Renungan GKE

Sabtu, 25 Agustus 2012

ALLAH SUMBER KEKUATAN KITA



Roma 16:25-27

Sepintas, kelihatannya nas ini biasa-biasa saja. Tak ada yang terlalu istimewa.Tapi tahukah saudara bahwa bagian ini justru semacam puncak dari keseluruhan kitab Roma? Kenapa kita katakan demikian? Ini alasannya. Karena pada bagian ini merupakan Doxologi (Pujian) Rasul Paulus tentang siapa Allah. Bahwa di dalam Yesus, anugerah Allah dinyatakan. Melaui Yesus rahasia ke-Allah-an diungkapkan, isi hatinya Allah Ia berikan. Kasih-Nya melimpah tiada tara. Pekerjaan Allah sungguh mengagumkan, terlebih bagi setiap orang yang mengimaninya. 

Paulus, sebelum dia bertemu Yesus Kristus dia tidak mengenal siapa Yesus Kristus; sebelum dia percaya Yesus Kristus, ia adalah penganiaya jemaat. Tetapi dalam perjalanannya ke Damsyik ia bertemu dengan Yesus Kristus sehingga ia banyk mengalami perobahan-perobahan di dalam kelakukannya dan dia juga bertobat secara total sehingga ia bisa mengaku bahwa Yesus adalah Kristus dan Yesus adalah Mesias, dan Yesus adalah Raja di atas segala Raja. Ya, itulah pengalaman pribadi Rasul Paulus. Itulah perjumpaannya dengan Tuhan yang membuka mata hatinya akan kebenaran tentang siapa Allah itu. Siapa sesungguhnya Yesus Kristus itu. Itulah pengakuan Rasul Paulus.

Saudara, di dunia ini ada banyak orang mengaku beragama dan tiap-tiap mereka mengatakan inilah kebenaran, inilah yang paling baik, inilah yang paling benar. Tetapi kenapa di dalam kenyataan hidupnya tidak ada kebenaran? Kenapa di dalamnya tidak ada damai sejahtera? Namanya orang beragama tetapi di dalamnya tidak ada penghiburan, tidak ada pendamaian, tidak ada kasih yang sejati! Alasannya yang paling jelas adalah, karena itu semua hanya berdasarkan semacam idea pemikiran manusia. Bukan pengalaman pribadi manusia berjumpa dengan Tuhan. Di sinilah bedanya! 

Karenanya setiap orang yang tidak mengalami sendiri pengalaman perjumpaanya dengan Tuhan, maka jadilah pemahaman dan cara hidup beragama yang dangkal. Tidak akan pernah menyentuh hingga ke bagian terdalam hingga benar-benar mengenal dan memahami kehendak Tuhan yang sesungguhnya. Berbeda dengan Rasul Paulus. Dia mengalami sendiri perjumpaan dengan Tuhan. Karenanya dia mendapat pengalaman berharga tentang iman. Melalui doxologi (pujian) yang didasarkan pada pengalaman pribadi Rasul Paulus tentang Allah dalam nas ini, paling tidak ada 3 (tiga) perkara penting yang ia bagikan untuk kita.

PERTAMA: KITA HARUS YAKIN KUASA ALLAH (ay.25a)

Bila kita mengikuti pengalaman nyata Rasul Paulus dengan Allah, misalnya seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 27:20-39, oh sungguh luar biasa! Dikisahkan perjalanan Rasul Paulus ke Roma sebagai tahanan. Pada mulanya perjalanan memang lancar, laut tenang. Angin sepoi-sepoi bertius dari arah selatan. Mereka menyangka bahwa mereka tentu akan mencapai tujuannya. Tapi kenyataannya lain. Setelah beberapa hari lamanya, baik matahari mau pun bintang-bintang tidak kelihatan. Angin badai yang dahsyat datang mengancam kapal mereka. Usaha-usaha untuk menyelamatkan kapal telah dilakukan, sambil berharap badai segera berhenti. Tapi harapan tinggal harapan. Badai tetap mengancam hidup mereka. Akhirnya putuslah segala harapan mereka untuk dapat menyelamatkan diri.

Bagaimana dengan Paulus? Apakah dia juga gelisah? Kuatir dan putus harapan? Oh, ternyata tidak! Dalam situasi yang menegangkan dan menakutkan, Paulus tetap tenang. Dia tidak kehilangan pengharapan. Bahkan dia dapat memberikan penghiburan kepada 275 orang yang sudah kehilangan kegembiraan dan harapan hidup. Dalam angin badai masih ada kedamaian. Bagaimana dapat demikian? Ya, itulah.... Rasul Paulus sudah mempunyai pengalaman dengan Tuhan, menjadi dasar kekuatannya untuk meyakini pertolongan Tuhan.

Saudara, bila Rasul Paulus dapat memberitakan imannya tentang Yesus, tentu karena dia mengenal betul siapa Yesus. Ia yakin akan kepastian keselamatan yang ia terima. Bila ia hanya mengenal setengah-setengah, mana mungkin ia bisa yakin bahwa Allah selalu bekerja dalam situasi apa pun. Terlebih nasihatnya ini ditujukan kepada Jemaat di Roma yang sedang mengalami gejolak, terlebih menghadapi ajaran sesat. Ini terbukti dari ayat sebelumnya: “Tetapi aku menasihatkan kamu saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka, yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu, hindarilah mereka! Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri.” (ay. 17-18). 

KEDUA: KITA HARUS TETAP BERSEKUTU DENGAN ALLAH (ay. 26).

John Wesley, seorang tokoh Kristen, setelah dia lulus dari Universitas Oxford, dia menjadi pendeta dan misionaris untuk orang Indian di Amerika. Dalam pelayanannya menuju Amerika, gelombang dahsyat menghadangnya. Sehingga dia menjadi takut sekali. Dia kehilangan sukacita dan kedamaian. Dalam keadaan itu, dia mendengar sekelompok orang sedang memuji Allah. Dia mendekati mereka, ternyata mereka adalah kelompok Moravian. Lalu dia bertanya, “Saudara-saudara, dalam suasana seperti ini saudara tidak takut? Tidak kuatir? Jawab mereka, “Kita tidak perlu takut atau kuatir. Bila Tuhan memanggil kami pada saat ini, kami senang dan bersyukur. Kami bisa bertemu Juru Selamat. Jadi kenapa kami harus kuatir?”

Mendengar jawaban itu, John Wesley menjadi shock. Dirinya yang misionaris, tapi gelisah. Mereka yang kaum awam, bisa berdoa, dan memuji dalam kesulitan! Dari peristiwa itu timbullah imannya yang teguh. Hanya orang yang mempunyai pengalaman pribadi dengan Tuhanlah yang mampu memuji Allah, toh di tengah kesulitan sekali pun. Kenapa? Karena pengalaman itu telah memberikan bukti langsung kepadanya, bagaimana Allah yang lebih dahsyat bekerja di dalamnya, menjadi dasar imannya!

