Renungan GKE

Minggu, 30 Desember 2018

"AKU HARUS BERADA DI RUMAH BAPA-KU”


Lukas 2:41-52

Pada masa kini banyak keluhan para orang tua. Kata mereka, mereka disusahkan oleh anak-anak mereka yang kesasar di tempat yang salah. Begadang, atau kenakalan yang menyimpang dari norma. Yang jelas bukan kesasar ke Bait Allah. Berbeda dengan Yesus, sejak usia dua belas tahun berada di Bait Allah. Bukan untuk bermain-main. Tetapi serius duduk di tengah para alim ulama. Bukan pendengar pasif, tetapi aktif. Sesekali Dia mengajukan pertanyaan, bahkan hingga para alim ulama tercengang akan kecerdasan-Nya. Bukan cerdas duniawi semata, tetapi soal prinsip-prinsip iman secara mapan (Ay.47).

Yesus tidak kesasar atau kebetulan berada di Bait Allah. Tetapi benar-benar “harus” berada di Bait Allah (Ay.49b). Apa yang dapat kita pelajari? Berada di Bait Allah itu penting. Namun persoalannya bukan sekedar asal hadir disitu, datang, duduk, dengar, pulang. Tetapi serius belajar. Bukan asal belajar, tetapi aktif dan serius belajar. Karena di situlah orang mengisi dan diisi soal seluk-beluk masalah iman. Hal-hal yang mendasar dan prinsif dalam hidup. Janganlah itu diabaikan. Arah dan tujuan menjadi jelas atau tidak jelas tergantung pondasi dasar yang tertanam dalam jiwa.

Dua belas tahun sudah cerdas soal iman. Tentu karena ada himat Allah. Bagaimana dengan kita dan generasi kita? Apa hanya cerdas otaknya secara pengetahuan? Bahkan, apakah kita sampai usia sekarang tetap demikian? Hanya semakin cerdas otaknya tapi tidak cerdas soal iman? Jadinya ngambang dalam kehidupan. Terlebih ketika menghadapi aneka persoalan. Tak mampu bertahan. Apalagi menyaksikan iman.

Kemana kita ajak anak-anak kita? Ke tempat rekreasi? Ke Mall? Kursus piano? Kursus bahasa Inggris? Itu bagus, tidak salah. Tapi kapan secara khusus dan serius kita beri waktu untuk belajar, diisi, berinteraksi soal iman? Dalam ibadah dan perayaan? Sekali setahun? Bila ini yang dilakukan, maka sepulang ibadah dan perayaan akan kembali kosong seperti sediakala. Inilah tantangan kita masa kini.

Iman tidak terjadi begitu saja. Apalagi bila diisi atau terisi oleh dasar iman yang salah. Akan berdampak pada tingkat kecerdasan hidup beriman. Perayaan yang seremonial tanpa diimbangi pembelajaran penting soal iman, menjadikan generasi yang dangkal soal iman. Tak akan mampu mempertanggungjawabkan iman secara baik, benar dan mapan!

Apa yang Allah perlihatkan melalu peristiwa Yesus ketika berusia dua belas tahun, hendak mengatakan kepada kita, bahwa soal pendalaman iman itu penting. Maha penting. Sejak dini harus diisi dan tertanam dalam hingga militan (Ay.52). Bukan sekedar diisi oleh seremonial-seremonial perayaan tahunan semata. Tanpa diisi dan mengerti prinsip-proinsip dasar iman yang matang, akan menjalani hidup asal hidup. Hanya jadi mayat hidup, sampah hidup, merusak hidup. Hidup yang tak jelas arah tujuan. Jadi bulan-bulanan kuasa kegelapan. Hidup sekedar hidup mumpung masih hidup, sebelum ajal datang menjemput! Amin!

Jumat, 14 Desember 2018

KAPAK SUDAH TERSEDIA PADA AKAR POHON



Lukas 3:7-18

Jangan bermain-main dengan dosa. Jangan anggap remeh dan sepi saja hukuman Allah atasnya. Karena di mata Allah sekecil apaun dosa, tetaplah dosa. Bertobatlah, mumpung masih ada waktu. Sebab bila harinya tiba, tak ada lagi yang dapat diperbaiki. Hukuman kekal, ngerinya api neraka sudah menanti.

Murkanya Allah atas setiap manusia yang bermain-main dengan dosa, persis digambarkan melalui seruan pertobatan yang disampaikan Yohanes Pembaptis, ibarat kapak yang siap menebang pohon. Namun yang perlu dicermati baik-baik kalimatnya di sini adalah, bukan penebangan pohon seperti yang biasa orang lakukan, tetapi bahkan akarnya. Apa artinya?

Pada ayat ke sembilan sangat jelas dikatakan: “Kapak sudah tersedia pada akar pohon….”, mulai dari akar-akarnya berarti tidak ada yang tertinggal, tuntas. “Kapak sudah tersedia pada akar pohon” hendak menggambarkan betapa seriusnya hukuman yang diberlakukan.

Akar pohon adalah yang paling penting dan mendasar bagi sebatang pohon. Melalui akarnya ia akan semakin bertumbuh. Melalui akarnya ia mendapatkan kehidupan, hingga berbunga dan berbuah sesuai dengan jenis buah yang dihasilkannya. Dan melalui akarnya pula ia semakin besar dan kokoh! Dapat dibayangkan bila mulai dari akarnya yang ditebang. Sebaik dan sekeras apapun sebatang pohon, bila tidak memiliki akar, pasti akan meranggas, layu, lapuk dan mati.

Kita hidup tentu tidak asal hidup. Tetapi sama seperti sebatang pohon, yang tentu diharapkan semakin bertumbuh hingga akhirnya berbuah. Demikian pun Allah menghendaki kepada kita semua tentang hal yang sama. Pertobatan itu tentu bukanlah pertobatan pasif yang hanya sebatas pengakuan di mulut, tetapi pertobatan aktif. Tindakan segera menyusul setelah ungkapan pertobatan!

Bukti pertobatan, mulai dari niat hati untuk sebuah perobahan dan berlanjut segera pada tindakan “apa yang harus kami perbuat?”. Perlu digarisbawahi keinginan yang “harus”, bukan keinginan berbuat asal-asalan. Tetapi ingin sungguh-sungguh untuk berbuat, dan “harus” berbuat! Bukan terserah saya semau-maunya berbuat. Atau berlambat-lambat berbuat.

Kita tidak tahu harinya, esok atau lusa. Yang jelas, Tuhan pasti datang. Berbuatlah hari ini sekecil dan semampu apa yang dapat kita perbuat kepada sesama sebagai buah-buah yang sesuai dengan buah pertobatan. Sebab apalah artinya kita mau berbuat sesuatu yang besar esok atau lusa, namun sudah terlambat. Amin!

Rabu, 12 Desember 2018

HASILKANLAH BUAH PERTOBATAN


Lukas 3:7-18

Entah apa perasaan saudara, andaikata suatu waktu anda bertemu dengan orang Gereja, namun kata-katanya begitu kasar, bahkan sangat kasar ketika menempelak dosa Anda, semisal mengatakan kepada Anda, bahwa Anda adalah keturunan “ular beludak”, “kecoa tengik”, “sampah dosa”, “beragama munafik” , atau dengan sederetan kata-kata setara lainnya yang bak sembilu menyakitkan kalbu? Apa reaksi Anda? Entahlah….. bisa jadi 1001 macam reaksi atau tanggapan terhadapnya.

Secara normal, bukankan yang namanya orang gereja itu bicaranya harus lemah lembut? Bahasanya harus bahasa kasih yang serba lemah lembut, lentur gemulai laksana angin sepoi-sepoi yang meninabobokan monyet yang sedang bersantai di dahan pepohonan?

Bila blak-blakan, kasar, sangar, bisa jadi Anda mencapnya sebagai Majelis atau Hamba Tuhan yang tidak layak menyandang predikat sebagai orang Gereja. Karena memang pada umumnya orang menganggap bahwa orang Gereja atau para hamba Tuhan yang selalu lemah lembutlah yang layak disebut orang Gereja, berhati gereja. Begitulah kira-kira.

Namun ini sungguh-sungguh terjadi. Ketika Yohanes Pembaptis utusan Tuhan sendiri melaksanakan tugas suci untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Menyerukan pertobatan. Sebagai utusan Tuhan sejati, Roh Tuhan yang ada padanya laksana api yang membakar tuntas sekecil apa pun segala jenis dosa. Hikmat Allah yang ada padanya laksana camera CCTV melihat jelas dosa apa yang bersarang di setiap hati manusia!

Diletanjanginya secara blak-blakan dosa. Ditempelaknya setiap mereka yang mengklaim diri sebagai pewaris kerajaan sorga hanya berdasarkan garis keturunan Abraham, namun tidak menampakkan buah-buah pertobatan. Mereka juga tidak luput dari hukuman Tuhan, laksana kapak tersedia siap menebang pohon yang tidak berbuahkan apa-apa.

Berita pertobatan yang disampaikannya bukan hanya untuk telinga. Tetapi segera dilanjutkan dalam tindakan nyata. Bagi yang kurang perduli, dia perintahkan supaya berbagi dengan sesama yang tak berpunya. Bagi para penagih pajak diingatkannya supaya tidak menagih lebih. Kepada para prajurit-prajurit ditegaskannya supaya jangan menyalahgunakan kekuasan untuk memperdaya, memeras dan merampas!

Gamblang, lugas, tegas dan pedas berita pertobatan disampaikannya. Tak ada kompromi terhadap dosa. Harus tuntas. Tak cukup dengan bahasa yang lemah lembut basa basi, pemanis kata, pemanja dosa untuk melaksanakan sucinya tugas! Sebagaimana Tuhan tak pernah kompromi dengan yang namanya dosa. Keras karena ketaatan menyampaikan maksud hati Allah. Pedas karena niat suci supaya manusia tidak celaka dikuasai dosa!

Yohanes Pembaptis memang berbahasa keras dan pedas. Para majelis atau para hamba Tuhan dengan karakter Yohanes Pembaptis memang jarang laku jadi pengkhotbah. Karena yang laku biasanya yang enak didengar menyenangkan telinga. Memenuhi selera untuk nikmat rohani tentang berkat dan kasih Allah. Namun jarang membongkar dosa secara jelas dan tegas.

Apakah Yohanes Pembaptis yang keras, pedas karena tidak memiliki kasih? Camkanlah ini baik-baik. Terkadang kritik pedas seorang musuh jauh lebih jujur dari seorang teman dekat Anda. Seseorang yang memeluk Anda dengan ramah belum tentu seorang sahabat yang baik bagi Anda. Seseorang yang mengkritik Anda dengan pedas, belum tentu musuh yang sebenarnya bagi Anda, bahkan bisa jadi sebaliknya, adalah orang yang memiliki kasih tulus kepada Anda. Demikian Yohanes Pembaptis kita gambarkan. Kasih memang lemah lembut, tapi bukan satu-satunya.

Kasih tidak selamanya lemah lembut. Lemah lembut yang pura-pura demi mencari keuntungan bukanlah kasih. Itu lebih tepat disebut penjilat. Yohanes Pembaptis tentu bukan penjilat. Tetapi pemilik kasih berkualitas. Tidak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran (Bdk. I Kor.13:6). Untuk itulah dia keras dan tegas!

Demikian pun setiap orang para pencari Firman Tuhan yang hanya indah di telinga namun tetap mengamankan dosa, membenarkan diri, mengeraskan hati, tak bersedia membuka diri untuk ditempelak firman Tuhan secara keras, waspadalah! Berlaku firman yang sama: “kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Ay.9). Amin!

SEMOGA BUKAN NATAL PLASTIK


Lukas 1:26-38

Kisah Natal adalah kisah cara kerja Allah yang paling dramatis, hakikat kekuasaan yang digeneralisasikan menjadi wujud pelayanan. Kisah kasih Allah yang Allah dramakan sendiri dalam bentuk yang unik, bersahaja, miskin papa, bayi mungil sederhana, dan kandang hewan di sekitar kotoran. Itu semua Allah lakukan sebagai cermin diri bagi manusia tentang apa yang sebenarnya Allah suka atau tidak suka dari setiap kita manusia.

Kisah Natal adalah kisah tentang kasih Allah yang selalu hadir beriringan dengan kisah nyata hidup kita sebagai umat percaya. Tentu sangat memberkati jika kita responi. Namun itu tidak mudah. Kecuali jika kita mau tanggalkan harapan manusiawi, seperti Maria yang harus menanggung resiko kehilangan harga diri, kebahagiaan manusiawi, dan mau dipakai Allah mendramatisasi ulang kisahnya dalam pahit getirnya kehidupan nyata ini.

Setiap membaca Sub Tema Natal setiap perayaan Natal di mana-mana, semuanya bagus-bagus, "Kita tingkatkan ini dan itu...." Semoga bukan hanya slogan semata. Bila kisah Natal berawal dari sekedar perayan memukau di sekitar pohon plastik, dapat dipastikan akan berakhir di bungkusan kardus antik, tempat kumpulan pesta tikus-tikus nakal dan kecoa-kecoa bau tengik!

