Renungan GKE

Jumat, 26 Oktober 2012

MERINDUKAN TUHAN


Mazmur 119:129-136

Apa yang sering kita lakukan biasanya mengawali aktivitas di pagi hari, mungkin sambil nikmati sarapan pagi entah dengan teh/kopi bersama sekerat roti, umpama? Apakah cari berita hangat di koran untuk hari ini? Atau memulai hari dengan membaca dan menghayati Firman Tuhan sebagai pedoman? Mungkin kita masing-masing tau jawabannya. Sesuai apa yang biasanya kita lakukan. Syukurlah bila itu Firman Tuhan yang didahulukan. Kata bijak mengatakan, “Bila Anda lebih banyak baca koran ketimbang Firman Tuhan, maka Anda akan dihadapkan dengan 1001 macam persoalan yang siap menghadang, dan serba menakutkan. Tetapi bila Anda lebih banyak menggumuli Firman Tuhan ketimbang mengutamakan baca koran, maka Anda akan menemui 1001 macam jawaban yang Tuhan berikan untuk mengatasi persoalan.”

Sungguh jelas bagi kita bila pemazmur ini tidak ragu untuk mengatakan, “itulah sebabnya jiwaku memegangnya” (ayat 129). Kita pasti mengerti apa yang ia mau dapatkan, 1001 macam jawaban melalui Firman Tuhan untuk mengatasi aneka persoalan. Pemazmur ingin menjadi pemenang di setiap pergumulan kehidupan, tentu saja. Karenanya wajar bila pemazmur merasa begitu rindu untuk hidup di dalam kebenaran firman TUHAN itu. Namun janganlah kita beranggapan, bila seseorang mentaati Firman Tuhan, dekat dengan Tuhan, otomatis hidupnya aman. Bebas dari gangguan, fitnahan, bahkan ancaman segala macam. Tidak! Tidak demikian!

Sama seperti manusia pada umumnya, pemazmur juga mengungkapkan keadaannya yang merasakan tekanan dan pemerasan dari orang-orang yang tidak berpegang pada taurat TUHAN. Mereka senantiasa bertindak jahat dan merongrong kehidupannya, hingga pemazmur merasakan kesedihan yang mendalam (ayat 136). Namun, di tengah keterbatasannya dalam menghadapi tantangan tersebut, pemazmur tetap berharap pada janji dan kasih setia TUHAN. (ay.132-135). Pemazmur percaya bahwa kuasa TUHAN jauh melebihi orang-orang jahat dan jikalau ia tetap berpegang pada firman TUHAN, ia dapat menang melawan orang-orang jahat tersebut. Oleh karena itu, pemazmur bersedia untuk selalu belajar firman TUHAN, dan menjadikannya sebagai pedoman dalam kehidupannya. Ya, pemazmur percaya bahwa Tuhan memberikan kekuatan dan kemenangan. Pemazmur merindukan TUHAN karena pemazmur telah merasakan indahnya persekutuan dengan TUHAN melalui firman yang ia baca.

Kenapa dalam kenyataannya banyak anak-anak Tuhan kalah dalam aneka pergumulan? Tidak sedikit yang stress,  kecewa, dan putus asa seperti tak memiliki pengharqapan? Jawabnya tentu, karena ia tidak memiliki dasar kekuatan untuk melawan dan memenangkannya. Karena ia tidak mendasarkan hidupnya pada kedalaman Firman Tuhan. Ya, doa-doa hanya sekedar penyampaian unek-unek dalam kekecewaan pada Tuhan, untuk mendapatkan pembenaran dari keinginan yang tak kesampaian. Bukan penyerahan penuh dalam hubungan harminis dengan Tuhan, layaknya seorang anak yang sungguh mempercayai kebaikan bapaknya sepenuhnya. Atau Firman Allah dibaca juga sambil diselingi keraguan di dalam jiwa, apakah Allah bisa dipercaya atau tidak?! Karenanya tidak heran, bila imannya tidak bertumbuh-tumbuh juga. Bila pergumulan melanda, maka ia terhenti di tengah jalan. Ibarat layu sebelum berkembang, akhirnya kering, karena tak tak ada siraman air yang memberikan pertumbuhan!

Pada bulan Agustus 1973, Samantha White dari Steilacoon, Washington, seorang gadis berumur 8 tahun telah berhasil mendaki puncak gunung Kilimanjaro pada ketinggian 19.340 kaki. Dia dianggap orang termuda yang pernah mendaki puncak pegunungan tertinggi di Afrika itu. Dalam pendakian itu, ayahnya telah gagal sampai pada ketinggian 18.640 kaki dan diserang sakit penyakit. Sebenarnya ada banyak pendaki ulung yang jauh lebih berpengalaman dari pada gadis berumur 8 tahun itu. Namun gadis itu telah membuat kejutan bagi para pendaki kawakan.

