Renungan GKE

Kamis, 28 November 2013

HATI YANG DIGERAKKAN OLEH KASIH ALLAH (Adventus I)



Amsal 3:27-35

Entah apa perasaan saudara ketika membaca kisah nyata berikut ini. Ya, tentang kisah nyata seorang kakek tua di Tianjin, Cina bernama Bai Fang Li. Ia bukanlah orang yang berkelimpahan harta. Li adalah kakek yang miskin secara materi, tetapi punya hati yang luar biasa kaya. Kemiskinan tidak membuatnya punya alasan untuk tidak memberi. Ia terpanggil untuk memberi sumbangan kepada sekolah-sekolah dan universitas di kotanya untuk menolong lebih dari 300 anak miskin agar mampu memperoleh pendidikan demi masa depan mereka. Selama 20 tahun ia menggenjot becaknya demi memperoleh uang agar bisa menambah jumlah sumbangannya.

Ia memilih hidup secukupnya agar bisa semakin banyak memberi. Makan siangnya hanyalah dua buah kue kismis dan air tawar, sedang malamnya ia hanya makan sepotong daging atau sebutir telur. Baju yang ia kenakan diambil dari tempat sampah, jika mendapat beberapa helai pakaian itu sudah merupakan suatu kemewahan. Li menarik becak tanpa henti, 365 hari setahun tanp peduli kondisi cuaca. Baik ketika salju turun atau panas terik menyengat, dia terus mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi hingga jam 8 malam. "Tidak apa-apa saya menderita",tetapi biarlah anak-anak yang miskin itu dapat bersekolah" katanya.

Ketika usianya menginjak 90 tahun, ia tahu ia tidak mampu lagi mengayuh becaknya. Tabungan terakhirnya berjumlah 500 yuan atau sekitar Rp 650.000, dan semuanya ia sumbangkan ke sekolah Yao Hua. Dia berkata, "Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin terakhir yang dapat saya sumbangkan.." Dan semua guru disana pun menangis. Tiga tahun kemudian, Bai Fang Li wafat dan dikatakan meninggal dalam kemiskinan. Tetapi lihatlah dibalik kemiskinannya itu ia telah menyumbang 350.000 yuan secara total, atau sekitar Rp 455 juta rupiah selama hidupnya. Ia membaktikan hidupnya secara penuh demi membantu anak-anak miskin yang tidak sanggup sekolah. Sebuah kisah inspiratif yang sungguh mengharukan.

Oh, saudara..... Dari milyaran orang di dunia ini, ada berapa banyak Bai Fang Li yang peduli terhadap sesamanya dan mau mengorbankan diri demi membantu mereka? Orang miskin seperti Bai Fang Li mau melakukan itu, sementara banyak orang kaya masih saja merasa tidak cukup untuk bisa berbuat sesuatu bagi sesamanya. Di tengah kehidupan dunia yang berpusat pada kepentingan pribadi, bukankah yang sering terjadi hanyalah memikirkan kepentingan pribadi saja? Atau paling banter sebatas keluarga saja? Bahkan kalau perlu saling sikut dan membinasakan demi keuntungan diri sendiri?

Apa yang dilakukan Bai Fang Li menunjukkan bahwa ternyata masih ada orang-orang berhati mulia melebihi emas di muka bumi ini. Ketika orang terus merasa dirinya tidak mampu dan menolak membantu orang yang susah meski hanya sedikit saja sekalipun, Bai Fang Li menunjukkan bahwa ia masih terus bisa memberi dalam kekurangannya. Kontribusinya bukanlah sebatas kata-kata simpati saja, tetapi semua tertumpah nyata lewat pengorbanan-pengorbanan yang ia lakukan demi membantu anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan.

Saudara, apa sih rahasianya hingga ia mampu berkorban habis-habisan sampai batas akhir kekuatannya demi menolong sesamanya? Ya, yang pasti adalah persoalan hati. Apa yang bertahta di hati manusia. Apakah hatinya penuh kepahitan, rancangan kejahatan atau telah diisi oleh kasih Allah? (ay. 29, 31). Orang semacam Lie mampu berbuat demikian tentu karena ia hidup dalam ketulusan hati. Hatinya telah digerakkan oleh kasih Allah (ay. 32, 33). Ia tahu persis apa yang sekiranya membuat hidupnya berharga dan mati tidak sia-sia! (ay. 35). Bagaimana dengan Anda dan saya? Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang pemurah? Kita harus hidup dalam ketulusan hati. Alkitab berkata, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Ams.11:3).

