Renungan GKE

Senin, 18 Februari 2013

JANJI BERKAT




Ulangan 7:12-26

Istilah “berkat” tentu lawan kata dari kata “kutuk” (bdk.Kej.27:12; Ul.11:26-28; 23:5; 28:2; 33:23). Rata-rata manusia, terlebih orang beriman tentu mendambakan berkat ketimbang kutuk. Yang dicari adalah berkat, kutuk tentu yang dihindarkan. Lalu apa  makna “berkat” atau “berakah” (Ibrani), blessing (Inggris) itu sesungguhnya?. 

Istilah “Berakah” memiliki beberapa pengertian antara lain the power of live (kuasa hidup, atau sesuatu yang menghidupkan), prosperity (kelimpahan), dan liberal (banyak, berlimpah, bebas). Kata kerja dari berakah adalah “barak” yang artinya menghidupkan. Sedangkan dalam bahasa Yunani kata “berkat” diterjemahkan dari istilah eulogiua gabungan dua kata eu yang artinya indah dan logia yang artinya perkataan atau pengertian

Secara asal usul kata (etimologi), dapat diartikan bahwa Allah memberi kuasa hidup, membuat makmur, memberi kelimpahan dan membebaskan. Tidak kurang dari itu. Ini penting! Untuk menghindari pengertian yang salah, orientasi yang salah tentang makna “berkat” dalam arti yang sesungguhnya. Kita harus pahami bahwa Tuhan bukanlah pusat di mana orang-orang mencari kekayaan atau harta duniawi semata. Jika ini yang terjadi, berarti kita menyimpangkan maksud dan tujuan berkat Allah. Yang terjadi hanyalah, Allah sebagai suruhan kita untuk memenuhi selera manusia kedagingan kita. Tidak lebih dan tidak kurang!

Hanya Allah saja sumber berkat yang sempurna. Ya, berkat rohani. Ya, berkat jasmani. Bukan hanya berkat rohani, karena kita masih tinggal di bumi yang tentu memerlukan hal-hal yang jasmani juga. Karenanya, berkat-berkat jasmani bukanlah dosa.  Bukanlah sesuatu yang kotor.   Apabila kita cermati, dari ketujuh berkat yang disebutkan dalam nas ini Allah justru berjanji untuk memberikan berkat jasmani juga. Namun salah pula bila kita mengukur berkat Allah hanya dari yang bersifat materi semata. Bila banyak harta dan berlimpahan materi, nah berarti diberkati Allah. Bila orang miskin, nah pasti karena dikutuk Tuhan. Karena bisa jadi juga orang berlimpah karena korupsi dan menipu sesamanya?! Bila ini yang terjadi, bukan berkat namanya, tetapi pemberian dari setan. Umpan untuk menuju kebinasaan. 

Hanya Allah saja yang memiliki hak prerogatif untuk memberikan berkat, bukan berasal dari manusia. Dalam Alkitab dinyatakan bahwa Allah sendiri menjanjikan berkat. Dan berkat senantiasa mengikuti orang yang setia dan selalu melakukan firmanNya. Allah tidak membiarkan anak-anakNya hidup kekurangan meskipun kadang Ia ijinkan itu terjadi dan menimpa kita, dengan tujuan mendidik dan memproses kita agar kita belajar percaya dan bergantung penuh padaNya. 

Bila Allah memberikan berkat kepada saudara, tahukah saudara apa makna dan tujuannya? Ya, tentu saja dengan maksud supaya kita lebih takut dan taat kepada Allah. Bahwa Allah mempercayakan kita untuk melaksanakan misinya dengan lebih baik lagi. Menjadi saluran berkat-Nya dalam rangka menghadirkan tanda-tanda kerajaan-Nya di bumi ini. Menjadi sarana untuk mendatangkan damai sejahtera di dunia ini. Bukan untuk dinikmati sendiri. Apalagi menghambur-hamburkan berkat-Nya untuk sesuatu yang sia-sia! Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

PERTOLONGAN ALLAH SUNGGUH TIADA TARA




Mazmur 91:1-16

Adalah seorang yang bernama William Devers. Ia merupakan salah satu anggota marinir AS yang turut berperang melawan Jepang pada PD II. Meski masih muda, Devers terang-terangan menyatakan dirinya atheis. Tak satupun argumen, kutipan Alkitab, bahkan nasihat rekan-rekannya sesama marinir yang dapat menggoyahkannya. Suatu hari, kompi Devers terlibat kontak senjata dengan sekelompok tentara Jepang yang sedang berpatroli. Insiden itu menyebabkan beberapa rekannya tewas dan terluka, termasuk seorang pendeta tentara. 