Jangan takut orang-orang kecil dan hina yang terkadang hanya dipandang orang sebelah mata. Karena berkat Natal itu justru untuk Anda. Itulah sebabnya Ia rela lahir di kandang hina, karena Ia ingin selalu dekat dengan Anda dan mendengar dengan jelas jeritan, pergumulan, harapan dan doa Anda.

Jangan takut wahai orang-orang kaya. Bersyukurlah. Karena Anda pun tetap diprioritaskan sebagai orang utama mendapat berkat Natal dari Sorga. Kecuali Anda tidak bersikap seperti orang Majus pada Natal yang pertama! Tau, peka, dan perduli serta bijak menggunakan apa yang ada. Memuliakan raja di atas segala raja.

Kisah Natal itu sederhana sekali. Hal-hal yang sederhana sekali di sekitar kita. Bak keluarga si tukang kayu yang tak punya kekuatan jaminan apa-apa, kelahiran bayi yang tak mampu bayaran tinggi di hotel penginapan, para penguasa bak Herodes bengis yang haus kekusaan, dan para kelompok serigala malam yang mengusik gembala jelata berjaga di padang. Pergilah ke sana, jadilah juruselamat buat mereka. Laksanakan Natal yang sebenarnya. Selamat Merayakan Natal untuk semua dengan penuh sukacita. Amin!

Rabu, 05 Desember 2018

TIGA PRINSIP DAMAI SEJAHTERA




Kolose 3:15

Istilah “Damai Sejahtera”, adalah suatu istilah yang tidak asing bagi kita sebagai umat percaya. Lihat saja di setiap kata pembuka pada setiap pengantar kata sambutan umpama, selalu disapa dengan kata “Syalom”. Entah sadar atau tidak, dipahami atau tidak maknanya! Terkadang saking semangatnya kata ini diucapkan dengan lantang, suara bernada tinggi (sambil mengepalkan tangan ke atas segala), setara kayak pekik jaya “Merdekaaa?! Padahal, secara arti makna, bukankah “syalom” atau “Damai sejahtera” itu menggambarkan suasana yang teduh, lembut, nyaman?

“Damai sejahtera”, apa itu? Apakah sama dengan “Syalom” atau “Salam Damai Sejahtera” yang sering kita ucapkan di gereja dan kalau kumpul di tengah masyarakat? Damai sejahtera, apakah ketika suasana nyaman bisa tertawa-tawa bahagia? Ketika rejeki datang tak terduga? Damai sejahtera oh….. semua orang mendambakannya. Tapi di mana? Dan bagaimana mendapatkannya? Ada tiga prinsip bagaimana Damai sejahtera Kristus dapat menjadi berkat bagi orang percaya:

PRINSIP PERTAMA: Milikilah Damai Sejatera Kristus.

“Damai sejahtera” yang sesungguhnya adalah hanya berasal dari Allah. Tidak ada dari yang lain. Dunia sekarang ini sungguh-sungguh membutuhkan damai sejahtera . Kelahiran Yesus Kristus adalah bentuk kreatif Illahi yang hadir secara riil di tengah dunia ini. Ia hadir dalam rupa insan bayi kudus Yesus Kristus, dibalut lampin lahir di kandang hina. Berbaur hadir di berbagai bentuk persoalan manusia. Dalam suasana politik raja Herodes. Dalam suasana budaya yang ada. Dalam suasana manusia beragama yang salah kaprah ala Farisi.

Dia hadir dalam susana realita dimana manusia terkotak-kotak oleh status sosial warga asli dan non asli, Yahudi versus orang Samaria yang murah hati. Dia juga hadir di pusaran persoalan para kaum kecil yang beradu nasib, para pencari sesuap nasi mempertahankan hidup ala Yusuf, Maria, para gembala sebagaimana adanya.

Dia juga hadir di kegamangan manusia para pencari kesenangan semu yang tak menentu. Ya, Dia hadir di aneka persoalan realitas manusia! Dunia sekarang ini sungguh-sungguh membutuhkan damai sejahtera Kristus. Lihat saja dalam realita kehidupan kita yang semakin jauh dari damai sejahtera. Kenapa terjadi begitu? Apalagi jika bukan karena si “Aku” yang bertahta di hati, bukan Damai Sejatera Kristus yang bertahta!

PRINSIP KEDUA: Bukalah hati bagi Damai sejahtera Kristus.

Bayi mungil Yesus Kristus yang lahir di kandang papa mengungkap tabir rahasia tentang hati Allah. Mengisyaratkan betapa besarnya kasih Allah. Allah memandang sama semua manusia. Bahkan hingga ke akar persoalan manusia, Allah tak memandang hina manusia yang paling berdosa sekali pun! (Bdk.Yohanes 3:16). Damai sejahtera hanya ada pada manusia yang berkenan padaNya. Manusia yang berkenan kepada Allah tentu saja yang dimaksudkan adalah manusia yang membuka hati. Tidak ada damai sejahtera pada manusia yang keras kepala! Tidak ada damai sejahtera pada manusia yang munafik tidak mau bertobat. Karenanya damai sejahtera sejati harus dimulai dari diri sendiri.

Alkitab sendiri membuktikan, sejak manusia pertama kehilangan damai sejatera maka yang terjadi adalah rusaknya hubungan yang harmonis dengan Allah dan juga dengan sesama manusia. Yang ada hanyalah saling mempertahankan diri, saling lempar tanggungjawab, saling membenarkan diri, saling menyalahkan. Adam menyalahkan Hawa sebagai penyebab masalah, Hawa mengkambing-hitamkan setan sebagai biang masalah. Hati menjadi gelisah, dikejar-kejar rasa bersalah, saling curiga plus dibumbui rasa benci! (Kejadian 3:1-19).

Secara gamblang pula, Alkitab juga membentangkan apa yang terjadi pada keturunan manusia pertama Kain dan Habel. Bagaimana si Kain dengan rasa curiga, iri, benci, dan tanpa hati nurani rela menghabisi nyawa si Habel adik kandungnya sendiri! (Kejadian 4:1-16). Pokoknya, ketiadaan damai sejahtera menjadikan manusia bermasalah dengan dirinya sendiri, dengan Sang Penciptanya, dengan sesamanya, juga dengan alam lingkungannya.

PRINSIP KETIGA: Kesediaan diperintah oleh Damai Sejahtera Kristus

“Hendaklah damai sejatera Kristus memerintah dalam hatimu…..” Manusia yang dikuasai oleh si “Aku” yang memerintah dalam hatinya, bisa jadi hanya bersosok seorang manusia namun hatinya bukan hati manusia! Tidak heran bila manusia ada yang berhati singa. Melegalkan segala cara. Jalan pintas dianggap biasa. Hukum dipermainkan, pemutarbalikan fakta kebenaran serasa nikmat bukan dosa! Yang bersalah bisa melenggang seenaknya, sedangkan yang benar bisa terpuruk di penjara, adalah pemandangan biasa! Keserakahan terhadap pengrusakan alam lingkungan adalah fakta yang dapat disebutkan, contoh manusia yang telah kehilangan damai sejatera.

Manusia yang kehilangan damai sejahtera Kristus adalah manusia yang telah kehilangan sesuatu yang paling prinsip dalam dirinya. Kehilangan hati nurani. Kehilangan kepekaan. Kehilangan kesadaran. Kehilangan kasih. Ya, kehilangan segalanya. Ibarat jaringan terputus ke semua arah, baik terhadap diri sendiri, terhadap Allah, maupun terhadap sesama manusia. Jadinya laksana bola lampu yang putus tak bisa menyala. Tak bisa berfungsi apa-apa. Tak bermanfaat apa-apa.ak perlu jauh-jauh mencarinya, karena sejatinya Damai sejahtera bertahta dalam hati, bila mau membuka hati untuk diperintah oleh damai sejahtera Kristus!

Sejatinya, Damai sejahtera Kristus yang Alkitab maksudkan bukanlah berarti bahwa dunia ini otomatis selalu dalam keadaan serba nyaman. Bukan, bukan demikian! Tetapi bak burung kecil yang bersarang di batu karang berlobang dan tetap tenang, masih bisa bersiul toh awan pekat hitam di atasnya, tak terusik oleh deru gelombang yang menghantam batu karang, atau oleh deru guruh dan petir sambar-menyambar di atas langit!

Manusia yang mau diperintah oleh Damai sejahtera Kristus adalah manusia yang peka terhadap suara ilahi akan tahu persis mana sesuatu yang bisa membahayakan dirinya yang harus dihindari, dan mana kehendak Tuhan yang harus dituruti! Manusia yang dipenuhi oleh Damai Sejahtera Kristus adalah manusia yang tidak merasa terganggu dengan kelebihan manusia lain. Tak ada benci dalam hati, atau menyimpan dendam dan iri hati. Hanya bagi manusia yang sugguh-sungguh membuka hati bagi damai sejatera Kristus memerintah dalam hatinya yang bisa melayani dengan sukacita, rela berkorban, mengasihi secara tulus, dan mampu merasakan lebih berbahagia memberi dari pada menerima. Amin!


DAMAI SEJAHTERA KRISTUS YANG MENGUATKAN





Lukas 2:1-7

Jarak Kota Nazaret – Betlehem adalah sejauh 150 km. Bila menggunakan keledai bisa memakan waktu selama 5 hari perjalanan. Perjalanan Yusuf dan Maria seperti dalam konteks nas ini tentu luar biasa! Pasalnya, keledai itu pastinya hanya dapat ditumpangi oleh Maria yang sedang mengandung serta membawa beban perbekalan lainnya selama dalam perjalanan. Lalu Yusuf? Tentu berjalan kaki menuntun keledai sepanjang perjalanan. Sepanjang yang kita ketahui, orang biasa, bisa berjalan kaki 8 jam dalam sehari, dengan jarak tempuh sekitar 4 km per jam, atau 32 km. Demikian pun, dapat Anda bayangkan bahwa perjalanan mereka bukanlah lewat jalan beraspal bebas hambatan, tetapi naik turun jalan bebatuan. Terik panas menyengat waktu siang, dingin menusuk di waktu malam! Anda mau dan sanggup?

Demikian sekilas situasi yang dihadapi Yusuf dan Maria dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai warga masyarakat yang baik. Tidak sederhana, tidak mudah. Demi memenuhi arti sebuah tanggungjawab, sensus penduduk pertama kali yang pernah diadakan manakala sang Kaisar Agustus memerintah! Tak terdengar ada komplin, apalagi demo segala macam. Entahlah jika seandainya Yusuf dan Maria mengurus e-KTP yang bisa satu tahun nda keluar-keluar seperti jaman kita sekarang, oh…entahlah….

Kenapa sensus pertama kali itu diadakan oleh Kaisar Agustus? Ini trik politik, untuk memperbesar pemasukan pajak pemerintah. Untuk melaksanakan program apa yang hendak dicapai, Kaisar Agustus tak perlu harus tahu keadaan rakyatnya. Kebijakan harus dilaksanakan, harus ditaati oleh semua, termasuk Yusuf dan Maria. Ngomong-ngomong soal Yusuf dan Maria. Bukankan mereka dipilih dan dipakai oleh Allah dalam rangka karya penyelamatan bagi manusia? Kenapa mereka sendiri tidak diberikan kemudahan oleh Allah? Tapi koq kaya jadi kelinci percobaan saja? Lalu apa arinya Natal kalau begitu? Apa artinya damai sejahtera itu sebenarnya?

Natal, tidak mengajarkan kita bermanja-manja! Itu intinya. Damai sejahtera adalah damai yang memampukan pemiliknya menjalankan hidup tanpa keluh kesah. Itu hakikatnya! Damai sejahtera tidak berati segalanya lalu jadi mudah, tidak! Tidak demikian! Tetapi kemampuan menjalani hidup secara eksis pada apa yang seharusnya dilakukan dan dijalankan tanpa besungut-sungut atau mencari jalan pintas. Tetapi kemampuan berjuang sampai tuntas! Tidak ada yang serba mudah dalam hidup ini. Suka duka silih berganti. Jangan kira bahwa jika kita percaya kepada Tuhan otomatis kita terhindar dari pergumulan.

Lihatlah Yusuf dan Maria. Bukankan mereka dipilih dan dipakai Allah untuk suatu pekerjaan mulia karya penyelamatan Allah? Nyatanya, mereka juga mengalami suka duka kehidupan. Ketika Yesus lahir, tidak semua orang menerimanya. Maria pun melahirkan puteranya dalam keadaan ketiadaan tempat. Dalam keterbatasan, bahkan berkekurangan! Bahkan kisah selanjutnya bayi Yesus terancam bunuh oleh sang penguasa bernama Herodes! Yusuf dan Maria pun dengan susah payah harus menyingkir ke negeri yang jauh yaitu Mesir.

Mungkin Anda berpikir, untuk apa sebenarnya percaya dan taat kepada Tuhan? Jika toh juga harus mengalami suka duka kehidupan sama seperti manusia lain yang tidak taat kepada Tuhan? Bukankah mereka yang tidak taat kepada Tuhan terkadang lebih baik, lebih sukses, lebih makmur hidupnya dari orang yang percaya kepada Tuhan? Sampai di situ ada benarnya! Tapi satu hal yang perlu Anda sadari. Karena segalanya tidak berlangsung lama. Seiring waktu, nas kita memperlihatkan, bahwa sang penguasa yang dikjaya sekelas Kaisar Agustus pun akhirnya tak berdaya juga. Demikian pun nasibnya si Raja Heroders. Bahkan akhirnya mati juga!