Saudara, inilah ciri hidup orang yang selalu bersekutu dengan Allah. Hidupnya tetap tenang, penuh sukacita dan mampu memberi penghiburanb kepada orang lain, karena ia sudah berakar dalam iman kepada Tuhan. Sudah mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi. Bukan yang ikut-ikutan. Apalagi yang hyanya sekedar tahu dari apa kata orang! Bila kita selalu bersekutu dengan Allah, maka Allah pasti berbicara kepada kita. Melalu persekutuan dengan Allah, iman kita semakin dikuatkan. Berbahagialah setiap orang yang selalu bersekutu dengan Allah. Dalam perjalanan hidup kita, Yesus Kristus sungguh-sungguh merupakan penghiburan bagi kita. Dia berjanji bahwa Dia akan menyertai kita senantiasa sampai akhir jaman (bdk. Mat.28:20). Inilah janji yang menguatkan iman dan membuat hati kita memiliki damai.

KETIGA: KITA HARUS MEMBERITAKAN KABAR SUKACITA YANG DARI ALLAH (ay.27).

Di Chicago, Amerika Serikat, ada Wheaton College. Di sekolah itu ada satu ruang yang khusus, yang bernama “Alimni in Mission”. Di dalam ruang itu ada nama-nama orang ditempel di dinding. Nama-nama itu adalah alumni yang pernah menjadi misionaris. Di antara nama-nama itu ada nama-nama yang punya tanda bintang. Mereka adalah alumni yang menjadi misionaris dan yang mati syahit di tempat misi. Di antara mereka ada nama Jamesa Eliot. Pada tahun 1950an dia belajar di sekolah itu. Waktu itu dia mempunyai suatu pergumulan, yaitu “Tuhan, apakah tugas panggilan-Mu bagi saya? Saya ingin hal-hal yang tidak pernah dilaksanakan oleh orang lain.”

Sebelum dia lulus, ia pernah merasa terbeban terhadap suku-suku yang belum terjangkau Injil. Setyelah lulus sekolah dia pergi ke Ekuador, Amerika Selatan dengan isterinya dan 4 pasangan teman misionaris untuk menginjili Oka Indian di sana. Suatu hari 5 misionaris ini meninggalkan isteri mereka di rumah, mereka berangkat ke hutan untuk mencari Suku Oka Indian. Waktu mereka berangkat, mereka masing-masing bersenjata dengan pistol untuk melindungi diri. Beberapa saat kemudian mereka bertemu dengan beberapa orang Oka Indian di tepi sungai. Oka Indian mulai menyerang para misionaris dengan tombak. Lima misionaris ditombak mati di sana. Tapi sama sekali tidak ditemukan tanda bahwa mereka pernah memakai senjata mereka. Berita ini disampaikan ke Amerika.

Orang Kristen di Amerika terkejut terhadap berita tersebut. Banyak pemimpin gereja dan wartawan datang ke tempat peristiwa terjadi. Salah seorang wartawan berkata kepada isteri James Eliot, “Bagaimana bisa terjadi peristiwa yang tragis seperti ini?” waktu itu isteri Eliot mengatakan, “Tragedi? Anda harus berbicara dengan hati-hati. Suamiku datang ke sini untuk tujuan itu. Dia datang untuk memberikan nyawanya.” Kemudian ia memperlihatkan buku catatan renungan Firman Tuhan kepunyaan suaminya. Di dalam buku catatan renungan tertulis seperti ini: “Masa muda berlalu. Ambisi manusiawi juga lewat. Tetapi untuk berdiri di hadapan Tuhan dengan suci pada hari yang terakhir, bagi kemuliaan di hadapan Tuhan yang tidak boleh terlepas sebagai kehidupan yang sungguh berarti dan berharga, orang yang mengabaikan yang tidak kekal bukan orang yang bodoh. Tuhan saya tidak ingin panjang umur. Saya ingin hidup yang berarti. Pakailah saya. Bakarlah saya. Bagi kemuliaan-Mu!”

Oh, saudara..... entah apa rasa kita, yang terkadang dengan bangga dan lantang berkata bahwa “aku orang beriman, aku mengasihi Yesus!” adakah yang telah kita buktikan untuk nilai iman yang telah kita ungkapkan? Hmmm....! Ini menjadi perenungan mendalam bagi semua kita kita. Siapa pun kita. Setelah suami-suami mereka, para isteri misionaris itu tetap tinggal di sana. Mereka mengirim pesan kasih terus-menerus kepada suku Oka Indian. Akhirnya suku Oka Indian mulai membuka diri untuk datang kepada Tuhan. Saudara, keselamatan yang kita terima adalah anugerah dari Tuhan. Tanpa Yesus Kristus, dosa kita tidak bisa diampuni. Kita tidak mungkin dapat membalas kebaikan Tuhan dalam hidup kita.  Yang bisa kita lakukan adalah, bersyukur senantiasa atas kasih karunia-Nya, menggunakan segala talenta, hikmat dan berkat yang ada pada kita untuk memuliakan Allah yang telah begitu mengasihi kita. Memberikan kita anugerah keselamatan. 

Kita adalah orang yang telah menerima tugas panggilan Allah bagi keluarga, gereja, masyarakat, negara, bangsa, dan dunia. Kita harus setia bagi tugas panggilan itu sampai hari yang terakhir, sampai hari kita mendapat mahkota dari Tuhan. Alkitab berkata: “Sebab upah dosa ialah maut tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita.” (Rm. 6:23). Jika kita telah diselamatkan oleh Yesus Kristus, kita harus memberitakan Injil keselamatan kepada orang-orang yang belum percaya. Pergunakanlah hidup ini untuk tujuan-tujuan yang mulia. Ya, hanya bagi Dia saja kemuliaan sampai selamanya (ay. 27b). Jangan sia-siakan anugerah Allah yang telah ia berikan dengan limpahnya bagi kita! AMIN! *(KU).

Sabtu, 11 Agustus 2012

JIKA MATAMU BAIK MAKA TERANGLAH SELURUH TUBUHMU!