Tidak mudah memang menjadi orang yang pemurah di zaman sekarang ini di mana banyak orang lebih cenderung bersikap individualistik dan materialistik. Tetapi sebagai orang percaya kita dituntut untuk hidup dalam kemurahan. Orang yang pemurah adalah orang yang mengasihi Tuhan dengan tulus tanpa syarat. Yang dalam melakukan segala sesuatu tidak akan menuntut imbalan. Mengapa banyak orang berselisih, sulit berbuat kasih dan berbagi kepada sesamanya? Ya, apalagi kalau bukan karena sikap hidup seperti yang digambarkan Firman Tuhan berikut ini: “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya” (Pkh. 5:9).

Kisah tentang Bai Fang Li dapat menjadi inspirasi, memberikan semangat serta motivasi kepada kita dalam menjalani hidup ini. Baik ketika mengalami penderitaan dan tekanan hidup. Kita tidak boleh putus asa, tetapi menjalani kehidupan dengan penuh perjuangan hingga akhirnya. Setia dan tetap berpengharapan hingga akhirnya berkemenangan di dalam Tuhan. Tanpa terasa kini kita telah memasuki Adventus pertama. Ada empat minggu Adventus sebelum Natal. Minggu-minggu Adventus hendak mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal.

Adventus seharusnya menjadi sumber penghiburan, kekuatan, dan ketabahan hati dalam mengarungi kehidupan selama kita masih berjuang di bumi. Bila Adventus dimaknai… “menanti” kedatangan Kristus yg kedua kali, maka menanti yang dimaksud tentu saja bukan berarti pasif, tetapi aktif dalam iman yg senantiasa bertumbuh dan berbuah, pengharapan yg tidak pernah pupus oleh situasi dunia ini, serta hidup bijaksana terhadap tanda-tanda jaman. Kapan pun Tuhan akan datang, bukanlah menjadi persoalan. Tetapi yg jauh lebih penting adalah eksistensi diri selaku orang beriman, serta terus-menerus memberlakukan kasih dan kebaikan Tuhan bagi sesama. Apa pun keadaan kita.

Selaku Gereja kita perlu memberikan pemahaman yang benar secara terus-menerus bahwa persoalan pokok kita bukanlah pada hari atau waktu tibanya Tuhan itu, tetapi mewartakan kasih dan kebaikan Allah setiap hari sebagai bagian dari pengharapan penantian kita akan Tuhan dan kerajaan-Nya. Caranya? Jadikanlah pengharapan di dalam Yesus sebagai milik yang pasti. Tekunlah di dalam pengharapan itu. Tekunlah berbuat baik sebagai ciri khas orang yang berpengharapan. Tekun artinya terus menerus melakukan. Terus menerus berpengharapan. Terus menerus berbuat baik. Bukan kadang-kadang atau musiman. Amin!

(Oleh: Pdt. Kristinus Unting, M.Div)

Selasa, 26 November 2013

SEMAKIN TUA SEMAKIN BIJAKSANA



Mazmur 71:1-24

Isi doa dalam mazmur ini adalah doa yang langka. Mungkin jarang terpikirkan oleh kebanyakan orang. Yang sering menyita perhatian kita di dalam doa tentu saja untuk hal-hal berikut ini, diberikan kesehatan, kemurahan rejeki, mendapat jodoh yang baik, pekerjaan yang sesuai harapan, anak-anak yang menyenangkan. Ya, kurang lebihnya demikian. Jarang ada orang yang memikirkan doanya secara serius seperti Pemazmur ini, meminta perlindungan kepada Tuhan pada masa tua. Padahal ini juga teramat penting! Saudara, kenapa ini kita anggap penting? Lalu kenapa hal ini kita anggap penting? Ada apa dengan masa tua?

