Renungan GKE

Selasa, 24 Oktober 2017

BERSEDEKAHLAH DENGAN TULUS





Matius 6:1-4


Bersedekah atau memberi sedekah, adalah suatu tindakan mulia. Karenanya tidak heran bila Agama juga menganjurkannya. Bersedekah… oh, itu tanda tulusnya cinta, ungkapan jiwa-jiwa yang mulia. Perduli dengan penderitaan sesamanya. Berbela rasa karena pekanya jiwa. Mana ada orang kikir dapat bersedekah dengan sesamanya. Hanya orang yang mulia jiwanya yang dapat melakukannya.

Hanya persoalannya, tindakan mulia ini juga terkadang menjadi cela. Tercemar oleh dosa kesombongan yang menyertainya. Apa pasalnya? Karena tidak jarang dilandasi motivasi yang salah. Jadi salah arah. Yesus mengkritik cara beragama yang salah. Meluruskan cara bersedekah yang salah: “Tetapi jika engkau member sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” (ay.3). Jadi bersedekahlah dengan tulus. Dengan cara yang lurus. Itulah maksud Yesus!

Bersedekah itu memang mulia. Janganlah meremehkannya. Karena tidak tanggung-tanggung keuntungannya. Surga taruhannya! Alkitab sendiri membuktikannya. Yesus sendiri mengucapkannya seperti yang tercantum dalam matius 25:31-46 sungguh nyata! Mumpung kita masih di dunia, marilah kita memikirkan untuk terus melakukannya. Terus mencoba. Semampu kita bisa!

Bersedekah….sebenarnya sederhana saja bila tulus melakukannya. Kisah inspirativ berikut ini gambarannya. Adalah seorang anak berumur 4 tahun yang dengan tulus bertanya kepada ibunya. "bu, kenapa tiap ulang taun gak Pernah ngasih apa-apa?” Ibunya cuma meneteskan air mata belum bisa menjawab, akhirnya berkata : ''Nak kan masih Lama?'' Hari berlalu, dan si anak kini tumbuh semakin besar. Hingga pada suatu hari, saat anak ini umur 6 tahun, dia mengalami kecelakaan.

Sang ibu sangat shock dan bergegas pergi ke rumah sakit, setiba di rumah sakit, seorang dokter berkata pada ibunya itu? ''Maaf bu, saya tidak yakin anak ibu bisa bertahan,Jantungnya terluka dan sangat kecil kemungkinan untuk bertahan. Mendengar itu, ibunya langsung menghampiri anaknya. Anaknya terbaring lemas dan berkata?'' : ''Apakah dokter tadi memberi tahu ibu kalau aku Akan segera mati? Ibunya tak kuasa membendung air matanya,kemudian ia menggengam tangan putranya sambil menangis. Waktupun berlalu dan anaknya yang sekarat Akhirnya udah sembuh.

Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 8 Tahun, ketika ia tiba dirumahnya, dia mendapati secarik kertas diatas kasurnya. Dia membuka pelan-pelan dan membacanya? Dalam surat itu isinya?: ''Nak, ibu senang banget jika akhirnya kamu bisa Membaca surat ini. karena dengan itu, ibu memastikan kamu baik saja. Kamu masih ingat gak hari dimana kamu bertanya apa yang ibu berikan pada hari ulang tahun kamu yang ke 8 Tahun, mungkin ketika itu ibu belum bisa menjawabnya… Pada akhirnya ibu bahagia bisa memberikan kamu hadiah yang tak ternilai. ibu menitipakan jantung ibu padamu. Jaga baik-baik Nak, selamat ulang tahun penuh keberkahan.

Anaknya pun menangis karena tidak lama sebelumnya juga di tinggal ayahnya. Sekarang sang ibunda menyusul telah tiada. Sedih.. Sang bunda sejati meninggal dunia karena lebih memilih mendonorkan jantungnya demi menyelamatkan putranya. Bersedekah…Oh, itu memang mulia. Sebenarnya dapat dilakukan oleh siapa saja. Termasuk oleh Anda dan saya. Sebenarnya tindakan yang mudah untuk dilakukan, tak mesti menunggu kita sudah kaya!

Tapi kenapa perbuatan yang sederhana ini jadi susah dilakukan? Pertama, adalah soal mentalitas. Mentalitas yang sejak kecil dibangun menjadi tukang peminta-minta jadi tukang sedekah, bukan mentalitas pemberi alias bersedekah! Kedua, kita buta oleh keserakahan dan telah lupa, bahwa Yesus tidak hanya memberikan jantung yang fana bagi kita, tapi bahkan telah berkorban, mati dan menderita mebayar lunas dosa-dosa kita! Bersedekah….oh, indahnya. Bila dengan cara yang benar, tanpa terpaksa dan dipaksa, Allah pasti suka! Apalah artinya kita berargumentasi soal hebatnya ritual Agama, bila soal bersedekah yang sederhana saja belum ada, ya nol juga nilai Agama kita. Amin!