Dalam keadaan sekarat, pendeta itu memanggil Devers. “Di kantongku sebelah kiri… ambillah... kumohon… Semalam aku bermimpi. Dalam mimpiku ada malaikat mendatangiku dan mengatakan bahwa aku harus membuatmu mengambil Alkitab ini. Ambillah nak, kumohon.” kata pendeta itu. Demi menenangkan orang itu, Devers mengambil Alkitab itu lalu memasukkannya ke dalam kantongnya.

Beberapa menit kemudian, pasukan Kopral Devers disergap oleh patrol Jepang. Dan sebelum mengetahui apa yang telah terjadi, ia telah tergeletak di tanah. Pikirannya menghadapi kegelapan, pasti ia sedang sekarat. Ketika sadar, ia merasakan luka tembak di dadanya. Namun tidak ada darah. Peluru menembus ke dalam Alkitab yang dibawanya di dalam kantong, bersarang di kitab Mazmur 91:7: “Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu.”

Melalui Mazmur ini, Firman Allah menyatakan janji perlindungan dan pertolongan kepada umat-Nya yang setia, "Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan yang Mahakuasa akan berkata kepada Tuhan:  'Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.' "  (ay.1-2). Bila kita sungguh-sungguh mengasihi Dia, Ia sendiri berjanji untuk menolong kita pada masa kesukaran. Ya, keamanan sepenuhnya kepada yang mengandalkan Allah. Kepada setiap hati yang melekat kepada-Nya dengan penuh rasa syukur. 

Saudara, Mazmur ini menawarkan keamanan bagi anak-anak Allah, yaitu kepada mereka yang menyerahkan diri pada kehendak dan perlindungan Yang Mahakuasa, yang setiap hari berusaha untuk hidup di hadapan Allah. Tuhan pasti turut campur tangan dan membela kita.  Dia berkata, "Bila ia berseru kepadaKu, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalm kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya." (ay.15). Kita diyakinkan bahwa Allah akan menjadi perlindungan kita dan kita dapat mencari perlindungan-Nya. Ya, hanya Allah tempat perlindungan yang tiada tara! Amin!

 (Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

MELANGKAH BERSAMA TUHAN





Kejadian 12:1-9

Abraham (dulunya bernama Abram) adalah tokoh yang sangat terkenal dalam Alkitab. Sejak dari anak-anak SHA, Remaja, Pemuda, bahkan rata-rata warga jemaat sudah barang tentu mengenal tokoh yang satu ini. Bahkan Abraham menjadi panutan tentang bagaimana sikap hidup bagaimana sikap hidup percaya sesungguhnya kepada Allah. Karenanya tidak heran bila Abraham disebut sebagai “Bapak orang Percaya”. Abraham dipanggil keluar  dari negeri asalnya Ur oleh Tuhan ke suatu tempat yang dia sendiri tidak mengetahuinya, tetapi Abraham taat kepada  Tuhan. Tuhan memakai Abraham untuk membuat  sebuah bangsa yang besar dan dari bangsa itulah kita semua mendapatkan keselamatan karena dari keturunan Abraham lahirlah  Yesus (bdk. Kej. 3:15). 

Allah yang memanggil Abraham, juga memanggil kita semua. Sebagai orang percaya kita juga dipanggil untuk keluar memberitakan Injil kepada orang lain supaya mereka juga mendapatkan berkat keselamatan. Tuhan mungkin sedang membimbing kita ke tempat di mana kita dapat melayani Dia dan berguna bagi Dia. Tuhan juga memanggil kita untuk “keluar” memisahkan diri dari hal-hal yang najis dan yang dapat menghalangi kita menjadi anak-anak Tuhan. Kalau kita taat seperti Abraham maka kita akan mendapat berkat.

Pada masa mudanya, seorang negarawan Inggris bernama Joseph Chamberlain (1836-1914) mengajar Sekolah Minggu. Ayat Alkitab yang paling disukainya terdapat dalam  Kejadian 12: 5 yang mengungkapkan kalimat "Mereka berangkat ke tanah Kanaan, lalu sampai di situ." Ayat tersebut adalah motto yang sesuai bagi orang yang bertekad baja seperti Chamberlain. Ayat itu juga memberinya dasar alkitabiah yang kuat untuk mengemukakan dua kunci kesuksesan dalam hidup orang percaya. Pertama, kita perlu memiliki tujuan yang tepat-"Mereka berangkat ke tanah Kanaan." Kedua, terus menempuh perjalanan yang telah kita awali-"lalu sampai di situ." 