Phillip Yancey pernah menulis suatu buku tentang usia tua, didalamnya dibicarakan hasil riset dan wawancara terhadap orang-orang tua yang diadakannya. Yang menarik adalah orang-orang yang sudah lanjut usia itu mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasa diri tua, dalam pengertian mereka tidak merasakan dirinya yang di dalam itu menjadi tua. Dirinya itu tetap sama, tapi waktu mereka melihat cermin mereka menyadari bahwa secara fisik mereka berubah jadi tua. Tapi diri yang di dalam mereka katakan tetap sama dengan yang dulu. Ini menarik! Walau sebenarnya, semakin bertambah usia seseorang tentu mengalami banyak perubahan dari usia yang sebelumnya. Entah itu secara fisik, cara berpikir ataupun kebiasaan sehari-hari.

Pertama, keterbatasan fisik adalah sesuatu yang tidak bisa kita cegah dan harus kita terima, mau tidak mau harus kita hadapi. Hanya ada dua pilihan, menghadapinya dengan penuh penerimaan atau menghadapinya dengan berkelahi. Syarat yang paling penting adalah penerimaan. Kalau kita tidak bisa menerimanya, kita akan berkelahi terus dengan fakta-fakta itu sehingga proses menua menjadi proses yang sangat-sangat menyusahkan kita sendiri dan juga akan menyusahkan semua orang di dunia ini. Amsal 16:31, "Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran." Firman Tuhan meminta kita untuk melihat rambut putih atau usai tua sebagai sesuatu yang indah, sesuatu yang tidak perlu ditakuti.

Kedua, kita semua tahu jika kebanyakan orang yang sudah berumur/usia lanjut selalu muncul perasaan sensitif, hal tersebut sebenarnya wajar namun ada beberapa orang tua yang perasaan sensitifnya berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman orang lain di sekitarnya (baik anaknya, suami/istri, tetangga, saudaranya). Alangkah bijak jika kelak kita tua menjadi orang yang mampu menyaring dan berpikir secara jernih. Perasaan sensitif erat kaitannya dengan marah, lekas tersinggung.

Ketiga, ada satu lagi tipikal sifat orang yang sudah berumur, yaitu: tidak mau disalahkan dan mengaku salah tapi tidak ikhlas. Menurut pengalaman, orang tua selalu menganggap dirinya-lah yang paling benar, karena mereka telah lebih dulu ada dibandingkan kita. Mereka-lah yang mengajarkan kita tentang kehidupan, sopan santun, ilmu, dll.

Orang yang sombong dan orang yang angkuh akan mengalami kesulitan pada masa tuanya. Sebab salah satu hal yang juga akan berkurang pada usia tua adalah penghasilan finansial. Kita tidak suka bergantung pada anak kita, akhirnya kita cenderung mengharapkan mereka mengerti kebutuhan kita, tanpa kita minta. Tapi kalau kita menerima bantuan dari mereka, kita merasa terhina. Ini menjadi suatu konflik yang besar sekali. Jadi salah satu persiapan untuk usia tua adalah kita mulai harus berani merendahkan diri, menerima fakta bahwa kita harus bergantung pada orang lain.

Siapa pun tentu tidak menginginkan jika kelak kita memasuki usia senja, kita hanya dihormati hanya karena rasa takut bukan dihormati karena pribadi positif yang kita miliki. Kita semua mempunyai harapan untuk bisa memasuki tahap akhir dari kehidupan atau masa lanjut usia dengan sebaik-baiknya. Namun sebagaimana kita ketahui untuk mewujudkan segala sesuatunya perlu dipersiapkan dengan baik. Dengan demikian kita bisa mempersiapkan diri sendiri agar bisa memasuki usia lanjut dengan nyaman. Amin!

(Rev. Kristinus Unting, M.Div)

MENJAGA KESUCIAN PERAN SAKRAL KITA





1 Samuel 2:11-26

Samuel, Hofni, dan Pinehas adalah tiga orang yang mendapatkan peran sakral dari Tuhan. Mereka adalah segelintir orang yang dipilih dari sekian juta umat untuk menjadi pemimpin rohani: orang-orang yang berdiri di hadapan Allah untuk mewakili seluruh umat. Mereka tidak pernah mendaftarkan diri untuk menduduki jabatan itu. Boleh di kata, mereka mendapatkan peran itu secara otomatis. Anak-anak Eli menjadi imam karena mereka keturunan Harun; sedang Samuel menjadi pelayan Bait Allah karena nazar ibunya. Ini sebuah peran sakral yang luar biasa!

