Renungan GKE

Selasa, 20 Oktober 2015

TAHU BERTERIMAKASIH



Lukas 17:11-19

Adalah sepuluh orang kusta seperti yang diceriterakan dalam nas ini. Tentulah mereka adalah orang-orang yang sangat menderita. Ya, tentu saja karena penderitaan itu bukan hanya sekedar penderitaan secara tubuh. Secara fisik. Tetapi juga secara hukum Agama dan hukum sosial. Menurut apa yang difahami secara hukum agama (dalam hal ini Agama Yahudi), bahwa penyakit kusta dianggap suatu penyakit najis, kutukan dari Tuhan. Jadi dapat anda bayangkan, apa artinya bila seseorang terserang penyakit kusta. Karenanya tidak heran bila hukum agama melarang mereka untuk dapat bersama-sama berada di Bait Allah memuji Tuhan! Orang najis dinyatakan tidak layak membawa kenajisannya berbaur dengan orang-orang normal dan dianggap suci.

Tidak hanya sampai disitu, secara hukum sosial pun tidak kurang derita yang mereka rasa. Jarak mereka telah ditentukan bila berpapasan dengan orang atau masyarakat normal. Bila berpapasan, si kusta tersebut harus menutup mukanya, dan dengan suara lantang mengucapkan kalimat pemberitahuan: “Najis….najis….!” Siapa saja yang berpapasan diberitahu bahwa disekitar mereka ada orang najis! Itu aturan yang diwajibkan. Berpenyakit kusta, oh malangnya. Sudah menderita secara tubuh, ditambah lagi penderitaan secara aturan agama dan sosial! Sepertinya mereka tak memiliki pengharapan lagi. Namun ketika mereka berjumpa dengan Yesus, situasinya jadi berbeda. Pengharapan mereka tak sia-sia.

Ketika mereka memohon pengasihan dari Yesus, kesembuhan total mereka terima. Baik kusta secara tubuh, maupun penyakit kusta dalam arti yang rohani yaitu dosa. KasihNya tidak terbatas. Bagi siapa saja yang percaya padaNya. Siapa pun yang berpengharapan kepada Yesus, sejarah membuktikan bahwa pengharapan padaNya tidak pernah sia-sia. Kuasa Yesus memang luar biasa. Tak ada yang dapat menandinginya. Nama Yesus adalah nama di atas segala nama yang ada. Nama yang berkuasa baik di bumi mau pun di sorga. Karena memang Dia-lah Allah Yang Berkuasa. Allah yang hadir dalam kenyataan kancah pergumulan manusia!

Persoalannya sekarang, bukanlah pada Yesus yang memang tak terbantahkan. Tetapi pada sikap manusia-manusia yang telah mendapatkan pengasihan Yesus. Anugerah Yesus. Sebagai manusia rata-rata kita mengalami atau menghadapi masalah dalam kehidupan. Baik masalah-masalah jasmani maupun rohani. Aneka persoalan dunia maupun soal doa. Rata-rata kita juga sama-sama berjuang untuk mengatasinya, sadar atau tidak Yesus-lah jawabannya! Lalu setelah mendapatkan jawabannya? Adakah yang berterimakasih kepada Dia yang mengaruniakannya? Nah, disinilah persoalannya! Di sinilah bedanya!

Melalui cerita sepuluh orang kusta dalam nas ini, saya mengajak kita semua untuk menangkap makna pembelajaran berharga, yang sekiranya menjadi berkat bagi kita semua. Diceritakan dalam nas ini, ketika sepuluh orang kusta ini memohon pengasihan Yesus meminta kesembuhan, Yesus tidak langsung mengabulkan permohonan mereka. Semacam ada masa selang. Bahkan Yesus justru memberikan perintah kepada mereka “perlihatkanlah dirimu kepada imam”. Secara normal, bukankah semestinya Yesus memberikan jawaban “Saya akan menyembuhkan engkau?” sambil menjamah mereka yang sedang menderita? Tapi malah diberikan perintah yang kelihatan agak tidak masuk akal.