Saudara, memang ada saat dalam hidup di mana kita perlu meninggalkan zona nyaman. Misalnya, saat pindah kerja, atau saat kita kehilangan apa yang kita andalkan. Jika saat itu tiba, jangan takut melangkah. Jangan menunggu sampai semua sudah tampak pasti, baru bertindak. Beriman berarti memberanikan diri melangkah dengan terus melihat ke mana Tuhan akan memimpin kita. Jangan biarkan keamanan dan kenyamanan yang kita rasakan saat ini membuat kita enggan terlibat dalam penggenapan rencana baik Tuhan tersebut. Berkat Tuhan tidak tergantung dari situasi dan tempat. Juga tidak dapat diperhitungkan dengan ilmu pasti manusia yang terbatas. Pandanglah harapan ke depan berlandaskan akan janji Tuhan dan dengan mata Iman. Ya, karena itulah hakikat iman. Bagaimana dengan Anda? Apakah Allah juga menjadi pusat hidup Anda saat ini? Jika ya, melangkahlah! Berkat Allah ada di depan Anda! Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

BERTUNAS SEPERTI POHON KORMA, KOKOH SEPERTI ARAS LIBANON




Mazmur 92:1-16

Menurut kitab Mazmur, kehidupan orang percaya itu digambarkan seperti pohon kurma dan pohon aras Libanon! Apa istimewanya? Apa maknanya? Seperti kita ketahui pohon kurma dapat hidup di daerah padang pasir. Kurma (Phoenix dactylifera) adalah sejenis tanaman palma yang banyak ditanam di Timur Tengah dan Afrika Utara. Bagaimana pohon korma bisa tumbuh di gurun pasir yang tandus? Nah, ini! Ketika biji korma di tanam, akarnya akan terus menembus tanah untuk mencari air, bahkan hingga puluhan meter. Setelah mendapatkan air, barulah korma ini mulai tumbuh. Dan biasanya dimana pohon korma berada, disana akan terdapat oase atau mata air.

Bila Pemazmur mengatakan bahwa orang benar akan bertunas seperti pohon korma, maksudnya tiada lain tiada bukan tentu untuk menggambarkan bahwa orang percaya itu akan memiliki akar yang kuat. Orang benar akan mampu tegar berdiri ditengah berbagai hambatan, dan akan mampu untuk terus bertumbuh dan menghasilkan buah. 

Layaknya pohon korma yang menyegarkan, orang-orang benar pun seharusnya bisa menjadi penyegar bagi lingkungan yang "tandus", menjadi oase di tengah padang gurun, menjadi berkat yang mendatangkan sukacita bagi sesama. Karenanya tidak heran bila dalam Alkitab, korma juga dipakai sebagai lambang kemenangan dan kegembiraan. Ingat, ketika penduduk Yerusalem mengelu-elukan Yesus dengan daun-daun palem, sebagai simbol kemenangan-Nya (bdk.Yoh.12:13).

Lalu pohon aras Libanon? Oh, pohon aras atau dalam istilah Latinnya “cedrus libani” (bhs. Ibrani: eres; bhs. Yunani: kedros), pohon yang tingginya bisa mencapai 40 meter ini kayunya sangat keras dan tahan lama. Tidak mudah lapuk. Ya, karenanya tidak heran bila kayu ini juga dipakai untuk pembangunan, baik istana raja Daud, Bait Salomo (bdk.II Sam.5:11; I Raj.5:6-10). Bukan itu saja, kayu jenis ini jika dibakar akan mengeluarkan bau yang harum. Karena itu para imam juga menggunakan jenis kayu pohon aras untuk dibakar pada mezbah persembahan. 

Saudara, apakah kehidupan kita seperti pohon aras yang kokoh, kuat, dan tidak mudah lapuk oleh berbagai persoalan hidup?  Apakah kehidupan kita telah mengeluarkan bau harum, baik dari tutur kata, sikap dan tindakan? Sebagai orang percaya, bertunaslah seperti pohon kurma yang menghasilkan buah yang menyenangkan, dan jadilah kokoh seperti aras Libanon dalam mengarungi kehidupan ini. Amin! 