Ketiga hamba Tuhan ini berangkat dari garis start yang sama. Mereka sama-sama pernah dididik dengan kurikulum yang sama. Tempat belajarnya sama: di Bait Allah. Guru merekapun sama: imam Eli. Dari dialah mereka tahu bagaimana caranya menjadi pelayan Tuhan. Dari dialah mereka tahu mana yang benar, mana yang salah.Tetapi jika kita membaca 1 Sam 2:1-26, kita akan melihat bahwa arah pertumbuhan hidup mereka ternyata begitu berlawanan. Sementara Samuel makin hari makin menghayati peran sakral yang Allah berikan kepadanya, anak-anak Eli semakin tidak pantas menyandang peran sakral itu. Bahkan kisah ini berakhir dengan kontras: Tuhan semakin mengasihi Samuel, di pihak lain, TUHAN hendak mematikan anak-anak Eli. Mengapa demikian?

Sama seperti ketiga tokoh kita, banyak orang Kristen menerima "peran sakral." Kita mungkin diberi peran sebagai pendeta, penginjil, majelis jemaat, atau aktifis gereja. Namun kisah ini mau mengingatkan kita bahwa tanpa hidup di hadapan Tuhan, orang tidak akan bisa menjalankan peran sakral yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Para pelayan Tuhan adalah orang yang paling akrab dengan gereja. Ikut banyak kegiatan gerejawi dengan segala ritualnya.

Mereka menjadi orang yang paling tahu banyak "dapurnya gereja," sampai-sampai (tanpa sadar) mereka bisa memandang rendah ritual-ritual itu. Gejala-gejalanya bisa nampak ketika orang mulai terjebak dalam ritual tanpa makna: kebaktian yang asal ada saja, doa-doa yang asal lewat, nyanyian yang dinyanyikan tanpa penghayatan, keputusan-keputusan rapat yang diambil tanpa pergumulan dengan Tuhan, dan kejenuhan beribadah. Orang lalu mulai mencari sensasi: memasukkan hal-hal duniawi ke dalam gereja. Terjadilah proses desakralisasi.

Dalam kondisi seperti itu, bila jadi orang yang bersangkutan tidak sadar, bahkan masih merasa menjadi orang yang cukup rohani. Ia salah mengukur kedewasaan rohaninya. Ia merasa diri sudah dewasa rohani, semata-mata karena ia sudah senior, sudah sangat sering melakukan kegiatan rohani ini dan itu, atau sudah merasa tahu banyak Firman Tuhan. Orang bisa lupa bahwa kedewasaan rohani seseorang sebetulnya diukur dari seberapa jauh orang itu sudah hidup di hadapan Tuhan. Belajar takut dan menghormati Tuhan. Belajar peka, hidup murni dan jujur di hadapanNya.

Hidup di "bait Allah" ternyata tidak menjamin orang sedang hidup di hadapan Allah. Bahkan, orang bila "kehilangan Allah" di bait Allah! Orang bisa kehilangan makna rohani yang terdalam pada saat ia justru sedang sibuk-sibuknya mengurus perkara-perkara rohani. Maka setiap kita mengingat tokoh Hofni dan Pinehas, hendaknya kita tidak terlalu cepat berkata, "Saya tidak akan menjadi seperti mereka. Saya sudah cukup rohani: Saya sudah hidup di hadapan Allah." Nanti dulu. Coba periksa: apakah kepekaan kita kepada Allah masih kuat?

Seperti Hofni dan Pinehas, hari ini kita menghadapi banyak godaan. Dunia ini akan menggiring setiap kita untuk menodai peran sakral yang Allah berikan bagi kita. pada saat cobaan itu datang, hanya satu hal yang menentukan apakah kita akan tetap bertahan: Sampai seberapa jauh kita memiliki rasa takut akan Tuhan. Masalahnya, rasa takut akan Tuhan ini tidak bisa datang mendadak. Tidak bila terbentuk dalam sehari. Bahkan, rasa takut akan Tuhan bisa hilang dengan cepat jika tidak dipelihara. Satu-satunya cara mempertahankan rasa takut akan Tuhan itu hanyalah: belajar hidup di hadapan Tuhan setiap hari. Mulai dari saat ini. Di tempat dimana Tuhan menempatkan kita. AMIN!