Yang diminta adalah kesembuhan, tetapi jawaban yang mereka terima adalah sebuah perintah yang harus dilaksanakan! Mereka harus berjalan menuju kepada imam sebagai syarat agama untuk dinyatakan tahir atau tidaknya penyakit kusta mereka. Apa yang menarik di sini? Nah ini! Yesus mau, supaya setiap orang yang meminta pertolonganNya, maka sebelumnya mereka harus memiliki tindakan iman. Suatu tindakan iman nyata melalui pemenuhan sikap yang taat akan aturan agama. Taat akan syarat-syarat agama. Yesus mengajarkan kita untuk taat akan aturan agama yang berlaku.

Melalui perintahNya kepada sepuluh orang kusta tersebut, sekaligus Yesus secara tersirat memberikan pembelajaran kepada mereka, bahwa mereka seharusnya tidak hanya mau mendapatkan kesembuhan dari penyakit mereka secara fisik. Tetapi yang jauh itu, agar mereka pertama-tama harus mementingkan kesembuhan dari penyakit “kusta rohani” mereka. Ini penting! Karena apalah artinya orang mendapatkan kesembuhan secara fisik, tetapi penyakit rohaninya tetap tidak mengalami kesembuhan?

Di sisi lain kita juga perlu belajar dari kesepuluh orang kusta ini. Mereka memang luar biasa. Tanpa complain mereka melaksanakan perintah Yesus. Mereka memiliki tindakan iman yang luar biasa. Mereka pergi bergerak mendapatkan imam untuk memperlihatkan diri mereka sesuai dengan perintah Yesus! Bagaimana dengan kebanyakan dari kita? Adakah yang memiliki tindakan iman yang luar biasa pada Yesus ketika menghadapi masalah kehidupan seperti kesepuluh orang kusta tersebut untuk mendapatkan jawaban? Atau hanya tahunya meminta…meminta… dan meminta kepada Tuhan ?! Tanpa ada tindakan iman dan tanpa ada rasa berkewajiban untuk memenuhi dan melaksakana aturan beragama seperti yang ditetapkan?

Dari keseluruhan cerita dalam nas ini, ada satu hal mendasar yang membedakan mereka. Tentang apa? Nah ini. Hanya satu orang di antara mereka yang kembali berterima kasih kepada Yesus. Padahal yang seorang ini disebutkan adalah orang Samaria, yang bagi orang Yahudi adalah orang Kafir. Sedangkan yang Sembilan orang lainnya? Rupanya mereka, ibarat pepatah “kacang lupa akan kulitnya”. Padahal mereka dipastikan adalah orang Yahudi, orang yang dianggap lebih baik dari orang Samaria dalam kesalehan beragama tentu saja! Berterimakasih, kelihatannya hal sepele. Tapi mengandung makna yang sangat dalam. Berterimakasih artinya menghargai dan hormat kepada siapa orang yang telah berbuat kebaikan.

Saudara, sadarkah kita bahwa banyak hal yang telah Allah perbuat bagi kita? Adalah dalam seluruh hidup kita mengungkapkan sikap yang berterimakasih padaNya? Bagaimana dengan Ibadah kita kita? Doa kita? Ketaatan kita? Cara bersyukur kita? Adakah semuanya menggambarkan sikap berterimakasih? Sebagai ungkapan penghargaan yang dalam dan rasa hormat kita kepadaNya yang telah melimpahkan anugerah dan berkatnya bagi hidup kita? Amin!

SATU WAJAH DUA RUPA


Efesus 4:17-32

Pernahkah saudara berpikir, apa dan bagaimana sih makhluk yang bernama “manusia” itu? Dan apa perbedaannya dengan makhluk yang lain? Oh, pasti rata-rata kita dengan mudah memberikan jawaban! Karena memang terang bagai siang, manusia jelas berbeda dari kucing, buaya, ular, burung, kuda, serigala, atau singa umpama. Manusia memiliki akal budi, sedangkan makhluk lain tidak! Manusia tentu memiliki tatakrama, sedangkan makhluk lain tidak! Lalu dalam kehidupan komunitas atau sosial? Oh, manusia memiliki tata aturan, norma-norma moral-etis jadi patokan, sedangkan makhluk lain? Paling-paling hanya hukum rimba yang berlaku. Tidak lebih dan tidak kurang.