Senin, 23 Oktober 2017

KETIKA KANTONG PERSEMBAHAN PERSIS DI DEPAN ANDA!





II Korintus 9:6-15

Ketika kantong persembahan persis di depan Anda, apa yang Anda lakukan…? Entahlah, hanya Anda yang bisa menjawabnya! Karena hati orang siapa yang tahu. Entah biasa-biasa saja. Entah luar biasa. Entah tulus atau tidak. Entah polos atau ada apa-apanya. Entah si merah, si biru atau si recehan yang ikut serta. Persisnya, hanya Anda dan Tuhan saja yang tahu setiap keterlibatan kita dalam persembahan-persembahan dimana kita berperan ambil bagian!

Ketika kantong persembahan persis di depan Anda! Kenapa terasa sulit dan berat? Nah… nah… nah… Ini barangkali sudah dari sononya. Sudah terbiasa. Hanya bisanya menambah dan mengali, tetapi tak bisa mengurang dan membagi! Manusia pada umumnya memang rata-rata hafal betul yang namanya arti untung dan rugi! Ketika kantong persembahan persis di depan Anda, apa yang diikutsertakan? Hanya kita masing-masing yang tahu jawabnya! Berikut sebuah ilustrasi. Sebuah ilustrasi tentang sikap si pemberi dalam persembahan. Tentang si merah dan si hijau yang ikut serta dalam kantong persembahan!

Si merah dan si hijau pun ngobrol: Si merah Rp 100,000 bertanya kepada si hijau Rp 1,000 ; "Kenapa badan kamu begitu lusuh, kotor dan berbau amis?" Si hijau Rp 1,000 menjawab; "Karena begitu aku keluar dari Bank, terus dibawa si Nyonya ke pasar sayur, untuk sayur, ikan, urusan dapur Juga aku diberikannya kepada tukang parkir dan dan kepada para pengemis." Lalu si hijau Rp 1,000 bertanya balik kepada si merah Rp.100,000; "Kenapa kau begitu baru, rapi dan masih bersih?" Si merah Rp 100,000 dengan bangga menjawab; "Karena begitu aku keluar dari bank, terus dibawa sang majikan dan disambut perempuan cantik, dan beredarnya pun di restoran mahal, di kompleks pasar raya mall bergengsi dan juga hotel berbintang. Keberadaanku selalu dijaga dan jarang keluar dari dompet."

Lalu si hijau Rp 1,000 bertanya lagi; "Pernahkah engkau berada di tempat ibadah?" Si merah Rp 100,000 menjawab; "Belum pernah". Si hijau Rp.1,000 pun berkata lagi; "Ketahuilah walaupun aku hanya Rp 1,000 tetapi aku selalu dibawa sang majikan dan nyonya ke ibadah. Aku juga dibawa ke tempat duka. Juga ada di tangan anak-anak yatim piatu dan fakir miskin bahkan aku bersyukur kepada Tuhan semesta alam, karena aku sering masuk ke kantong-kantong persembahan. Tentu akulah calon penghuni kerajaan Sorga! Lantas menangislah si merah Rp 100,000 karena merasa besar, hebat, tinggi tetapi tidak begitu bermanfaat selama ini. Saudara, berbicara soal persembahan memang tidak sederhana. Itu soal yang peka. Apalagi ini menyangkut soal uang segala.

Berbicara soal sikap orang terhadap persembahan, ada yang menggambarkannya, layaknya tiga model seperti berikut ini: si batu api, si spon dan si sarang lebah. SI BATU API: Untuk mendapatkan si batu api, saudara harus menghantam dia. Walau sudah dihantam, biasanya saudara hanya mendapat sedikit serpihan dan percikan bunga api. Pelit untuk memberi. Kalau pun mau memberi itu selalu dengan pertunjukan besar-besaran. Pemberi macam ini akan selalu menuntut agar namanya harus diumumkan dan berharap semua orang tahu. SI SPON: Untuk mendapatkan sesuatu dari si spon, saudara harus memerasnya lebih dulu, kalau perlu dengan aksi mengancam segala. Barulah si spon mau memberi. Artinya ia memberi karena terpaksa. Memberi bukan dari hati. SI SARANG LEBAH: Sarang lebah senang memberi, tanpa tekanan dan tanpa harus menunggu lebih dulu seseorang merengek-rengek kepadanya. Dia membiarkan madu yang dihasilkan terus mengalir agar orang yang sedang membutuhkannya bisa mendapatkannya. Uniknya, sarang lebah tidak akan pernah kehabisan. Ia akan selalu memberi, memberi dan selalu ada saja madu yang diberikannya, seolah tidak ada habisnya.