TIADA LAGI AIR MATA…



Yesaya 25:6-12

Dalam nas ini, Yesaya bernubuat tentang kerajaan dan keselamatan yang akan datang setelah Kristus datang kembali ke bumi (ay. 6-12; bdk. Why. 19:1-21:27). Nabi Yesaya mengawali kabar sukacita datangnya Keselamatan Tuhan seperti Perjamuan Besar (bdk.ay.6). Nubuatan nabi Yesaya dalam nas ini menjadi kabar besar yang membawa sukacita. Keselamatan yang besar datang dari pihak Allah dan tidak hanya ditujukan kepada bangsa Israel saja, tapi juga kepada seluruh bangsa di dunia.

Nabi Yesaya dalam nas ini mengungkapkan, “TUHAN semesta alam akan menyediakan di gunung Sion ini bagi segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya.” (ay.5). "Gunung Sion" mengacu kepada Yerusalem (bdk. Yes. 2:1-4; 24:23; Why. 21:1-2); sedangkan istilah "segala bangsa-bangsa" menunjukkan keberhasilan pemberitaan Injil ke seluruh dunia.

Pesta mewah yang akan dinikmati dalam Kerajaan Allah ialah berkat-berkat indah yang akan dialami orang percaya di hadapan-Nya. Suatu perjamuan dengan "anggur yang tua" (bahasa Ibrani syemarim) secara harafiah artinya "perjamuan keawetan", yangmengacu kepada sari buah anggur yang telah diawetkan untuk jangka waktu yang lama. Ini dapat diartikan bahwa berkat-berkat Allah, yang telah tersimpan selama berabad-abad untuk umat-Nya yang setia, tidak akan berubah maksudnya dari semula.

Sebagai umat percaya kita baru saja merayakan Paskah. Ini adalah kabar sukacita. Kuasa maut telah dikalahkan. Harapan baru telah terbentang. Masa depan yang indah selalu ada di dalam Tuhan. Sepatutnyalah kita sebagai umat percaya atau gereja dapat menjalanai kehidupan ini dengan sikap yang optimis, apa pun tantantang yang datang menghadang.

Dengan pengharapan semacam itu kita dapat melaksanakan tugas panggilan dengan penuh sukacita supaya bangsa-bangsa mengenal Allah. Memuliakan Allah. Tantangan harus dihadapi dengan sikap antusias dan percaya penuh kepada Allah dan janji-Nya. Kita boleh meyakini bahwa bahwa Allah selalu menyertai kehidupan kita dan juga memberikan pertolongan-Nya dengan melimpah (ay. 9-10).

Saudara, memang pada masa-masa akhir ini, penderitaan tentu tidak semakin berkurang. Dalam keadaan demikian, kita harus terus menguatkan diri. Kita tidak boleh undur dari iman dan harapan, agar kita pun dapat ambil bagian dalam sukacita kedatangan Tuhan yang kedua kali.

Dalam bukunya, Man In Black, penyanyi Johny Cash menceritakan tentang kematian saudaranya, Jack, pada tahun 1944. Suatu hari Johny bermaksud mengajak Jack untuk pergi memancing.Tetapi Jack menolak karena hari Sabtu itu ia ingin tetap bekerja. Sekitar tengah hari, pendeta setempat dan ayah Johny memberi kabar kepada Johny bahwa Jack mengalami kecelakaan saat bekerja, tubuhnya tertarik ke peralatan gergaji besar. Kondisinya begitu parah. Dr. Hollingsworth yang menanganinya berkata bahwa tidak ada harapan lagi bagi Jack untuk hidup.

Dalam keadaan koma, Jack terbawa dalam halusinasi dan sering menggigau. Dan seluruh keluarganya berkumpul di ruangan tempat Jack dibaringkan dalam keadaan pasrah. Semua anggota keluarga telah mengucapkan selamat jalan kepada Jack. Keesokan harinya, pukul 6:30 sore, masih dalam keadaan tidak sadar, tiba-tiba Jack membuka matanya dan berkata, “Mengapa semua orang menangis? Mama, jangan menangis. Tidakkah Mama lihat ada sungai mengalir?” “Tidak, Jack. Mama tidak melihat apa-apa.”

Jack melanjutkan, “Aku sedang menuju ke sebuah sungai, ada api di sebelahnya dan surga di seberangnya. Oh Tuhan….. bukankah aku harus menuju ke surga?” Lalu Jack menoleh kepada mamanya, “Mama, apakah Mama mendengar suara malaikat menyanyi?”Tetapi mamanya hanya menggeleng-gelengkan kepala. Sambil mengenggam tangan mamanya, Jack berkata lagi, “Tapi Mama…. Mama harus mendengar.”