Lalu yang sangat prinsip, manusia mengenal Tuhan alias ber-Tuhan, sedangkan makhluk lain tidak! Inilah yang menjadikan makhluk bernama “manusia” itu lebih mulia dari makluk yang lain. Ya, seharusnya demikian. Karena manusia bukan hewan. Tetapi maaf..... benarkah bahwa makhluk yang bernama “manusia” itu lebih mulia dari makhluk lainnya? Kisah nyata berikut ini perlu untuk kita renungkan. Kisah nyata yang melatarbelakangi lukisan "Perjamuan Terakhir" Yesus dan murid-murid. Leonardo da Vinci, sang pelukisnya ternyata membutuhkan waktu bertahun-tahun(katanya) untuk menyelesaikan mahakaryanya itu. Bagi da Vinci, tak sulit menemukan model untuk melukis wajah para murid ... Akan tetapi, untuk menemukan model untuk melukis gambar diri Yesus .. hmmm ... bukan perkara mudah!

Lama da Vinci mencari, akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bernama Pietri Bandinelli , " Ini dia model Yesus .. cocok !" pikirnya. Namun, ada satu model lagi yang harus dia temukan untuk menyelesaikan lukisannya itu dan ini tampaknya jauh lebih sulit ditemukan dibanding model bagi gambar Yesus … Yups, benar sekali. da Vinci kesulitan untuk menemukan model wajah Yudas Iskariot! Dicari kemana-mana model buat Yudas, tapi hasilnya nol besar. Sampai satu ketika ... da Vinci berjalan-jalan untuk mencari inspirasi. Ia pergi ke tempat-tempat kumuh, bahkan hingga ke penjara di Milan untuk mencari model 'Yudas'.

Setelah beberapa jam mencari, ia menemukan wajah yang cocok. Da Vinci bertemu dengan satu orang yang menurutnya orang ini mampu memberikan gambaran tentang karakter Yudas yang tentunya sangat berbeda sama sekali dengan karakter murid-murid, apalagi karakter Yesus. Matanya mencerminkan kelicikan dan keputus-asaan. Wajahnya keras. Dan Vinci memintanya menjadi model 'Yudas', dan orang itu menyanggupinya. Akhirnya proses penyelesaian lukisan "Perjamuan Terakhir" pun dilanjutkan. Da Vinci bekerja dengan tergesa-gesa selama beberapa hari hingga kemudian ia menyadari perubahan yang terjadi pada orang yang menjadi modelnya. Wajahnya mulai tegang dan matanya memancarkan horor.

Merasa terganggu, da Vinci menghentikan kegiatannya dan bertanya, “Apa yang membuatmu begitu terganggu?” Sang pria yang menjadi model “Yudas” itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis tersedu-sedu. Setelah beberapa saat ia menjawab dengan nada suara agak berat, “Tidakkah bapak mengingat saya? Saya Pietri Bandinelli ... dulu saya menjadi model bagi wajah Yesus. Bertahun-tahun yang lalu saya ada di studio ini. Sayalah sang Yesus di lukisan bapak…” Saudara, bukankah apa yang dialami oleh Bandinelli juga merupakan tantangan terbesar kita sebagai orang percaya dalam menjalankan kehidupan ini? Dalam beberapa waktu seseorang bisa menjadi "mirip Kristus", namun seiring dengan perjalanan kehidupan yang semakin berat ... bukankah sering juga terjadi seseorang berubah drastis menjadi lebih "mirip Yudas” ?!

Oh, “manusia”…. bukankah katanya ia mempunyai akal budi dan mestinya tau memilih apa yang baik dan buruk, benar dan salah? Bahkan (seharusnya) tahu persis soal mana yang kutuk mana yang berkat?! Hanya sayang, dalam kenyataanya banyak juga kasus kehidupan memperlihatkan bahwa manusia sering salah pilih, salah jalan! Apa umpama? Nah ini, saudara pasti tahu bahwa spiritus bukan untuk diminum, tapi malah banyak juga manusia yang sengaja meminumnya untuk aplosan! Anda juga pasti tahu bahwa obat antalgin boleh diminum dalam dosis tertentu sesuai aturan. Tapi bila dimunum 20 biji sekaligus dicampur Extra Jos tentu bisa mampus. Tapi banyak juga yang melakukannya dengan sengaja! Entah oleh yang muda atau tua, oleh yang berpendidikan atau bukan. Ada apa sih dengan makhluk yang bernama “Manusia” ini yang katanya makhluk mulia?