Lukas 11:33-36

Andaikata suatu waktu Anda melakukan suatu perjalan naik motor atau mobil misalnya, lalu tiba-tiba di depan Anda ada batu yang cukup besar sekitar 20 meter di depan Anda, apa kira-kira tindakakan yang Anda lakukan? Yang normal menurut hemat kita, maka yang seharusnya Anda lakukan adalah ini. Anda akan mengurangi kecepatan kendaraan Anda, menghindar batu itu (tidak menabraknya), supaya Anda tidak celaka, kendaraan Anda tidak lecet, dan dengan selamat melanjutkan perjalanan. Tetapi jika Anda tidak mengurangi kecepatan kendaraan Anda, lalu tiba-tiba dengan seenaknya menabrak saja batu itu, nah ini artinya. Mungkin mata Anda kabur, tidak berfungsi dengan normal. Atau Anda sedang melamun, sehingga mata Anda tidak waspada atau sedang melihat ke arah lain.

Mata adalah indera pelihat, salah satu dari panca indera manusia, kelengkapan hidup manusia. Bayangkan betapa susahnya jika manusia itu buta, tidak punya mata. Aktivitas pun cukup terganggu. Berjalan pun mesti dituntun atau meraba-raba saja. Bersyukurlah bila kita dikarunia Allah mata. Bisa menikmati indahnya pemandangan alam. Bisa melihat betapa cantiknya isteri kita, tampannya suami kita. Atau dapat melihat betapa lucunya anak cucu kita bila sedang bermain. Lebih jauh, mata bukan hanya sekedar alat pelihat. Bukan terhenti sampai di situ. Sebab mata juga sangat berpengeruh terhadap jiwa manusia. Kenapa manusia bisa tertawa? Tentu kerena ada sesuatu yang lucu dilihatnya. Mana ada orang buta bisa tertawa walau ada sesuatu yang lucu di hadapannya! Dan kenapa juga manusia bisa menangis, hingga meneteskan air mata? Apalagi jika bukan karena ada duka yang tersimpan di dalam dada?

Ya, mata tidak hanya sekedar untuk melihat atau memandang saja. Tidak hanya terhenti sampai di situ. Tentu ada kelanjutannya. Paling tidak pasti ada reaksi bagi perasaan, pertimbangan, pilihan, serta keputusan. Keputusan yang baik tentu saja. Bayangkan saja umpama, bila seseorang, baik perempuan atau laki-laki cari pasangan, jadi calon isteri atau suaminya. Pasti tidak cukup untuk menentukan pilihan hanya mendengar suaranya saja dari kejauhan bukan? Karenanya tidak heran bila orang mengatakan bahwa cinta itu juga datangnya “dari mata turun ke hati”. Tidak pernah kita mendengar itu datangnya dari kabar burung lalu turun ke hati. Benar begitu saudara?

Dari cara mata melihat atau memandang, sangat menentukan langkah yang akan di ambil berikutnya. Bila matamu gelap (jahat), maka gelaplah seluruh tubuhmu. Bila matamu terang (baik), maka teranglah seluruh tubuhmu. Apa contohnya? Coba saja perhatikan apa dikatakan Alkitab tentang peristiwa Daud dan Betseba? Anda pasti tahu apa akhir ceritanya dari soal mata yang gelap itu. Coba ikuti juga cerita tentang Abraham dan Lot dalam Alkitab, tentang cara mereka menetapkan pilihan wilayah yang mereka pilih dari cara melihat atau memandang. Mata sangat berperanan bukan? Bagi orang Yahudi sendiri, mata bukan hanya sekedar mata yang hanya berfunsi untuk melihat saja.

Mata atau dalam bahasa Ibrani “ayin”, dalam pemikiran Ibrani merupakan anggota badan setengah berdiri sendiri dalam bertindak dan dianggap juga mempunyai sifat-sifat moral. Karenanya mata tidak hanya sekedar sanggup melihat, tetapi di dalamnya bersemanyam sifat moral “sombomg” (bdk. Yes. 5:15), yang mempengaruhi jiwa manusia! Sebab itu tidak heran bila Yesus memperingatkan orang-orang Farisi, para murid, dan kita selalu orang percaya, untuk mewaspadai roh mata (gelap, jahat) yang “sombong”! Yang sangat berpengaruh terhadap cara mempersepsikan sesuatu. Entah benda, orang, bahkan Tuhan! Ya, karena mata (dalam arti sesungguhnya konteks ini), seperti Yang Yesus katakan, mata yang tidak mampu menerangi seluruh tubuhnya, perilaku dan tindakannya. Ya, mata yang tidak berfungsi selaku penerang bagi tubuh!

Bagaimana supaya kita selaku orang percaya dapat memiliki mata yang berfungsi menerangi seluruh tubuh kita, sikap dan tindakan kita?

Langkah pertama, tiada lain tiada bukan, kuduskan mata Anda, supaya roh mata yang gelap atau “mata yang sombong” diganti dengan mata yang terang atau “mata yang kudus”. Hanya dengan demikian kita dapat menghargai orang lain, mengasihi sesama, berprihatin bersama, suka bersama. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Hanya dengan demikianlah kita dapat mengakui kelebihan orang lain, bisa mendengar orang lain. Bukan sebaliknya. Meremehkan, melecehkan, mengkritiknya, mencari-cari kesalahannya, baqhkan menjatuhkannya!

Langkah kedua, arahkan mata Anda untuk selalu diterangi oleh Firman Allah. Bukan lebih banyak digelapkan oleh kaset porno, atau terlalu banyak baca huruf-hurup di berita majalah atau koran. Huruf-huruf dalam Alkitab Firman Tuhan harus lebih banyak menyetrum mata Anda, sehingga ibarat bola lampu selalu menyala karena terhubung setrum dari sumbernya. Firman Allah berkata: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mzm. 118:105).

Langkah ketiga, untuk menyempurnakan mata Anda supaya tidak dikaburkan oleh virus dunia, gunakan antivirus super canggih. Dengqan demikian mata kita tetap terang, dan menerangi tubuh kita yang akhirnya bermuara menjadikan hidup kita sungguh-sungguh menjadi terang bagi sekitarnya. Antiv virus macam apa itu? Nah, firman Tuhan memberi tahu, gunakan “mata iman”. Yesus sendiri menyatakan: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh. 20:29b). Ini penting! Inilah jenis mata yang harus dimiliki oleh setiap kita orang beriman. Kenapa ini penting? Karena, walau pun mata jasmani kita semakin kabur, mata jenis ini tetap dapat melihat. Bahkan selalu dapat melihat karya Allah dalam hidupnya, baik suka atau duka, semua punya rencana yang indah untuk hidupnya. Mata jenis ini yang mampu menghantarkan kita melangkah pasti menuju pintu sorga, walau orang dunia banyak yang kesasar karena hanya mengandalkan mata jasmaninya! AMIN! *(KU)

Jumat, 10 Agustus 2012

ABSALOM: SEORANG MUDA YANG SEMPURNA TAPI MATI SIA-SIA!