Dengan air mata berlinang-linang, Jack terus berkata, “Dengarlah suara malaikat menyanyi. Aku menuju ke sana, Mama.” “Begitu indah kotanya, “lanjut Jack, “Dan malaikat-malaikat menyanyi. Oh, Mama, aku sungguh berharap Mama dapat mendengar suara merdu itu.” Dan Johny berkisah, itulah kata-kata terakhir yang ia dengar dari saudaranya. Saudara, kita yakin pula bahwa itulah air mata terakhir yang Jack tumpahkan, karena di surga orang tidak menangis lagi.

Begitu indahnya janji Allah tentang kemuliaan di surga yang akan menjadi kediaman orang percaya. Di sana tidak ada maut, perkabungan, kematian, sakit-penyakit, air mata, dan aib umat Allah akan dijauhkan. Biarlah di tengah pergumulan dunia ini kita senantiasa dikuatkan dalam kuasa Roh Kudus untuk selalu setia menanti kedatangan-Nya, hingga pada akhirnya kita semua boleh ambil bagian dalam sukacita pesta sorgawi bersama Tuhan. AMIN!

MENJADI UMAT KESAYANGAN ALLAH



Keluaran 19:1-25

Allah menampakkan diri di Gunug Sinai. Tentu maksudnya bukan tanpa tujuan, atau hanya show atau pamer saja. Ada tujuan yang istimewa. Apa itu? Allah mau menyatakan sesuatu bagi umat-Nya. Ya, apalagi jika bukan seperti yang diungkapkan dalam nas ini, bahwa Allah ingin menjadikan umat Israel sebagai “Umat kesayangan” (ay.5). Oh, luar biasa! Anda mau jadi orang yang disayang Allah? Menjadi harta kesayangan Allah? Saudara, tentu orang yang kurang waraslah namnya bila menolak tawaran dari Allah yang istimewa ini. Bukankah kita hidup dan berusaha sebaiknya melaksanakan perintah agama supaya beroleh selamat? Supaya mendapat pengasihan Allah?

Anda mau menjadi umat kesayangan Allah? Alah menawarkahnya kepada Anda juga. Allah mau menjadikan kita umat kesayangan-Nya. Jika Allah berjanji, pasti janji-Nya Ia tepati. Tapi tunggu dulu. Apa masalahnya? Ya, karena si pemberi itu adalah Allah sendir, Allah yang kudus, tentu tidak seenaknya Anda dengan begitu saja, dengan seenaknya saja. Ibaratkan seorang anak, bagaimana bisa disayang begitu saja jika terus membandel? Ikuti dulu aturan mainnya! Ikuti ketentuannya, sebagai syarat bahwa kita punya niat baik untuk menyambut tawaran istimewa tersebut.

Untuk menjadi umat kesayangan Allah, menurut nas ini, ada dua hal yang harus kita penuhi. Pertama, hotmatilah kekudusan Allah! (ay.12-13). Kedua, berusahalah untuk hidup kudus (ay.14-15). Apakah kita menghormati kekudusa Allah? Seorang pemabuk dan terus jadi pemabuk tidak pernah mau berobah, koq buru-buru minta hak jadi orang yang disayang Allah? Bertobatlah terlebih dahulu, maka Allah akan menyayangimu.

Orang yang malas ke Gereja, suka memfitnah, selingkuh, iri hati, suka mencuri, dst. Koq marah-marah sama Allah menuntuk hak menjad umat kesayangan, tanpa pernah mau berobah dan bertobat? Oh, Allah memang Maha kasih. Tapi tentu Allah tidak dapat dipermainkan atau diremehkan! Allah adalah Allah. Allah yang kudus! Hargailah kekudusan Allah! Tunjukan niat baik terlebh dahulu, maka Allah memang benar-benar mengasihi, dan benar-benar menjadikan kita umat kesayangann-Nya.

Anda sungguh-sungguh mau dijadikan Allah sebagai umat kesayangan-Nya? Tunjukkan niat baik terlebih dahulu, seperti yang dilakukan oleh umat Israel: “Segala yang difirmankan Tuhan akan kami lakukan” (ay.. Jika ini kita lakukan, percayalah bahwa kita memang layak dijadikan umat kesayangan. Berkat-Nya melimpah mengiri kehidupan kita hingga menuju hidup yang kekal. Amin!