Masih tentang makhluk yang bernama “manusia”. Bukankah semestinya ia punya perasaan, peka terhadap keadaan, lingkungan, dan sesama? Tapi ironisnya justru sering mati rasa, malah melukai perasaan, saling menjatuhkan, merampas milik orang lain, bahkan kayak Dracula haus darah membantai sesamanya atas nama alasan dan tujuan segala?! Celakanya malah ada yang mengatasnamakan Tuhan dan Agama? Manusia oh manusia.....ckckckckckck..... Ada apa sih sebenarnya tentang makhluk yang bernama “manusia” ?!

Saudara, bila dicermati lebih teliti berdasarkan firman kebenaran, bahwa dalam diri makhluk yang bernama “manusia” itu memiliki dua kekuatan metacentrum yang sangat mempengaruhi pikiran, perkataan, tingkah laku, dan perbuatannya. Kekuatan macam apa itu? Nah ini. Kekuatan “manusia lama” dan kekuatan “manusia baru”. Kekuatan tersebut bisa membawanya kea arah yang buruk dan ke arah yang baik. Ke arah yang negatif dan ke arah yang positif. Itu berlaku bagi semua manusia, termasuk Anda dan saya. Mana yang lebih dominan dalam diri Anda dan saya?

Konsep “manusia lama” dan “manusia baru” merupakan salah satu tema penting dalam teologi Paulus. Secara cermat kita dapat melihat betapa Paulus mengingatkan pentingnya kita untuk mewaspadai sedari dini cara-cara hidup yang tidak berkenan pada Allah itu. Penting bagi kita untuk menyelidiki dalam kehidupan kita, apakah cara hidup kita sudah berkenan kepada Allah? Mengapa hal ini dianggap penting? Ya, tentu saja bila kita merasa bahwa kita adalah “manusia”, bukan makhluk yang lain. Roh Kudus telah berkarya membaharui akal budi orang percaya secara terus-menerus; pembaharuan akal budi menghasilkan praksis yang benar.

Thomas Schreiner pernah mengatakan bahwa orang percaya dimampukan untuk melepaskan “manusia lama” dalam dirinya, yaitu natur Adam yang pertama, yang telah mati melalui kematian Adam kedua di kayu salib; demikian juga orang percaya dimampukan untuk mengenakan “manusia baru”, Adam kedua, melalui kebangkitan Kristus. Dan oh, ya….mumpung tidak lupa memberitahukan, bahwa “manusia lama” kita telah turut disalibkan, agar jangan lagi kita menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6). Kita adalah anak-anak Tuhan, identitas kita harus jelas! Kita adalah adalah anak-anak Tuhan, orang beriman! Bukan makhluk yang lain atau hewan! Dan identitas kita selaku anak-anak Allah adalah mengenakan Kristus, berpikir, bersikap dan bertindak seperti Kristus! (Bdk.Gal.3:27; Flp.2:1-11). Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

DOAKU KOQ NDA DIJAWAB-JAWAB SAMA TUHAN SIH?


Efesus 3:14-21

Tentang doa. Ada bermacam ragam pendapat orang tentang doa. Beraneka ragam pengalaman orang tentang doa. Ada yang berpendapat, Tuhan itu kan Maha Tahu, ngapain kita harus repot-repot meminta padaNya? Harus berdoa segala? Jadi tak perlu berdoa. Oh, ya…..?! Ada juga yang merasa kecewa, habis doanya katanya nda pernah dijawab-jawab sama Tuhan. Meminta supaya dapat momongan, eh bertahun-tahun koq nda dikabulkan Tuhan?

