Jumat, 20 Juli 2012
LEBIH BAIK MENDERITA KARENA BERBUAT KEBENARAN!
I Petrus 3:13-22
Saudara, jika kita mau jujur, bahwa pada umumnya tidak ada seorang pun yang mau menderita. Yang dicari tentu saja yang sebaliknya, yaitu “kebahagiaan”! Itu dapat kita maklumi. Kenapa? Karena bukankan yang namanya “penderitaan” dianggap membawa sengsara? Karenanya, seboleh-bolehnya orang pasti menghindarinya. Kehadirannya memang tidak diharapkan. Bukankah dalam doa-doa kita juga sering terdengar agar Allah menjauhkan kita dari yang namanya penderitaan? Agar terhindar dari sakit, marabahaya, kesulitan, dst...?!
Penderitaan, oh... bukanlah sesuatu yang nyaman. Bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Terhadapnya, komentar kita pun mungkin bernada sama: "amit-amit, jangan sampai mengenai kita, sebab mendengar namanya saja sudah tak mengundang selera!". Demikian kira-kira tanggapan kebanyakan orang bila diungkap dengan kata-kata. Karena orang selalu berusaha menghindarinya. Ketika sakit misalnya, orang pasti berusaha untuk mengatasinya berapa pun biayanya. Agaknya dalam pandangan umum, penderitaan adalah musuh kehidupan. Orang menderita dipandang tertimpa nasib sial, atau tertimpa hukuman, atau karena dosa.
Tapi alangkah terkejutnya kita, bahwa dari ayat 14 pembacaan kita ini ternyata terdapat juga jenis penderitaan dalam kehidupan orang percaya yang membawa kebahagiaan! Oh, ya...?! Penderitaan macam apa itu? Kebahagiaan yang bagaimana bentuknya? Menurut nas ini yaitu menderita karena berbuat “kebenaran”! bukan menderita karena dosa, atau menderita karena hukuman Tuhan seperti kebanyakan orang fahami.Menarik sekali, ini perlu kita kaji. Perlu kita cermati! Tapi masalahnya saudara, bukankah melakukan kebenaran itu ada resikonya? Oh, tentu! Apa pun di dunia ini pasti ada resikonya. Melakukan kebenaran juga bisa saja menjadikan orang menderita. Ituklah sebabnya, orang semakin enggan mengatakan dan melakukan yang benar. Merasa lebih aman jika menyembunyikan kebenaran. Namun penderitaan karena kebenaran seperti ini berujung pada kebahagiaan. Penderitaan hanyalah sebuah proses atau sebuah jembatan yang menghantar seseorang pada kebahagiaan, walau pun proses penderitaan itu memang tidaklah mengenakkan.
Menderita karena berbuat kebenaran, apa sih enaknya? Ah, itu terang bagai siang! Karena pada umumnya orang mau hidup dalam kebenaran dan kebahagiaan. Bukan memilih penderitaan. Karenanya orang mau berbuat apa saja asal mendapatkan kebahagiaan. Hanya sayang, yang dicari hanyalah kebahagiaan yang sementara sifatnya. Kebanyakan kebahagiaan secara keinginan daging semata. Bukan kebahagiaan yang abadi dan sempurna. Tapi kenapa kepada kita selaku orang percaya atau gereja dinasihatkan Rasul Petrus melalui nas ini, supaya kita berbuat kebenaran walau penderitaan resikonya? Di sinilah intinya. Ini penting dan sangat menentukan! Pasalnya? Karena di sinilah kita menjumpai kedalaman hakikat kekristenan kita, standar kenormalan hidup kekristenan kita (bdk.Matius 20:26-27; bdk. Markus 10:43-44).