Harap Anda sadari juga, bahwa orang percaya itu justru tetap jaya. Walau mereka menghadapi pergumulan suka duka kehidupan. Mereka tetap ada, tetap bertahan. Bukan Cuma itu! Tetapi mereka gilang-gemilang hingga akhir kehidupan mereka. Bahkan hingga di sorga kelak! Kenapa bisa begitu? Ya, apalagi jika bukan karena penyertaan Tuhan. Damai Sejahtera Kristus yang mengisi hati mereka, memberikan kemampuan dan menjadikan hidup mereka sejalan pada garis lurus sesuai kehendak Tuhan!

Hal yang sama juga berlaku bagi Anda dan saya. Allah tidak membiarkan. Allah pasti turut campur tangan dalam perjalan kehidupan. Tidak perlu terlalu kuatir berlebihan pada berbagai gelombang kehidupan. Bergantunglah sepenuhnya kepada Tuhan. Berjalanlah lurus sejalan dengan kehendak Tuhan! Maka Tuhan akan menuntun setiap langkah kita di berbagai peristiwa kehidupan. Hanya dengan satu catatan, asal pertama-tama Damai Sejahtera Kristus memerintah dalam hati kita, dan kita harus selalu dengar-dengaran mentaati petunjuk Tuhan! Amin!

ALLAH YANG AKRAB DENGAN MANUSIA




Ibrani 1:1-4
 

Allah yang akrab dengan manusia? Ya, dan memang ada! Itulah yang dipaparkan dalam kitab Ibrani 4:1-4, yaitu Yesus Kristus sebagai “cahaya kemuliaan Allah”, Allah yang hadir, akrab dengan manusia selama 33 tahun lebih pernah hadir di bumi. Dia adalah pencipta alam semesta, penopang segala yang ada sejak semula. Namun tidak mempertahankan ke-Allah-an-Nya hanya ongkang-ongkang duduk di Sorga sebagai yang paling berkuasa dan hanya kerja dengan telunjuk memerintahkan kepada para nabi-Nya untuk mengurus persoalan manusia \

Setelah sebelumnya Dia berulang kali mengutus para nabi-Nya untuk berbicara kepada manusia tentang tata hidup dan tata cara kehidupan sorga, pada gilirannya Dia sendiri yang datang turun ke lapangan, berbicara, bahkan turun langsung hingga ke alam maut titik nadir persoalan terdalam manusia. Dia bukan hanya berbicara kepada manusia tentang kerajaan Sorga, tetapi juga perangkul manusia dengan kasih-Nya. Dia begitu perduli dengan anak-anak, kaum perempuan yang terpinggirkan, para pendosa, bahkan orang dari bangsa kafir sekali pun diperlakukan-Nya dengan kasih yang sama.

Kecuali karena itu, Dia bahkan begitu perduli dengan nasib manusia yang miskin, kelaparan, terbuang, menderita oleh berbagai sakit penyakit, penindasan, dan ketidakadilan. Dipulihkan-Nya dan diberi-Nya pengharapan kepada perempuan pendosa, bahkan si bajingan calon penghuni neraka yang disalibkan di sebelah kanan-Nya pun jelang detik-detik kematiannya Dia rangkul dan ditegaskan-Nya jaminan masuk Sorga. Tiada dosa seberat apa pun yang tak dapat diampuni-Nya. Dia merangkum, penyempurna segala tata cara keagamaan dalam aturan Taurat sebelumnya.

Yesus, adalah “nama di atas segala nama”. Tak ada Allah yang begitu akrab dengan manusia. Kepekaan, hati terdalam kasih ilahi Dia nyatakan. Segala Firman yang pernah Dia ucapkan, yang telah dicatat dalam Alkitab tentu menjadi standar ukuran kebenaran. Tentang dosa kemunafikan, kepura-puraan, cara beragama yang keliru menjadi pengingat untuk kita waspada. Demikian pun janji berkat, penyertaan, penguatan, ajaran, atau janji tentang jaminan keselamatan Sorga tentu menjadi pedoman yang harus mendasari iman dan pengharapan. Terlebih ketika kita menghadapi berbagai pergumulan berat, bahkan penganiayaan karena iman. Kita tetap dikuatkan.

 Kita bersyukur, karena melewati peristiwa Natal, kita telah mengenal nama itu, nama yang agung, nama yang termulia, bahkan nama yang lebih indah dari segala Malaikat sekali pun. Ketika kita ambil bagian dalam pesta iman, ketika kita mengingat nama itu, maka kita diingatkan akan kasih Allah yang tak pernah berobah Dia nyatakan. Ketika kita lemah, berbeban berat, merasa berdosa, maka pintu ampunan masih terbuka. Dia tidak membuang kita. Kita begitu berharga di mata-Nya. Dia begitu akrab dengan kita. Terlebih bila dengan kesadaran penuh, dan tetesan air mata mohon ampunan-Nya, Kita tidak sendiri. Dia tidak membeku laksana penguasa yang sangar. Tetapi seorang Bapa yang begitu mengasihi kepada kita anak-anak-Nya. Amin!

KASIH ALLAH BAGI DUNIA YANG TERHILANG





Lukas 2:8-20

Natal adalah berita sukacita, Syalooom dari Allah. Allah yang “trnasenden” (jauh tak terhampiri) menjadi Allah yang “immanen” (dekat mewujud nyata). Atau dengan istilah yang sering kita kenal “Immanuel” , Allah beserta kita. Itulah sumber sukacita sejati bagi manusia. Tanpa Juruselamat, tidak ada sukacita yang sejati. Berbicara tentang sukacita besar dari Allah (great joy), Calvin pernah mengatakan: “These words show us, first, that, until men have peace with God, and are reconciled to him through the grace of Christ, all the joy that they experience is deceitful, and of short duration” (kata-kata ini pertama-tama menunjukkan bahwa sebelum manusia mempunyai damai dengan Allah, dan diperdamaikan denganNya melalui kasih karunia Kristus, semua sukacita yang mereka alami adalah bohong / palsu dan berumur pendek).

Berita itu telah disampaikan melalui para gembala sebagai “kesukaan besar bagi seluruh bangsa.” Bahkan berita itu disampaikan secara teliti, dengan tanda-tanda khusus! Seorang bayi yang dibungkus dengan lampin dan terbaring dalam palungan. Apa yang istimewa? Pemberian tanda ini tujuannya: supaya mereka tidak keliru mendapatkan bayi yang lain. Mungkin ada banyak bayi yang lahir pada saat yang bersamaan, tetapi pasti hanya ada satu yang diletakkan dalam palungan.

Lalu kenapa berita itu pertama-tama ditujukan kepada para gembala? Para gembala termasuk kawanan yang beruntung karena menerima pernyataan yang luar biasa mengenai kelahiran Yesus. Betapa tidak. Pada jaman itu gembala adalah orang rendahan dan hina. Ini terlihat dari fakta bahwa pada jaman itu mereka tidak diperbolehkan memberikan kesaksian dalam pengadilan. Tetapi kepada mereka inilah berita Injil diberikan untuk pertama kalinya. Mengapa? Karena Allah mau memakai orang yang rendah sebagai alatNya untuk menghancurkan kesombongan dunia (bdk. 1Kor 1:25 1Kor 2:4-5).

Apa yang mereka lakukan setelah menyaksikan Mesias? Injil Lukas mencatat : “Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka (Lukas 2:20).” Jadi mereka tidak diam saja, mereka kembali ke dalam tugas dan pekerjaan mereka! Yang tidak kalah menarik, setelah berjumpa dengan Mesias para gembala tidak berubah statusnya. Mereka tetap gembala. Namun, ada yang berubah, yakni mereka bersukacita dan memuliakan Allah. Mereka kembali dalam tugas pekerjaannya namun kini mereka maknai bahwa dalam tugas dan pekerjaan itu sebagai sarana untuk bersyukur, bersaksi dan memuliakan Allah. Bagaimana dengan anda dan saya? Selamat Natal. Tuhan memberkati kita semua. Amin!

SERUAN PERTOBATAN!



Lukas 3:1-6

Tidak ringan tugas yang diemban oleh Yohanes Pembaptis selaku utusan Tuhan. Mempersiapkan jalan untuk Tuhan! Menyerukan pertobatan! Tidak ringan, karena tugas yang dijalankan penuh resiko. Akan bersentuhan langsung dengan para pembesar sekelas kaisar Tiberius, Pontius Pilatus wali negeri Yudea, raja Herodes, Trakhonitis dan Lisanias raja wilayah Abilene. Para penguasa, penjajah yang kejam, bengis. Bila salah-salah, anda tahu sendiri akibatnya. Akan berhadapan dengan kesulitan! (Ay.1).

Tidak Cuma itu, Yohanes Pembaptis juga berhadapan dengan para tentara bersenjata, pemungut cukai, tokoh ulama Agama sekaliber Imam Besar Hanas dan Kayafas! Tak terkecuali para Farisi dan Saduki, yang nota bene para pemilik klaim kebanggan, merasa mapan soal Hukum Agama, namun yang munafik, perilaku hidup tak sejalan (Ay.2).

Tugas yang dilaksanakan sungguh tidak gampang. Digambarkan laksana menimbun lembah, mengangkat harkat dan martabat yang rendah. O, luar biasa! Bukan menimbun lobang sumur yang tak seberapa. Juga meratakan kecongkakan gunung dan bukit yang terlihat kokoh angkuh, menjulang tinggi. Bahkan meluruskan jalan yang berlekuk-lekuk supaya tidak berbelit-belit, banyak simpangan serta jurang buat orang jadi susah, kesasar, dan menjadi batu sandungan! (Ay.5-6).

Itu artinya, seruan pertobatan yang dikumandangkan Yohanes Pembaptis bukanlah suara pertobatan ala murahan, sekedar pertobatan soal rok mini, atau sekedar himbauan larangan mengenakan baju bolong belakang. Tetapi pertobatan yang serius dari sumber produk kedalaman dosa, yaitu hati manusia. Yang melahirkan berbagai cara hidup keji. Penyalahgunaan kekuasaan, menganggap sepi hukuman Tuhan, merampas dan memeras, semena-mena terhadap orang lain, kerakusan dan ketamakan, amoral, ketidakadilan, serta kemunafikan! (Bdk. Ay.7-18).

Tidak tanggung-tanggung, bahkan Herodes raja wilayah pun tak luput ditegornya lantaran soal pernikahan yang tak beres dengan Herodias. Lantang, tanpa neko-neko menyuarakan suara pertobatan. Tidak kompromi dengan dosa. Berani, berkomitmen, tidak pandang bulu. Toh seberat apa pun resiko yang diterimanya, demi ketaatan tugas suci yang dijalaninya! Kita tahu akhirnya, untuk itulah ia dipenjarakan, bahkan mengalami kematian secara tragis sebagai harga mahal yang harus ia bayar! (Bdk. Ay.19-20).

Ini sebuah tantangan sekaligus menjadi batu uji bagi kita selaku umat percaya atau gereja! Memaknai minggu Adventus II ini, masih adakah seruan pertobatan digemakan? Atau telah dialihkan sekedar cari aman dengan ajakan memanja hebatnya berkat sorga, sekedar penenang batin hilangkan stress sejenak atas kejenuhan rutinitas hidup keseharian? Dan nama diri jadi pusat sanjungan? Soal “tanda baptisan” yang malah jadi tujuan, namun permasalahan inti yaitu dampak dari buah pertobatan tak jelas kelihatan? Amin!

Selasa, 20 November 2018

KETIKA HATI NURANI DIKALAHKAN KENYAMANAN DIRI




Yohanes 18:33-37

Gedung pengadilan itu, adalah saksi bisu sejarah dimana pernah terjadi peristiwa pengadilan Illahi VS pengadilan manusiawi sedang berlangsung dalam waktu bersamaan! Di ruang pengadilan itu, Yesus diproses perkara-Nya oleh sang penguasa (pengadilan manusiawi) bernama Pontius Pilatus! Namun di ruang pengadilan yang sama, tanpa disadari oleh manusia, juga sedang berlangsung pengadilan terhadap Pontius Pilatus, sang penguasa dunia, oleh sang penguasa alam semesta (pengadilan Ilahi), raja di atas segala Raja, Yesus Kristus yang berasal dari kemuliaan Sorga!

Kalimat padat, bergengsi, sarat makna, terukur penuh isi, silih berganti dilontarkan saling menginterogasi. Forum pengadilan kelas tertinggi yang pernah ada. Bertemunya pengadilan Illahi vs pengadilan manusiawi pernah digelar di bumi. Berakhir pada ketokan palu masing-masing, oleh cara keputusan standar kebenaran manusia dan sekaligus ketokan palu cara keputusan standar kebenaran Ilahi! Di ruang pengadilan itu, sungguh kentara apa yang terjadi. Sifat manusia, penguasa dunia yang rela mengorbankan orang lain demi keamanan dan kenyamanan diri sendiri. Sedangkan Tuhan Yesus rela mengorbankan diri Nya sendiri demi keamanan, kenyamanan, dan keselamatan manusia.