Bukan Cuma itu. Bukan Cuma terjadi pada orang awam. Tetapi malah terjadi pada para Hamba Tuhan. Seorang Hamba Tuhan pernah mengungkapkan perasaanya, meminta pemikiran kepada para Hamba Tuhan lainnya. Apa yang terjadi padanya tentang doa? Nah ini, Hamba Tuhan ini merasa berdosa. Apa pasalnya? Betapa tidak! Habis katanya, sering warga jemaat meminta padanya supaya medoakan keluarga mereka yang sudah lama sakit diopname, bahkan ada yang bertahun-tahun. Mereka meminta kepada Hamba Tuhan ini supaya diadakan doa penyerahan. Supaya orang yang mereka kasihi itu tidak terlalu lama menanggung derita.

Lalu setelah didoakan? Eh, tak lama…..yang sakit itu lalu berpulang meninggalkan dunia fana. Dan itu bukan hanya terjadi sekali dua kali. Tetapi banyak kali. Banyak sudah terjadi. Tetapi kata Hamba Tuhan ini, bila ada warga jemaat yang meminta didoakan supaya keluarga mereka disembuhkan? Eh, sepertinya Tuhan berlambat-lambat memberikan pertolongan? “Ada apa sih dengan saya? Apakah saya ini Hamba Tuhan spesialis pendoa untuk kematian?” Demikian pergumulannya sebagai Hamba Tuhan tentang doa. Karenanya ia meminta saran pendapat dari sesama Hamba Tuhan lainnya.

Nah, beda pula dengan pengalaman para hamba Tuhan lainnya. Ada hamba Tuhan yang bersaksi bahwa doanya “selalu” didengarkan Tuhan. Mendoakan jemaat yang brangkut, pasti sukses. Mendoakan yang sakit, nah sembuh! Mendoakan yang sulit dapat jodoh woow… pasti dapat jodoh. Ya, pokoknya serba didengar Tuhan. Ya, doa sepertinya lampu Aladin yang siap digosok, maka segera terjadilah. Kurang lebih demikian. Makanya tidak heran, ia diburu oleh warga jemaat untuk minta didoakan. Bahkan ada warga jemaat yang rela pindah gereja demi untuk mendapatkan jawaban doa. Dari para Hamba Tuhan yang katanya mujarab doanya. Ckckckckck…….Entahlah……

Doa….oh, kita memang tidak boleh meremehkan arti sebuah doa. Memang ada kuasa di dalamnya. Hanya masalahnya, seperti bak pepatah “manusia hanya bisa berencana, Tuhanlah yang menentukannya.” Ya, Tuhanlah yang menentukan segalanya. Bukan hebatnya doa kita. Apakah doa itu hanya milik segelintir orang? Milik para Hamba Tuhan tertentu dengan label “hanya bagi para Hamba Tuhan yang dipakai Tuhan?” Oh, saudara, tak ada ayatnya mengatakan demikian. Doa itu adalah nafas hidup orang percaya. Hak semua kita. Bukan klaim orang-orang tertentu! Apakah jawaban doa itu hanya berlaku bagi orang dengan level “orang benar” saja? Oh, kalau itu saudara, ada contohnya dalam Alkitab. Karena ketika dua orang sama-sama berdoa di Bait Allah, orang Farisi yang taat Agama dan seorang pendosa, ternyata doa seorang pendosa dijawab Allah juga.

Mungkin banyak orang semakin penasaran tentang doa. Dan mungkin semakin banyak pula ungkapan, “doaku koq nda dijawab-jawab sama Tuhan sih?” Oh ya? Saudara, sebelum lebih jauh kita berperkara tentang masalah doa, ada baiknya kita merenung dalam tentang satu hal ini. Apa sih yang Anda minta selama ini dalam doa Anda? Segala kebutuhan duniawi Anda semata? Ya, berdoa untuk si “Aku” anda saja? Pernahkah Anda mendoakan orang lain? Mendoakan Pendeta Anda? Majelis Anda? Atau mendoakan warga jemaat lainnya dalam doa Anda? Atau hanya kritik melulu untuk yang diluar Anda?

Persoalan kruasial tentang doa. Sadarkah Anda siapa sih Tuhan sang pemilik dan penjawab doa itu bagi Anda? Sadarkah Anda apakah Anda sudah punya hubungan baik dengan Dia sehingga Anda sungguh-sungguh kuat, RohNya benar-benar sudah mendiami hati Anda? Apakah Anda telah berurat berakar, Dia sang pemilik dan penjawab doa itu (Kristus), dan apakah hidup Anda benar-benar berdasar pada pola kasih Dia (Kristus) sang pemilik dan penjawab doa yang absolut itu? (bdk.ay.16-17).