Dalam masalah kehidupan iman pun kadang-kadang dapat terjadi demikian. Telah sekian lama menjadi orang Kristen, tapi imannya begitu-begitu saja. Sedikit-sedikit kecewa. Sedikit-sedikit putus asa. Ya, ini tentu saja karena tidak didasari pada keteguhan hati untuk terus-menerus menjadikan Firman-Nya sebagai cahaya yang menyinari, hingga dengan terang-Nya mampu memahami dan meyakini bahwa apa yang Tuhan lakukan itu luar biasa dan baik adanya! (ay.135). Pemazmur melalui nas ini, menyadarkan kita betapa pentingnya TUHAN dan firmanNya dalam kehidupan. Tidak ada yang mampu memuaskan kerinduan kita, selain hanya TUHAN yang memberikan kekuatan dan pertumbuhan untuk menjalani kehidupan yang kita alami hari lepas hari. AMIN!

Pdt.  Kristinus Unting, M.Div

Senin, 22 Oktober 2012

MENCINTAI TAURAT TUHAN


Mazmur 119:97-104

Hal paling mendasar bagi kita sebagai orang beriman adalah, sejauh mana kita mencintai Taurat Tuhan (titah-titah/firman Tuhan). Sepanjang hidup kita dilandasi rasa cinta akan Taurat Tuhan sebagai pedoman, sepanjang itu pula kita dapat menjalani hidup sebagai orang Kristen sungguhan. Bukan yang kristen-kristenan! (bdk. ay.90). Sebab bila tidak, maka bahaya terbesar yang segera menghadang adalah, bahwa kekristenan kita sudah menjadi serupa dengan dunia (bdk. Rm.12:12). Bila ini yang terjadi, bagaimana kita dapat memperlihatkan kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah? Ibarat pohon, ia hanya menghasilkan buah yang masam, busuk, atau gugur sebelum matang. Padahal, menurut Berkhof (seorang ahli teologi) bahwa kehidupan Kristen itu mestinya harus dapat menjadi semacam “experimen garden” (kebun percontohan) yang dapat menghasilkan buah yang berkualitas baik.

Apa pentingnya mencintai Taurat Tuhan? Menurut Mazmur ini, bahwa dengan mencintai Taurat Tuhan maka orang menjadi bijaksana (ay.98). Orang yang bijaksana tentu tau apa yang harus dilakukan dan apa yang semestinya dihindarkan. Apa yang sekiranya membawa kepada kebahagiaan, dan apa saja yang sekiranya bisa menjadi bencana! Dengan mencintai Taurat Tuhan, orang diantar untuk lebih berakal budi (ay.99). ini penting! Terlebih karena kita hidup di jaman yang serba keras dan penuh dengan kejahatan seperti sekarang ini, akal budi sangat diperlukan. Tidak cukup hanya bertadah tangan dalam doa kepada Tuhan semata. Tetapi dengan usaha. Usaha yang berakal budi tentu saja! Usaha yang selaras dengan maksud Tuhan, itu persisnya! Orang yang mencintai Taurat Tuhan juga pasti tahu jalan mana yang harus ia lalui. Jalan kejahatan yang membawa bencana semisal korupsi umpama, tentu dihindarinya (ay.101). Ya, jalan yang belok-belok, atau mudah terobang ambing oleh berbagai bujukan atau tawaran dunia yang menyesatkan tentu tidak ia suka (ay.102,104).

Kita hidup di jaman di mana ilmu pengetahuan semakin tinggi. Namun sekaligus moral-etis semakin menuju ke titik nadir terendah. Jalan pintas tidak jarang seolah jadi pilihan untuk mengatasi segala kesulitan. Tuhan semakin dikebelakangkan. Nilai-nilai kejujuran semakin langka. Dusta, penipuan, intrik-intrik busuk merajalela. Menghalalkan segala cara juga seolah hal biasa demi untuk mendapatkan kedudukan, jaminan hidup, dan kebahagiaan. Toh semuanya hanyalah semu semata (ay.104). Orang mungkin pergi ke gereja juga, tapi tidak jarang hanya dijadikan semacam obat stress penenang bathin yang sementara, sebelum bertarung kembali dalam kancah kehidupan selanjutnya. Karenanya tidak heran bila yang dicari adalah soal kepuasan untuk mendapatkan ketenangan bathin saja, bukan kekuatan yang dari Tuhan supaya diberikan kesanggupan untuk menjadi saluran berkat, toh pun situasi sekarat!

