tuhan juga menerima kita apa adanya. Amin!