Ketika kantong persembahan tepat di depan Anda! Bagaimana sikap kita? Apakah kita pemberi macam bunga api yang selalu gembar-gembor ke sana ke mari untuk mengumumkan kedermawanan kita? Apakah kita pemberi macam spon yang menunggu ditekan dan dipaksa terlebih dahulu? Ataukah kita seperti sarang lebah yang memberi karena ketulusan? Entahlah…. hanya kita masing-masing yang tahu jawabnya!

Ketika kantong persembahan persis di depan Anda! Kenapa Anda tulus mempersembahkan persembahan Anda? Tentu saja, bila Anda sungguh menyadari dan mengakui bahwa Tuhan saja sumber segalanya. Tahu mensyukuri segala apa yang ada! Rasul Paulus memuji ketulusan pemberian jemaat di Makedonia (Psl.8:1-3), bukan karena mereka mampu dan berkelebihan. Tetapi justru dalam kekurangan, mereka bahkan mampu berbagi melebihi kemampuan mereka untuk membantu saudara-saudara mereka yang sedang berkekurangan di Jemaat Yerusalem! Demikian pun Rasul Paulus mengharapkan kepada Jemaat Korintus untuk meneladani hal yang sama (ay.5).

Ketika kantong persembahan persis di depan Anda! Apa perasaan Anda? Apakah Anda sebagai Anak-Anak Tuhan yang rindu menjadikan persembahanya menjadi persembahan yang diberkati danberkenan kepada Tuhan? Bila jawabnya adalah “YA”, maka ini yang harus Anda lakukan. Pertama: jangan mulai dari dompet Anda, tetapi mulailah dari hati Anda! Sebab bila Anda mulai dari dompet, maka Anda akan hitung-hitungan sama Tuhan. Kedua: Memberi persembahanan dari kelimpahan itu hal biasa, tetapi memberi persembahan dari kekurangan itu baru luar biasa! Ketiga: Sadarilah bahwa persembahan yang Anda berikan, bukan karena Tuhan membutuhkan pemberian Anda, tetapi ujian kualitas Iman Anda secara nyata! Apakah selama ini Anda sudah merasa sebagai orang beriman? Karena ukuran seorang beriman sejati tentu saja tidak sekedar dari apa yang ia dapatkan, tetapi juga dari apa yang dapat ia berikan. Amin!

SIAPA YANG BERTAHTA DI HATI ANDA?



2 Samuel 15:13-37

Alkisah (ini hanya kisah fiktif saja), bertemulah dua sosok setan mengadakan dialog. Yang satu kelihatan sangat gemuk, segar dan ceria. Sedangkan setan yang satunya lagi sangat kurus, sakit-sakitan, muram dan mirip seperti kata pepatah, hanya tinggal tulang. Apa masalah mereka? Apa yang mereka perbincangkan? Nah, ikuti dialog mereka seperti berikut ini. Setan yang gemuk membuka pembicaraan: “Koq kamu kelihatannya sangat kurus, sakit-sakitan, dan muram? Ada apa dengan mangsa anda?” (mangsa: maksudnya manusia yang mereka goda).

Dengan wajah sedih, setan yang kurus memberi jawaban: “Ya, itulah masalahnya. Habis mangsa saya itu sulit saya taklukkan. Bagai tembok beton, susah ditembus. Habis kalau saya goda bila ia makan, ia berdoa sebelum makan. Bila saya mau menyimpangkan jalannya, ia duluan berdoa ‘Tuhan, tuntunlah jalan hamba’. Bila saya goda tawarkan tempat foya-foya dan tempat remang-remang sehabis gajian, ia juga terlebih dahulu berdoa: ‘Tuhan, berkatilah uangku ini supaya dapat aku gunakan secara baik dan benar serta bersyukur’. Mau kerja berdoa, mau makan berdoa, merencanakan sesuatu berdoa. Aku tawarkan koran, ia malah baca Firman Tuhan. Aku tawarkan tempat menarik hiburan pada hari minggu, ia malah berangkat ke gereja.”

“Hahahaha......” setan yang gemuk tertawa ngakak setengah mengejek kawannya si setan yang kurus. “Kalau dengan mangsa saya beda” katanya. Terus ia menambahkan: “Kalo mangsa saya itu rapuh. Bagai rumah tampa pagar. Jadi mudah saya goda. Mau makan, nda berdoa, jadi saya yang gemuk makan. Bila jalan, saya belokkan jalannya ke tempat hiburan. Bila sehabis gajian, saya tawarkan tempat hiburan remang-remang, ia sangat suka. Bila bepergian perjalanan dinas, saya tawarkan perselingkuhan, ia semakin tak tau diri. Saya semakin bahagia. Jadi saya makin gemuk. Bangun tidur langsung baca koran, bukan Firman Tuhan. Apalagi hari minggu, saya tawarkan tempat rekreasi yang menggiurkan, ia langsung bagai kerbau ditarik moncongnya. Jadi saya makin gemuk. Pokoknya, di hatinya saya yang bertahta, sehingga saya mudah menguasainya”, ungkap setan yang gemuk. Setan yang kurus rupanya hanya tertunduk merenungkan nasibnya!