Dalam situasi yang demikian, nas ini menantang kita selaku umat Tuhan untuk lebih mawas diri. Untuk menjadikan Taurat Tuhan sebagai landasan kehidupan. Sudahkah saya selaku “bue” (kakek) atau “tambi” (nenek) mewariskan nilai-nilai luhur kehidupan sebagai bukti betapa dicintainya Taurat Tuhan? Sudahkah saya selaku “abah” (ayah) atau “umai” (ibu) meneladankan kesetiaan iman kepada “anak-esu” (anak-cucu) untuk mewariskan “hadat pambelom utus itah” (kehidupan etis-moral kaum kita)? Atau juga, sudahkah saya selaku orang muda mempersiapkan diri sebagai generasi penerus yang dapat dibanggakan bagi orang tua, keluarga, masyarakat atau gereja? Atau malah menjadi sampah yang kehadirannya hanya tambah mengotori dunia? Semua  jawabannya tentu berpulang pada seberapa besar rasa cinta kepada Taurat Tuhan dijadikan pedoman. Seberapa besar rasa takut akan Tuhan dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan!

Pdt. Kristinus  Unting, M.Div

SEBERAPA BERHAGAKAH ALKITAB BAGI HIDUP ANDA?


Mazmur 119:121-128

Ada satu cerita menarik tentang sebuah jaringan pelayanan pendistribusian Alkitab bernama The Gideons. Jaringan ini telah beroperasi ke seluruh dunia, juga telah ke negara Rusia, bekas Uni Soviet. Selama kurang dari satu tahun di negara Rusia mereka tidak mengalami kesulitan dalam mengedarkan Alkitab. Mereka disambut baik oleh orang-orang di sana yang haus akan firman Allah. Pada suatu ketika, dalam rangka melaksanakan pelayanan, sampailah mereka di sebuah kota. Di sana, mereka diizinkan untuk menyebarkan kitab Perjanjian Baru di sebuah sekolah dasar. Saat itu mereka ditemani oleh seorang kepala polisi. Oleh karena itu, ketika mobil yang membawa mereka ternyata malah melewati sekolah yang ditunjuk, mereka jadi bertanya-tanya, jangan-jangan mereka akan dibawa untuk diinterogasi.

Setelah melakukan perjalanan selama enam atau tujuh kilometer kemudian, mereka berhenti di sebuah sekolah lain dan diminta membagikan Alkitab di situ. Mereka pun membagikannya kepada setiap murid dan anggota staf di sekolah tersebut.Tak lama kemudian, pemimpin kelompok itu bertanya kepada si kepala polisi, “Mengapakita berganti sekolah?” Kepala polisi itu menjawab dengan tenang, “Karena dua anak saya bersekolah di sini. Saya ingin memastikan bahwa mereka mendapat Alkitab.” Oh, luar biasa! Pejabat Rusia ini menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan Alkitab bagi anak-anaknya, dan mungkin juga supaya ia sendiri dapat membacanya.

Firman Allah itu begitu mulia dan berharga rupanya bagi mereka. Dalam situasi yang sulit pun mereka berusaha untuk mendapatkannya. Saudara, bagaimana dengan kita? Seberapa berhargakah firman Allah bagi kehidupan kita? Adakah seperti seorang pejabat Rusia, seorang Kepala Polisi yang begitu rindu akan Firman Allah? Ironis memang dengan apa yang sering terjadi dalam kehidupan kekristenan kita. Tidak jarang, Alkitab tidak ubahnya sebagai pelengkap. Mulus bentuknya hanya jadi pajangan di almaari-almari hiasan. Bahkan berdebu karena dibuka pun jarang! Dibacakan juga, mungkin pada saat-saat tertentu saja. Bila ibadah minggu telah tiba. Atau dibacakan jika tuan rumah diminta di kebaktian Rumah Tangga! Atau ada yang lebih ektrim, hanya dijadikan semacam jimat, ditaruh di dekat mayat, supaya kuasa jahat tidak berani mendekat?! Oh… Mestinya selagi hidup diberikan Alkitab supaya mengenal jalan selamat, bukan setelah jadi mayat baru didekatkan sama Alkitab. Itu terlambat! Tak bermanfaat!

