Renungan GKE

Minggu, 30 Desember 2018

"AKU HARUS BERADA DI RUMAH BAPA-KU”


Lukas 2:41-52

Pada masa kini banyak keluhan para orang tua. Kata mereka, mereka disusahkan oleh anak-anak mereka yang kesasar di tempat yang salah. Begadang, atau kenakalan yang menyimpang dari norma. Yang jelas bukan kesasar ke Bait Allah. Berbeda dengan Yesus, sejak usia dua belas tahun berada di Bait Allah. Bukan untuk bermain-main. Tetapi serius duduk di tengah para alim ulama. Bukan pendengar pasif, tetapi aktif. Sesekali Dia mengajukan pertanyaan, bahkan hingga para alim ulama tercengang akan kecerdasan-Nya. Bukan cerdas duniawi semata, tetapi soal prinsip-prinsip iman secara mapan (Ay.47).

Yesus tidak kesasar atau kebetulan berada di Bait Allah. Tetapi benar-benar “harus” berada di Bait Allah (Ay.49b). Apa yang dapat kita pelajari? Berada di Bait Allah itu penting. Namun persoalannya bukan sekedar asal hadir disitu, datang, duduk, dengar, pulang. Tetapi serius belajar. Bukan asal belajar, tetapi aktif dan serius belajar. Karena di situlah orang mengisi dan diisi soal seluk-beluk masalah iman. Hal-hal yang mendasar dan prinsif dalam hidup. Janganlah itu diabaikan. Arah dan tujuan menjadi jelas atau tidak jelas tergantung pondasi dasar yang tertanam dalam jiwa.

Dua belas tahun sudah cerdas soal iman. Tentu karena ada himat Allah. Bagaimana dengan kita dan generasi kita? Apa hanya cerdas otaknya secara pengetahuan? Bahkan, apakah kita sampai usia sekarang tetap demikian? Hanya semakin cerdas otaknya tapi tidak cerdas soal iman? Jadinya ngambang dalam kehidupan. Terlebih ketika menghadapi aneka persoalan. Tak mampu bertahan. Apalagi menyaksikan iman.

Kemana kita ajak anak-anak kita? Ke tempat rekreasi? Ke Mall? Kursus piano? Kursus bahasa Inggris? Itu bagus, tidak salah. Tapi kapan secara khusus dan serius kita beri waktu untuk belajar, diisi, berinteraksi soal iman? Dalam ibadah dan perayaan? Sekali setahun? Bila ini yang dilakukan, maka sepulang ibadah dan perayaan akan kembali kosong seperti sediakala. Inilah tantangan kita masa kini.

Iman tidak terjadi begitu saja. Apalagi bila diisi atau terisi oleh dasar iman yang salah. Akan berdampak pada tingkat kecerdasan hidup beriman. Perayaan yang seremonial tanpa diimbangi pembelajaran penting soal iman, menjadikan generasi yang dangkal soal iman. Tak akan mampu mempertanggungjawabkan iman secara baik, benar dan mapan!

Apa yang Allah perlihatkan melalu peristiwa Yesus ketika berusia dua belas tahun, hendak mengatakan kepada kita, bahwa soal pendalaman iman itu penting. Maha penting. Sejak dini harus diisi dan tertanam dalam hingga militan (Ay.52). Bukan sekedar diisi oleh seremonial-seremonial perayaan tahunan semata. Tanpa diisi dan mengerti prinsip-proinsip dasar iman yang matang, akan menjalani hidup asal hidup. Hanya jadi mayat hidup, sampah hidup, merusak hidup. Hidup yang tak jelas arah tujuan. Jadi bulan-bulanan kuasa kegelapan. Hidup sekedar hidup mumpung masih hidup, sebelum ajal datang menjemput! Amin!

Jumat, 14 Desember 2018

KAPAK SUDAH TERSEDIA PADA AKAR POHON



Lukas 3:7-18

Jangan bermain-main dengan dosa. Jangan anggap remeh dan sepi saja hukuman Allah atasnya. Karena di mata Allah sekecil apaun dosa, tetaplah dosa. Bertobatlah, mumpung masih ada waktu. Sebab bila harinya tiba, tak ada lagi yang dapat diperbaiki. Hukuman kekal, ngerinya api neraka sudah menanti.

Murkanya Allah atas setiap manusia yang bermain-main dengan dosa, persis digambarkan melalui seruan pertobatan yang disampaikan Yohanes Pembaptis, ibarat kapak yang siap menebang pohon. Namun yang perlu dicermati baik-baik kalimatnya di sini adalah, bukan penebangan pohon seperti yang biasa orang lakukan, tetapi bahkan akarnya. Apa artinya?

Pada ayat ke sembilan sangat jelas dikatakan: “Kapak sudah tersedia pada akar pohon….”, mulai dari akar-akarnya berarti tidak ada yang tertinggal, tuntas. “Kapak sudah tersedia pada akar pohon” hendak menggambarkan betapa seriusnya hukuman yang diberlakukan.

Akar pohon adalah yang paling penting dan mendasar bagi sebatang pohon. Melalui akarnya ia akan semakin bertumbuh. Melalui akarnya ia mendapatkan kehidupan, hingga berbunga dan berbuah sesuai dengan jenis buah yang dihasilkannya. Dan melalui akarnya pula ia semakin besar dan kokoh! Dapat dibayangkan bila mulai dari akarnya yang ditebang. Sebaik dan sekeras apapun sebatang pohon, bila tidak memiliki akar, pasti akan meranggas, layu, lapuk dan mati.

Kita hidup tentu tidak asal hidup. Tetapi sama seperti sebatang pohon, yang tentu diharapkan semakin bertumbuh hingga akhirnya berbuah. Demikian pun Allah menghendaki kepada kita semua tentang hal yang sama. Pertobatan itu tentu bukanlah pertobatan pasif yang hanya sebatas pengakuan di mulut, tetapi pertobatan aktif. Tindakan segera menyusul setelah ungkapan pertobatan!

Bukti pertobatan, mulai dari niat hati untuk sebuah perobahan dan berlanjut segera pada tindakan “apa yang harus kami perbuat?”. Perlu digarisbawahi keinginan yang “harus”, bukan keinginan berbuat asal-asalan. Tetapi ingin sungguh-sungguh untuk berbuat, dan “harus” berbuat! Bukan terserah saya semau-maunya berbuat. Atau berlambat-lambat berbuat.

Kita tidak tahu harinya, esok atau lusa. Yang jelas, Tuhan pasti datang. Berbuatlah hari ini sekecil dan semampu apa yang dapat kita perbuat kepada sesama sebagai buah-buah yang sesuai dengan buah pertobatan. Sebab apalah artinya kita mau berbuat sesuatu yang besar esok atau lusa, namun sudah terlambat. Amin!

Rabu, 12 Desember 2018

HASILKANLAH BUAH PERTOBATAN


Lukas 3:7-18

Entah apa perasaan saudara, andaikata suatu waktu anda bertemu dengan orang Gereja, namun kata-katanya begitu kasar, bahkan sangat kasar ketika menempelak dosa Anda, semisal mengatakan kepada Anda, bahwa Anda adalah keturunan “ular beludak”, “kecoa tengik”, “sampah dosa”, “beragama munafik” , atau dengan sederetan kata-kata setara lainnya yang bak sembilu menyakitkan kalbu? Apa reaksi Anda? Entahlah….. bisa jadi 1001 macam reaksi atau tanggapan terhadapnya.

Secara normal, bukankan yang namanya orang gereja itu bicaranya harus lemah lembut? Bahasanya harus bahasa kasih yang serba lemah lembut, lentur gemulai laksana angin sepoi-sepoi yang meninabobokan monyet yang sedang bersantai di dahan pepohonan?

Bila blak-blakan, kasar, sangar, bisa jadi Anda mencapnya sebagai Majelis atau Hamba Tuhan yang tidak layak menyandang predikat sebagai orang Gereja. Karena memang pada umumnya orang menganggap bahwa orang Gereja atau para hamba Tuhan yang selalu lemah lembutlah yang layak disebut orang Gereja, berhati gereja. Begitulah kira-kira.

Namun ini sungguh-sungguh terjadi. Ketika Yohanes Pembaptis utusan Tuhan sendiri melaksanakan tugas suci untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Menyerukan pertobatan. Sebagai utusan Tuhan sejati, Roh Tuhan yang ada padanya laksana api yang membakar tuntas sekecil apa pun segala jenis dosa. Hikmat Allah yang ada padanya laksana camera CCTV melihat jelas dosa apa yang bersarang di setiap hati manusia!

Diletanjanginya secara blak-blakan dosa. Ditempelaknya setiap mereka yang mengklaim diri sebagai pewaris kerajaan sorga hanya berdasarkan garis keturunan Abraham, namun tidak menampakkan buah-buah pertobatan. Mereka juga tidak luput dari hukuman Tuhan, laksana kapak tersedia siap menebang pohon yang tidak berbuahkan apa-apa.

Berita pertobatan yang disampaikannya bukan hanya untuk telinga. Tetapi segera dilanjutkan dalam tindakan nyata. Bagi yang kurang perduli, dia perintahkan supaya berbagi dengan sesama yang tak berpunya. Bagi para penagih pajak diingatkannya supaya tidak menagih lebih. Kepada para prajurit-prajurit ditegaskannya supaya jangan menyalahgunakan kekuasan untuk memperdaya, memeras dan merampas!

Gamblang, lugas, tegas dan pedas berita pertobatan disampaikannya. Tak ada kompromi terhadap dosa. Harus tuntas. Tak cukup dengan bahasa yang lemah lembut basa basi, pemanis kata, pemanja dosa untuk melaksanakan sucinya tugas! Sebagaimana Tuhan tak pernah kompromi dengan yang namanya dosa. Keras karena ketaatan menyampaikan maksud hati Allah. Pedas karena niat suci supaya manusia tidak celaka dikuasai dosa!

Yohanes Pembaptis memang berbahasa keras dan pedas. Para majelis atau para hamba Tuhan dengan karakter Yohanes Pembaptis memang jarang laku jadi pengkhotbah. Karena yang laku biasanya yang enak didengar menyenangkan telinga. Memenuhi selera untuk nikmat rohani tentang berkat dan kasih Allah. Namun jarang membongkar dosa secara jelas dan tegas.

Apakah Yohanes Pembaptis yang keras, pedas karena tidak memiliki kasih? Camkanlah ini baik-baik. Terkadang kritik pedas seorang musuh jauh lebih jujur dari seorang teman dekat Anda. Seseorang yang memeluk Anda dengan ramah belum tentu seorang sahabat yang baik bagi Anda. Seseorang yang mengkritik Anda dengan pedas, belum tentu musuh yang sebenarnya bagi Anda, bahkan bisa jadi sebaliknya, adalah orang yang memiliki kasih tulus kepada Anda. Demikian Yohanes Pembaptis kita gambarkan. Kasih memang lemah lembut, tapi bukan satu-satunya.

Kasih tidak selamanya lemah lembut. Lemah lembut yang pura-pura demi mencari keuntungan bukanlah kasih. Itu lebih tepat disebut penjilat. Yohanes Pembaptis tentu bukan penjilat. Tetapi pemilik kasih berkualitas. Tidak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran (Bdk. I Kor.13:6). Untuk itulah dia keras dan tegas!

Demikian pun setiap orang para pencari Firman Tuhan yang hanya indah di telinga namun tetap mengamankan dosa, membenarkan diri, mengeraskan hati, tak bersedia membuka diri untuk ditempelak firman Tuhan secara keras, waspadalah! Berlaku firman yang sama: “kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Ay.9). Amin!

SEMOGA BUKAN NATAL PLASTIK


Lukas 1:26-38

Kisah Natal adalah kisah cara kerja Allah yang paling dramatis, hakikat kekuasaan yang digeneralisasikan menjadi wujud pelayanan. Kisah kasih Allah yang Allah dramakan sendiri dalam bentuk yang unik, bersahaja, miskin papa, bayi mungil sederhana, dan kandang hewan di sekitar kotoran. Itu semua Allah lakukan sebagai cermin diri bagi manusia tentang apa yang sebenarnya Allah suka atau tidak suka dari setiap kita manusia.

Kisah Natal adalah kisah tentang kasih Allah yang selalu hadir beriringan dengan kisah nyata hidup kita sebagai umat percaya. Tentu sangat memberkati jika kita responi. Namun itu tidak mudah. Kecuali jika kita mau tanggalkan harapan manusiawi, seperti Maria yang harus menanggung resiko kehilangan harga diri, kebahagiaan manusiawi, dan mau dipakai Allah mendramatisasi ulang kisahnya dalam pahit getirnya kehidupan nyata ini.

Setiap membaca Sub Tema Natal setiap perayaan Natal di mana-mana, semuanya bagus-bagus, "Kita tingkatkan ini dan itu...." Semoga bukan hanya slogan semata. Bila kisah Natal berawal dari sekedar perayan memukau di sekitar pohon plastik, dapat dipastikan akan berakhir di bungkusan kardus antik, tempat kumpulan pesta tikus-tikus nakal dan kecoa-kecoa bau tengik!

Jangan takut orang-orang kecil dan hina yang terkadang hanya dipandang orang sebelah mata. Karena berkat Natal itu justru untuk Anda. Itulah sebabnya Ia rela lahir di kandang hina, karena Ia ingin selalu dekat dengan Anda dan mendengar dengan jelas jeritan, pergumulan, harapan dan doa Anda.

Jangan takut wahai orang-orang kaya. Bersyukurlah. Karena Anda pun tetap diprioritaskan sebagai orang utama mendapat berkat Natal dari Sorga. Kecuali Anda tidak bersikap seperti orang Majus pada Natal yang pertama! Tau, peka, dan perduli serta bijak menggunakan apa yang ada. Memuliakan raja di atas segala raja.

Kisah Natal itu sederhana sekali. Hal-hal yang sederhana sekali di sekitar kita. Bak keluarga si tukang kayu yang tak punya kekuatan jaminan apa-apa, kelahiran bayi yang tak mampu bayaran tinggi di hotel penginapan, para penguasa bak Herodes bengis yang haus kekusaan, dan para kelompok serigala malam yang mengusik gembala jelata berjaga di padang. Pergilah ke sana, jadilah juruselamat buat mereka. Laksanakan Natal yang sebenarnya. Selamat Merayakan Natal untuk semua dengan penuh sukacita. Amin!

Rabu, 05 Desember 2018

TIGA PRINSIP DAMAI SEJAHTERA




Kolose 3:15

Istilah “Damai Sejahtera”, adalah suatu istilah yang tidak asing bagi kita sebagai umat percaya. Lihat saja di setiap kata pembuka pada setiap pengantar kata sambutan umpama, selalu disapa dengan kata “Syalom”. Entah sadar atau tidak, dipahami atau tidak maknanya! Terkadang saking semangatnya kata ini diucapkan dengan lantang, suara bernada tinggi (sambil mengepalkan tangan ke atas segala), setara kayak pekik jaya “Merdekaaa?! Padahal, secara arti makna, bukankah “syalom” atau “Damai sejahtera” itu menggambarkan suasana yang teduh, lembut, nyaman?

“Damai sejahtera”, apa itu? Apakah sama dengan “Syalom” atau “Salam Damai Sejahtera” yang sering kita ucapkan di gereja dan kalau kumpul di tengah masyarakat? Damai sejahtera, apakah ketika suasana nyaman bisa tertawa-tawa bahagia? Ketika rejeki datang tak terduga? Damai sejahtera oh….. semua orang mendambakannya. Tapi di mana? Dan bagaimana mendapatkannya? Ada tiga prinsip bagaimana Damai sejahtera Kristus dapat menjadi berkat bagi orang percaya:

PRINSIP PERTAMA: Milikilah Damai Sejatera Kristus.

“Damai sejahtera” yang sesungguhnya adalah hanya berasal dari Allah. Tidak ada dari yang lain. Dunia sekarang ini sungguh-sungguh membutuhkan damai sejahtera . Kelahiran Yesus Kristus adalah bentuk kreatif Illahi yang hadir secara riil di tengah dunia ini. Ia hadir dalam rupa insan bayi kudus Yesus Kristus, dibalut lampin lahir di kandang hina. Berbaur hadir di berbagai bentuk persoalan manusia. Dalam suasana politik raja Herodes. Dalam suasana budaya yang ada. Dalam suasana manusia beragama yang salah kaprah ala Farisi.

Dia hadir dalam susana realita dimana manusia terkotak-kotak oleh status sosial warga asli dan non asli, Yahudi versus orang Samaria yang murah hati. Dia juga hadir di pusaran persoalan para kaum kecil yang beradu nasib, para pencari sesuap nasi mempertahankan hidup ala Yusuf, Maria, para gembala sebagaimana adanya.

Dia juga hadir di kegamangan manusia para pencari kesenangan semu yang tak menentu. Ya, Dia hadir di aneka persoalan realitas manusia! Dunia sekarang ini sungguh-sungguh membutuhkan damai sejahtera Kristus. Lihat saja dalam realita kehidupan kita yang semakin jauh dari damai sejahtera. Kenapa terjadi begitu? Apalagi jika bukan karena si “Aku” yang bertahta di hati, bukan Damai Sejatera Kristus yang bertahta!

PRINSIP KEDUA: Bukalah hati bagi Damai sejahtera Kristus.

Bayi mungil Yesus Kristus yang lahir di kandang papa mengungkap tabir rahasia tentang hati Allah. Mengisyaratkan betapa besarnya kasih Allah. Allah memandang sama semua manusia. Bahkan hingga ke akar persoalan manusia, Allah tak memandang hina manusia yang paling berdosa sekali pun! (Bdk.Yohanes 3:16). Damai sejahtera hanya ada pada manusia yang berkenan padaNya. Manusia yang berkenan kepada Allah tentu saja yang dimaksudkan adalah manusia yang membuka hati. Tidak ada damai sejahtera pada manusia yang keras kepala! Tidak ada damai sejahtera pada manusia yang munafik tidak mau bertobat. Karenanya damai sejahtera sejati harus dimulai dari diri sendiri.

Alkitab sendiri membuktikan, sejak manusia pertama kehilangan damai sejatera maka yang terjadi adalah rusaknya hubungan yang harmonis dengan Allah dan juga dengan sesama manusia. Yang ada hanyalah saling mempertahankan diri, saling lempar tanggungjawab, saling membenarkan diri, saling menyalahkan. Adam menyalahkan Hawa sebagai penyebab masalah, Hawa mengkambing-hitamkan setan sebagai biang masalah. Hati menjadi gelisah, dikejar-kejar rasa bersalah, saling curiga plus dibumbui rasa benci! (Kejadian 3:1-19).

Secara gamblang pula, Alkitab juga membentangkan apa yang terjadi pada keturunan manusia pertama Kain dan Habel. Bagaimana si Kain dengan rasa curiga, iri, benci, dan tanpa hati nurani rela menghabisi nyawa si Habel adik kandungnya sendiri! (Kejadian 4:1-16). Pokoknya, ketiadaan damai sejahtera menjadikan manusia bermasalah dengan dirinya sendiri, dengan Sang Penciptanya, dengan sesamanya, juga dengan alam lingkungannya.

PRINSIP KETIGA: Kesediaan diperintah oleh Damai Sejahtera Kristus

“Hendaklah damai sejatera Kristus memerintah dalam hatimu…..” Manusia yang dikuasai oleh si “Aku” yang memerintah dalam hatinya, bisa jadi hanya bersosok seorang manusia namun hatinya bukan hati manusia! Tidak heran bila manusia ada yang berhati singa. Melegalkan segala cara. Jalan pintas dianggap biasa. Hukum dipermainkan, pemutarbalikan fakta kebenaran serasa nikmat bukan dosa! Yang bersalah bisa melenggang seenaknya, sedangkan yang benar bisa terpuruk di penjara, adalah pemandangan biasa! Keserakahan terhadap pengrusakan alam lingkungan adalah fakta yang dapat disebutkan, contoh manusia yang telah kehilangan damai sejatera.

Manusia yang kehilangan damai sejahtera Kristus adalah manusia yang telah kehilangan sesuatu yang paling prinsip dalam dirinya. Kehilangan hati nurani. Kehilangan kepekaan. Kehilangan kesadaran. Kehilangan kasih. Ya, kehilangan segalanya. Ibarat jaringan terputus ke semua arah, baik terhadap diri sendiri, terhadap Allah, maupun terhadap sesama manusia. Jadinya laksana bola lampu yang putus tak bisa menyala. Tak bisa berfungsi apa-apa. Tak bermanfaat apa-apa.ak perlu jauh-jauh mencarinya, karena sejatinya Damai sejahtera bertahta dalam hati, bila mau membuka hati untuk diperintah oleh damai sejahtera Kristus!

Sejatinya, Damai sejahtera Kristus yang Alkitab maksudkan bukanlah berarti bahwa dunia ini otomatis selalu dalam keadaan serba nyaman. Bukan, bukan demikian! Tetapi bak burung kecil yang bersarang di batu karang berlobang dan tetap tenang, masih bisa bersiul toh awan pekat hitam di atasnya, tak terusik oleh deru gelombang yang menghantam batu karang, atau oleh deru guruh dan petir sambar-menyambar di atas langit!

Manusia yang mau diperintah oleh Damai sejahtera Kristus adalah manusia yang peka terhadap suara ilahi akan tahu persis mana sesuatu yang bisa membahayakan dirinya yang harus dihindari, dan mana kehendak Tuhan yang harus dituruti! Manusia yang dipenuhi oleh Damai Sejahtera Kristus adalah manusia yang tidak merasa terganggu dengan kelebihan manusia lain. Tak ada benci dalam hati, atau menyimpan dendam dan iri hati. Hanya bagi manusia yang sugguh-sungguh membuka hati bagi damai sejatera Kristus memerintah dalam hatinya yang bisa melayani dengan sukacita, rela berkorban, mengasihi secara tulus, dan mampu merasakan lebih berbahagia memberi dari pada menerima. Amin!


DAMAI SEJAHTERA KRISTUS YANG MENGUATKAN





Lukas 2:1-7

Jarak Kota Nazaret – Betlehem adalah sejauh 150 km. Bila menggunakan keledai bisa memakan waktu selama 5 hari perjalanan. Perjalanan Yusuf dan Maria seperti dalam konteks nas ini tentu luar biasa! Pasalnya, keledai itu pastinya hanya dapat ditumpangi oleh Maria yang sedang mengandung serta membawa beban perbekalan lainnya selama dalam perjalanan. Lalu Yusuf? Tentu berjalan kaki menuntun keledai sepanjang perjalanan. Sepanjang yang kita ketahui, orang biasa, bisa berjalan kaki 8 jam dalam sehari, dengan jarak tempuh sekitar 4 km per jam, atau 32 km. Demikian pun, dapat Anda bayangkan bahwa perjalanan mereka bukanlah lewat jalan beraspal bebas hambatan, tetapi naik turun jalan bebatuan. Terik panas menyengat waktu siang, dingin menusuk di waktu malam! Anda mau dan sanggup?

Demikian sekilas situasi yang dihadapi Yusuf dan Maria dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai warga masyarakat yang baik. Tidak sederhana, tidak mudah. Demi memenuhi arti sebuah tanggungjawab, sensus penduduk pertama kali yang pernah diadakan manakala sang Kaisar Agustus memerintah! Tak terdengar ada komplin, apalagi demo segala macam. Entahlah jika seandainya Yusuf dan Maria mengurus e-KTP yang bisa satu tahun nda keluar-keluar seperti jaman kita sekarang, oh…entahlah….

Kenapa sensus pertama kali itu diadakan oleh Kaisar Agustus? Ini trik politik, untuk memperbesar pemasukan pajak pemerintah. Untuk melaksanakan program apa yang hendak dicapai, Kaisar Agustus tak perlu harus tahu keadaan rakyatnya. Kebijakan harus dilaksanakan, harus ditaati oleh semua, termasuk Yusuf dan Maria. Ngomong-ngomong soal Yusuf dan Maria. Bukankan mereka dipilih dan dipakai oleh Allah dalam rangka karya penyelamatan bagi manusia? Kenapa mereka sendiri tidak diberikan kemudahan oleh Allah? Tapi koq kaya jadi kelinci percobaan saja? Lalu apa arinya Natal kalau begitu? Apa artinya damai sejahtera itu sebenarnya?

Natal, tidak mengajarkan kita bermanja-manja! Itu intinya. Damai sejahtera adalah damai yang memampukan pemiliknya menjalankan hidup tanpa keluh kesah. Itu hakikatnya! Damai sejahtera tidak berati segalanya lalu jadi mudah, tidak! Tidak demikian! Tetapi kemampuan menjalani hidup secara eksis pada apa yang seharusnya dilakukan dan dijalankan tanpa besungut-sungut atau mencari jalan pintas. Tetapi kemampuan berjuang sampai tuntas! Tidak ada yang serba mudah dalam hidup ini. Suka duka silih berganti. Jangan kira bahwa jika kita percaya kepada Tuhan otomatis kita terhindar dari pergumulan.

Lihatlah Yusuf dan Maria. Bukankan mereka dipilih dan dipakai Allah untuk suatu pekerjaan mulia karya penyelamatan Allah? Nyatanya, mereka juga mengalami suka duka kehidupan. Ketika Yesus lahir, tidak semua orang menerimanya. Maria pun melahirkan puteranya dalam keadaan ketiadaan tempat. Dalam keterbatasan, bahkan berkekurangan! Bahkan kisah selanjutnya bayi Yesus terancam bunuh oleh sang penguasa bernama Herodes! Yusuf dan Maria pun dengan susah payah harus menyingkir ke negeri yang jauh yaitu Mesir.

Mungkin Anda berpikir, untuk apa sebenarnya percaya dan taat kepada Tuhan? Jika toh juga harus mengalami suka duka kehidupan sama seperti manusia lain yang tidak taat kepada Tuhan? Bukankah mereka yang tidak taat kepada Tuhan terkadang lebih baik, lebih sukses, lebih makmur hidupnya dari orang yang percaya kepada Tuhan? Sampai di situ ada benarnya! Tapi satu hal yang perlu Anda sadari. Karena segalanya tidak berlangsung lama. Seiring waktu, nas kita memperlihatkan, bahwa sang penguasa yang dikjaya sekelas Kaisar Agustus pun akhirnya tak berdaya juga. Demikian pun nasibnya si Raja Heroders. Bahkan akhirnya mati juga!

Harap Anda sadari juga, bahwa orang percaya itu justru tetap jaya. Walau mereka menghadapi pergumulan suka duka kehidupan. Mereka tetap ada, tetap bertahan. Bukan Cuma itu! Tetapi mereka gilang-gemilang hingga akhir kehidupan mereka. Bahkan hingga di sorga kelak! Kenapa bisa begitu? Ya, apalagi jika bukan karena penyertaan Tuhan. Damai Sejahtera Kristus yang mengisi hati mereka, memberikan kemampuan dan menjadikan hidup mereka sejalan pada garis lurus sesuai kehendak Tuhan!

Hal yang sama juga berlaku bagi Anda dan saya. Allah tidak membiarkan. Allah pasti turut campur tangan dalam perjalan kehidupan. Tidak perlu terlalu kuatir berlebihan pada berbagai gelombang kehidupan. Bergantunglah sepenuhnya kepada Tuhan. Berjalanlah lurus sejalan dengan kehendak Tuhan! Maka Tuhan akan menuntun setiap langkah kita di berbagai peristiwa kehidupan. Hanya dengan satu catatan, asal pertama-tama Damai Sejahtera Kristus memerintah dalam hati kita, dan kita harus selalu dengar-dengaran mentaati petunjuk Tuhan! Amin!

ALLAH YANG AKRAB DENGAN MANUSIA




Ibrani 1:1-4
 

Allah yang akrab dengan manusia? Ya, dan memang ada! Itulah yang dipaparkan dalam kitab Ibrani 4:1-4, yaitu Yesus Kristus sebagai “cahaya kemuliaan Allah”, Allah yang hadir, akrab dengan manusia selama 33 tahun lebih pernah hadir di bumi. Dia adalah pencipta alam semesta, penopang segala yang ada sejak semula. Namun tidak mempertahankan ke-Allah-an-Nya hanya ongkang-ongkang duduk di Sorga sebagai yang paling berkuasa dan hanya kerja dengan telunjuk memerintahkan kepada para nabi-Nya untuk mengurus persoalan manusia \

Setelah sebelumnya Dia berulang kali mengutus para nabi-Nya untuk berbicara kepada manusia tentang tata hidup dan tata cara kehidupan sorga, pada gilirannya Dia sendiri yang datang turun ke lapangan, berbicara, bahkan turun langsung hingga ke alam maut titik nadir persoalan terdalam manusia. Dia bukan hanya berbicara kepada manusia tentang kerajaan Sorga, tetapi juga perangkul manusia dengan kasih-Nya. Dia begitu perduli dengan anak-anak, kaum perempuan yang terpinggirkan, para pendosa, bahkan orang dari bangsa kafir sekali pun diperlakukan-Nya dengan kasih yang sama.

Kecuali karena itu, Dia bahkan begitu perduli dengan nasib manusia yang miskin, kelaparan, terbuang, menderita oleh berbagai sakit penyakit, penindasan, dan ketidakadilan. Dipulihkan-Nya dan diberi-Nya pengharapan kepada perempuan pendosa, bahkan si bajingan calon penghuni neraka yang disalibkan di sebelah kanan-Nya pun jelang detik-detik kematiannya Dia rangkul dan ditegaskan-Nya jaminan masuk Sorga. Tiada dosa seberat apa pun yang tak dapat diampuni-Nya. Dia merangkum, penyempurna segala tata cara keagamaan dalam aturan Taurat sebelumnya.

Yesus, adalah “nama di atas segala nama”. Tak ada Allah yang begitu akrab dengan manusia. Kepekaan, hati terdalam kasih ilahi Dia nyatakan. Segala Firman yang pernah Dia ucapkan, yang telah dicatat dalam Alkitab tentu menjadi standar ukuran kebenaran. Tentang dosa kemunafikan, kepura-puraan, cara beragama yang keliru menjadi pengingat untuk kita waspada. Demikian pun janji berkat, penyertaan, penguatan, ajaran, atau janji tentang jaminan keselamatan Sorga tentu menjadi pedoman yang harus mendasari iman dan pengharapan. Terlebih ketika kita menghadapi berbagai pergumulan berat, bahkan penganiayaan karena iman. Kita tetap dikuatkan.

 Kita bersyukur, karena melewati peristiwa Natal, kita telah mengenal nama itu, nama yang agung, nama yang termulia, bahkan nama yang lebih indah dari segala Malaikat sekali pun. Ketika kita ambil bagian dalam pesta iman, ketika kita mengingat nama itu, maka kita diingatkan akan kasih Allah yang tak pernah berobah Dia nyatakan. Ketika kita lemah, berbeban berat, merasa berdosa, maka pintu ampunan masih terbuka. Dia tidak membuang kita. Kita begitu berharga di mata-Nya. Dia begitu akrab dengan kita. Terlebih bila dengan kesadaran penuh, dan tetesan air mata mohon ampunan-Nya, Kita tidak sendiri. Dia tidak membeku laksana penguasa yang sangar. Tetapi seorang Bapa yang begitu mengasihi kepada kita anak-anak-Nya. Amin!

KASIH ALLAH BAGI DUNIA YANG TERHILANG





Lukas 2:8-20

Natal adalah berita sukacita, Syalooom dari Allah. Allah yang “trnasenden” (jauh tak terhampiri) menjadi Allah yang “immanen” (dekat mewujud nyata). Atau dengan istilah yang sering kita kenal “Immanuel” , Allah beserta kita. Itulah sumber sukacita sejati bagi manusia. Tanpa Juruselamat, tidak ada sukacita yang sejati. Berbicara tentang sukacita besar dari Allah (great joy), Calvin pernah mengatakan: “These words show us, first, that, until men have peace with God, and are reconciled to him through the grace of Christ, all the joy that they experience is deceitful, and of short duration” (kata-kata ini pertama-tama menunjukkan bahwa sebelum manusia mempunyai damai dengan Allah, dan diperdamaikan denganNya melalui kasih karunia Kristus, semua sukacita yang mereka alami adalah bohong / palsu dan berumur pendek).

Berita itu telah disampaikan melalui para gembala sebagai “kesukaan besar bagi seluruh bangsa.” Bahkan berita itu disampaikan secara teliti, dengan tanda-tanda khusus! Seorang bayi yang dibungkus dengan lampin dan terbaring dalam palungan. Apa yang istimewa? Pemberian tanda ini tujuannya: supaya mereka tidak keliru mendapatkan bayi yang lain. Mungkin ada banyak bayi yang lahir pada saat yang bersamaan, tetapi pasti hanya ada satu yang diletakkan dalam palungan.

Lalu kenapa berita itu pertama-tama ditujukan kepada para gembala? Para gembala termasuk kawanan yang beruntung karena menerima pernyataan yang luar biasa mengenai kelahiran Yesus. Betapa tidak. Pada jaman itu gembala adalah orang rendahan dan hina. Ini terlihat dari fakta bahwa pada jaman itu mereka tidak diperbolehkan memberikan kesaksian dalam pengadilan. Tetapi kepada mereka inilah berita Injil diberikan untuk pertama kalinya. Mengapa? Karena Allah mau memakai orang yang rendah sebagai alatNya untuk menghancurkan kesombongan dunia (bdk. 1Kor 1:25 1Kor 2:4-5).

Apa yang mereka lakukan setelah menyaksikan Mesias? Injil Lukas mencatat : “Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka (Lukas 2:20).” Jadi mereka tidak diam saja, mereka kembali ke dalam tugas dan pekerjaan mereka! Yang tidak kalah menarik, setelah berjumpa dengan Mesias para gembala tidak berubah statusnya. Mereka tetap gembala. Namun, ada yang berubah, yakni mereka bersukacita dan memuliakan Allah. Mereka kembali dalam tugas pekerjaannya namun kini mereka maknai bahwa dalam tugas dan pekerjaan itu sebagai sarana untuk bersyukur, bersaksi dan memuliakan Allah. Bagaimana dengan anda dan saya? Selamat Natal. Tuhan memberkati kita semua. Amin!

SERUAN PERTOBATAN!



Lukas 3:1-6

Tidak ringan tugas yang diemban oleh Yohanes Pembaptis selaku utusan Tuhan. Mempersiapkan jalan untuk Tuhan! Menyerukan pertobatan! Tidak ringan, karena tugas yang dijalankan penuh resiko. Akan bersentuhan langsung dengan para pembesar sekelas kaisar Tiberius, Pontius Pilatus wali negeri Yudea, raja Herodes, Trakhonitis dan Lisanias raja wilayah Abilene. Para penguasa, penjajah yang kejam, bengis. Bila salah-salah, anda tahu sendiri akibatnya. Akan berhadapan dengan kesulitan! (Ay.1).

Tidak Cuma itu, Yohanes Pembaptis juga berhadapan dengan para tentara bersenjata, pemungut cukai, tokoh ulama Agama sekaliber Imam Besar Hanas dan Kayafas! Tak terkecuali para Farisi dan Saduki, yang nota bene para pemilik klaim kebanggan, merasa mapan soal Hukum Agama, namun yang munafik, perilaku hidup tak sejalan (Ay.2).

Tugas yang dilaksanakan sungguh tidak gampang. Digambarkan laksana menimbun lembah, mengangkat harkat dan martabat yang rendah. O, luar biasa! Bukan menimbun lobang sumur yang tak seberapa. Juga meratakan kecongkakan gunung dan bukit yang terlihat kokoh angkuh, menjulang tinggi. Bahkan meluruskan jalan yang berlekuk-lekuk supaya tidak berbelit-belit, banyak simpangan serta jurang buat orang jadi susah, kesasar, dan menjadi batu sandungan! (Ay.5-6).

Itu artinya, seruan pertobatan yang dikumandangkan Yohanes Pembaptis bukanlah suara pertobatan ala murahan, sekedar pertobatan soal rok mini, atau sekedar himbauan larangan mengenakan baju bolong belakang. Tetapi pertobatan yang serius dari sumber produk kedalaman dosa, yaitu hati manusia. Yang melahirkan berbagai cara hidup keji. Penyalahgunaan kekuasaan, menganggap sepi hukuman Tuhan, merampas dan memeras, semena-mena terhadap orang lain, kerakusan dan ketamakan, amoral, ketidakadilan, serta kemunafikan! (Bdk. Ay.7-18).

Tidak tanggung-tanggung, bahkan Herodes raja wilayah pun tak luput ditegornya lantaran soal pernikahan yang tak beres dengan Herodias. Lantang, tanpa neko-neko menyuarakan suara pertobatan. Tidak kompromi dengan dosa. Berani, berkomitmen, tidak pandang bulu. Toh seberat apa pun resiko yang diterimanya, demi ketaatan tugas suci yang dijalaninya! Kita tahu akhirnya, untuk itulah ia dipenjarakan, bahkan mengalami kematian secara tragis sebagai harga mahal yang harus ia bayar! (Bdk. Ay.19-20).

Ini sebuah tantangan sekaligus menjadi batu uji bagi kita selaku umat percaya atau gereja! Memaknai minggu Adventus II ini, masih adakah seruan pertobatan digemakan? Atau telah dialihkan sekedar cari aman dengan ajakan memanja hebatnya berkat sorga, sekedar penenang batin hilangkan stress sejenak atas kejenuhan rutinitas hidup keseharian? Dan nama diri jadi pusat sanjungan? Soal “tanda baptisan” yang malah jadi tujuan, namun permasalahan inti yaitu dampak dari buah pertobatan tak jelas kelihatan? Amin!