Saudar, sadarkah kita, bahwa sejak bangun tidur pagi, berpikir, dan beraktivitas sepanjang hari, hingga mau tidur di malam hari, ada dua kuasa yang siap akan bertahta di hati kita? Kuasa Allah dan kuasa setan tentu saja! Kuasa terang dan kuasa gelap istilahnya! Mana yang kita perkenankan bertahta di hati kita? Apakah kuasa Allah? Atau kuasa setan? Salah satu kuasa yang bertahta di hati kita, sangat menentukan karakter, cara berpikir dan cara bertindak kita! Menyinggung masalah sikap hati, melalui nas ini memperlihatkan kepada kita sikap orang-orang, seperti digambarkan berikut ini.

Nas ini diawali dengan pernyataan: “...Hati orang Israel telah condong kepada Absalom.” (ay.13). Hati orang Israel yang condong kepada Absalom tentu ada penyebabnya. Ya, apalagi kalau bukan hati mereka telah buta terhadap kebenaran. Hati mereka ditipu oleh kelicikan hati Absalom yang jahat. Lalu tentang Absalom sendiri? Dari beberapa keterangan ayat sebelumnya (misalnya psl. 15:1-7), jelas memperlihatkan niat jahat hatinya, dan apa-apa saja yang hendak dilakukannya. Segala pikiran dan niat jahat yang ada dalam hatinya tentu saja karena dikuasai oleh kuasa kegelapan yang menuntunnya. Firman Tuhan berkata: “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging. Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian.....“ (Gal. 5:17, 19-20).

Lalu bagaimana gambaran hati Daud dalam kasus cerita ini? Kenapa Daud mesti melarikan diri dari Absalom? Apakah Daud tidak sanggup melawan? Oh, saudara... kita tidak boleh meremehkan begitu saja akan kemampuan Daud. Terlebih panglimanya bernama Yoab adalah tangan kanannya, dan sudah banyak membuktikan kemenangan di dalam medan pertempuran! Tapi kenapa harus melarikan diri? Jawabnya tentu adalah ini. Daud tidak ingin terjadi pertumpahan darah. Daud tidak ingin menyaksikan darah dagingnya sendiri terbantai di medan pertempuran. Bagaimana pun juga Absalom adalah anak kandungnya sendiri. Sejahat-jahatnya Absalom, sebagai seorang ayah yang punya perasaan tentu Daud tidak tega membantai anaknya! Inilah gambaran hati Daud. Hati yang punya perasaan. Hati yang tidak tega! Oh..... Berbeda dalam pengalaman nyata kita, tidak jarang atas nama agama, orang tega membantai sesamanya!

Saudara, melalui nas ini juga memperlihatkan kepada kita sisi lain hati manusia. Hati yang setia. Coba kita baca certinya. Pada saat yang genting itu juga, manakala 600 orang, baik orang Kreta dan orang Pleti, rombongan raja Daud melarikan diri, terdapat seorang asing, orang Gad bernama Itai. Daud memperingatkannya supaya kembali ke tempat asalnya, namun Itai bersikeras tetap mengikuti rombongan Daud dengan setia. Bahkan Itai berikrar: “Tetapi Itai menjawab raja: Demi Tuhan yang hidup, dan demi hidup tuanku raja, di mana tuaku raja ada, baik hidup atau mati, di situ hambamu juga ada.” (ay.21). Oh luar biasa, ungkapan yang menempelak kita! Karena, benarkah selama ini, kita adalah hamba Tuhan yang setia? Benarkah selama ini kita adalah sahabat yang setia dalam suka dan duka? Atau hanya sahabat waktu suka, sementara dalam keadaan sulit kepepet, kita entah di mana....?!

Saudara, saya percaya, kita pasti menginginkan hidup kita sebagai orang percaya yang diberkati oleh Tuhan. Saya percaya bahwa kita menghendaki hidup ini baik adanya. Jika demikian jadikan Allah yang berkuasa dalam hati kita, menuntun cara berpikir kita, langkah dan tindakan kita. Karena itu, pagarilah hidup kita dengan doa. Jadikan Firman Tuhan sebagai landasannya. Serta ibadah sebagai lukisan keindahan jiwa! Jagalah hati kita, seperti dalam ungkapan Firman Tuhan: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” (Ams. 4:23). AMIN!