Pemazmur ini mengungkapkan kepada kita bahwa ia telah mempercayakan dirinya kedalam tangan Tuhan.Ia berkomitmen untuk menjadikan Firman Tuhan sebagai penuntun kebaikan. Pemazmur rupanya begitu rindu pada jalan selamat yang Firman Tuhan ajarkan. Ya, rindu serta menjadikannya sebagai pegangan jaminan keselamatan (ay.121, 128) Rupanya pemazmur ini tidak hanya sekedar membaca Firman Tuhan, tetapi bahkan meminta kepada Allah, “Ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku” (ay.124). “Buatlah aku mengerti”. Juga, “supaya aku tahu peringatan-peringatan-Mu” (ay.125). Pemazmur ini begitu membenci “segala jalan dusta”, dan mendasarkan hidupnya pada prinsip bahwa “aku hidup jujur sesuai dengan segala titah-Mu” (ay.128). Saudara, apakah ini juga menjadi sikap kita?

Pdt.  Kristinus Unting, M.Div

NO KEBIMBANGAN YES TAURAT TUHAN


Mazmur 119:113-120

Dalam mazmur ini kita dapati suatu pernyataan sikap yang jelas dari pemazmur. No “kebimbangan”, Yes “Taurat Tuhan”. Pemazmur mengatakan bahwa ia membenci sikap orang yang penuh kebimbangan. Ia lebih mencintai Taurat Tuhan. Perhatikan apa yang pemazmur ungkapkan tentang sikapnya: “orang yang bimbang hati kubenci, tetapi Taurat-Mu kucintai.” (ay.113). Ini suatu sikap yang perlu diteladani oleh kita sebagai orang percaya. Ini penting! Ini jangan dibalik! Sebab bila Yes “kebimbangan”, No “Taurat Tuhan” dapatkah saudara bayangkan apa yang terjadi dalam kehidupan?

Lalu apa alasannya bila pemazmur begitu membenci sikap yang bimbang hati? Menurut pemazmur, bahwa orang yang bimbang hati adalah orang-orang yang sesat, hanya berbuahkan kejahatan dalam sikap dan tidakannya (ay.115), juga tidak ubahnya seperti “sanga” semata! (ay.119). “Sanga” apa artinya? Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-Hari diterjemahkan sebagai “ampas”. Atau dalam Surat Barasih Barita Bahalap (bahasa Ngaju) diterjemahkan sebagai “rotik” (sampah/kotoran). Oh, betapa hinanya, betapa tak berharganya!

Tapi bila mau jujur saudara, bukankah justru ini yang sering terjadi dalam kehidupan nyata kita? Hidup dalam kebimbangan hati menjadikan orang serba pesimis, serba ragu-ragu, dan mudah terombang ambing dalam menjalani kehidupan? Ketimbang mempercayai kuasa Tuhan, jalan pintas jadi pilihan! Apalagi bila yang dinanti-nanti dalam doa permohonan belum datang-datang juga jawaban? Ya, cari “tuhan-tuhan kecil” saja cari pertolongan! Kenapa orang sampai ada yang jadi penipu, pemeras dan merampas? Kenapa juga orang sampai ada yang jadi koruptor umpama? Apalagi sebenarnya kalau bukan buah dari hati yang bimbang. Untuk mengamankan isi perut dan keperluan. Ya, karena orang yang bimbang hati selalu bermuara pada tindakan-tindakan spekulasi yang merugikan orang lain untuk mengamankan diri. Hukum Tuhan pun disepelekannya saja.

Orang yang bimbang hati adalah orang yang penuh dengan keraguan, kekuatiran, tanpa ketetapan, tanpa pegangan. Tidak ada yang dapat diharapkan dari orang yang bimbang hati. Orang yang bimbang hati tentu tidak dapat menghadapi pergumulan. Cepat putus asa, mudah terobang ambing. Pada saat situasi menyenangkan, memang dia adalah sahabat yang baik. Tetapi manakala situasi rawan, nah…nah…nah…bisa jadi adalah orang yang paling dekat dengan pengkhianatan! Tak sanggup memanggul salib dan sesikonya, hanya cari nikmatnya saja. Lalu apa alasannya bila pemazmur begitu mencintai Taurat Tuhan? Bahkan digambarkan bahwa ia begitu menghargainya, begitu takjub, begitu menganggapnya terlalu agung dan suci, sampai-sampai pemazmur ungkapkan, “Badanku gemetar karena ketakutan terhadap Engkau…”? (ay.120a). Kenapa demikian? Apa yang ia takutkan? Jawabannya sangat jelas pada kelanjutan ungkapan kalimat berikutnya, “aku takut kepada penghukuman-Mu.” (ay.120b).