Pada awal pembuka, Yesus diinterogasi oleh Pilatus dengan satu pertanyaan sederhana, namun sarat muatan politis: “Engkau inikah raja orang Yahudi?” Kenapa pertanyaan seperti ini yang diajukan? Orang sekelas Pilatus tentu tidak sembarangan. Sebagai seorang penguasa digjaya, pemimpin berkelas dan cerdas, seorang ahli strategi politik, pasti tahu persis apa yang hendak dilakukannya dengan pertanyaan semacam itu! “Engkaukah raja orang Yahudi?”. Pertanyaan itu memang sederhana. Tapi yang pasti bukan pertanyaan basa-basi!

Dengan pertanyaan itu, ada dua makna yang bisa kita tangkap di dalamnya. Pertama, Pilatus ingin memastikan, untuk mengukur, sejauh mana kira-kira kekuatan lawan, sekiranya Yesus ini benar-benar raja seperti yang dituduhkan. Kedua, pertanyaan itu adalah jebakan. bila Yesus menjawab ya, berarti dianggap pemberontak yang akan melawan pemerintah Romawi. Dan ini tentu saja menjadi bahan bagi Pilatus untuk menjatuhkan hukuman seperti yang dituduhkan. Dari jawaban yang diberikan, Yesus ini, bukanlah musuh politik yang dianggap membahayakan dan menjadi ancaman. Kedudukan Pilatus tetap aman!

Sekarang giliran sang penguasa Ilahi, Yesus yang datang dari Allah Bapa, menginterogasi Pilatus! Jawaban Yesus atas pertanyan Pilatus, tanpa disadarinya, pikirannya dan sikapnya sedang diinterogasi, dibedah oleh Allah. Interogasi Yesus terhadap Pilatus: “Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya tentang Aku?” Hati nuraninya diuji. Kepekaannya dilucuti. Tantangan untuk menerima “kebenaran” sejati menanti! Namun sayang seribu sayang, itu tak terjadi. Kenyamanan mengalahkan hati nurani.

Yesus terus mendesaknya, membedah hati nuraninya dengan menjelaskan tentang asal, tujuan dan misi yang dijalankan-Nya. Bahkan “kebenaran” Illahi dibentangkan di hadapannya, sekiranya Pilatus tersadar dan membuka diri. Namun ternyata tidak! Hatinya membeku. Pilatus tetap berkutat melekat erat pada kenyaman diri. Bahkan bernada mengejek “Jadi Engkah adalah raja?” ketika Yesus menjelaskan asal usul dan misi yang dijalankan-Nya. Yang dia lihat, hanya sebatas mata melihat, Yesus yang hanya compang camping. Tidak lebih dan tidak kurang!

Sebagai umat percaya, sadarkah kita akan fungsi, peran, dan harapan Allah pada setiap kita? Ketika berbagai perkara dalam kehidupan dibentangkan? Akankah kebijaksanaan untuk memutuskannya secara arif bijaksana, adil dan benar, setiap ketokan palu yang dipakukan? Atau segalanya dijalankan dengan pertimbangan “yang penting aku aman”? Mempertahankan pilihan yang salah adalah kekonyolan! Sadarilah, pada saat yang sama, ketokan palu pengadilan Allah berlaku atas kita. Keadilan yang sejati hanya bisa terjadi bila orang pertama-tama mau datang, bertobat, membuka diri dan mau diisi oleh Yesus sebagai sumber “kebenaran” yang sesungguhnya. Sudahkah itu kita lakukan? Amin!



Senin, 19 November 2018

KETIKA YESUS DIADILI


Yohanes 18:33-37

Ketika Yesus diadili, apa yang menarik untuk kita perhatikan? Pertama-tama adalah ini. Dia diperlakukan layaknya bola pingpong kesana-kemari. Dihadapkan ke Pontius Pilatus, lalu ke Herodes, dan balik lagi ke Pontius Pilatus. Kenapa itu terjadi? Karena mereka para penegak hukum pada kebingungan, hukuman apa yang layak dijatuhkan sesuai tuntutan, karena alasannya mengada-ada, tak memadai serta tak ada bukti kuat yang memberatkan-Nya sebagai terdakwa.Yesus diadukan ke pengadilan, karena menurut mereka, Yesus itu raja. Lalu apa masalahnya kalau Yesus itu raja? Tidak! Mereka tak rela! Raja compang camping kayak Yesus, tak ada pasukan bersenjata, mana mungkin dipercaya dapat melawan penjajah politik membebaskan mereka!

Disamping itu, menurut mereka, ajaran-Nya menyimpang dari yang biasa (menurut versi Hukum Taurat). Banyak orang disesatkan. Padahal fakta di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya. Yesus meluruskan pemahaman yang salah tentang cara beragama, mengangkat harkat martabat orang-orang kecil, memulihkan kepercayaan diri, menyembuhkan, merangkul mereka dengan kasih. Yesus bukan raja pemberontak yang mengajak orang berdemo untuk merusak, berorasi koar-koar dengan pengeras suara. Tetapi mengajarkan kasih, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Memberi motivasi untuk hidup, hingga orang mengenal jalan kebenaran dan diselamatkan!

Ketika Yesus diadili, apa pula yang menarik untuk kita cermati? Nah, ini juga cukup menggelitik. Yesus diajukan ke pengadilan bukan oleh orang biasa. Tetapi oleh para tokoh agama. Mereka bersikeras menuntut sekiranya Yesus dihukum. Bukan dihukum biasa di penjara. Tetapi harus dibunuh. Mereka memang tidak ingin membunuh Yesus dengan tangan mereka sendiri (karena mereka taat Hukum Taurat), namun mereka memperalat orang lain untuk melaksanakan niat mereka. Setali tiga uang!

Pilatus masuk ke gedung pengadilan. Para pengadu di mana? Mereka di luar saja (karena mereka tak ingin menajiskan diri mereka). Maklum karena mereka mempersiapkan diri melaksanakan ritual agama, makan Paskah (bdk.ay.29). Kesucian tubuh dan ritual agama dijaga 100% kesuciannya, namun praktek beragama dalam realita nol besar. Hati mereka busuk 100% layaknya bangkai di peti mati lobang kuburan, yang di atasnya ditutupi cor semen putih mengkilap!

Di ruang pengadilan itu, tak ada siapa-siapa, selain beberapa pengawal kerajaan yang berjaga-jaga. Yesus diinterogasi oleh Pilatus dengan pertanyaan berbau politis: “Engkau inikah raja orang Yahudi?”. Pilatus tak percaya, ketika melihat sendiri siapa yang ada di hadapannya. Kalau Yesus ini raja, koq compang camping seperti ini? Naluri Pilatus tau, bahwa orang ini tidak berbahaya, bukan ancaman bagi pemerintahan wilayah kekuasaannya.

Pilatus cukup lega. Terlebih ketika mendengar tuturan dari mulut Yesus sendiri (walau Dia raja) bahwa kerjaan-Nya bukan dari dunia ini. “Raja” dalam versi yang berbeda. Tak ada sangkut paut langsung yang menjadi ancaman membahayaan bagi sang Pilatus! Dalam hati kecil, Pilatus ingin membebaskan orang ini. Pilatus memancing dengan pertanyaan sekiranya Yesus membela diri, sebagai dasar Pilatus dapat membebaskan-Nya: “apakah yang telah engkau perbuat?”.

Anehnya, tidak seperti kebanyakan orang lakukan, Yesus tidak membela diri atas tuduhan orang terhadap-Nya, malah menjelaskan tujuan dan misi kerajaan-Nya! Namun sayang. Pilatus tak cukup jeli tentang apa yang sedang Yesus ucapkan. Tinggal selangkah saja lagi, sebenarnya Pilatus mendapat pengalaman indah yang akan merobah seluruh hidupnya. Ketika raja di atas segala raja, raja penyelamat dunia sedang berbicara tentang sesuatu yang paling bermakna, “kebenaran” yang sesungguhnya!

Andai saja Pilatus jeli, mencerna, membuka diri, berlutut dan bertobat di hadapan-Nya. Namun itu mustahil terjadi! Karena Pilatus adalah sang penguasa, yang merasa aman duduk di kursi empuk pemerintahan. Tak ada yang dia kuatirkan, demikian kira-kira dalam benaknya. Karenanya, tentu sulit baginya untuk mendengar “suara kebenaran” karena memang manusia-manusia berkarakter semacam Pilatus, yang memang bukan berasal dari “kebenaran” tentu lebih mengutamakan “yang penting aku aman”!

Ketika Yesus diadili, apa yang mesti kita renung dalam? Itulah peristiwa keseharian kita. Keberdosaan manusia tergambar di sana. Bisa jadi posisi kita persis sama seperti para pengadu, yang nota-bene suci menjalankan ritual agama, namun iri dengki menyelimuti hati, tak rela dengan kelebihan orang lain, dengan berbagai macam trik busuk untuk menjatuhkannya. Atau bisa jadi, posisi kita persis sama seperti Pilatus. Sang penguasa yang acuh, tahu kebenaran. Namun kebaikan yang tak kesampaian untuk dilakukan, karena terselindung rasa aman semu “yang penting aku aman”?

Mencermati pengadilan yang dilakukan terhadap Yesus, perilaku, ucapan, komitmen, serta ketulusan-Nya melaksanakan misi Bapa, hingga darah penghabisan. Duri halang merintang, hingga bernanah tak pernah mundur setapak pun dalam keberanian, hingga tertancap di atas salib tegak! Secara nalar akal sehat, terlebih dengan hikmat Allah, tahulah kita apa arti semuanya. Ya Yesus, Ya Rajaku! Engkau benar-benar Raja. Raja di atas segala Raja yang datang dari Allah Bapa. Ampuni kami yang terlalu congkak membaggakan diri. Hidup beragama namun yang tak sejalan dalam hidup keseharian kami. Ampuni kami yang tahu kebenaran, namun tak berani berbuat apa-apa, karena lebih memilih “yang penting aku aman”. Amin!

Sabtu, 17 November 2018

APA YANG KITA BANGGAKAN?


Markus 13:1-8

Apa yang kita banggakan? Gedung ibadah megah, yang menaranya berjuntaian seolah melambai-lambai ke langit? Bait Allah yang megah, yang sebenarnya mustahil diruntuhkan (karena bangunan ini sangat kokoh dan megah) akhirnya rata dengan tanah! Padahal (menurut pemahaman mereka), Bait Allah adalah simbol kehadiran Allah! Ternyata Allah tak sudi tinggal di kesempitan gedung kebanggaan manusia yang fana.

Apa yang kita banggakan? Kekuasaan, kedudukan, lengkap denganbudyguard kaki tangan yang kuat mau dengan seenaknya mengusai yang lain? Itu pun tak cukup kuat untuk dibanggakan. Karena bak isilah, “di atas langit, masih ada langit”. Silih berganti itu terjadi, dan selalu terjadi. Tak ada manusia yang benar-benar kuat untuk aman selamanya dengan kuasa, kedudukan, serta perlengkapan kekuatannya yang ada. Sehebat apa pun Hitler, pada saatnya juga runtuh tak berbekas sama sekali.

Apa yang kita banggakan? Harta, kekayaan, atau uang? Boleh saja manusia berbangga untuk sementara. Tapi bila saatnya tiba, seperti Yesus katakan: “akan terjadi gempa bumi di berbagai tempat, dan akan ada kelaparan” (Ay.8). Lalu apa artinya rumah mewah, tanah, mobil, harta kekayaan yang ada, bila gempa, petaka dimana-mana? Apa artinya simpanan di Bank jika tidak ada yang menjual makanan karena bencana melanda?

Apa yang kita banggakan? Apakah berkolosi dengan dunia, harus jadi penjilat demi mengamankan diri, atau harus jalan pintas dilakukan untuk mempertahankan hidup? Itu pun tak ada artinya, bila keganasan api neraka kebinasaan bila saatnya melanda. Yesus memperingatkan sebelum harinya tiba, bukan untuk menakut-nakuti saja! Tetapi supaya kita peka dan siaga! Tau mengambil sikap sehingga benar-benar siap untuk turut serta dalam kemuliaan-Nya!

Apa yang kita banggakan? Tak ada! Yang ada dan pasti sangat berguna, adalah keteguhan hati, iman dan percaya pada-Nya. Hidup yang selalu terjaga, tak rela terkontaminasi oleh kerakusan hidup kedagingan cara dunia! Hidup yang tak pernah rela melepaskan imannya, menggadaikan, apalagi menjual murah imannya demi sejumput kenikmatan sesaat, hingga berbelok dan tersesat! Tetaplah kuat. Tetaplah berpusat pada-Nya, pada petunjuk-petunjuk-Nya. Berjalan sesuai arah yang ditentukan-Nya. Jangan pernah melepaskan-Nya. Percayalah akan janji-Nya, bahwa Dia akan menyelamatkan setiap kita yang percaya pada-Nya. Amin!

Jumat, 16 November 2018

KENAPA DUNIA MEMBENCI ORANG BENAR?




Yohanes 15:16-25

Kenapa dunia membenci orang benar? Pasti ada penyebabnya, ada alasannya. Bila Anda salah satu dari orang benar itu, Anda perlu mengetahui kenapa hal tersebut terjadi. Yang pasti karena dunia tidak mengenal Juruselamat yang sesungguhnya. Penguasa dunia yang dimotori kuasa iblis yang gelap ini tidak pernah suka, bila orang-orang yang dipilih Allah mendapat anugerah keselamat (Ay.16-17). Bila lebih diperinci, inilah beberapa alasan kenapa mereka dibenci.