Kerelaan menderita demi kebenaran yang dinyatakan di situlah titik berangkat peran keterpanggilan dan pengabdian kita yang sesungguhnya. Bahwa hakikat kekristenan kita adalah pengabdian dan pelayanan bagi kemanusiaan. Hadir dan berjuang untuk kehi¬dupan yang lebih manusiawi. Hadir di tengah-tengah pergumulan manusia nyata. Bagi pembebasan kemanusiaan dari kepekatan dosa. Dari segala ma¬cam penderitaan, ketidakadilan, maupun dari berbagai bentuk pelecehan kemanusiaan. Itu antinya, kebenaran yang dinyatakan adalah bobot, nilai dan isi dari kekristenan kita. Di situlah dijumpai kebahagiaan kita yang sesungguhnya. Dengan kata lain, bahwa segala bentuk kehormatan dan kemuliaan itu baru me¬miliki nilai apabila kita tempatkan pada aras yang setara dengan pengabdian, dalam pelayanan, kerja dan karsa yang dilandasi kerendahan hati, ketulusan dan ketaatan. Toh pun resiko harus menderita. Bukan penderitaan karena kekonyolan tentu saja. Atau penderitaan yang tak bersangkut-paut dengan iman
Menderita karena berbuat kebenaran, apa sih nikmatnya? Nah... nah... nah.. disinilah masalahnya. Di sinilah kesulitannya! Pasalnya? Apabila orang mau sungguh-sungguh beriman dan mengabdi kepada Tuhan, maka sekaligus ia harus berani berjalan pada jalan salib! Berjalan pada sebuah keberprilakuan solidaritas kemanusiaan secara utuh dan menyeluruh. Kenapa mesti jalan salib? Karena hanya jalan saliblah jalan satu-satunya yang telah teruji kualitas kemafanannya untuk sebuah solidaritas. Tak ada jalan lain. Toh pun ada jalan lain, pastilah jalan pintas namanya! Itulah gaya hidup berteladankan Yesus sendiri. Dengan komitmen penuh bersedia merendahkan diri, mengabdi. Turun dari ketinggiannya yang mengawan-awan. Hadir dan berada di tengah-tengah-tengah pergumulan manusia nyata. Berjuang untuk kehidupan manusia yang lebih manusiawi. Bukan sebaliknya, semakin meninggi mangawang-awang membangun kebahagiaan kelompok alit rohani bagi pemuliaan diri sendiri!
Tapi di sinilah titik masalahnya! Pasalnya ? Sebab dalam dunia nyata orang lebih suka yang sebaliknya. Kekuasaan, kehormatan dan kemuliaan adalah sarana pemasyuran diri pribadi. Sedangkan materi dan kelimpahan adalah tujuan pemasyhuran untuk di¬ri sendiri. Dalam keadaan demikian, nilai-nilai pengabdian dan pelayanan sering menjadi persoal¬an. Sebab itu dapat kita mengerti jika untuk sebuah kebahagiaan, orang bersedia mengorbankan apa saja untuk nueraihnya. Bahkan mengorbankan orang lain kalau perlu. Demi meraup sejumput kebahagiaan, tidak jarang orang tak segan-segan melepaskan seberapa yang ada di tangan, tetapi tidak di kantong-kantong persembahan. Karena memang, manusia lebih cenderung sera¬kah dan mementingkan diri sendiri. Lebih cenderung menghitung-hitung untung ruginya. Karena itu tidak heran bila orang baru mungkin melakukan hal-hal besar dan spektakuler asal nama juga ikut besar dan popoler! Tidak heran pula bila orang sulit berkorban, apalagi sampai mati demi pengabdian dan pelayanan. Tetapi sebaliknya rela berkorban bahkan sampai mati kalau perlu demi kekuasaan, kemasyhuran, ucapan selamat demi tumpukan piagam penghargaan!