JANGAN PERNAH KEHILANGAN PENGHARAPAN



I Tesalonika 4:13-18

Pada zaman Paulus ada berbagai pandangan tentang akhir zaman dalam ajaran Yudaisme. Salah satu diantaranya telah masuk ke dalam jemaat yakni pendapat yang menyatakan bahwa hanya mereka yang MASIH HIDUP yang akan dibawa ke surga, sedangkan mereka yang meninggal sebelum kedatangan Yesus akan dibangkitkan dan tetap tinggal di dunia ini. Dalam keyakinan seperti ini, akan menjadi suatu kerugian yang besar jika seseorang meninggal sebelum kedatangan Yesus. Hal itu juga berarti adanya PEMISAHAN di antara mereka yang dibawa ke surga dan mereka yang tinggal di dunia.

Dalam nas ini secara khusus Paulus membahas tentang nasib orang-orang yang mati dalam Kristus dalam hubungannya dengan parousia, walaupun jemaat Tesalonika kemungkinan besar sudah pernah diajar tentang parousia (band. 5:1-2 “tidak perlu dituliskan, kamu sendiri tahu”). Nasehat Paulus di atas tidak berarti bahwa kita dilarang menangis ketika orang yang kita kasihi meninggal dunia. Yesus menangis di depan kubur Lazarus (Yoh 11:35), karena Dia begitu mengasihi Lazarus (Yoh 11:3, 36). Paulus juga bersyukur atas kesembuhan Epafroditus, sehingga dukacitanya tidak bertambah (Flp 2:27). Yang dimaksud sedih di sini adalah sedih yang berkepanjangan (present tense lupesthe = “terus-menerus bersedih”). Kesedihan akan menjadi dosa apabila meragukan kebaikan/keadilan Allah (Rom 8:28) atau kehilangan harapan terhadap pertemuan bersama dengan orang yang mati tersebut (1Tes 4:14-17). Kesedihan yang berlarut-larut membuat orang Kristen tidak beda dengan orang lain dan tidak bisa menjadi teladan bagi mereka (band. 1Tes 4:12).

Nasehat Paulus ini supaya kita jangan seperti orang-orang lain (hoi loipoi) ketika menghadapi kematian orang yang dikasihi. Yang dimaksud “orang-orang lain” (hoi loipoi) adalah mereka yang berada di luar Kristus (Ef 2:3) yang tidak memiliki pengharapan (1Tes 4:13b; Ef 2:12). Ide tentang pengharapan bagi orang Kristen ini merupakan sesuatu yang revolusioner menurut konteks waktu itu, karena orang Yunani umumnya tidak percaya bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Paulus menjelaskan bagian yang akan diterima oleh orang-orang yang mati dalam Kristus pada saat parousia. Walaupun mereka sudah tidak ada di dunia ketika parousia, tetapi mereka tetap akan dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus (ayat 14). Mereka bahkan akan mendapat “prioritas” waktu dalam parousia (ayat 15-17). Karena itu, perteguhkanlah pengharapan, iman, dan kasih kita hingga kedatanganTuhan. AMIN!

TIGA FAKTOR PENTING DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA


1 Petrus 1:1-12

Menurut Alkitab, bahwa seorang Kristen sejati itu harus memiliki tiga faktor penting dalam kehidupannya, yaitu: iman, pengharapan , dan kasih. Tiga hal tersebut merupakan theological virtue atau kebajikan ilahi. Kebajikan ilahi inilah yang memampukan orang percaya dapat berbuat sesuai dengan moralitas yang dituntut oleh Yesus, sehingga dapat menjadi anak-anak Allah. Tiga hal ini bersifat supernatural, yang juga menjadi landasan untuk kebajikan kehidupan, yang terdiri dari: kebijaksanaan (prudence), keadilan (justice), keberanian (fortitude), penguasaan diri (temperance).

