Renungan GKE

Jumat, 21 September 2012

ANDAIKATA ANDA ADALAH SAHABAT AYUB


Ayub 28:1-19

Menurut saudara, siapakah sebenarnya seorang sahabat sejati itu? Oh, rata-rata orang mengatakan bahwa dia yang ada ketika kita dalam masalah, atau sedang berduka. Bukan hanya ada ketika kita dalam keadaan suka. Semua orang rata-rata mengatakan begitu. Itu memang benar. Sebagai seorang sahabat yang baik biasanya orang berupaya untuk menolong sahabatnya, sebagai bentuk pernyataan sikap bahwa dialah sahabat yang baik. Hanya sayang, terkadang bukan pertolongan yang didapatkan, malah menambah berat beban.

Dapat saudara bayangkan, apa yang terjadi dengan Ayub ketika mengalami penderitaan yang tiada tara. Penderitaan lahir bathin tentu saja. Secara pisik, oh, andai kata itu menimpa kita, entah apa tindakan kita. Karenanya tidak heran dalam situasi demikian terkadang orang menyangsikan Tuhan memunculkan pertanyaan: “Tuhan, dimanakah Engkau?” Dan memang itu yang dialami Ayub. Allah seolah-olah diam. Allah seolah tak tahu persoalan hambanya yang setia.

Kecuali karena itu, tidak kurang penderitaan perasaan yang datang dari para sahabat Ayub sendiri. Ayub mempunyai tiga orang sahabat, yaitu Elifas orang Teman, Bildad orang Suah, serta Zofar orang Naama (Ayb 2:11). Para sahabatnya bukanlah orang sembarangan, bukan para sahabat picisan. Betapa tidak, sebab para sahabat Ayub ini adalah para sahabat yang mapan di bidangnya masing-masing, baik dari segi iman, budi pekerti, juga intelektualitas. Sebagai sahabat yang baik, mereka berusaha menolong Ayub. Hanya sayang, bukan pertolongan yang didapatkan, tetapi malah menambah perih luka di hati.

Elifas yang lembut dan menganut semacam kebatinan (4:12-31); Bildad yang kuat mempertahankan tradisi (Ay 8, 18, 25); Zofar yang bersifat dogmatis tanpa pikiran yang matang (Ay 11, 20). Masing-masing sahabat berbicara dari sudut pandang yang berbeda, tapi kesimpulan ketiganya intinya tetap sama: mereka menyuruh Ayub bertobat dari dosanya yang dianggap telah menyebabkan penderitaannya. Oh, saudara.... di jaman moderen seperti sekarang ini pun, tidak jarang, cara pertolongan basi seperti ini juga sering terjadi. Saran ini, saran itu. Karena ini, karena itu. Harusnya begini, harusnya begitu.

Sama seperti para sahabat Ayub, mereka tidak memahami sesungguhnya yang terjadi. Namun mereka sibuk menceramahi Ayub dengan pemikiran hikmat manusia yang menurut mereka brilian. Bukan dari sudut pandang apa yang Ayub rasa. Karenanya bagi Ayub, justru semakin menambah beban. Ayub bukannya ditolong, tetapi semakin disudutkan. Jadilah Ayub seorang diri. Punya sahabat yang mapan, tapi seakan tak memiliki seorang sahabat sekali pun. Oh, bisa jadi ini pengalaman Anda juga. Para sahabat Anda menolong tapi sambil menyudutkan. Menolong, tapi dari sudut pandang yang dangkal tidak mendasar, sehingga pertolongan pun tidak sampai menyentuh ke akar persoalan.

Terkadang dalam hidup ini jadilah Anda sendiri, seorang diri. Menjadi Ayub-Ayub di abad ini. Diejek, ditertawakan, atau dilecehkan. Menanggung deritanya sendiri. Menjawab dan membela diri sendiri. Seorang yang dianggap menderita karena dosanya, karena kelalaiannya, tidak dapat jadi panutan segala macam, padahal bukan di situ masalahnya! Tapi tak apa saudara, justru disini kita disadarkan, bahwa hanya Allah saja sandaran. Fokuslah pada Allah, bukan kepada manusia. Manusia terbatas, tapi Allah tak terbatas. Jika kita mengimani, yakinlah, bahwa dibalik penderitaan pahit yang dirasa, berkat Allah melimpah tiada tara. Pengalaman orang percaya telah membuktikannya!

Apakah Anda juga salah seorang sahabat Ayub? Seorang sahabat yang merasa sudah mapan? Seorang sahabat yang merasa paling beriman? Seorang sahabat yang baik-baik saja tanpa cacat cela dalam hal moral-etis kehidupan? Ayub tidak membutuhkan semacam saran brilian, atau sekedar ceramah agama ayat-ayat firman. Sejatinya sederhana saja. Ayub membutuhkan seorang sahabat yang ambil bagian ikut merasakan. Ya hanya itu. Penghiburan yang membangkitkan kekuatan.

Apakah Anda seorang sahabat Ayub yang biasa mengkhotbahkan makna penderitaan dengan teologi-teologi yang brilian, atau menggaungkan bahasa kasih dengan aksen yang aduhai di mimbar-mimbar bicara? Sebelum kita mampu memahami dan merasakan kedalaman apa yang Ayub rasa, kita tidak akan pernah menjadi sahabat yang baik bagi Ayub. Maksudnya? Ya, hanya seorang sahabat yang pernah merasakan kedalaman pengalaman yang sama seperti yang dialami Ayub, maka dialah yang pasti tahu dengan jitu cara menolong Ayub dari pergumulannya.

Belajarlah untuk mengambil alih posisi Ayub walau sejenak, merasakan apa yang sahabat Anda rasa, bukan menurut apa yang Anda kira. Maka kita adalah sahabat yang menjadi berkat bagi sesama. Karena jika tidak, karena cepat atau lambat, Anda juga akan tahu rasa, ketika Anda suatu ketika nantinya benar-benar merasakan apa yang Ayub rasa. Saat itulah Anda akan tahu apa artinya seorang sahabat bagi Anda. Dan sahabat macam apa yang Ayub butuhkan. Selamat menjadi sahabat-sahabat Ayub, Tuhan memberkati. AMIN. *(KU).