II Samuel 18:19-33

“Absalom”... itu adalah nama sosok seorang muda yang luar biasa. Seorang muda yang sempurna. Maklum, ia anak keturunan raja. Bukan anak raja sembarangan, sebab Daud nama bapaknya! Absalom, wuuiii..... ! Bahkan Alkitab sendiri mengatakan bahwa  di seluruh Israel tidak ada yang seperti dia. Ia begitu dipuji. Bayangkan saudara: “Dari telapak kakinya sampai ujung kepalanya tidak ada yang cacat padanya.” (psl. 14:25-26). Oh, luar biasa! Dan bukan hanya itu saudara. Bukan hanya kegantengannya, berbadan tegap, berwajah keras, tapi juga berwatak tegas! Karakter yang luar biasa! 

Tidak hanya itu, karena ia juga memiliki semacam kemampuan mengambil simpatisan orang. Tentu saja karena sikap keramahan dan kebijaksanaannya. Sebab bila tidak, mana mungkin ia bisa mencuri hati banyak orang Israel menjadi pemuja dan pengikutnya! Mungkin Anda bertanya, apakah Absalom seorang ahli politik juga? Oh saudara, janganlah kita meragukan kemampuannya di bidang yang satu ini! Ia juga seorang yang pandai melihat peluang dan kesempatan, juga memanfaatkan keadaan. Ya, begitulah biasanyanya orang politik! Bayangkan saja bagaimana Absalom memperhatikan (dan sekaligus memanfaatkan) situasi yang ada. Memanfaatkan persoalan-persoalan sosial rakyat kecil. Ia mengambil kebijakan-kebijakan yang membantu dan menarik simpati mereka.

Absalom, oh seorang sosok yang luar biasa. Sosok yang sempurna, dari segala segi. Baik fisik ,sikap, dan kemampuannya. Bahkan kekuatan politiknya. Segala rencananya seolah tak ada rintangan untuk diraihnya. Musuh-musuhnya seolah berlutut  di kakinya. Bayangkan, bagaimana ia berani membakar ladang  Yoab, panglima perang rajanya. Bahkan Daud, sang raja (yang juga bapak kandungnya) sendiri  pun  lari terbirit-biri ke tempat pengungsian melarikan diri.

Absalom, oh... begitu sempurna. Begitu dikjaya! Ibarat perpaduan kegantengan Kenny G, keganasan Bronson atau Jamens Bon. Juga dilengkapi kebijaksanaan semacam dokter Gillespie dalam filem seri dokter Kildare! Karenanya tidak heran bila tive manusia sempurna semacam Absalom juga punya ambisi yang luar biasa. Tidak tanggung-tanggung. Ingin jadi penguasa. Ingin naik takhta. Ingin jadi raja. Salahkan? Salahkah bila manusia atau kita punya ambisi? Bukankah Presiden pertama kita Bung Karno pernah berujar: “Kejarlah cdita-citamu setinggi bintang di langit”?

Menyinggung masalah ambisi, saudara. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan yang namanya “ambisi”. Manusia yang tidak punya ambisi sebenarnya adalah manusia yang tidak tahu apa tujuan hidupnya, apa yang mau dicapainya. Ya, asal hidup! Ya pasrah apa adanya. Bisa jadi pasrah menyerah tak sanggup menjalani hidup, lalu ingin cepat-cepat masuk ke pintu kubur. Ambisi, bila hanya sebatas normal, ya baik saja. Yang juga sebenarnya kita perlukan dalam hidup menghadapi berbagai rintangan hingga akhirnya berkemenangan sampai ke cita-cita luhur yang diharapkan.

Ambisi, bisa juga menjadi bencana! Kenapa? Nah, inilah persoalannya! Dan memang, banyak manusia terjerat dalam lingkarannya! Juga bila tidak diwaspadai, keserakahan adalah saudara kembarnya! Akibatnya menghalalkan segala cara, melakukan apa saja untuk meraihnya. “Ambisi” lalu berobah menjadi “ambisius”. Ya embel-embel akhiran “us” di belakang ambisi, ini yang banyak menjatuhkan orang. Lihatlah Absalom dalam cerita nas ini. Bahkan ia begitu tega mau menggulingkan takhta raja, Daud, ayah kandungnya sendiri. Bukan dengan cara yang biasa. Tapi mau membantai semua, termasuk tega akan membunuh sang raja dalam pertempuran di medan perang! Awalnya memang terlihat hebat. Seolah tak ada kendala. Jalan secara luar biasa. Seolah Tuhan sekali pun tak ada.

Oh... manusia yang tidak jarang memiliki tive semacam Absalom! Wasdadalah! Jangan merasa punya kemampuan lalu seenaknya berbuat apa saja terhadap sesama manusia, alam lingkungan. Wahai para orang-orang muda yang sudah merasa mafan! Cantik atau tampan! Punya pendidikan yang brilian dan merasa hidupmu lebih dalam segalanya dari yang lain. Meremehkan manusia lain, orang tua sendiri mau dibinasakan bahkan Tuhan sekali pun disepelekan! Waspadadalah! 

Belajarlah dari akhir riwayat Absalom yang mengenaskan. Ya, bukan kemenangan gemilang dalam peperangan. Tetapi kalah dan mati dengan cara yang mengenaskan sekaligus memalukan. Betapa tidak, sebab Alkitab mencatat bahwa bahwa kepalanya terangkut pada jalinan dahan-dahan pohon tarbantin yang besar akibat bagal yang ditungganginya tak dapat dikendalikan, dan tiga tikaman tombak Yoab tepat ke dada Absalom menamatkan riwayat seorang muda Absalom yang sombong dan serakah (ay. 9, 14). Lalu cara penguburannya? 

Oh, cara penguburan seorang pembesar yang tidak seharusnya. Bukan dengan penghormatan kebesaran! Tapi itulah yang terjadi pada manusia serakah. Mayatnya hanya dilempar saja ke lobang yang besar di hutan (ay.17). Oh, orang muda yang sempurna, seharusnya masa depan orang tua, bangsa dan negara, tapi matinya sia-sia! Saudara,  Itulah cara Tuhan memberikan semacam ganjaran kepada manusia-manusia ambisius semacam Absalom. Itu juga menyadarkan kita tentang cara Tuhan menghajar orang-orang yang durhaka  kepada orang tua setive Absalom! (ingat perintah ke-5 dari hukum taurat). Semoga nas ini menjadi pembelajaran buat kita semua! Bagaimana semestinya supaya hidup ini berharga dan mati tidak tersia-sia. Ya, seharunya demikianlah indahnya harapan kita menjalani hidup dan kembali ke pangkuan Bapa dalam damai sejahtera! AMIN! *(KU).