Kata “penghukuman” perlu kita garisbawahi. Rasa-rasanya alasan ini penting sekali kita renungkan! Betapa tidak saudara, sebab dalam pengalaman nyata kita sebagai manusia selalu terbukti, bahwa yang namanya kejahatan tetaplah kejahatan. Suatu saat akan terbongkar juga walau sebaik apa pun cara orang mengemas bungkusannya. Demikian pun sebaliknya, bahwa yang namanya kebenaran tetaplah kebenaran. Karena memang pada hakikatnya, bahwa kebenaran tak pernah bisa dimatikan oleh apa pun atau oleh siapa pun. Walau untuk sementara ia ditenggelamkan. Tetapi yakinilah bahwa suatu saat kebenaran pasti akan muncul ke permukaan, sebab kebenaran adalah hakikat jati diri Allah sendiri! Karena itu saudara, tidak ada ruginya bila kita mencintai, mentaati Taurat Tuhan, karena kita pasti terhindar dari hukuman Tuhan. Berkat-Nya pun pasti Ia limpahkan untuk kita.

Pdt.  Kritinus Unting, M.Div

SUPAYA BENAR-BENAR BERBAHAGIA


Mazmur 119:105-112

Pada hakikatnya bahwa semua orang menginginkan “kebahagiaan” dalam hidupnya. Bukan yang sebaliknya. Tetapi apa sih sebenarnya “kebahagiaan“ itu? Ini penting! Karena tidak sedikit orang keliru memahaminya. Tidak sedikit pula orang keliru dalam cara dan tempat dimana memperolehnya. Ada yang beranggapan bahwa kebahagiaan itu sama dengan kepuasan, sesuatu yang segera dapat dicicipi, dapat memuaskan keinginan hati. Atau apabila sesuatu cita-cita dapat dicapai. Apa hanya ini yang disebut kebahagiaan?

Ada juga yang beranggapan bahwa orang akan berbahagia apabila ia dapat memenuhi segala kebutuhannya: uang yang banyak, memiliki cukup fasilitas, mobil-mobil yang memenuhi selera, pakaian-pakaian yang memenuhi selera, obat agar tetap awet muda, shampoo, cream yang membuat rambut dan wajah tetap ayu dan segar. Oh, saudara…. siapa yang mengatakan bahwa semuanya itu tidak perlu? Siapa yang mengatakan bahwa orang yang memilikinya tidak disebut berbahagia? Tetapi tetap pertanyaannya, apa itukah letak kebahagiaan yang sesungguhnya? Atau hanya sekedar kebahagiaan yang sementara?

Beberapa tahun yang lampau, putri salah seorang jutawan di Korea bunuh diri. Padahal ayahnya adalah seorang jutawan yang sanggup memberikan kepada putrinya apa saja yang dibutuhkannya. Dia bisa membeli segala makanan yang diinginkannya. Dia bahkan memiliki sebuah mobil yang indah lengkap dengan sopirnya. Dia selalu mempunyai uang yang cukup, namun dia masih belum mempunyai kebahagiaan dalam hatinya. Akhirnya dia masuk dalam WC, menuangkan bensin pada tubuhnya dan membakar dirinya sampai mati.

Lalu apa sesungguhnya “kebahagiaan” itu? Dan dimana mendapatkannya? Nah, ini! Bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya, sebenarnya terletak dalam gaya hidup yang takut akan Tuhan, selalu berusaha menempatkan diri di jalan Tuhan. Rasa takut kepada Tuhan adalah rasa takut yang mengandung unsur pengagungan yang penuh hikmat, rasa tunduk yang suci, pengagungan yang kudus, penuh dengan rasa hormat kepada Sang Pencipta. Seluruh akal budi, hati dan rasa ditundukkan kepada keagungan dan kebesaran akan cinta kasih Tuhan. Diterangi oleh Firman Tuhan! Atau dalam bahasa puitis, seperti yang digambarkan pemazmur: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (ay. 105).

Apa alasannya? Karena kebahagiaan semacam ini adalah kebahagiaan yang langgeng dan mampu bertahan; kebahagiaan yang tidak tergantung pada situasi apa pun, tidak tergantung dari kecukupan atau kekurangan materi. Inilah dasar kebahagiaan yang kokoh, selalu segar. Kebahagiaan yang mendalam, yang mampu melenyapkan segala ketakutan, dan tidak pernah menyesatkan. Itulah sebabnya pemazmur dengan nada pengharapan mampu mengungkapkan, “Aku sangat tertindas, ya TUHAN, hidupkanlah aku sesuai dengan firman-Mu.” (ay.107). Bahkan sungguh luar biasa, pemazmur katakan bahwa ia mampu selalu menyatakan persembahan sukarela dalam puji-pujian senantiasa, toh pun mempertaruhkan nyawa, Taurat Tuhan takkan pernah mau ia lupakan! (ay.108-109). Tidak hanya terhenti sampai di situ, bahkan ketika menghadapi jerat dari orang-orang fasik, pemazmur tidak sampai terjerat dan tersesat. Ia tetap hidup dalam kebenaran menurut ketetapan dan jalan Tuhan (ay.110).