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

KUASA UCAPAN




Amsal 16:24-33

Pollius Romillius, anggota senat Kekaisaran Roma pada zaman Julius Caesar yang berusia paling tua, saat merayakan hari jadinya yang ke-100 ditanya oleh kaisar tentang resep awet muda yang membuatnya selalu segar-bugar. Jawabannya, “Saya selalu makan makanan yang dicampur madu dan menghindari makanan yang mengandung minyak.” Juga, Aristoteles (Bapak Natural Science) menyatakan bahwa madu dapat mempertinggi kesehatan manusia dan memperpanjang umur.

Saudara, Sejak awal sejarah manusia, begitu menghargai “madu” sebagai sumber makanan alami yang mengagumkan. Bahkan beberapa ayat dalam Alkitab sendiri berbicara tentang madu sebagai kiasan utuk mengungkapkan hal-hal yang berharga, menarik, dan menyenangkan. Buktikan saja apa yang diungkapkan dalam nas ini untuk menggambarkan tentang betapa berharganya ucapan atau perkataan yang menyenangkan: “Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang MADU, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.” (ay.24). Dalam nas lain juga dikatakan, “Anakku, makanlah MADU, sebab itu baik: dan tetesan MADU manis untuk langit-langit mulutmu.” (Ams. 24:13).

Saudara, jangan remehkan soal ucapan! Ya, ucapan yang menyenangkan tentu rata-rata disukai semua orang. Ucapan yang tajam, kasar, dan selalu melukai pasti tidak terlalu disukai rata-rata orang. Kata bijak mengatakan: “Dengan sesendok madu dapat lebih banyak ditangkap serangga daripada dengan sesendok cuka, dengan mulut manis serta ramah-tamah lebih banyak diperoleh sahabat (kawan) daripada dengan perkataan yang tajam dan muka yg masam”.  Gambaran kepribadian seseorang pun nyata dari apa yang diungkapkan peribahasa berikut ini: “Laut madu berpantaikan gula, perkataan yang manis keluar dari mulut orang yang baik pribadinya lagi bijaksana.”

Orang yang mengucapkan kata-kata yang baik adalah orang yang berpijak dengan pijakan kuat di bumi dengan tangan-tangan yang senantiasa menengadah ke langit, mengharapkan rahmat dan kasih sayang Allah sumber hikmat dan berkat. Dalam makna yang lebih luas, perkataan yang baik adalah juga pohon yang kuat yang ranting-rantingnya senantiasa menghasilkan buah. Perkataan yang baik adalah menambah kesuburan induknya ketika kalimat itu disampaikan lagi kepada orang lain, demikian seterusnya.

Adapun perkataan yang buruk adalah seperti pohon yang sudah dicabut perakarannya dan tinggalah dia tak berarti apa-apa, karena rantingnya tak keluar, tunasnya tak muncul dan buah-buahnya tak berhasil mewarnai setiap musim. Sekalipun banyak pupuk dan air yang disiramkan ke sekitar pokoknya, tetap saja dia tak bisa bermanfaat. Saudara ingin menjadi orang yang disukai, sahabat yang menyengkan, dan diberkati Tuhan? Gunakan kata-kata yang baik, positif, ramah, membangun, kata-kata berkat. Gunakan menjadi sarana kesaksian yang penuh kuasa, gambaran kualitas diri seorang beriman yang bijaksana penuh kasih. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

TAAT SYARIAT AGAMA TAPI LALAI MELAKSANAKAN KASIH




Lukas 6:6-11

Dikisahkan dalam nas ini, Yesus menyembuhkan seorang yang mati tangan kanannya. Menurut saudara, apakah yang dilakukan Yesus ini salah? Oh, tentu saja ini tindakan yang mulia. Andaikata si penderita itu adalah Anda dan saya, tentu terimakasih tak terhingga kita haturkan. Menurut catatan Injil Lukas, bahwa hal itu dilakukan Yesus di rumah ibadat (ay. 6). Ya, rumah ibadat! Tempat yang suci tentu saja. Tapi apa dinyana, menurut cerita nas ini juga, yang terjadi justru sebaliknya. Ahli-Ahli Taurat dan orang-orang Farisi gusar. Apa pasalnya? Ya, karena dianggap bertentangan dengan peraturan agama. Melanggar Hukum Taurat, peraturan mengenai Sabat. Bahwa hari sabat tidak diperbolehkan bekerja, termasuk pekerjaan menyembuhkan orang seperti yang Yesus lakukan!