Pertama-tama, karena orang benar itu beriman kepada Yesus yang sangat dibenci oleh dunia! Kenapa dunia membenci Yesus? Yang pasti adalah ini. Karena Yesus bukan dari dunia ini. Bukan berasal dari kegelapan. Tetapi dari atas, dari terang. Sebab itu Yesus tidak pernah kompromi dengan dosa! Setiap kemunafikan dunia ini ditelanjangiNya. Segala bentuk usaha dunia yang menghalalkan segala cara blak-blakan ditegorNya! Segala bentuk ketamakan, kesombongan, ketidakadilan, serta sikap ketidakperdulian kepada sesama manusia, terang-terangan ditelanjangiNya. Karena itu dunia sangat membenciNya. Karena memang terang tidak akan pernah menyatu dengan kegelapan!

Kedua, karena orang benar itu dipilih oleh Allah sendiri. Dibenarkan, dikasihi, dibaharui, serta dipersiapkan untuk suatu tujuan yang mulia yang berakhir pada kemuliaan sorga, sedangkan orang-orang dunia tidak! Orang benar itu konsisten, setia, tulus, dan pemurah. Bahkan mungkin pengorbannya luar biasa bagi orang lain, bagi dunia dan masyarakatnya, sedangkan orang dunia tidak! Karenanya dunia yang gelap tidak pernah suka itu terjadi. Mereka adalah alat kaki tangan setan, biang kejahatan dan akan berakhir pada kebinasaan. Karenanya tidak heran, bila dunia membenci mereka (Ay.18).

Ketiga, orang benar itu memiliki perbendaharaan kebaikan yang tak pernah habis-habisnya. Orang benar bisa berlaku demikian, karena mereka beriman kepada Yesus sebagai sumber kebenaran. Meneladani hidup Yesus. Melaksanakan perintah Yesus! Dan siapa pun yang mau sungguh-sungguh menjadi muridNya juga pasti dibenci. Orang dunia yang gelap ini merasa terganggu dengan kebaikan orang benar. Orang dunia penuh iri hati, orang benar tidak! Orang dunia bila dizolimi akan membalas dengan kejahatan sedangkan orang benar tidak!

Apakah anda orang benar? Orang benar memiliki kelimpahan kebaikan yang tak habis-habisnya dalam dirinya. Dia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, karena dia selalu mampu mentranspormasikan kebaikan Allah di dalam Kristus yang telah menyatu dalam dirinya. Mereka telah diisi dengan nilai-nilai, standar-standar dan tujuan yang sangat bertentangan dengan cara-cara yang tidak benar dari masyarakat yang bobrok, tetapi selalu berdasarkan patokan dan selalu mengarah pada "perkara yang di atas, bukan yang di bumi" (Bdk. Kol 3:2).

Apakah Anda orang benar? Teguhkanlah imanmu, karena dunia selalu membencimu. Tetaplah berbuat kebaikan, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Orang benar lebih rela menderita karena kebenaran, dari pada berbahagia berujung kebinasaan! Charles Haddon Spurgeon pernah mengatakan: “The world is not your friend. If you are, then you are not God’s friend, for he who is the friend of the world is the enemy of God” (Dunia bukanlah sahabatmu. Jika dunia adalah sahabatmu, maka engkau bukanlah sahabat Allah, karena ia yang adalah sahabat dunia adalah musuh Allah). Amin!

MENGENAKAN KRISTUS SEBAGAI SENJATA TERANG


Roma 13:11-14

Suatu kisah yang benar-benar terjadi. Pada suatu hari, sebagai tanda penghargaan dan kekaguman, Perdana Menteri Jepang berkenan berkunjung ke pabrik Honda. Sudah selayaknya, tamu terhormat ini disambut sendiri oleh pucuk pimpinan tertinggi pabrik tersebut. Dan itu tidak lain adalah sang presiden direktur, sekaligus pemilik dan pendiri Honda Corporation.

Ketika saat kunjungan kian mendekat, staf terdekat Pak Honda semakin gelisah. Bos mereka masih tetap bersantai dengan pakaian bengkelnya, yang di sana sini “kotor” terkena tumpahan oli dan sapuan gemuk. “Pak, rombongan akan tiba lima menit lagi. Apakah bapak tidak sebaiknya berganti pakaian dahulu?”, kata mereka setengah gugup setengah gemetar. “Mengapa aku harus tukar pakaian?,” sergah sang bos besar. Dan memang, Mr.Honda menyambut tamu kehormatan sang Perdana Menteri Jepang dengan pakaian bengkelnya!

Kisah di atas dapat menjadi inspirasi untuk memahami persoalan seperti yang terjadi di Jemaat Roma. Dan juga dapat terjadi pada kehidupan cara beragama kita pada umumnya. Jemaat Roma cukup bermasalah. Mereka memang berpakaian kostum baru bermerek ‘Kristen”, namun cara hidup mereka tidak mencerminkan kekristenan. Mereka memang mengganti kostum bermerek “Kristen” namun cara hidup mereka tetap dalam cara hidup yang lama (Ay.11).

Di dalam Jemaat sendiri, Kasih Kristus tidak nampak dalam kehidupan Jemaat, malah ada kelompok orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, pemecah belah jemaat, memprovokasi, mengajarkan Injil lain, yang bertentangan dengan Injil yang murni. Mereka terkotak-kotak, antara golongan Kristen-Yahudi dan golongan Kristen-Non Yahudi. Demikian pun cara hidup mereka sangat dipengaruhi gaya hidup metropolitan kota Roma yang menawarkan beraneka ragam bentuk kenikmatan dunia (Ay.12).

Rasul Paulus mengingatkan Jemaat, bahwa sebagai umat Tuhan semestinya menanggalkan cara-cara hidup kegelapan, tetapi harus hidup dengan sopan, tidak dalam pesta pora dan kembakuan, percabulan dan hawa nafsu. Semestinya tubuh dengan segala kelengkapan yang ada di dalamnya dirawat untuk menjadi persembahan yang kudus bagi Allah, bukan untuk melakukan hidup dalam kegelapan. (Ay.13.14)

Bukan perubahan lahiriah yang harus kita pusingkan. Bukan mereka-merek Gereja yang paling prinsip. Bukan ajaran siapa nama Allah yang paling nomor satu. Bukan juga soal bentuk ibadah yang harus jadi masalah, melainkan perubahan hati. Perobahan sikap. Perubahan yang berasal dari perubahan hubungan kita dengan Kristus yang menggerakkan kita menuju cara hidup yang berkenan kepada Allah. Hidup dalam terang Kristus. Hidup yang berbeda dari cara hidup kegelapan. Amin!

BERJAGA-JAGALAH TERHADAP GADGET ANDA!


Lukas 21:34-38

“Berjaga-jaga” seperti yang dimaksudkan Yesus dalam Injil Lukas ini, tentu tidaklah seperti layaknya satpam yang selalu siaga dengan pentungan, siang dan malam mengawasi para maling atau penjahat yang sekiranya mengganggu lingkungan. Yang dijaga, bukanlah yang berada di luar diri kita. Tetapi diri kita sendiri! Menjaga diri sendiri yang rentan terhadap melakukan berbagai jenis kejahatan, lebih condong pada pesta pora, kemabukan, narkoba merajalela penakluk tua dan muda, yang telah merambat dari kota hingga ke pelosok desa (Ay.34).

Menjaga diri sendiri jauh lebih sulit dari sekedar menjaga maling atau penjahat sungguhan. Karena pada dasarnya hati manusia lebih condong pada kepentingan-kepentingan duniawi. Lebih percaya pada berita hoax ketimbang taat pada Firman Tuhan. Yang panik, gelisah, panas dingin, rasa tersiksa bila sekian jam saja gadget tak ada di tangan! Menjaga ke-diri-an kita yang lebih suka dan rela melekat-erat dengan gadget, yang telah menjadi semacam “tuhan”, yang tanpanya kehidupan seakan tak akan ceria, layu dan merana.

Lebih sulit lagi, karena menjaga diri sendiri berarti kita menjaga para maling, penjahat, yang dari sononya telah memanipulasi karunia dan berkat Allah, lebih suka yang serba instan, jalan pintas, jalan mudah tanpa banyak biaya. Lebih memilih berfoya-foya ketimbang berbagi dan perduli dengan sesama. Jadinya seperti orang mabuk lupa diri, seolah tak akan pernah mati. Terus mencari dan mencari. Cara apa pun mau dilakukan, entah memeras atau merampas, demi mempertahankan, menikmati dan demi kepuasan hidup. Nilai-nilai kejujuran, ketulusan, pengabdian, rela berbagi dan memberi, rasa takut akan Tuhan tiada tempat lagi dalam diri (Ay.35).

Yang kita jaga tentu saja para penjahat, yang melenggang seenaknya di hati, otak, mata, telinga, dan mulut kita, tak terdeteksi kamera monitor CCTV! Yang dari sononya terkontaminasi oleh dosa. Seperti Kain yang terganggu dan merasa tersaingi oleh kebaikan adiknya Habel. Maka penjahat itu pun merancangkan aksinya dibantu oleh temannya si otak. Demikian pun si mata, tak enak melihat keberhasilan tetangga, maka berembuklah mereka dengan temannya si otak, si hati, si telinga, dan meminta si lidah untuk bermain silat memperdaya musuh dengan fitnah untuk menjatuhkannya. Lalu bagaimana kita berjaga-jaga? Menjaga diri supaya memiliki rasa takut akan Tuhan, hidup dalam kebenaran? (Ay.36).

Pertama-tama: Berdoalah senantiasa memohon Roh Tuhan menguasai serta mengendalikan hati kita, memberikan hikmat untuk mendapat kekuatan, peka terhadap segala sesuatu yang dapat merusak iman, bijak dalam setiap keputusan dan tindakan. Kedua: Hargai, pergunakan waktu dengan tepat. Lakukan sesuatu yang berguna dan menjadi berkat. Seperti Yesus contohkan, pada siang hari Dia mengajar di Bait Allah, pada malam hari Dia pergi ke Bukit Zaitun untuk bersaat teduh, berdoa, dan beristirahat melepas penat. Ketiga: Dekatlah selalu dengan Tuhan. Ketika Yesus mengajar di Bait Allah, pagi-pagi benar mereka datang untuk mendengarkan Dia. Jagalah gadget Anda. Semakin dekat kita dengan Tuhan, semakin kecil kemungkinan kita menyimpang dari hidup dalam kebenaran (Ay.37-38). Amin!

DIHIDUPKAN UNTUK MEMBERI HIDUP





Lukas 7:11-17

Suatu peristiwa menyentuh kalbu pernah terjadi, pernah menjadi berita viral di berbagai media sosial, tepatnya pada tahun 2012 silam. Betapa tidak, pria bernama Ding Zu Ji terlihat menggendong ibunya pada sehelai kain untuk dibawa ke rumah sakit. Hal ini dilakukan Ding Zu Ji karena sang ibu tercinta mengalami patah tulang dan tak bisa berjalan. Karena ingin segera mengantarkan ibunya ke rumah sakit, Ding Zu Ji menggendong ibunya layaknya seperti bayi.

Hal tersebut menjadi pemandangan yang sangat mengharukan bagi orang-orang yang berada di dalam rumah sakit. Peristiwa itu pun sontak saja menjadi perbincangan di dunia maya karena aksi mulia yang dia lakukan. Ini bukan dilakukan oleh orang biasa, karena ternyata Ding merupakan seorang kepala biro investigasi Taiwan. Dia mengaku siap mengundurkan diri dari jabatannya agar ia bisa mengurus ibunya yang sudah tua dan renta.

Sejak ayahnya meninggal tahun 2006, Ding menjadi sangat dekat dengan ibunya. Bahkan, setelah ibunya mengalami sakit patah tulang, dia merawat ibunya dengan baik. Ding sewaktu masih dalam kandungan pun kisahnya sungguh menyayat hati, karena waktu itu ibunya hampir pernah dibuang ke laut gara-gara identitas sang ibu dan almarhum ayahnya yang beda kewarganegaraan, identitasnya dianggap tak jelas dan lengkap. Namun kisah pahit masa lalu keluarganya tidak menjadikannya berputus asa hanya meratapi nasib.

Bak pepatah “nasib orang siapa yang tahu”, dan benar saja, usaha, kesabaran, ketekunan, keuletan dan kerja keras perjuangan hidupnya memang tidaklah sia-sia. Hingga akhirnya dia menjadi orang sukses. Demikian pun, jabatannya tidak mengurangi arti bakti dan kasih sayangnya kepada bunda tercinta. Tidak menjadi alasan baginya untuk tidak berbakti kepada bundanya. Oh, kisah yang mengharukan. Oh, anak muda yang berbakti pada orangtuanya. Demikian kisah mengharukan yang pernah kita baca di salah satu media yang ada.