Sabtu, 04 Agustus 2012

PEMUDA: JADILAH MAHKOTA INDAH SESUAI HARAPAN! (Hari Pemuda GKE – Minggu, 5 Agustus 2012)


Titus 2:1-10

“Pemuda”, katanya harapan masa depan, harapan orang tua, harapan bangsa, juga harapan gereja! Bagaimana supaya para pemuda kita benar-benar dapat menjadi harapan? Oh, saudara, tentu tidak terjadi begitu saja! Tentu melewati proses juga. Proses itu tentu malah sejak ia dari kandungan, masa bayi, remaja, bahkan hingga menjadi pemuda, untuk selanjutnya benar-benar dapat menjadi harapan masa depan. Itu artinya, tentu saja di mulai dari lingkungan rumah dimana ia dilahirkan. Bahkan sesuai pertumbuhannya, lingkungan gereja, sekolah dan lingkungan masyarakat sekitarnya tentu juga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter mereka. Bahkan tidak main-main, kemajuan teknologi memberikan andil besar dalam mewarnai kehidupan mereka!

“Pemuda”…… memang harapan kita semua. Tapi sudahkah mereka benar-benar telah dipersiapkan menjadi harapana, lakyaknya menjadi sebuah mahkota yang indah? Oh… itu memang tidak mudah. Tidak cukup hanya melalui ribuat kata-kata nasihat semata. Atau hanya sekedar anjuran supaya rajin sekolah minggu, atau rajin kebaktian pemuda semata! Tidak cukup dengan itu. Tetapi secara menyeluruh. Baik oleh orang tuanya, lingkungan gereja, masyarakat, dan tempat sekolahnya juga. Oleh semua pihak tentu saja. Baik secara langsung!

Tidak kurang, banyak juga para orang tua telah mendidik anak-anak mereka sedemikian rupa, dengan harapan supaya anak-anak mereka menjadi orang baik-baik kelak? Tapi kenapa anak mereka tetap nakal, bebal, seperti tidak pernah di ajar? Nah, inilah masalahnya. Karena mereka bukan benda mati. Tapi juga punya mata dan telinga, juga punya hati, bahkan punya keinginan untuk menjadi seperti orang juga. Orang yang dianggapnya sebagai panutan, tentu saja. Maklum, mereka juga sedang mencari identitas diri. Hanya apakah idenditas diri itu telah mereka dapatkan secara tepat dari orang-orang atau lingkungan? Benarkah dalam lingkungan keluarga sendiri kita sudah memberikan semacam panutan identitas diri buat mereka? Atau hanya sekedar anjuran supaya rajin sekolah minggu, kebaktian pemuda saja buat mereka? Sementara kita sebagai orang tua sendiri malas sembahyang? Makan saja tanpa berdoa, bagaimana doa sebagai nafas kehidupan dapat kita teladankan?

Kita memang tidak menyangsikan maksud baik orang tua bagi anak-anaknya. Hanya sadar atau tidak, strateginya mungkin yang salah! Dapat saudara bayangkan bila ada anak berusia dua tahun sudah bisa membedakan, mana uang seribu, duapuluhan, dan limapuluhan ribu! Yang limapuluhan ribu dipilihnya, sambil ia perlihatkan kepada ibunya, bahwa uang itu untuk ke mall katanya. Astaga! Kenapa sampai bisa terjadi begitu? Apalagi kalau bukan bahwa ia sering dibawa ke mall dan uang sejenis itu yang sering ia lihat ketika ia dibawa oleh ibunya ke mall?! Lalu yang untuk persembahan? Mungkin tidak sempat dikasih tahu, atau memang orang tuannya sendiri jarang ke gereja. Atau ke gereja juga tapi hanya kebiasaan saja tanpa penghayatan, dan ketika persembahan….. Hehehehe…… (maaf)! Tahulah sendiri apa kira-kira jawabannya!

Tidak kurang waktu liburan? Si anak berkata kepada orang tua: “Pah/mah, aku pengin liburan ke anu…., minta uang jajannya.” Oh, maka segera orang tua mengusahakannya. Tidak kurang untuk urusan sekolahnya, urusan kecerdasan otaknya, orang tua habis-habisan mengusahakannya, jual ladang, atau ngutang , atau kredit dimana saja, demi anaknya. Oh, itu baik saja! Tapi kalau urusan rohaninya? Urusan moralitas, etika, atau daya tahan iman? Apa yang sudah dilakukan? Berapa biaya yang berani dikeluarkan? Karenanya tidak heran bila di masa sekarang ini, banyak generasi mudah kita hanya cerdas otaknya, tapi merosot moralitasnya. tidak kurang di sekolah-sekolah, bahkan dijejali tambahan berbagai les pada sore hari juga, untu ktidak kurang dalam persekutuan gereja! Terkesan jalan sendiri-sendiri. Majelis dan jemaat jalan sendiri. Pemuda jalan sendiri, atur sendiri! Apa yang terjadi dalam rapat-rapat gereja kita? Oh, lebih banyak sibuk program ini program itu. Lalu program untuk pemuda? Paling-paling disediakan alat band, seolah selesailah sudah masalah! Silahkan pemuda latihan sendiri. Itu pun kalau ada anggarannya tersedia. Jika tidak, itu ditunda saja.

Lalu ketika mereka ibadah sini, ibadah sana, ke berbagai gereja? (syukur kalau pemuda ingat ingat gereja). Akh, paling-paling kita katakan pendeta atau majelis nda becus membina. Atau kalau mereka terlibat berbagai kenakalan remaja, ngebut di jalan, kumpul kebo, mabuk-mabukan di jalan, atau terjerumus dalam obat-obatan dan berbagai kejahatan? Oh tidak kurang (maaf!), para pendeta, majelis, aparat keamanan, para pejabat terkait dengan mudah saja mengatakan, itu kelalaian orang tua, yang seharusnya membina anaknya. Oh, jadi serba menyalahkan rupanya. Tapi tidak menyelesaikan masalah. Hanya anjuran, peringatan basa basi layaknya. Tidak ketinggalan para intelektual, menorot dari berbagai sudut pandang, sudut ini, sudut itu, tapi juga kurang menyengat dalam andil nyata, bagaimana yang seharusnya bersama-sama kita lakukan. Hanya kritik saja, banci jadinya!

Yang tidak kalah menarik, biasanya kita jadi begitu antusias memandang berbagai permasalahan generasi muda kita, justru ketika masalah sudah terjadi. Nasihat ini, nasihat itu. Padahal, tidak kurang juga kita sebagai orang tua, baik sebagai pemimpin gereja, tokoh masyarakat, artis terkenal, para penegak hukum, atau para pejabat negeri? Oh, pornografi, pornoaksi, seolah bukan barang langka lagi! Korupsi para pejabat seolah bukan sesuatu yang haram lagi! Kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan besar persentasenya! Tidak kurang (maaf untuk kesekian kalinya!), para penegak hukum banyak juga yang terlibat baku hantam di tempat remang-remang. Atau para pejabat terlibat narkoba yang berkeliaran saja? Atau para anggota dewan yang ketiduran di persidangan? Apakah kita anggap ini hal sepele dan tidak ada hubungaan keterkaitan sebagai panutan generasi kita? Masalahnya memang tidak gampang. Tidak cukup hanya lewat doa atau khotbah mimbar gereja saja. Harus oleh semua kita!

Lalu, dari mana kita memulainya? Yang utama tentu saja keluarga atau orang tua. Jadilah teladan, bukan hanya nasihat, atau larangan sebatan kata-kata. Yang tua, hiduplah sederhana. Kata “sederhana” dalam nas ini, tidak berarti orang tua lalu berpakaian compang camping! Tetapi dalam arti tidak hidup hura-hura, atau terlalu banyak teori yang muluk-muluk tetapi tidak nyata dalam tindakan. Ya, itu persisnya! Juga hidup terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Ya, harus mulai dari itu (ay.2). demikian pun perempuan-perempuan yang tua, hiduplah sebagai orang yang beribadah, jangan hanya suka memanjakan anak ke mall saja, jangan memfitnah, jangan hanya sibuk ngurus kecantikan dan penampilan diri sendiri saja, atau malah jadi penjudi segala. Jika demikian bagaimana mungkin dapat membina perempuan muda dengan keteladanan? (ay.3).

Menurut hemat kita, ada baiknya juga pembinaan gereja harus secara serius, terprogram dan berkesinambungan. Program yang dimaksud tentu saja bukan sekedar menyediakan alat band, untuk gedebak-gedebuk, nda karu-karuan. Pembinaan yang hany bersifat hiburan! Atau hanya sekedar PA yang menambah kelelahan melanjutkan pelajaran teori yang di sekolahan! Yang dibutuhkan oleh pemuda tentu saja, semacam pendampingan, tempat curhat sebagai kawan untuk penguatan, kepercayaan identitas diri ke arah yang lebih kreatif menghadapi tantangan jaman! Ya, pembentukan kepribadian. Sudahkah itu kita pikirkan atau lakukan? Ini menjadi PR kita selaku gereja. Jadi bukan sekedar hanya menyalahkan mereka, menyalahkan orang tua, menyalahkan majelis, menyalahkan pemerintah, atau menyalahkan kemajuan jaman dan teknologi.Tidak ada yang salah dengan dunia ini. Matahari tetap terbit dari Timur dan tenggelam di Barat seperti sedia kala. Yang salah, kalau mau mencari siapa yang salah, ya semua kita yang harus berbenah diri!

Bagaimana peran pemerintah? Jangan serahkan mentah-mentah begitu saja kepada para orang tua, majelis atau guru SHA atau pembina pemuda saja. Karena mereka juga adqalah harapan nusa dan bangsa juga. Harapan kita bersama! Apa peran Menteri Pemuda dan olah Raga dan jajarannya? Apakah cukup hanya mengurus soal sepak bola kita yang terpuruk jadi tertawaan dunia? Buatlah juga sekiranya bentuk melalui mana para pemuda kita terbina sejak generasi mudah hingga sungguh-sungguh jadi mahkota harqapan bangsa. Tidak cukup hanya sekedar penyuluhan yang sekali-sekali saja.

Lalu bagaimana Anda para pemuda sendiri? Nah…nah..nah… Janganlah hanya menyalahkan orang tua, gereja, atau menyalahkan apa saja. Perlu juga Anda sebagai orang muda koreksi diri. Jangan hanya terbawa perasaan, merasa yang harus serba diperhatikan dan dituruti kemauan! Anda tahu latar belakang Hari Pemuda GKE (bagi Anda para pemuda GKE)?! Itu dicetuskan oleh para pemuda gereja GKE tempoe doelo, sebagai bentuk atau wadah bukti kreativitas , sebagai pemuda beriman, ambil bagian dalam keterlibatan mereka memberi warna gerejanya demi kesinambungan masa depan dan kesaksian! Lalu Anda sebagai pemuda Gereja sekarang? Atau lebih banyak bertanya “apa yang dapat gereja berikan untuk saya?” Lalu bila dirasa gereja tidak memberikan apa-apa, jadi lari sani-lari sana, cari gereja hanya untuk hiburan, gedebak-gedebuk drum pengiring nyanyian?

Oh… Bila itu pertanyaannya, bila itu yang Anda lakukan, berarti Anda bukan tambah lebih baik dan lebih maju dari para pemuda pendahulu Anda. Walau intelektualitas anda jauh lebih mafan dari mereka! Kuasailah dirimu dalam segala hal. Jadilah teladan dalam berbuat baik. (ay.7-8). Penguasaan diri, itu kata kunci. Itu awal yang baik, untuk memilih yang baik, berpikir secara jernih, dan bertindak hingga benar-benar jadi mahkota yang indah sesuai apa yang diharapkan. Bukan menjadi sampah tak berguna yang ditenggelamkan oleh arus jaman yang serba menawan, namun yang hanya berakhir ke kuburan. Bangkitlah wahai pemuda. Lanjutkan dan buktikan kepada para pendahulumu, tanpa banyak embel-embel picisan ini-itu. Buktikanbahwa engkau masih ada di mana orang semakin menyepelekan Tuhan seperti di jaman ini. Dan buatlah Tuhan tetap tersenyum di atas sana! Selamat hari Pemuda GKE. AMIN! *(KU).

Jumat, 03 Agustus 2012

JANGANLAH LUPAKAN KEBAIKAN ORANG LAIN


2 Samuel 14:22-33

Ada suatu kisah yang menarik, tentang dua orang yang bertetangga. Yang seorang adalah peladang, yang seorang pegawai di suatu instansi. Si peladang ini termasuk dalam kelompok penggarap hutan, pembagian areal kaplingan tanah. Waktu itu belum ada jalan yang bagus di sekitar tempat itu. Maklum daerah baru. Karena kesulitan biaya untuk menyekolahkan adiknya yang bungsu, si peladang tadi menjual tanah bagiannya kepada si tetangga sahabatnya. Padahal si tetangganya banyak juga biaya tanggungan untuk menyekolahkan anaknya yang empat orang. Setengah memaksa sambil memohon belas kasihan, akhirnya permintaan si peladang tadi dikabulkan oleh sahabat tetangganya. Walau tetangganya itu harus ngutang di tempat lain untuk membayar harga tanah seperti yang dimintannya.