Saudara, itulah juga gambaran dunia nyata kita sekarang ini. Konon katanya, bangsa kita adalah bangsa yang paling religius. Sebagai orang Indonesia tentu kita bangga dengan predikat itu. Dan memang terang bagai siang, banyak tanda-tanda dapat kita jumpai sebagai bukti bahwa pernyataan tersebut ada benarnya juga. Tanpa mengada-ada. Lihat saja di mana-mana, dari kota sampai ke pelosok desa, rumah-rumah ibadah yang baru terus dibangun, dari bentuk yang sederhana sampai yang istimewa bak rumah surga. Seolah Tuhan pun berdecak kagum tak berkedip memandang ke setiap menaranya, berjuntai lambang-lambang agama. Di setiap ibadah-ibadah selalu dihadiri umat. Bahkan pada kebaktian-kebaktian "Kebangunan Rohani" (KKR) atau pun pada perayaan hari-hari besar agamawi saat tertentu, selalu dikunjungi banyak umat hingga tak tertampung. Sampai meluap-luap. Tapi apa maknanya bagi keutuhan dan kesejahteraan sesama umat manusia? Umat yang mengaku beragama?

Tapi tidak jarang, peraturan agama ( sabat-sabit, halal-haram, suci-najis, kawin-mawin, mayoritas-minoritas, dst.), lebih cenderung digunakan sebagai senjata untuk menghakimi sesamanya. Padahal, bukankah keluhuran dan universalitas agama tidak terletak pada kalimat "teks" dogmatisnya semata, melainkan pada kualitas energi "produk riil" etisnya, yaitu kualitas kreatif iman hayatiahnya? Karena itu, adalah suatu kenaifan beragama apabila rumusan dogmatis secara vertikal sedemikian jelas hitam putihnya - sementara iman dan tindakan etisnya - yang bergerak pada medan horizontal kehidupan antar-manusia justru menjadi sedemikian ambigu: menjadi kabur batas antara hitam dan putihnya?! Karena sudah lama secara umum diakui - bahwa garis vertikal dan horizontal - merupakan kaidah penentu kenormalan, bobot, isi, bentuk, arah dan fungsi agama sesuai makna dan hakikatnya.

Saudara, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat ini rupanya sangat terikat kepada syariat agama, aturan Sabat. Itu tidak salah. Sayangnya, syariat itu lalu dijadikan segala-galanya. Menjadi sekadar peraturan yang harus ditaati tanpa tujuan dan makna yang jelas. Akhirnya, yang mereka utamakan bukan lagi memahami makna dan tujuan Sabat sebagai hari perhentian serta pemulihan jasmani dan rohani umat Allah, melainkan telah diganti dengan beban kewajiban menaati berbagai larangan dan ajang mencari kesalahan. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat telah gagal memahami tindakan Yesus, mereka memandang apa yang dilakukan-Nya sebagai pelanggaran hukum. Sedangkan Yesus sendiri lebih mengutamakan perbuatan kasih dan menyelamatkan manusia daripada sekedar ketaatan buta terhadap peraturan agama yang tak bermanfaat bagi kesejahteraan manusia.

Yesus mengoreksi konsep keliru ini dengan menyatakan bahwa Dialah "Tuhan atas hari Sabat" (ay. 5). Dia, yang diurapi dan diutus Roh Allah, adalah satu-satunya yang mampu meluruskan makna Sabat sesuai dengan tujuan dan maksud Bapa-Nya. Yesus membuktikan kebenaran pernyataan-Nya itu dengan memperlihatkan kuasa-Nya dalam penyembuhan orang yang mati tangan kanannya (6-10).Yesus mengecam cara beragama yang hanya bangga soal ketaatan syariat agama, pamer kesucian rohani saja tetapi yang tidak ditunjukkannya dalam perbuatan nyata ketika berinteraksi dengan sesama. Hal seperti itu dinyatakan Yesus sebagai sikap beragama orang-orang munafik (bdk. Mat. 23:5; 7:21; 5:20-48; 6:1-4; 6:5).

Ucapan Yesus mengajarkan kita bahwa Hari Tuhan itu harus menjadi suatu kesempatan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan, baik secara rohani maupun secara jasmani. Melalui tindakan-Nya, Yesus ingin menunjukkan kepada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat ( bahkan bagi kita semua) semangat hari Sabat yang sebenarnya, yakni Sabat merupakan anugerah Tuhan bagi umat manusia (bdk.Kel.16:21-30); bahwa hari Sabat bukanlah hambatan untuk berbuat kasih terhadap sesama manusia, yang merupakan hukum terutama dalam Taurat! Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)