Di mana letak “kebahagiaan” itu yang sesungguhnya? Tidak lain dan tidak bukan, seperti kata pemazmur, milikilah firman Tuhan layaknya sebagai harta pusaka. Kenapa dikatakannya kebahagiaan yang seperti ini sempurna? Pemazmur sendiri memberikan jawaban secara jelas, bahwa harta pusaka, yaitu firman adalah sempurna, karena dapat memberikan secara utuh kegirangan bagi hatinya (ay.111). Ya, kegirangan secara utuh dan menyeluruh, bukan yang setengah-setengah, atau tergantung situasi! Kebahagiaan seperti inilah yang pasti mampu bertahan toh pun menghadapi berbagai pergumulan kehidupan, bahkan tahan hingga ketika menghadapi hari penghakiman! AMIN.

Pdt.  Kristinus Unting, M.Div

Sabtu, 20 Oktober 2012

"FIRMAN BAGAIKAN PEDANG BERMATA DUA" (Minggu, 21 Oktober 2012)




Yohanes 6:60-66

Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus!
Pada suatu ketika di sebuah tempat pelayanan GKE, seorang Pendeta pernah berkhotbah dengan nada yang cukup kera
s. Penekanan khotbahnya adalah bahwa perselingkuhan merupakan dosa dan tidak ada kata tawar menawar untuk dosa tersebut. Dan kebetulan dalam gereja tersebut ada seorang jemaat yang sudah lama berselingkuh. Saudara tahu, setelah mendengar khotbah yang disampaikan pendeta dalam ibadah tersebut, salah satu anggota jemaat ini menjadi tersinggung dan ia tidak mau datang lagi ke gereja. Intinya, karena firman itu sangat keras dan mengena baginya.

Selanjutnya, seorang hamba Tuhan pernah bercerita bahwa ada beberapa gereja yang mewanti-wanti terlebih dahulu agar khotbah yang dibawakan jangan sampai terdengar menyindir atau memakai topik teguran Tuhan yang keras; “Yang berkat-berkat sajalah, dan jangan lupa pakai banyak humor, supaya jemaat tidak mengantuk.” Nah, jika saya menilai, kecenderungan banyak orang hari-hari ini adalah hanya ingin mendengar yang baik-baik saja demi pemuasan telinga mereka. Kalau khotbah berkat, jemaat senang. Tetapi sebaliknya jika kotbahnya menyentuh area dosa, maka banyak jemaat pun menjadi bersungut-sungut atau bahkan tersinggung.

Saudaraku! Perlu saya tegaskan bahwa khotbah-khotbah yang keras sesungguhnya mengingatkan kita akan bahaya jebakan dosa. Tetapi bagi banyak jemaat, khotbah seperti ini menjadi sesuatu yang tidak populer bagi mereka. Ironisnya ada banyak gereja yang berkompromi dengan hal ini. Mereka memilih jalan aman untuk menyampaikan apa yang disukai jemaat untuk didengar. Mereka lebih peduli terhadap kuantitas ketimbang kualitas, hanya memikirkan jumlah ketimbang sampai tidaknya suara Tuhan bagi jemaat mereka. Di antara hamba-hamba Tuhan-pun ada yang memilih jalan seperti ini. Mereka lebih tertarik untuk bisa mencapai ketenaran atau popularitas dengan hanya memilih jalan aman, bahkan ada banyak pula yang hanya fokus pada masalah kekayaan.

Wah, bisa kita bayangkan bagaimana para jemaat yang masih belum mengerti betul akan kandungan Firman Tuhan bisa terjebak pada harapan akan kekayaan secara materi untuk diri sendiri. Kita bisa melihat pula bahwa gereja-gereja seperti ini ternyata bertumbuh pesat di luar sana. Soundsystem bagus, tata lampu, bahkan artis-artis terkenal dijadikan inti dari peribadatan. Bukan lagi Tuhan yang diutamakan, tetapi sisi entertainment atau hiburan lah yang penting bagi mereka. Promosi pun lebih diutamakan kepada siapa pendeta atau artis yang bakal hadir, itu ditulis besar-besar untuk menjaring orang. Pola seperti ini membuat semakin banyak orang yang cenderung memilih apa yang suka mereka dengar ketimbang mendalami betul apa bunyi Firman Tuhan sepenuhnya. Dan itu sebenarnya sudah disebutkan sejak dahulu di dalam Alkitab. Dan tepatlah seperti yang tercatat damal 2 Timotius 4:3-4 :”Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”

Dari uraian di atas, ada beberapa alasan yang cukup krusial sehingga membuat kita menolak firman Tuhan:

1. Konsep firman Tuhan berbeda dengan konsep kita.

Artinya manusia sering terperangkap dalam konsep nafsunya. Dia menganggap segala yang ia lakukan adalah benar dan hanya sedikit melakukan penyelewengan terhadap kebenaran. Saya garis bawahi bahwa yang namanya penyelewengan walaupun itu sedikit tetap namanya penyelewengan, apalagi jika itu berkaitan dengan kebenaran/konsepnya Allah.