Berselang beberapa tahun kemudian, si tetangganya yang pegawai tadi dimutati ke daerah lain. Tapi karena rasa percaya (maklum karena dianggap sahabat), si tetangga ini meminta kepada sahabatnya si peladang, supaya tanah yang dibelinya tadi sambil dilihat, supaya tidak diambil orang. Karena kebetulan tanah mereka letaknya berdekatan. Tetangganya tadi lalu berangkat memenuhi tugas di tempat yang baru. Selang beberapa tahun kemudian, seiring dengan perkembangan jaman, daerah itu semakin maju. Jembatan dan jalan mulai dibangun. Banyak sudah bangunan, bahkan perkantoran dekat wilayah itu. Dulu hutan, sekarang semi perkotaan. Dulu komunikasi begitu sulit hanya lewat surat, sekarang tinggal angkat hp karena sinyal sudah kuat!

Di kesempatan waktu cuti (maklum sambil kumpul-kumpul uang untuk pulang), si tetangga ini berkeinginan untuk pulang dengan rasa sukacita mendengar kabar betapa majunya daerah tanah yang dibelinya dulu. Sambil rencana ingin membenahinya. Setelah pulang dan bertemu dengan tetangganya si peladang, ia berkeinginan untuk menengok lokasi tanahnya. Maklum situasi telah berobah, bisa kesasar tak jelas arah bila tak ada pemandu karena lokasi sudah berbeda keadaannya. Tapi apa dinyana? Sahabatnya si peladang memberikan petujuk yang tak jelas arah, kong-kolingkong, dan bersikap dingin. Malah ia menagih biaya pemeliharaan segala macam, tanpa pernah ada kesepakatan. Rumitlah urusan.

Bahkan selanjutnya, ketika si sahabatnya tadi ingin berjumpa menyelesaikan, si peladang pasti menyembunyikan diri atau mengadakan perjalanan, entah kemana. Usut punya usut, ternyata tanah tetangganya tadi dijualnya kepada orang lain dengan harga tinggi. Maklum daerahnya sudah maju. Tak habis pikir, seorang sahabat yang telah dikasihani di saat kepepet, sekarang dengan mudahnya menipu milik sahabat setianya yang telah berjasa membantunya. Oh....manusia, disaat susah, menjilat-jilat, merengek minta pengasihan. Tapi setelah keadaan nyaman. Haknya pun dirampas dengan berbagai alasan oh... manusia..... Kisah nyata ini mirip-mirip dengan peristiwa seperti yang terjadi dalam nas ini. Walau jalan ceritanya tidak sama. Orang-orang yang telah dikasihani, namun tak tau diri!

Dalam nas ini, “bagai kacang lupa akan kulitnya,” demikianlah kira-kira istilah yang pantas diberikan kepada Absalom. Betapa tidak, ia yang seharusnya terbuang dari Israel, bahkan terancam bunuh oleh dendam dari saudara-saudara Amnon, akibat ulahnya di masa lalu. Tapi sekarang Absalom mendapat kesempatan untuk kembali ke Israel dan keselamatannya dijamin. Tapi apa yang terjadi? Oh, sungguh tak tak tahu diri. Jangankan berterima kasih, baik kepada Yoab yang bermurah hati, atau pun kepada sang raja Daud (ayahnya) yang memberikan kesempatan. Justru sebaliknya. Ia berbuat seenaknya. Maklum, sekarang ia banyak mendapat sanjungan dan simpatisan karena penampilan (ay.25-26).

Pemaksaan kehendak itu yang diperlihatkannya. Dan terbukti ketika Absalom menyuruh para hamba-hambanya membakar ladang Yoab ketika keinginannya untuk di hadapkan kepada raja tidak dikabulkan (ay.29-30). Tidak hanya itu, malah Absalom merancangkan niat jahat berikutnya, hendak menumbangkan kekuasaan ayahnya Daud. Oh, tak tahu diri. Rupanya Absalom mengambil kesempatan dalam kesempitan. Oh, mengerikan sekali. Tak tahu diuntung sama sekali. Saudara, apa yang ada dalam benak kita terhadap kisah nyata ini? Sebenarnya kisah ini juga adalah kisah nyata yang bisa kita jumpai masa ikini. Baik di lingkungan rumah kita, di tetangga, di kantor, di sekolah, di lingkungan bisnis, dan dimana saja. Kapan saja! Benar saudara?

Tidak jarang dalam hidup nyata kita juga sering bertemu dengan orang semacam tipe Absalom. Ketika dalam keadaan kesulitan merengek-rengek supaya dipilih, diangkat jadi pimpinan. Setelah memimpin, bagai singa si raja hutan. Semena-mena membuat kebijakan yang merugikan orang. Ketika sebenarnya tidak memungkinkan lulus ferivikasi, merengek rengek supaya dibantu diluluskan. Sekarang setelah lulus? Kerja pun tak becus. Aset-aset yang mestinya dipelihara dan dikembangkan, malah digelapkan. Setiap gaji bulanan bukannya bersyukur kepada Tuhan, tapi dihabiskan semalaman untuk hura-hura dengan temang di tempat remang-remang! Padahal dulu merengek-rengek minta Hamba Tuhan mendoakan supaya naik pangkat dan melimpah berkat. Sekarang? Jangankan sembahyang, pintu gereja pun ia tak tau di mana tempatnya. Oh manusia....

Melalui nas ini menyadarkan kita, janganlah lupakan kebaikan orang. Janganlah kita lupa, bila menjadi orang. Hargai orang tua yang telah berjuang membanting tulang untuk biasa studi hingga jadi seperti apa kita sekarang ini. Hargai orang-orang yang telah memberikan dukungan dan kesempatan melalui mana kita mendapat peluang. Ingatlah jasa orang yang pernah menolong kita di saat susah. Jangan juga menganggap remeh Tuhan yang mengaruniakan berkat dan keselamatan. Sebenarnya kita adalah manusia berdosa, hanya karena kasih karunia-Nya kita diselamtkan (bdk. Ef.2:8-10). Pergunakan segala talenta untuk membangun kehidupan yang lebih baik, bukan malah sebaliknya, merusak diri sendiri dengan berbagai kenikmatan dunia yang menjerumuskan. Hargai hidup, dan bersyukurlah senantiasa. AMIN*(KU).

SIAPA YANG BERTAHTA DI HATI ANDA ?!