Sungguh beruntung ibu ini, memiliki seorang anak muda yang membahagiakan. Apalagi ini seorang anak laki-laki. Memang pantas dia hidup. Memang pantas dia mendapat panjang umur untuk hidup. Tidak pantas dia dikutuk untuk cepat-cepat mengakhiri hidup. Karena hidupnya memang benar-benar hidup. Memberi hidup! Anak muda yang luar biasa. Jarang-jarang terjadi, apalagi di jaman kita kini. Yang terjadi justru sebaliknya. Banyak kisah orang tua sakit hati. Anak mereka memang hidup, tapi layaknya orang mati. Ada juga yang mati-matian diberi hidup, tapi malah sukanya cari mati.

Merenung kisah haru Ding Zu Ji bersama bundanya, jadi teringat kisah tentang anak muda dalam kisah nyata seperti yang tercatat dalam Alkitab, terdapat pada Injil Lukas 7:11-17 seperti dalam nas ini. Kisah anak muda laki-laki, anak seorang jada di kota Nain. Itu anak satu-satunya. Anaknya masih muda. Anak kebanggaan, pusat harapannya. Anak yang mengabdi, hidupnya penuh arti. Benar-benar hidup dan memberi hidup. Hanya sayang, umurnya tak panjang. Oh, bagai langit runtuh, ibu ini sangat berduka. Anaknya tiba-tiba mati. Namun apa dikata, manusia tak punya kuasa ketika mati menjemput datang.

Namun kisahnya tidak terhenti hanya sampai di situ. Karena Alkitab mencatat peristiwa, di pintu gerbang kota Nain peristiwa ini terjadi. Peristiwa seindah nama kota Nain yang dalam bahasa Arab berarti “mempesona”, dimana duka diubah menjadi sukacita. Salah satu dari tiga peristiwa manusia pernah dibangkitkan, yang pernah terjadi di sepanjang sejarah manusia di muka bumi. Dilakukan oleh Yesus sebagai pembuktian bahwa Dialah satu-satunya Allah yang berkuasa atas maut dan kematian. Mempertegas bahwa sengat maut telah dipatahkan. Oleh-Nya nasib manusia tidak lagi hanya terhenti di pinggir kuburan!

Yesus pun menjamah anak muda ini dan berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (Ay.14). Padahal menjamah mayat bagi orang Yahudi najis hukumnya! Tapi Yesus tak perduli. Kasih-Nya malah melampaui lebih dari hanya sekedar soal kenajisan. Yesus malah memegang tangannya sebagai tanda betapa Allah mau dekat kepada manusia yang dianggap najis dan hina. Bahkan, manusia yang paling berdosa sekalipun dirangkul oleh kasih-Nya yang agung dan menghidupkan.

Anak muda itu bangun, lalu duduk, dan mulai berkata-kata, sebagai dimulainya tanda-tanda kehidupan. Yesus menyerahkan dia kepada ibunya yang sungguh mengharapkanya. Dia begitu berharga bagi ibunya. Yesus memberi kesempatan bagi anak muda ini untuk hidup. Dia dihidupkan tidaklah dimaksudkan sekedar asal hidup, tetapi supaya dapat memberi hidup. Karena itulah Yesus sekali lagi memberikan kesempatan baginya untuk hidup. Supaya berkarya dalam hidup dan menghargai hidup. Bukan asal hidup. Apalagi bila malah merusak hidup.

Tuhan telah menganugerahkan kepada kita masing-masing kesempatan untuk hidup. Entah apa yang kita lakukan untuk menghargai hidup? Selama kita hidup mestinya ada hal penting yang harus kita lakukan. Sebelum kematian menjemput datang, berbuatlah sesuatu yang berharga bagi orang tua, keluarga, gereja, lingkungan masyarakat, atau alam lingkungan, sekiranya Tuhan pun senang. Karena ketika kematian menjemput datang, tak ada satu pun yang tersisa lagi yang dapat kita banggakan.

Hidup ini bukan sekedar untuk dibanggakan. Jangan bangga dengan tempat tidur yang empuk nyaman, karena tempat tidur kita yg terakhir adalah kuburan. Jangan bangga dengan mobil mewah menawan, karena mobil terakhir kita adalah ambulance. Jangan bangga dengan rumah mewah, karena rumah terakhir kita hanyalah setumpukan tanah. Jangan bangga dengan titel, gelar, atau jabatan megah, karena titel kita yg terakhir adalah almarhum/almarhumah.

Hidup yang Tuhan anugerahkan ini sangat berarti. Karenanya harus dijalani dan diisi dengan sebaik-baiknya. Sebagai orang beriman paling tidak ada lima perkara yang harus diwaspadai sebelum masuk liang kubur. Doa jangan sampai kendor. Ibadah jangan sering libur. Berbagilah dengan sesama bila makmur. Pelihara sifat hidup jujur. Pingin kaya jangan harus jadi koruptor!

Sadarlah, hidup itu ada batasnya. Pasti ada saatnya finish! Kita tidak tahu kapan waktunya kematian tiba. Jangan tertipu dengan usia muda, karena syarat mati tidak harus tua. Jangan terpedaya dengan tubuh dan badan yang sehat, karena syarat mati tidak mesti sakit. Teruslah berbuat baik, menjalani hidup dengan baik, walaupun tidak banyak orang yang memahami atau menerima apa yang kita beri dan lakukan dari hidup ini. Perbaiki sekiranya apa yang salah. Jadi orang jangan takabur karena sejatinya kita hanyalah seonggokan tanah. Miliki semangat hidup, teruslah berjuang, teruslah melangkah, pantang mundur sebelum masuk liang kubur. Amin!

Kamis, 15 November 2018

PERINGATAN YESUS TENTANG AKHIR ZAMAN


Markus 13:1-8

Wuuiiiiih…..anggun, elegan, mempesona. Bagai mawar bumi berpadu keharuman langit! Demikian kira-kira bila kita mau menggambarkannya. Bagi orang Yahudi, "Bait Allah" tidak sekedar tempat beribadah namun dianggap sebagai tempat kehadiran Allah. Sekaligus simbol kebanggaan, sebuah prestise. Sungguh menakjubkan bangunan yang satu ini. Kokoh, berpadu artistik anggun menawan. Mata siapa tidak akan terpana bila sedang memandangnya? Kuning emas semakin kentara di beberapa sisinya yang ada, begitu sinar mentari numpang lewat melintasinya.

Suatu ketika, Yesus dan murid-murid-Nya keluar dari tempat itu, seorang murid berkata kepada-Nya: “Guru, lihatlah betapa kokohnya batu-batu itu dan betapa megahnya gedung-gedung itu.” Tapi apa jawab Yesus? Sungguh tak diduga. Tak banyak bunga kata seperti yang biasa dilakukan kebanyakan orang pada setiap kata sambutan. Tak banyak neko-neko, Yesus pun langsung menjawab: “Kau lihat gedung-gedung yang hebat ini? Tidak satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.” (Ay.1-2).

Bait Allah, sungguh, tempat yang sangat sakral. Dua loh batu, tabut perjanjian itu ada di ruang Maha Kudus. Tempat Allah berdiam. Tak boleh sembarangan orang memasukinya. Hanya persoalannya, di Bait Allah, Dia memang dipuji, namun cara hidup mereka tetap tak berobah. Kesombongan rohani menjadi-jadi. Yesus menubuatkan keruntuhan Bait Allah, dan itu sungguh-sungguh terjadi sebagai bentuk kemurkaan Allah!

1. Ibadah palsu (Ay.5).

Siapa yang tidak bangga jika memiliki gedung gereja yang megah? Itu syah-syah saja. Paling tidak itu menunjukkan salah satu buah dari persekutuan nyata dan kesaksian bisu bagi dunia. Hanya masalahnya, apakah cara hidup beragama kita sudah selaras dengan perobahan sikap hidup yang berkenan kepada Allah dan memang layak disebut “Gereja”? Apakah hati kita memang pantas sebagai penyandang predikat “hati gereja”. Atau sekedar ibadah di gedung yang disebut gereja tapi cara hidup dan berhati draculla? Bait Allah diruntuhkan rata dengan tanah sebagai tanda peringatan kemurkaan Allah atas cara beragama munafik, yang hanya berkiblat pada gedungnya, tetapi tidak pada perobahan dalam sikap hidup.

Hidup kekristenan kita terkadang tidak ubahnya seperti cara pandang orang Yahudi soal gedung ibadah, Hanya berkiblat bangga ke gedungnya. Hingga lupa untuk apa sebenarnya ia ada dan ditempatkan di dalam dunia! Soal cara beribadah seremonialnya yang dibangga-banggakan, seolah menjadi toluk ukur bernar-tidaknya menjadi orang Kristen. Hanya sibuk dan bernikmat-nikmat berpuji Tuhan di balik tembok gereja.

2. Manipulasi nama Kristus (Ay.6).

Dalam peringatannya, Yesus semakin mempertegas, mengingatkan secara serius: “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Akan datang banyak orang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.” Semakin rumit di otak para murid. Terlebih mengingat cara berpikir, cara melihat yang tentu saja sebatas mata mampu melihat!

Apa yang Yesus nubuatkan sungguh semakin kentara. Telah terjadi banyak manipulasi. Nama Yesus dikomersilkan untuk cari keuntungan manusiawi. Reklame-reklame maraknya ibadah seremonial terpampang di berbagai sudut jalan. Ajaran yang aneh-aneh bermunculan laksana jebakan tikus sekedar usaha memperbanyak anggotanya dengan cara yang tidak terpuji. Tema kesuksesan menjadi sentral atasi kehidupan yang sulit.

3. Kekacauan dan bencana (Ay.7-8).

Akan terjadi kekacauan dan bencana. Semua ingin jadi penguasa. Peperangan terjadi dimana-mana. Bangsa yang satu akan menguasai yang lain. Hidup menjadi sungguh tidak aman dan nyaman. Bencana alam bahkan kelaparan terjadi. Dalam situasi demikian orang lalu mencari jalan aman, jalan pintas sebagai jawaban. Ada yang rela menjual imannya demi kedudukan. Bahkan ada yang jadi penjilat, kambing politik demi cari aman. Kejahatan apa pun akan dilakukan, demi menyelamatkan diri dan rasa aman palsu.

Menjadi umat Tuhan yang mapan di tengah berbagai pergumulan, yang pertama-tama dibangun adalah "Moment Spiritual". Pemahaman kita tengan "Gereja" harus sungguh jelas. Dengan demikian ia akan menjadi umat Tuhan yang eksis, benar-benar menjadi "garam" dan "terang dunia". Gedung gerejanya boleh runtuh, namun pengharapan, iman, dan kasihnya tetap eksis dijalankan sesuai dengan makna keterpanggilannya. Jika tidak, jadilah ia semacam barang antik tak berguna. Amin!

Sabtu, 10 November 2018

JANGAN JADI PENYESAT





Markus 9:42-50


Kenapa Yesus berbicara soal penyesatan kepada para murid? Kenapa soal anak kecil koq dibawa-bawa? Apa istimewanya? Bahkan Yesus sangat keras menyoal penyesatan jika hal itu terjadi terhadap para anak kecil yang percaya. Ucapan Yesus pasti ada dasar dan alasannnya. Yang pasti, tentu karena ada penyesat dan banyak orang dirinya tersesat. Jika tidak, mana mungkin Yesus bicara sangat keras soal penyesatan yang terjadi.

Bila kita menyimak konteks nas sebelumnya, maka semakin jelas duduk perkara soal penyesatan seperti Yesus maksudkan. Dua peristiwa dekat sebelum Yesus memperingatkan soal penyesatan kepada para murid. Pertama-tama, para murid mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka (Ay.33-37). Lalu peristiwa berikutnya, manakala para murid mau melarang karena ada seorang yang bukan murid Yesus (bukan golongan mereka) mengusir setan demi nama Yesus (Ay.36-41).

Rupanya para murid masih diliputi pemikiran kedagingan untuk menjadi yang terpenting, selamat sendiri, senang sendiri, merasa sebagai yang paling istimewa, paling berhak tentang kerajaan Sorga, dan dengan berbagai cara untuk menggapainya. Sedangkan yang lain (yang bukan golongan kita), tidak berhak, tidak penting (apalagi anak-anak) atau orang kecil dianggap tidak level, tak perlu dijatahkan. Prioritas paling belakangan. Sekedar jadi objek. Atau seperti dalam istilah: “Senang bila melihat orang susah, dan susah bila melihat orang senang”.

“Penyesatan” berakar di ranah hitam pemikiran, niat, kehendak yang dikendalikan oleh illah roh jaman keinginan daging untuk mencari keuntungan diri sendiri. Menghalang-halangi orang lain, menjadi batu sandungan, membuat orang lain tersakiti, terperangkap, tidak bisa bergerak maju. Hingga akhirnya orang lain terjatuh, tersesat. Malah menyimpang dari ajaran Tuhan. Tepat sekali untuk menggambarkan apa yang Yesus maksudkan, seperti dalam bahasa aslinya “skandalon” (Ibrani) yang berarti "jerat”, “perangkap" atau "batu sandungan".

Kenapa Yesus sangat keras memperingatkan tentang penyesatan terhadap seorang anak? Karena merekalah para generasi penerus yang akan menggantikan generasi pendahulunya. Cara hidup, persekutuan, pola bergereja, keadaan masyarakat akan ditentukan oleh apa yang ditanamkan kepada mereka sejak kecil. Mentalitas, moralitas, spiritualitas sejak kecil menjadi darah daging mereka, dan sulit untuk dirobah manakala mereka telah menjadi dewasa atau menjadi orang tua. Akan berdampak ketika mereka jadi para penatua & Diakon, atau jadi pemimpin masyarakat. Bisa menbawa kemajuan berkat atau malah jadi penghambat kemajuan.