Apakah selama ini Anda hanya berdoa untuk perkara-perkara jasmani yang sementara sifatnya, tetapi tak pernah sekali pun berdoa untuk perkara tingkat rohani “supaya kamu bersama-sama dengan orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya Kasih kristus, dan dapat mengenal kasih itu…..?” (bdk. ay.18). Mengenalnya saja Anda tak seberapa, koq maksa-maksa Dia (Kristus) untuk memenuhi selera jasmani kita? Ya, disinilah titik persoalannya! Bila hanya tahunya meminta, tetapi tak tahu isi yang diminta. Di sinilah kendalanya, bila hanya tahu meminta, tetapi tidak memiliki hubungan baik kepada Dia (Kristus) yang diminta! Di sinilah sulitnya, bila hanya tahu memainkan doa, tapi tak pernah berusaha tahu “aturan main” sebuah doa!

Apakah selama ini doa Anda nda dijawab-jawab sama Tuhan? Oh, saudara…Sebelum terburu-buru berkesimpulan tentang sifat Tuhan yang tak mungkin terselami oleh pikiran Anda yang terbatas, ada baiknya ini yang Anda lakukan. Sudahkah Anda terlebih dahulu mendoakan orang lain yang di luar diri Anda? Pendeta Anda, Majelis Anda atau orang lain supaya kehidupan mereka menjadi semakin baik? Sebelum Anda meminta, apakah Anda sudah memiliki hubungan baik dengan Dia, berurat berakar, RohNya mendiami hati Anda, dan gaya hidup kasih Dia menjadi gaya hidup Anda juga? Dan harap Anda sadari juga bahwa pemilik jawaban Doa bukanlah Anda, tetapi Dia….Sudahkah Anda mengikuti aturan mainnya? Bila belum, ya wajar saja….ibaratkan bila Anda hanya maunya bermain sesuka selera, tetapi permainan secara salah, karena aturan mainnya tidak kita fahami secara betul! Amin!

Jumat, 02 Oktober 2015

DIBENCI KARENA KRISTUS


(Yohanes 15:18-27)

Pada umumnya, seseorang itu menjadi dibenci tentulah karena beberapa faktor seperti berikut ini. Pertama, faktor internal; kedua, faktor ekstrernal; ketiga, faktor khusus. Faktor internal, yaitu seseorang dibenci karena sesuatu yang berasal dari dalam, dari diri orang yang bersangkutan. Ini bisa terjadi karena ucapannya yang buruk; bisa juga karena kepribadian alias perangai yang buruk. Hampir tidak ada orang yang senang dengan seseorang yang suka memfitnah orang lain. Yang bila bicara selalu banyak melukai hati orang. Tentu ia akan dibenci kebanyakan orang. Tidak ada pula orang yang suka dengan seseorang yang bila bicara hanya manis dimuka, tetapi menjadi musuh di belakang.

Lalu soal kepribadian? Nah, hampir tidak ada orang yang suka dengan seorang penipu, yang tidak jujur, yang kerjanya hanya merugikan orang lain. Mana ada juga orang yang senang dengan seorang pengkhianat. Seorang yang tidak setia alias ingkar janji. Tidak konsisten dengan ucapan. Hari ini begini, besok begitu. Di depan begini, di belakang begitu. Seseorang yang plin-plan melanggar kesepakatan. Demikian pun hampir tidak orang ada yang yang senang dengan seseorang yang sombong, bicaranya saja serba tinggi-tinggi dan sok tahu, pilih kasih dan bersikap meremehkan orang lain.

Di samping faktor pertama, faktor internal, seperti yang disebutkan tadi ada juga faktor lain yaitu faktor kedua, faktor eksternal orang bisa dibenci. Faktor ekstrernal yaitu faktor yang berasal dari luar, dari orang lain. Dia memang baik, ucapanya memang baik. Orangnya konsisten, setia, tulus, dan pemurah. Bahkan mungkin pengorbannya luar biasa bagi orang lain, bagi gereja dan masyarakat. Tapi kenapa ia tidak disukai? Kenapa ia dibenci? Yang pasti, bila lebih jauh diteliti, maka biasanya ia dibenci karena dua alasan. Karena yang dari luar dirinya merasa terganggu dengan kebaikannya. Maka yang pertama, iri hati adalah biangnya. Dan kedua, rasa kalah saingan penyebabnya. Tiada lain dan tiada bukan.