2. Kebudayaan mewariskan sistem pemikiran yang bertentangan dengan firman kepadanya.

Ketika kita hidup dalam budaya tertentu maka akan sangat sulit untuk memisahkan diri dari budaya tersebut, sebab kebudayaan itu sudah mengkristal. Berdasarkan realitas ada banyak yang mengaku kristen tapi masih terikat dengan budaya-budaya yang tidak membangun, bertentangan dengan ajaran Tuhan, pola pikir masih terikat dengan hal-hal yang berbau mistis. Akibatnya firman hanya sebagai kata-kata yang basi bagi orang-orang tersebut. Dan pula, pengaruh budaya pada zaman post modern-pun mempengaruhi kita. Sebab budaya di zaman ini serba WOOOAAW gitu! Jemaat hanya terobsesi dengan waah,woow, luar biasa, dan Tuhan Yesus atau firman dikesampingkan.

3. Dosanya ditegur

Salah satu kelemahan kebanyakan kita adalah tidak mau ditegur ketika kita melakukan perbuatan dosa. Kalau ditegur langsung tersinggung, marah, tidak mau ibadah lagi seperti contoh di atas tadi, pindah ke gereja lain, mendirikan komunitasnya sendiri,dst.

4. Mata pencaharian seseorang yang tidak sesuai dengan firman ditegur, dia merasa tersinggung dan melawan.

Kita tahu bahwa ada banyak mata pencaharian yang merugikan orang lain, misal: korupsi, menjual minuman keras, menjual obat terlarang, penipuan, dll. Orang-orang ini dalam segi finansial oke, harta berlimpah, namun ia lupa bahwa pekerjaannya itu merugikan dan merusak orang lain. Bisa dikatakan mereka menari-nari di atas penderitaan orang lain. Wajarlah kalau ditegur, sebab ia tidak mengasihi sesama manusia tapi hanya mengasihi dirinya sendiri (sebab ada keuntungan besar yang ia peroleh).

Saudaraku! Jujur saja, kadang kala kita terlena dengan Firman Tuhan yang meninabobokan kita. Memang mungkin Firman yang disampaikan ketika kita masih di sekolah minggu adalah Firman yang sederhana. Itu wajar karena kita pun masih kanak-kanak. Tetapi apabila kita sudah dewasa namun kita tetap menginginkan Firman yang “enak”, berarti ada yang salah dengan kita.

Sama seperti manusia jasmani kita bertumbuh dari bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa, demikian juga secara rohani kita juga harus bertumbuh. Jika ketika bayi kita hanya minum susu, kemudian makanan lembut, dan akhirnya makanan keras, demikian juga dengan kehidupan rohani kita, yang juga harus memakan makanan rohani yang keras. Apabila ketika kita mendengar Firman Tuhan yang keras dan kita langsung mundur, maka sesungguhnya permasalahan bukan terletak pada Firman itu, melainkan pada diri kita, karena mungkin saja kita masih anak-anak yang belum siap menerima Firman Tuhan tersebut.

Ingat! Setiap firman yang kita dengar dan disampaikan oleh hamba-hamba Tuhan bukanlah memberikan virus penyakit bagi kita, tetapi firman tersebut menjadi antivirus buat kita. Karenanya dalam momen ini, saya ingin mengingatkan kita kembali akan manfaat firman bagi kehidupan kita.

Sekarang apa sih manfaat firman yang diperdengarkan kepada kita?

Pertama: Firman akan memberikan hikmat.
Firman Tuhan yang sudah Allah sediakan bagi setiap kita sebagai umat-Nya, membuat kita berhikmat di dalam mengatur seluruh kehidupan kita dengan benar, sehingga hidup kita dijalani sesuai dengan kehendak-Nya.

Kedua: Firman akan menuntun kepada keselamatan. Keselamatan yang kita idam-idamkan yaitu hidup kekal bersama dengan Yesus Kristus.

Ketiga: Firman menyatakan kesalahan. Pengajaran yang ada di dalam firman menyatakan kesalahan manusia (semua manusia dinyatakan berdosa).