Dapat dibayangkan apa yang terjadi bila sejak kecil diajarkan sesuatu yang salah. Akan sangat kuat berpengaruh pada jiwanya dan sulit untuk dirobah. Bila sejak kecil sudah diajar sesuatu yang salah, Tuhan itu seolah teman sepermainan mereka. Dengan enteng saja mengatakan “Selamat pagi Bapa, selamat pagi Yesus, selamat pagi Roh Kudus”!

Dapat dibayangkan bila sejak kecil mereka sudah terbiasa belajar lebih banyak waktu ke mall, belanja apa saja sesuka-suka, berapa pun habisnya, tapi tidak untuk gereja, atau persembahan dari yang sisa-sisa, sesuka-suka, sambil terngiang di otaknya ajaran salah kaprah “biar memberi sedikit, yang penting hatinya banyak”. Atau pengajaran penyesatan yang salah ditafsirkan: “bila tangan kananmu memberi, jangan sampai diketahui tangan kirimu”, untuk menutupi pemberiannya yang sedikit, malu entar keliatan yang duduk di dampingnya. Mentalitas korup sudah tertanam sejak kecil. Sungguh berbahaya!

Kenapa terjadi penyesatan? Yang jelas, karena waktu kecil tidak mendapat pembinaan mental, moral, spiritual yang memadai dalam keluarga. Tidak tahu (buta akan kebenaran Firman Allah). Keinginan daging lebih dominan dalam kehidupan. Juga sikap skeptis (kekuatiran berlebihan) tentang hidup. Masalah hidup selalu dicarikan jalan keluar yang serba mujizat cepat, doa serba terjawab cepat saji. Menginginkan yang serba instan, jalan pintas untuk mendapatkan apa yang diharapkan (Bdk. Yud.1:20-22).

Kenapa orang bisa tersesat? Karena tidak memiliki rasa takut akan Tuhan. Dibakar oleh api dosa. Dosa dianggap hal yang sepele saja. Uang kolekte bisa-bisa disunat juga kayak copet, karena Tuhan-kan "maha pengampun"? Juga tidak heran bila orang rela jadi gembong narkoba karena sulitnya lapangan kerja. Para generasi muda jadi sasaran. Jaringannya kayak ranjau di mana-mana. Jangan coba-coba, tidak cukup dikhotbahkan hingga berliuran dari atas mimbar saja.

Menghadapi penyesatan tidak cukup oleh satu dua orang saja. Tidak cukup dibebankan lewat khotbah para ulama semata. Karena yang di luar sana tertawa-tawa kayak Ninja misterius entah siapa, dari mana dan akan ke mana. Karena (seperti yang diberitakan oleh berbagai media), eh ada juga ulama jadi gembong narkoba! Masalah mentalitas, moralitas, spiritualitas ditambah pengaruh lingkungan, serta pendidikan seharusnya sebuah rangkaian yang mestinya menjadi satu kesatuan untuk menuntaskan. Dapat dibayangkan bila itu tidak jalan. Hanya menyalahkan para orang tua yang sibuk kerja mencari sesuap makan.

Menarik untuk disimak pendapat Seto Mulyadi (seorang Psikolog anak) tentang apa yang terjadi berkaitan dengan dunia pendidikan anak-anak kita: “Ini kekeliruan dunia pendidikan kita, yang menganggap mata pelajaran sains lebih penting, dan mendiskriminasi budi pekerti. Akibatnya banyak anak cerdas yang justru terjerumus dalam narkoba, seks bebas, tawuran, dan korupsi ketika dewasa.” Hanya dipicu supaya otaknya cerdas, tapi miskin mentalitas dan spiritualitas? Apalagi bila ditunggangi intrik-intrik busuk politik membangun dinasti kekuatan. Dapat dibayang kan di dunia kita apa yang terjadi?

Oh, penyesatan…. Menjelang akhir jaman, semakin kentara penyesatan. Terjadi di mana-mana. Kapan saja. Oleh siapa saja. Salah siapa? Kenapa? Kita tak perlu cari kambing hitam. Kita semua harus berbenah diri. Bukan sekedar hanya menyalahkan para orang tua, ulama, gereja, dunia pendidikan, atau para penguasa. Tapi kita semua. Kita semua perlu bebenah diri. Mulai dari mana? Mulai dari di sendiri! Kita sendiri jangan tersesat. Sebab bila tersesat, bagaimana dapat menuntun orang lain ke jalan yang benar? Bila kita sendiri tidak memiliki dasar iman dan kokoh, gereja sini, gereja sana, ikut sini, kadang-kadang ikut sana. Tuhan sini Tuhan sana, apa yang dapat diharapkan?

Lalu apa yang harus dilakukan? Jangan anggap enteng dosa. Jangan coba-coba. Atau hukuman Tuhan dianggap sepi saja. Cermati secara dalam apa kata Yesus: “Dan jika tangamu menyesatkan engkau, penggallah…..Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah….. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah…..” (Ay.43-47). Tentu saja Yesus tidak berbicara secara harapafiah. Tetapi memperingatkan dengan keras supaya sungguh-sungguh serius untuk menjaga tangan, kaki, dan mata yang sekiranya menjadi batu sandungan bagi orang lain, atau malah menyesatkan diri sendiri.

Penyesatan memang selalu ada, tak mesti kita harus jadi korban penyesatan bila kita memang tegas tak ingin tersesat! Walau terlindung camera CCTV dan ada kesempatan untuk curi uang orang, bila kita memiliki kepribadian yang mapan, tak bakalan jadi batu sandungan, atau kaki melangkah menuju penyesatan. Bila sudah terbina, terlatih sejak kecil memberi persembahan yang terbaik dan terbanyak, tidak ada yang menjadi persoalan dalam kehidupan beriman. Ibarat garam murni yang asin, tak bakalan jadi hambar oleh perobahan situasi dan kondisi.

Masalahnya, bagaimana kita akan mewariskan nilai-nilai kejujuran, jiwa pemurah bila sejak kecil kita sendiri hidup di lingkungan orang tua yang pelit, sebelum berangkat ke gereja selalu diajar disuruh ke warung menukarkan uang besar dengan recehan untuk dimasukan ke kantong-kantong persembahan? Setiap Om atau Tante yang bertamu ke rumah datang dari kota, selalu dibisikan ke telinga sang anak, “Nak…nah…coba minta duit sama Om/Tante, mereka banyak duit!”.

Lalu ketika jadi orang sekali pun, tak pernah memiliki jiwa pemurah dan memberi, yang ada di otaknya adalah tukang meminta. Minta pelayanan, minta dinomorsatukan, minta diprioritaskan, minta diutamakan. Tapi tak pernah memberi apa yang terbaik dari dompetnya. Buah yang jatuh tak pernah jauh dari pohonnya.

Persoalannya, apakah kita selalu mempunyai “garam” yang murni dalam diri kita? Jujur, pemurah, perduli, sikap menghargai, tidak cari masalah dengan orang laiin sudah diwariskan dari sononya? Garam yang murni pasti selalu berasa, selalu ada asinnya. Pasti mencegah pembusukan, bahkan setiap masakah selalu nikmat di mana saja. Kecuali kalau garam itu (hambar), apa yang dapat diteladankan, dicontohkan dan dikatakan kepada para anak kecil, remaja, para pewaris nilai-nilai luhur kita untuk masa yang akan datang? Amin!

Selamat hari Anak, Remaja & Kesejahteraan keluarga GKE.


Senin, 05 November 2018

DOA BAGI PUTERA-PUTERIKU

Markus 9:42-50

Yesus sangat perduli dan mengasihi anak-anak. Perduli terhadap pertumbuhan mereka, terlebih imannya. Tentu saja, karena mereka adalah generasi penerus yang akan menggantikan geresasi sebelumnya. Menjadi generasi seperti apa yang diharapkan di masa datang, tentu tidak terlepas dari pembinaan yang diberikan kepada mereka. Karenanya Yesus bersikap sangat keras bahkan terkesan ekstrim. Bagi siapa saja yang menyesatkan seorang anak kecil, dikatakan lebih baik baginya diikatkan batu kilangan dilehernya dan dibuang ke laut!

Mendidik dan membina para anak di era sekarang ini, tidak sesederhana yang dibayangkan. Atau semudah apa yang kita katakan. Tentu saja, karena mereka bukan benda mati, yang serba menurut begitu saja segala apa yang dikatakan atau apa yang diteladankan. Ada yang menggambarkan, bahwa setiap seorang anak keluar dari rumah, ia akan berhadapan dengan sembilan kekuatan “tuhan” lainnya di luar sana, sangat berpengaruh yang harus dihadapi. Baik pandangan tentang Tuhan yang berbeda, godaan, dan aneka kejahatan lainnya yang setiap saat mengintai untuk menggerogoti atau merusak jiwa kepolosan mereka.

Masalahnya semakin kompleks saja, terlebih bila mengingat bahwa masalah kemiskinan, lingkungan, dunia pendidikan, teknologi juga berpengaruh besar terhadap kepribadian dan masa depan mereka. Menarik untuk disimak pendapat Seto Mulyadi (seorang Psikolog anak) tentang apa yang terjadi berkaitan dengan dunia pendidikan anak-anak: “Ini kekeliruan dunia pendidikan kita, yang menganggap mata pelajaran sains lebih penting, dan mendiskriminasi budi pekerti. Akibatnya banyak anak cerdas yang justru terjerumus dalam narkoba, seks bebas, tawuran, dan korupsi ketika dewasa.”

Tidak mudah memang bagi setiap orang tua yang sambil berjuang mencari sesuap nasi untuk terus mengawasi anaknya sepanjang waktu. Di era sekarang, teknologi ikut pula mempengaruhi meningkatnya jumlah korban kejahatan seksual yang menimpa anak-anak kita. Para predator anak, terus-menerus mencari akal untuk menjebak dan mengincar anak-anak kita. Nalar mereka sudah mati, sehingga hukum pun seperti tak mampu untuk mencegah mereka.

Mencermati liputan BBC Indonesia (2/1/2018) menurunkan kabar bahwa di 10 destinasi pariwisata Indonesia ditemukan kasus kejahatan seksual anak. Salah satu penyebabnya adalah banyak anak di bawah umur yang dipekerjakan di tempat pariwisata. Orang tua lebih memandang keuntungan ekonomis ketimbang memikirkan pariwisata yang lebih ramah anak. Karena itulah, tanggungjawab kita bersama untuk mencegah, dan melindungi masa depan anak-anak kita.

Menghadapi dampak globalisasi yang luar biasa masuk dan ada di depan mata kita. Tidak mungkin oleh sepihak saja, tetapi oleh semua pihak. Namun tentu saja, apa pun alasannya, orang tua bersama-sama dengan gereja adalah orang yang paling bertanggungjawab untuk mencegah, dan melindungi masa depan anak-anak kita. Kita memang tidak mungkin membendung dampak globalisasi yang luar biasa masuk dan ada di depan mata kita, tetapi yang dapat kita buat adalah menanamkan nilai-nilai luhur, sehingga menjadi manusia yang berkarakter. Tidak memanjakan, tidak dididik menjadi manusia cengeng, tetapi peka, tegar, kerja keras namun tetap rendah hati. Kurang lebihnya, persis seperti yang tergambar dalam sebuah puisi, sang legendaris, sang Jenderal Douglas Mac Arthur “Doa untuk Puteraku”:

Tuhanku…
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya.
Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan.
Manusia yang sabar dan tabah dalam kekalahan.
Tetap jujur dan rendah hati dalam kemenangan.

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya
dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja.
Seorang Putera yang sadar bahwa
mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.

Tuhanku…
Aku mohon, janganlah pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak.
Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.
Biarkan puteraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai
dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi,
sanggup memimpin dirinya sendiri,
sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain.

Berikanlah hamba seorang putra
yang mengerti makna tawa ceria
tanpa melupakan makna tangis duka.
Putera yang berhasrat
untuk menggapai masa depan yang cerah
namun tak pernah melupakan masa lampau.

Dan, setelah semua menjadi miliknya…
Berikan dia cukup rasa humor
sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.

Tuhanku…
Berilah ia kerendahan hati…
Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki…
Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna…

Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud,
hamba, ayahnya, dengan berani berkata “hidupku tidaklah sia-sia”

Untuk dapat menjadi teladan yang baik bagi para anak, tentu saja dituntut kemurnian hidup yang mengandalkan Yesus. Hidup yang murni dalam kasih, kesetiaan, kejujuran, serta ketaatan yang nampak dalam hidup keseharian. Laksana garam yang tak hilang keasinannya. Sebagai orang tua, tentu berbangga bila anak-nya berhasil. Demikian pun para anak tentu bangga memiliki para orang tua yang telah mewariskan harta tak ternilai bagi mereka hingga saatnya mereka menjadi orang yang berhasil. Amin!