Sekarang orang yang dibenci karena faktor yang ketiga, yang disebut faktor khusus. Tentu saja ini sangat bertolak belakang dari faktor pertama. Ada kemiripan memang dengan faktor kedua, tetapi tidak sama. Serupa tapi tidak sama istilahnya. Mereka memang orang benar. Orang baik. Bahkan lebih dari itu. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Yesus! Meneladani hidup Yesus. Melaksanakan perintah Yesus! Lalu kenapa mereka harus dibenci? Ada apa sih tentang Yesus sehingga Ia dibenci? Nah, inilah kekhususannya! Sejarah memperlihatkan bahwa Yesus itu dibenci. Dan siapa pun yang mau sungguh-sungguh menjadi muridNya juga pasti dibenci. Tentang hal ini, Yesus sendiri menegaskan: “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.” (ay.18).

Kenapa dunia membenci Yesus? Yang pasti adalah ini. Karena Yesus bukan dari dunia ini. Bukan berasal dari kegelapan. Tetapi dari atas, dari terang. Sebab itu Yesus tidak pernah kompromi dengan dosa! Setiap kemunafikan dunia ini ditelanjangiNya. Segala bentuk usaha dunia yang menghalalkan segala cara blak-blakan ditegorNya! Segala bentuk ketamakan, kesombongan, ketidakadilan, serta sikap ketidakperdulian kepada sesama manusia, terang-terangan ditelanjangiNya. Karena itu dunia sangat membenciNya. Karena memang terang tidak akan pernah menyatu dengan kegelapan! (ay. 19).

Demikian pun para pengikutNya. Walau mereka berada dalam dunia, tapi mereka bukan dari dunia, cara hidup mereka tentu tidak sama dengan dunia. Orang beriman sejati pada Yesus tidak pernah berkompromi dengan patokan orang fasik. Firman Tuhan menegaskan: “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”. (Yak. 4:4).

Saudara, melalu nas ini Yesus menguatkan para murid agar mereka tetap konsisten menjalani hidup sebagaimana yang Allah kehendaki. Hidup sebagai pengikutNya yang setia, toh pun menghadapi berbagai bentuk aniaya. “Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena namaKu, sebab mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku”. (ay. 21). Istilah ‘karena namaKu’ seperti yang diungkapkan Yesus menunjukkan bahwa penganiayaan yang terjadi bukan karena kita sebagai pengikutNya berbuat dosa, tetapi justru karena kita mentaati Tuhan atau karena kita bersaksi memberitakan Injil Firman Tuhan.

Nilai-nilai, standar-standar dan tujuan orang percaya bertentangan dengan cara-cara yang tidak benar dari masyarakat yang bobrok, tetapi selalu berdasarkan patokan dan selalu mengarah pada "perkara yang di atas, bukan yang di bumi" (Kol 3:2). Charles Haddon Spurgeon pernah mengatakan: “The world is not your friend. If you are, then you are not God’s friend, for he who is the friend of the world is the enemy of God” (= Dunia bukanlah sahabatmu. Jika dunia adalah sahabatmu, maka engkau bukanlah sahabat Allah, karena ia yang adalah sahabat dunia adalah musuh Allah).

Orang percaya yang sejati harus sadar bahwa dunia ini, termasuk semua organisasi keagamaan dan gereja yang palsu akan selalu menentang Allah dan prinsip-prinsip kerajaan-Nya. Dunia akan tetap merupakan musuh dan penganiaya orang percaya yang setia hingga akhir zaman. Prinsif orang beriman sejati harus jelas! Lebih baik menderita karena kebenaran, dari pada berbahagia berujung kebinasaan! Teruslah berkarya bagi kemuliaan nama Tuhan. Selamat menghayati Hari Perjamuan Kudus Sedunia/PII. Amin!
 
(Pdt.Kristius Unting, M.Div)