Keempat: Memperbaiki Kelakuan : Selain menyatakan kesalahan manusia, maka Alkitab membangkitkan harapan manusia dengan menjelaskan bagaimana hidup di dalam pola Kristen, sehingga kelakuan lama bisa diperbaiki sesuai dengan firman Tuhan.

Kelima: Firman akan mendidik kita dalam Kebenaran. Dari keseluruhan pengajaran firman di dalam Alkitab, menyatakan pendidikan tentang kebenaran yang berdasarkan kepada Allah.

Saudaraku! Biarlah lewat firman kita bersama-sama menjadi pribadi kristen yang dewasa. Setiap firman yang disampaikan kepada kita adalah sebagai cambuk bagi kita untuk mentransformasi (merubah diri) diri mejadi lebih berkulalitas di hadapan Tuhan dan sesama.

Terakhir, yang perlu kita ingat pula adalah kebenaran tidak bisa dikompromikan. Berbicara keras tapi menyelamatkan jiwa jauh lebih baik daripada berbicara manis tapi membiarkan satu jiwa berjalan binasa. Kebenaran tidak bisa dikompromikan, perlu keteguhan hati untuk tetap berpegang.

Yesus berbicara keras untuk kebaikan, begitu juga dengan hamba-hamba Tuhan. Sekeras apapun firman yang kita dengar, jangan pernah mundur. Terus maju, dan berusahalah selalu untuk hidup dalam perubahan. Tuhan Memberkati!! AMIN *(AJN)

KEBAHAGIAAN ORANG YANG HIDUP MENURUT TAURAT TUHAN

Mazmur 119:89-96

Mazmur ini adalah sebuah ungkapan iman dari seorang yang sungguh-sungguh berada dalam pesona dan kekaguman yang luar biasa akan Allah dan Firman-Nya. Ia meyakini    dengan sungguh-sungguh bahwa Firman Allah adalah “Ya” dan “Amin”! Kokoh teguh tiada banding, senilai sorga! Ia mengimani bahwa Allah setia akan Firman-Nya dari kekal sampai kekal. Bahkan, ia sangat percaya bahwa Allah memberikan keadilan, perlindungan, dan    penghiburan dalam pergumulan kehidupan (ay.89-90).

Apa dasarnya? Keteguhan pemazmur ini didasari oleh keyakinan bahwa segala sesuatu telah diciptakan oleh Tuhan menurut hukum-hukum-Nya (ayat 90,91), termasuk hukum alam. Karena itu, apa pun di bumi ini tidak ada yang dapat menggoyahkan Taurat Tuhan di surga (ayat 89). Segala sesuatu di dunia ini ada batasnya, tetapi Firman Tuhan kekal adanya.    Dengan firman-Nya yang tak terbatas dan kekal, Tuhan menghidupkan kita, sehingga kita tidak binasa dalam sengsara, tetapi beroleh keselamatan. Itulah sebabnya firman-Nya layak dipercaya.

Dengan sebulat hati pemazmur menyerahkan diri kepada Taurat Tuhan, oleh karena dengan jalan itu berarti ia juga menyerahkan dirinya kepada perlindungan Tuhan sendiri.   Penyerahan diri dalam nada kemenangan iman, “Sekiranya Taurat-Mu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa.” (ay. 92). Dia menegaskan bahwa dia tidak akan pernah melupakan titah-titah Allah, sebab dengan itu “Engkau menghidupkan aku.” (ay.93) Saudara, seperti pengalaman penderitaan manusia pada umumnya, pemazmur sungguh-sungguh menyadari bahwa ia sama sekali tidak mampu menahan penderitaannya sendiri. Ia meyakini betul akan pertolongan Tuhan. Karena itu, ia memohon kepada Tuhan agar menolongnya (ay.94).

Bagaimana dengan kita? Ketika masalah bertubi-tubi menimpa kita oleh berbagai      sebab, sejauh mana kita sungguh-sungguh berpegang pada titah-Nya, pada Firman-Nya, pada janji-janji-Nya? Ini harus betul-betul kita sadari. Supaya tidak setengah-setengah mengimani. Pemazmur memberi teladan bagi kita untuk tetap percaya dan berpegang pada firman Allah. Karena pada hakikatnya inilah rahasia kebahagiaan yang sebenar-benarnya bagi kita orang percaya. Ya, ketika kita sungguh-sungguh berpegang dan berjalan dalam titah-titah Tuhan, itulah kebahagiaan orang beriman yang sempurna! Telah teruji dan terbukti dapat dipercaya! AMIN!

Pdt.Kristinus Unting, M.Div