Selamat Hari Anak, Remaja & Kesejahteraan Keluartga GKE 


Rabu, 31 Oktober 2018

IKAU JATON KEJAU BARA KARAJAAN HATALLA

























Markus 12:28-34

Puna dia laluen. Gete-getei, paceh samasinde panombah ije biti oloh Tamat Surat jetoh limbah marima tontang maiyuh kare auh ajar Yesus tahiu parentah ije mambatang te. Ie marega toto auh ajar Yesus te, palus ie tombah: “Buah jete Guru; toto auchm, puna tikas Ije, tuntang sala bara ie jaton Tuhan beken. Tinai sinta ie hapan salepah atei, hapan salepah kaharati, hapan salepah hambaruan, hapan salepah kaabas, tuntang sinta oloh kilau arep kabuat, jete toto hai bara kare parentah ije ingehu tuntang bara kare parapah ije inyambalih." (Ay.32-34).

Puna beken bara je beken ampie ije biti oloh Tamat Surat jetoh. Puna aton auch kaharati marima kare ajar ije bahalap tandipah Hatalla. Tagal kapintar kaharatie marima kare auh ajar te, Yesus palus tombah auche: “Ikau jaton kejau bara karajaan Hatalla.” (Ay.34). Kilau hasur tahasak danom katining maselat batu, auch Yesus te puna handalem toto. Taduh, uras suni benyem kare oloh ije atun sakaliling, sampai jaton ije biti je bahanyi misek tinai taloh en-en omba Yesus.

Puna musuk toto angat hambaruan, manggau auch riman panyalah panombah Yesus te. Dia baya akan oloh Tamat Surat jete bewei. Tapi anga-angat kilau pangaranang kalawan sumbu manyingah kakaput kare atei bua itah kea. Atei bua gagenep itah ije taharu manggau auch katoton riman kahandak Hatalla uka belom tinduh, malis barasih haliai. Kilau oloh Tamat Surat toh, tantu itah handiai kea tege mikes kapintar kaharati. Mangatawan kare kahandak Hatalla. Maiyuh kare ajar ije bahalap. Itah kea tantu tukep kea dengan Karajaan Hatalla te.

Akai Indang, akai Apang, kilen auh riman panombah Yesus te “ikau jaton kejau bara karajaan Hatalla”? Narai rimae amon sakadar tukep tapi amun jaton umba suang Karajaan Hatalla te? Ela-ela itah kea baya sakadar tukep dan puna tukep dengan Karajaan Hatalla te kea, tapi jaton omba melai suang Karajaan Hatalla! Amun handalem marima, oloh Tamat Surat jetoh puna jaton eka pampateie. Kapintar kaharatie puna sukup. Ie kea maiyuh kare auh ajar Yesus tahiu parentah je mambatang te. Baya panyalahe, iye baya sabatas pangatawae bewei. Iye baya sakadar maiyuh auh Yesus. Tapi hindai toto-toto narima Yesus manjadi batang kaharape ije eter dehen.

Akai Indang, akai Apang. Amun manyaramin arep tandipah auch Hatalla, labi-labih tagal auch Yesus te “Ikau jaton kejau bara karajaan Hatalla”. Kinampin itah olih sinta Hatalla dengan salepah atei, salepah kaharati, salepah hambaruan, hapan salepah kaabas, amon atei itah leket kalit omba ramon Japang, gadget te kilau “tuhan” hong pambelom itah? Bara misik batiroh sampai lius batiruh atei itah puna are perse omba ramo te? Kilen ampie itah sinta omba oloh kilau arep itah kabuat amun sintan Yesus te jatoh basuang intu atei itah? Kipen isi labih hai kuasae bara kahandak Hatalla marentah hoang atei itah?

Itah puna aton tukep Karajaan Hatalla kilau oloh Tamat Surat te, awi puna aton kapintar marima kare kahandak Hatalla. Tapi jete hindai sukup amon jaton mina kaharati. Palus sampai jete ilalus dengan salepah atei, salepah hambaruan dan kaabas, manempo kare kahandak Hatalla ije tinduh barasih te. Malalus sintan Hatalla ije manjadi isi dahan itah tandipah oloh beken, kilau Kristus kea jari sinta itah? Awi te, narai gunae itah baya “tukep karajaan Hatalla” tapi dia omba suang Karajaan Hatalla”? Amen!

Selasa, 23 Oktober 2018

KOQ ALLAH BERSUMPAH?




Ibrani 6:13-20
Allah berjanji kepada Abraham dengan mengangkat “sumpah”, bahwa Dia akan memberkati Abraham dengan berlimpah-limpah dan keturunannya amat banyak, menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Untuk memperkuat janji-Nya kepada Abraham, Allah mengangkat sumpah demi diri-Nya sendiri. Koq Allah bersumpah? Bukankah orang Kristen diajarkan untuk tidak bersumpah, tetapi berjanji (misalnya dalam pelantikan jabatan)?
Kenapa kita dilarang “bersumpah”, sedangkan dalam nas ini nyata-nyata “bersumpah”? Kita dilarang bersumpah, karena kita manusia terbatas, penuh dengan dosa. Bak syair lagu “Kau yang berjanji kau yang mengingkari. Kau yang mulai, kau yang mengakhiri. Oh, mengapa begini….” Demikian kira-kira bila digambarkan. Manusia sulit menepati janji. Bayangkan bila mengangkat sumpah! Bayangkan tanggungannya, api neraka menganga! Apa sanggup?
Tentang soal bersumpah, Yesus sendiri secara jelas dan tegas memperingatkan: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Allah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, atau pun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; Janganlah pula engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat.5:33-37).
Bila Allah “bersumpah”, wajar saja. Karena Dia Allah. Bila Allah yang berjanji, pasti Dia tepati 100%. Allah berjanji kepada Abraham dengan mengangkat “sumpah” untuk meyakinkan Abraham bahwa janji-Nya “Ya” dan “Amin” dapat dipercaya 100%. Tak perlu diragukan. Dan memang terbukti apa yang terjadi dengan Abraham dan keturunannya! Tak lebih, tak kurang!
Allah yang sama, berjanji kepada umat-Nya untuk memelihara, memberkati, dan menjamin keselamatan mereka hingga masuk sorga, bila mereka bertobat, taat mematuhi perintah-Nya. Hal itu diungkapkan-Nya melalui Firman yang yang boleh kita baca dan kita aminkan. Adakah kita sungguh mempercayainya? Bila Allah berjanji, lebih dari cukup untuk meyakinkan kita akan penyertaan Allah. Adakah kita tekun dan berpengharapan akan janji-janji-Nya?
Hanya sayang, manusia lebih taat dan takut kepada berita hoax ketimbang kepada Allah. Diminta menyebarkan 50 berita hoax kepada yang lain, langsung reflek saja melakukannya. Ketimbang taat pada Firman Allah atau mempersembahkan syukur 50 kali lipat dari yang biasanya. Sayang, manusia lebih dekat pada gadget ketimbang kepada Allah. Beberapa jam saja gadget tak ada di tangan, panas dingin, galau, tak ceria seperti tak ada pengangan hidup. Ketimbang dekat kepada Allah dan mempercayai janji penyetaan dan berkat Allah.
Persoalan sebenarnya, bukan pada Allah yang berjanji, bahkan “bersumpah” demi diri-Nya sendiri untuk memberkati. Tetapi pada manusia yang tidak sungguh-sungguh mengimani dan berpengharapan kuat pada janji-Nya. Manusia laksana kapal yang tanpa jangkar terombang-ambing kesana-kemari tak jelas arah. Manusia yang hanya banyak tuntutan pada Allah, tanpa pendirian, tanpa pengharapan yang kokoh serta tekun menjalani hidup pada jalan Allah. Paling-paling Allah diperlukan jika kepepet, lalu doa terburu-buru dipanjatkan memohon aneka pinta. Tanpa hati. Tanpa jiwa. Inilah yang jadi titik masalah! Amin!

Jumat, 19 Oktober 2018

PERMINTAAN YANG KELIRU



Markus 10:35-45

Bukan permintaan biasa, tetapi permintaan yang luar biasa. Bukan menduduki kursi jabatan jadi anggota pelengkap saja, tetapi kursi jabatan khusus, menjadi yang di sebelah kanan dan kiri Yesus! Itu artinya menjadi yang paling berkuasa dan termulia dari antara sepuluh murid lainnya. Bayangkan bila permintaan Yakobus dan Yohanes itu dikabulkan. Cara memintanya pun berlebihan, rada-rada mengatur Tuhan: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan seorang di sebelah kiri-Mu.” (Ay.37).

Permintaan itu tentu dilatarbelakangi ambisi besar untuk menjadi yang berkuasa. Membayang kemuliaan dan kehormatan ada di sana. Tinggal jari dimainkan, maka yang lain pasti akan menuruti segala apa yang diperintahkan. Mengetahui situasi yang terjadi, jelas saja kesepuluh murid yang lain jadi sangat marah. Marah karena cemburu. Persaingan tak sehat begitu kentara. Semua ingin menjadi yang utama.

Yesus memperingatkan mereka. Bahwa mereka tak tahu apa yang mereka minta. Di balik permintaan itu ada motivasi yang keliru. Kemuliaan dan kehormatan diri yang dicari. Bukan melayani demi kemuliaan Allah yang paling hakiki. Sungguh kontradiksi dengan apa yang Yesus lakukan. Justru turun dari ketinggian-Nya sebagai yang berkuasa di kemuliaan sorga untuk melayani manusia, bahkan mengambil rupa seorang hamba, menderita, bahkan taat sampai mati di kayu salib sebagai bentuk pengabdian yang tiada tara.

Yesus menjelaskan, bahwa kehormatan yang sesungguhnya adalah ketika sikap yang merendah dilakukan. Memanusiakan manusia sebagai bentuk solidaritas Ilahi dijalankan di bumi. Bukan memerintah dengan tangan besi, duduk ongkang-ongkang pada kursi kehormatan yang meninggi di awan-awan! Di sinilah kita berjumpa dengan arti keterpanggilan kita sebagai anak-anak Tuhan. Cara yang berbeda dari rata-rata manusia inginkan.

Meminta jatah kursi ikut duduk di kemuliaan sorga, toh semulia duduk di sebelah kanan dan kiri sebagai yang paling terhormat dari yang lainnya belumlah berarti sebuah dosa. Namun syarat standar Ilahi harus dipenuhi. Meminum cawan penderitaan. Yang pada gilirannya, seperti Yesus lakukan, hingga nyawa jadi taruhan. Apa sanggup? Mati bukan sembarang mati karena tujuan yang konyol untuk membayangkan 40 bidadari yang menanti di pintu sorga. Tetapi mati demi satu tujuan mulia, mengangkat martabat manusia dari kehinaannya.

Karenanya, jawaban Yesus tentang siapa nanti yang akan menduduki tahta mulia, sebelah kanan dan kiri-Nya adalah jawaban diplomatis sarat makna, manakala Yesus dalam kapasitasnya sedang on sebagai pelaku hamba itu sendiri. Sama-sama melaksanakan persyaratan Ilahi yang ada. Bukan sedang mengatakan sesuatu yang Dia sendiri tidak laksanakan. Rahasia Syarat ilahi untuk duduk di kemuliaan sorga nantinya telah Yesus tegaskan; “barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” persis sama seperti yang juga Yesus lakukan. (Ay.44-45).

Kesanggupan untuk menerima resiko dan tanggaungjawab sebagai harga mahal yang harus dibayar, bukan hanya pada kata-kata, tetapi pada realita setiap sikap menghamba dilaksanakan. Soal duduk di sebelah kanan dan kiri di kemuliaan Sorga nanti bukan karena soal loby, menjilat, atau sogokan segala. Tetapi benar-benar pada kemapanan kualitas diri kesanggupan meminum cawan penderitaan, berjalan pada jalan salib kebenaran, standar ilahi yang pasti, lurus setiap tapak menjalani hingga sampai akhirnya.

Di sinilah sulitnya. Di sinilah tantangannya. Karena memang, manusia lebih cenderung serakah dan mementingkan diri sendiri. Lebih cenderung menghitung-hitung untung ruginya. Karena itu tidak heran bila orang baru mungkin mau melakukan hal-hal besar dan spektakuler asal nama juga ikut besar dan popoler! Tidak heran pula bila orang sulit berkorban, apalagi sampai mati demi pengabdian dan pelayanan. Tetapi sebaliknya rela berkorban bahkan sampai mati kalau perlu demi kekuasaan, kemasyhuran, ucapan selamat dan setumpuk piagam penghargaan!

Apakah kita juga telah paham sampai kedalaman maknanya seperti yang Yesus maksudkan? Renungkan dalam-­dalam dan tariklah nafas panjang! Sebab sifat-sifat "hamba" hanya dapat dikenakan oleh orang-orang Kristen atau gereja sungguhan. Bukan yang tiruan. Dan selanjutnya, gelar-gelar kehormatan dan keagungan yang sesungguhnya diberikan oleh Allah sendiri secara absolut tak meragukan. Tanpa rekayasa apalagi kekeliruan!

Memang, orang yang bersedia mengambil sikap seorang hamba, tak ada namanya sering ngetren masuk koran. Malah-malah dianggap penghalang oleh kebanyakan manusia yang pura-pura. Yang mencari keuntungan diri semata. Matinya pun malah seperti daun kering berjatuhan. Tapi ingat, jadilah kematiannya laksana pupuk yang menyuburkan dan memberikan kehidupan. Amin!