Renungan GKE

Minggu, 02 Juni 2019

DOA YESUS SEBAGAI IMAM BESAR AGUNG



Yohanes 17:20-26

Inilah doa Tuhan dalam kapasitas-Nya selaku Imam Besar Agung. Doa dalam dimensi karya penyelamatan Allah bagi manusia. Doa Yesus ini menekankan dua tujuan utama, yaitu: “supaya mereka semua menjadi satu,” dan “supaya dunia percaya, bahwa Allah yang telah mengutus Yesus.”

Yesus tidak sekedar menyatakan berkat Allah bagi manusia, tetapi sekaligus melaksanakan secara nyata berkat itu bagi manusia. Demikian pun, Yesus tidak sekedar menaikkan doa kepada Bapa Sorgawi mewakili manusia untuk pengampunan dosa serta mempersembahkan korban seperti yang dilakukan para imam biasanya, tetapi justru sekaligus mempersembahkan Diri-Nya sendiri menjadi korban yang sempurna untuk tebusan dosa manusia.

Yesus tidak hanya berdoa bagi para murid, tetapi juga berdoa bagi orang-orang yang akan percaya karena pemberitaan para murid, agar semua orang yang percaya atas pemberitaan itu mengalami kasih karunia Allah yang sama. Kenapa Yesus memandang penting berdoa bagi orang lain juga? Tentu saja, karena hakikat, maksud dan tujuan dari misi Allah bagi penyelamatan semua manusia! Kesatuan yang bagaimana yang dimaksudkan, didoakan atau diinginkan oleh Yesus? Apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkannya?

1. KESATUAN DALAM KEBERAGAMAN (unity in diversity).

Yesus tahu apa sekiranya yang akan terjadi dengan para murid jika saatnya nanti tidak selalu bersama-Nya. Doa Yesus tersebut sebagai penguatan bagi para murid dan sekaligus menjadi daya dorong gerakan ekumenis, yaitu gerakan keesaan gereja yang diwujudkan dalam keberagamannya, sehingga dunia percaya bahwa Yesus adalah Tuhan.

“Satu” yang dimaksud di sini adalah satu di dalam “keberagaman” (diversity), laksana perpaduan dalam paduan suara, walau berbeda-beda suara namun berpadu menjadi sebuah nyanyian yang indah. Bukan menyeragamkan perbedaan secara formalitas dalam arti “keseragaman” (uniformity), bahwa kita harus satu dalam bentuk organisasi, model atau pola, tetapi kesatuan dalam arti “keterpaduan” walau dalam perbedaan.

“Satu” yang dimaksud tentu bukan keseragaman formalitas semu, monoton dan dipaksakan. Tetapi kesatuan yang berkualitas. Kesatuan yang fungsional selaku tubuh Kristus untuk mencapai tujuan yang sama itu walau dalam cara yang berbeda. Keberagaman tidaklah identik dengan perpecahan. Perpecahan justru merusak keberagaman yang merupakan kekayaan dalam kehidupan gereja Tuhan. Karena perpecahan mensifatkan orang percaya atau gereja sebagai persekutuan memperlihatkan kegagalannya untuk menyatakan kasih Kristus.

2. KESATUAN SEBAGAI PERWUJUDAN TUBUH KRISTUS YANG EFEKTIF

Lalu persekutuan orang percaya macam apa yang Yesus rindukan dan doakan? Kesatuan Gereja macam apa yang sedang kita bangun bersama saat ini? Mengutip pandangan William Barclay: “It was not a unity of administration or organization; it was not in any sense an ecclesiastical unity….. Christians will never organize their Churches all in the same way. They will never worship God all in the same way. They will never even all believe precisely the same things. But Christian unity transcends all these differences and joins men together in love.

The cause of Christian unity at the present time, and indeed all through history, has been injured and hindered, because men loved their own ecclesiastical organizations, their own creeds, their own ritual, more than they loved each other. If we really loved each other and really loved Christ, no Church would exclude any man who was Christ’s disciple. Only love implanted in men’s hearts by God can tear down the barriers which they have erected between each other and between their Churches”

Bila diterjemahkan, kurang lebih demikian: “Itu bukan kesatuan pemerintahan atau organisasi; itu sama sekali bukan kesatuan gereja….. Orang-orang Kristen tidak akan pernah mengorganisir gereja-gereja mereka dengan cara yang sama. Mereka tidak akan pernah menyembah atau beribadah kepada Allah dengan cara yang sama. Bahkan mereka tidak akan pernah mempercayai hal-hal yang persis sama. Tetapi kesatuan Kristen melampaui semua perbedaan-perbedaan ini dan menggabungkan orang-orang dalam kasih.

Kesatuan Kristen pada saat ini, dan bahkan dalam sepanjang sejarah, telah dilukai dan dihalangi, karena manusia mengasihi organisasi gereja mereka sendiri, pengakuan iman mereka sendiri, upacara mereka sendiri, lebih dari pada mereka mengasihi satu sama lain. Jika kita sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain dan sungguh-sungguh mengasihi Kristus, tidak ada gereja yang akan mengeluarkan siapapun yang adalah murid Kristus. Hanya kasih yang ditanamkan dalam hati manusia oleh Allah bisa merobohkan penghalang-penghalang yang telah mereka dirikan di antara mereka dan di antara gereja-gereja mereka”. Demikian Barclay.

3. KESATUAN SEBAGAI PERWUJUDAN TUBUH KRISTUS YANG BERDAYAGUNA

Sebagai umat Tuhan, memang kita berbeda, tidak harus sama budaya, warna kulit, bahasa, tetapi berpadu menjadi kesatuan. Kesatuan dalam tujuan, pengharapan, iman dan kasih. Kesatuan yang memungkinkan terbuka ruang untuk berdialog walau saling berbeda, sehingga yang berbeda tidak selalu dianggap sebagai lawan atau musuh.

Apabila gereja Kristus masih hidup dalam tembok atau bentengnya masing-masing secara eksklusif dan saling membenarkan diri, maka dunia tidak akan terdorong untuk ambil bagian dalam realitas Tubuh Kristus tersebut. Namun sebaliknya, malah menjadi batu sandungan,sehingga dunia menolak percaya Kristus selaku Tuhan dan Juruselamatnya.

Doa Tuhan Yesus selaku Imam Besar Agung tidak mengajarkan kita akan makna kesatuan, keesaan gereja yang salah kaprah. Kesatuan yang dimaksudkan bukan bertujuan supaya gereja tampil sebagai organisasi atau lembaga keagamaan yang super-power. Doa Tuhan Yesus, adalah untuk mewujudkan kesatuan orang percaya atau gereja yang berdayaguna, dalam keanekaragaman sebagai tubuh Kristus yang fungsional untuk menjangkau sehingga semakin efektif menyatakan karya keselamatan Allah kepada dunia. Amin!