2 Samuel 15:13-37

Alkisah (ini hanya kisah fiktif saja), bertemulah dua sosok setan mengadakan dialog. Yang satu kelihatan sangat gemuk, segar dan ceria. Sedangkan setan yang satunya lagi sangat kurus, sakit-sakitan, muram dan mirip seperti kata pepatah, hanya tinggal tulang. Apa masalah mereka? Apa yang mereka perbincangkan? Nah, ikuti dialog mereka seperti berikut ini. Setan yang gemuk membuka pembicaraan: “Koq kamu kelihatannya sangat kurus, sakit-sakitan, dan muram? Ada apa dengan mangsa anda?” (mangsa: maksudnya manusia yang mereka goda).

Dengan wajah sedih, setan yang kurus memberi jawaban: “Ya, itulah masalahnya. Habis mangsa saya itu sulit saya taklukkan. Bagai tembok beton, susah ditembus. Habis kalau saya goda bila ia makan, ia berdoa sebelum makan. Bila saya mau menyimpangkan jalannya, ia duluan berdoa ‘Tuhan, tuntunlah jalan hamba’. Bila saya goda tawarkan tempat foya-foya dan tempat remang-remang sehabis gajian, ia juga terlebih dahulu berdoa: ‘Tuhan, berkatilah uangku ini supaya dapat aku gunakan secara baik dan benar serta bersyukur’. Mau kerja berdoa, mau makan berdoa, merencanakan sesuatu berdoa. Aku tawarkan koran, ia malah baca Firman Tuhan. Aku tawarkan tempat menarik hiburan pada hari minggu, ia malah berangkat ke gereja.”

“Hahahaha......” setan yang gemuk tertawa ngakak setengah mengejek kawannya si setan yang kurus. “Kalau dengan mangsa saya beda” katanya. Terus ia menambahkan: “Kalo mangsa saya itu rapuh. Bagai rumah tampa pagar. Jadi mudah saya goda. Mau makan, nda berdoa, jadi saya yang gemuk makan. Bila jalan, saya belokkan jalannya ke tempat hiburan. Bila sehabis gajian, saya tawarkan tempat hiburan remang-remang, ia sangat suka. Bila bepergian perjalanan dinas, saya tawarkan perselingkuhan, ia semakin tak tau diri. Saya semakin bahagia. Jadi saya makin gemuk. Bangun tidur langsung baca koran, bukan Firman Tuhan. Apalagi hari minggu, saya tawarkan tempat rekreasi yang menggiurkan, ia langsung bagai kerbau ditarik moncongnya. Jadi saya makin gemuk. Pokoknya, di hatinya saya yang bertahta, sehingga saya mudah menguasainya”, ungkap setan yang gemuk. Setan yang kurus rupanya hanya tertunduk merenungkan nasibnya!

Saudar, sadarkah kita, bahwa sejak bangun tidur pagi, berpikir, dan beraktivitas sepanjang hari, hingga mau tidur di malam hari, ada dua kuasa yang siap akan bertahta di hati kita? Kuasa Allah dan kuasa setan tentu saja! Kuasa terang dan kuasa gelap istilahnya! Mana yang kita perkenankan bertahta di hati kita? Apakah kuasa Allah? Atau kuasa setan? Salah satu kuasa yang bertahta di hati kita, sangat menentukan karakter, cara berpikir dan cara bertindak kita! Menyinggung masalah sikap hati, melalui nas ini memperlihatkan kepada kita sikap orang-orang, seperti digambarkan berikut ini.

Nas ini diawali dengan pernyataan: “...Hati orang Israel telah condong kepada Absalom.” (ay.13). Hati orang Israel yang condong kepada Absalom tentu ada penyebabnya. Ya, apalagi kalau bukan hati mereka telah buta terhadap kebenaran. Hati mereka ditipu oleh kelicikan hati Absalom yang jahat. Lalu tentang Absalom sendiri? Dari beberapa keterangan ayat sebelumnya (misalnya psl. 15:1-7), jelas memperlihatkan niat jahat hatinya, dan apa-apa saja yang hendak dilakukannya. Segala pikiran dan niat jahat yang ada dalam hatinya tentu saja karena dikuasai oleh kuasa kegelapan yang menuntunnya. Firman Tuhan berkata: “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging. Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian.....“ (Gal. 5:17, 19-20).

Lalu bagaimana gambaran hati Daud dalam kasus cerita ini? Kenapa Daud mesti melarikan diri dari Absalom? Apakah Daud tidak sanggup melawan? Oh, saudara... kita tidak boleh meremehkan begitu saja akan kemampuan Daud. Terlebih panglimanya bernama Yoab adalah tangan kanannya, dan sudah banyak membuktikan kemenangan di dalam medan pertempuran! Tapi kenapa harus melarikan diri? Jawabnya tentu adalah ini. Daud tidak ingin terjadi pertumpahan darah. Daud tidak ingin menyaksikan darah dagingnya sendiri terbantai di medan pertempuran. Bagaimana pun juga Absalom adalah anak kandungnya sendiri. Sejahat-jahatnya Absalom, sebagai seorang ayah yang punya perasaan tentu Daud tidak tega membantai anaknya! Inilah gambaran hati Daud. Hati yang punya perasaan. Hati yang tidak tega! Oh..... Berbeda dalam pengalaman nyata kita, tidak jarang atas nama agama, orang tega membantai sesamanya!

Saudara, melalui nas ini juga memperlihatkan kepada kita sisi lain hati manusia. Hati yang setia. Coba kita baca certinya. Pada saat yang genting itu juga, manakala 600 orang, baik orang Kreta dan orang Pleti, rombongan raja Daud melarikan diri, terdapat seorang asing, orang Gad bernama Itai. Daud memperingatkannya supaya kembali ke tempat asalnya, namun Itai bersikeras tetap mengikuti rombongan Daud dengan setia. Bahkan Itai berikrar: “Tetapi Itai menjawab raja: Demi Tuhan yang hidup, dan demi hidup tuanku raja, di mana tuaku raja ada, baik hidup atau mati, di situ hambamu juga ada.” (ay.21). Oh luar biasa, ungkapan yang menempelak kita! Karena, benarkah selama ini, kita adalah hamba Tuhan yang setia? Benarkah selama ini kita adalah sahabat yang setia dalam suka dan duka? Atau hanya sahabat waktu suka, sementara dalam keadaan sulit kepepet, kita entah di mana....?!

Saudara, saya percaya, kita pasti menginginkan hidup kita sebagai orang percaya yang diberkati oleh Tuhan. Saya percaya bahwa kita menghendaki hidup ini baik adanya. Jika demikian jadikan Allah yang berkuasa dalam hati kita, menuntun cara berpikir kita, langkah dan tindakan kita. Karena itu, pagarilah hidup kita dengan doa. Jadikan Firman Tuhan sebagai landasannya. Serta ibadah sebagai lukisan keindahan jiwa! Jagalah hati kita, seperti dalam ungkapan Firman Tuhan: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” (Ams. 4:23). AMIN! *KU).