Menderita karena berbuat kebenaran, apa sih istimewanya? Nah... nah...nah... di sinilah tantangannya. Di sinilah batu ujiannya! Pasalnya? Apabila orang sungguh-sungguh mengaku sebagai orang beriman maka sekaligus ia harus berani menghadapi resiko yang siap menghadang di muka! Kenapa mesti resiko? Karena itulah harga pantas yang harus dibayar mahal taruhannya! Soalnya, menderita karena berbuat kebenaran memang tidak mudah. Juga tidak murah. Dacing penimbang untung rugi mana pun tak mampu menimbangnya! Karena harus disadari, bahwa banyak orang yang ingin sekuat baja, tetapi enggan ditempa. Banyak yang ingin seharum dupa, tetapi menolak untuk dibakar harumnya. Banyak orang yang ingin seperti emas murni, tetapi menolak masuk api peleburan. Banyak orang ingin berguna, tetapi enggan berbagi dari apa yang dimilikinya. Banyak orang menginginkan menjadi seorang beriman, tapi tak berani ambil resikonya. Hanya ingin berkatnya, tetapi penderitaan untuk mencapainya ditolak begitu saja. Hanya ingin mahkotanya, tapi tidak salibnya!”
Sebagai orang-orang Kristen yang mengaku percaya pada Yesus atau gereja yang mengaku-ngaku sebagai tubuh Kristus, apakah kita juga mau berbuat kebenaran seperti diteladankan Yesus sendiri? Orang-orang Kristen yang menyadari hakikatnya sebagai pengikut Kristus atau gereja sebagai tubuh Kristus adalah orang-orang Kristen atau gereja yang mampu mempersepsikan dirinya dalam pengabdian dan pelayanannya di tengah-tengah dunia di mana ia hadir di dalamnya. Karena itu, sifat-sifat "hamba" yang dimiliki selaku pengikut-pengikut Kristus mestinya menjadi norma di setiap aktivitas kita; entah kita sebagai pemimpin (abdi negara), entah kita sebagai tokoh (abdi masyarakat), entah kita sebagai pelayan-pelayan gereja atau pun kita sebagai jemaat Tuhan.
Orang-orang Kristen atau gereja yang tidak mau berbuat kebenaran karena takut menderita adalah orang-oramg Kristen atau gereja yang telah kehilangan hakikat dirinya dan telah kehilangan kesadaran akan panggilannya di tengah-tengah dunia di mana ia ditempatkan. Karena itu, maaf, mumpung tak lupa memberi tahu, bahwa tugas orang Kristen atau gereja bukan sekedar nikmat-nikmat rohani saja. Atau penjaja doa dan mujizat pengusir penderitaan yang sementara semata! Kalau hanya i¬tu, orang Kristen atau gereja yang pincang namanya, Banci atau mandul istilahnya! Orang Kristen atau gereja yang tak bereksistensi lagi bahasa elitnya. Orang Kristen atau gereja yang tak selayaknya hadir di bumi nyata! Gereja yang hanya cari enaknya saja.
Menderita karena berbuat kebenaran apakah an¬da termasuk salah satunya? Bila anda telah faham sampai kedalaman maknanya, renungkan dalam-dalam dan tariklah nafas panjang! Sebab melakukan kebenaran dengan resiko penderitaan hanya dapat dikenakan oleh orang-orang Kristen atau gereja sungguhan. Bukan yang tiruan. Dan selanjutnya, kebahagiaan yang sesungguhnya akan diberikan oleh Allah sendiri secara absolut tak meragukan. Tanpa rekayasa apalagi kekeliruan! Apakah anda juga termasuk hitungan?
Dan... Oh ya, orang percaya atau gereja yang menderita demi berbuat kebenaran hanya dapat dilakukan oleh yang percaya sungguhan. Bukan yang "kristen-kristenan". Hanya oleh orang Kristen atau gereja yang bernyali dan paham akan kedalaman makna kebahagiaan bagi hidup dan matinya. Ya, hanya bagi orang-orang atau gereja yang paham akan letak kebahagiaan sesungguhnya. Karena memang, kebahagiaan seorang Kristen sejati itu bukan diukur dari gelar, jabatan atau repu¬tasinya. Bukan pula diukur dari apa dan berapa yang ia dapatkan. Tetapi dari apa dan berapa yang dapat ia berikan. Dari apa dan berapa be¬sar pengabdian, pelayanan serta kerelaan berkorban yang dapat kita nyatakan sebagai bukti ketaatan iman dan kasih tulusnya kepada Tuhan. AMIN. *(KU).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar