Renungan GKE

Selasa, 18 September 2018

RAHASIA MENJINAKKAN LIDAH


Yakobus 3:1-12

Membahas soal “lidah” bukanlah perkara gampang. Sorga atau neraka taruhannya! Tidak cukup dengan nasihat murahan seperti kalimat “hati-hati gunakan lidahmu” untuk mengatasinya. Sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, tak ada seorang manusia pun yang terbebas dari dosa karena lidah! Demikian Rasul Yakobus secara serius telah mengingatkan. Karenanya perlu diwaspadai dengan sungguh oleh para “juru lidah”, para media, pembicara, dan penceramah. Terlebih para pengkhotbah, pencerah, para penyambung lidah Allah! (Ay.2).

Lidah….. laksana sang “penguasa” dalam diri manusia. Ibarat kita seekor kuda, lidah adalah alat “kekang” yang memaksa kuda tunduk tidak dapat meronta! Cukup hanya dengan kekang yang kecil menguasai mulutnya, maka tubuh kuda akan diam tak bisa berbuat apa-apa! Lidah, laksana “raja” yang mengatur hampir semua aspek kehidupan manusia. Ibaratkan kita adalah kapal, lidah adalah “kemudi” yang mengusai jalannya kapal, sebesar apa pun kapal itu! (Ay.3-4).

Lidah, laksana “media” promosi penentu, bisa menjadikan seserorang jadi berharga, atau malah menjatuhkannya hingga layaknya sampah! Beberapa tahun lalu, di Indonesia banyak orang terpukau pada setiap kata-kata inspirasi bijak yang dilantunkan sang motivator ternama, Mario Teguh. Namun sungguh disayangkan, begitu diketahui latar belakang riwayat hidupnya yang dianggap tidak sejalan dengan lantunan kata-kata menawan, namanya pun (maaf!), seolah berobah drastis jadi “motivator sampah”! Oh, lidah……. “memang lidah tak bertulang, tak terbatas kata-kata…..” (Ay.5a).

Yang lebih berbahaya, Rasul Yakobus pun selanjutnya menggambarkan bahwa lidah itu laksana “api”. Api lidah sendiri dinyalakan oleh api neraka (maksudnya bukan api Roh Kudus)! Begitu ia menyala, seberapa pun hutan yang ada, termasuk apakah di situ ada kebun karet, sengon, rambutan, mangga, atau kebun apa pun yang saudara punya, pasti semua dilalapnya. Api tidak perduli perasakaan duka Anda atas yang telah berpuluh-puluh tahun telah merawat kebun masa depan Anda! Oh, betapa mengerikan! Betapa berbahaya! “Lidah”, bagian kecil yang ada pada diri manusia itu, ternyata tidak sesederhana seperti yang orang kira pengaruh yang ditumbulkannya (Ay.5b).

Jangan kira mudah menjinakkan lidah. Lidah, akan secara replek secepat kilat akan merespons setiap apa yang mebuatnya bisa marah, tanpa sempat mengedit ucapan! Kata-kata kasar, caci-maki meluncur begitu saja tak terkendali. Ucapan “kafir”, “anjing”, “babi”, “kerbau” (silahkan lanjutkan sendiri), enteng saja disebutkan. Apalagi terhadap orang yang dianggap musuh (musuh politik?), atau siapapun yang dianggap saingan, atau orang yang pernah menyakitkan. Fitnahan, gosip, pencemaran nama baik terhadap lawan lewat kata-kata, dianggap cara yang syah saja untuk dilakukan! Penyesalan datang kemudian. Permohonan maaf dianggap jalan keluar paling relevan! Kata maaf diberikan, hanya ibarat paku yang pernah ditancapkan, dicabut pun dengan kata maaf, namun masih meninggalkan bekas lobang! (Ay.6).

Berbicara tentang “lidah” sebenarnya tidak sekedar pembahasan soal kata-kata yang dihasilkan lidah itu sendiri, tetapi sekaligus tentang “kata verbal” yang merekat pada sifat manusia, yang mempengaruhi roda kehidupannya. Tentang hal ini, Rasul Yakobus ungkapkan : “Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia…” Manusia memang bisa mengusai atau menjinakkan segala burung dan jenis binatang dengan sifatnya, tetapi manusa tidak akan pernah sanggup menjinakkan lidahnya sendiri. Karenanya, tidak sederhana menjinakkan lidah, tidak cukup hanya sekedar nasihat “hati-hati gunakan lidahmu”. Tidak, Tidak sesederhana itu! (Ay.7).

Lalu bagaimana seharusnya kita dapat menjinakkan lidah yang begitu buas dan mematikan? Apa rahasia Firman Allah yang memberkati, sehingga lidah kita menjadi lidah yang kudus, yang menjadi berkat, yang membebaskan kita dari ganasnya api neraka? Ini rahasianya. Lidah tidak berdiri sendiri! Lidah terhubung langsung dengan dua temannya yang lain, otak dan hati. Ibarat sutradara dibalik layar, otak dan hati paling berperanan. Itulah dalang sesungguhnya!

Bila ingin menjinakkan lidah, maka jinakkan dalangnya. Ibaratkan mau menjinakkan tubuh kuda, maka kuasai mulutnya dengan kekang kuda. Atau mau menjinakkan kapal besar, maka kuasai kemudinya! Kata bijak mengatakan “ lidah orang berakal berada di belakang hatinya, dan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya." (Ay.3-4).

Otak yang kotor dan hati yang tak bersih, apa mungkin dapat menggemakan kalimat yang jujur? Pikiran yang penuh curiga, hati yang sarat dendam kesumat, iri hati, dan takut tersaingi, apa mudah melantunkan kata pujian, hormat, atau berkat? Bila harga diri ada yang menodai, apa mudah sabar dan menahan diri? Seperti kata Rasul Yakobus “adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pohon anggur dapat menghasilkan buah ara?

Persoalannya bukan pada lidah itu sendiri, tetapi kualitas otak dan hati yang tersembunyi di baliknya itulah yang jadi biang masalah. Ibarakan mata air yang asin, mana mungkin akan mengeluarkan air tawar. Hanya otak dan hati yang telah diperbaharui laksana sumber mata air tawar dan jernih oleh pikiran dan hati Kristus sajalah yang memungkinkan lidah, menjadi lidah yang dapat memegahkan perkara-perkara besar dan indah (Ay.5,12). Amin!