“Iman” adalah sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang mengandung kuasa! Melalui iman banyak perkara besar yang dapat dilakukan, bahkan perkara-perkara yang di luar jangkauan nalar kewajaran kita sebagai manusia. Betapa tidak? Baca saja peristiwa-peristiwa besar yang terjadi seperti dicatat dalam Alkitab tentang tindakan Musa, orang Israel, peristiwa runtuhnya tembok Yerikho, bahkan tindakan Rahab sampai ia diselamatkan (Ibr. 11:28-31). Ya, itulah kuasa iman. Mengapa iman dapat melakukan kemampuan yang begitu besar? Oleh karena kuasa iman membuat orang yang dikuasainya lebih besar dari kenyataan orang yang dikuasainya. Kuasa iman membuat orang percaya tidak lagi terbatas pada dirinya sendiri. Ia membuat orang percaya berani mengharapkan hal-hal yang lebih besar dari kemampuannya yang sebelumnya.

Hanya orang yg sungguh-sungguh berimanlah yang berani mengharapkan hal-hal besar dan menghasilkan karya-karya besar bagi kemuliaan Tuhan. Pertanyaannya sekarang adalah: apakah kita orang Kristen yang sungguh-sungguh beriman? Jawabnya tentu saja, sejauh mana iman itu menjadi bagian integral dalam kehidupan kita. Hanya dengan cara demikianah memampukan orang percaya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan, memberikan keyakinan bahwa kita dimampukan untuk lebih kuat dari goncangan-goncangan hidup kita dan keluar sebagai pemenang!

Lalu tentang “pengharapan”? Pengharapan adalah salah satu faktor penting dalam hidup. Bayangkan jika kita tidak punya harapan, tidak punya mimpi, tidak punya cita-cita, lalu apa yang mau kita raih dalam hidup ini? Pengharapan adalah keyakinan bahwa masalah-masalah yang ada tidak akan berlangsung selamanya. Kayakinan bahwa luka-luka batin kita akan dipulihkan dan pengharapan membuat manusia mampu bertahan menanggung segala macam penderitaan dan kesulitan hidup, karena berharap akan kehidupan kekal di surga. Pengharapanlah yang membuat manusia dapat berdiri tegak di tengah-tengah badai kehidupan bahkan dapat melakukan kasih. Dapat dikatakan bahwa pengharapan adalah pra-syarat yang membuat kita hidup.yang membuat orang bisa bertahan hidup adalah pengharapan. Modal utama hidup kita adalah pengharapan. Kita berpengharapan selama kita hidup, dan kita hidup selama kita berpengharapan.

Disamping iman dan pengharapan, ada satu faktor penting lainnya, yaitu kasih. Dalam 1 kor 13:13, dikatakan bahwa “demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih“. Tiga hal di atas merupakan theological virtue atau kebajikan ilahi, dimana kasih adalah yang terbesar dan mengarahkan iman dan pengharapan. Ketiga faktor inilah yang memampukan orang percaya dapat berbuat sesuai dengan moralitas yang dituntut oleh Yesus, sehingga dapat menjadi anak-anak Allah.tiga hal ini bersifat supernatural, yang juga menjadi landasan kebajikan, yang terdiri dari: kebijaksanaan (prudence), keadilan (justice), keberanian (fortitude), penguasaan diri (temperance).

Kasih mengarahkan iman dan pengharapan. Iman tanpa kasih kepada tuhan akan berakhir dengan iman yang mati (1 Kor 13:3), karena kasihlah yang menyebabkan seseorang dengan penuh sukacita untuk mau belajar tentang Tuhan dengan lebih lagi setiap hari. Kasih juga yang membuat kita dengan penuh kesediaan dan sukacita melayani sesama kita. Harapan tanpa kasih kepada Tuhan adalah sia-sia (1 Kor 13:3). Kasih kita kepada Tuhanlah yang menyebabkan kita terus berharap akan persatuan dengan Tuhan di tengah-tengah setiap penderitaan dan kesulitan yang kita alami. Harapan yang mati hanya berharap demi kesenangan pribadi, namun harapan yang dilandasi kasih membuat kita bersedia berkurban untuk orang yang kita kasihi, demi kasih kita kepada Tuhan. AMIN

BATU PENJURU



I Petrus 2:1-10

“Batu penjuru” adalah sebuah batu yang ditempatkan pada fondasi di sudut utama suatu bangunan yang menghubungkan bagian ujung tembok dengan tembok sebelahnya, sehingga keduanya menyatu (Ef. 2:20). Dalam PL dan PB penggunaan kata ini sebagian besar dalam pengertian metaforis, seperti pada aAb. 38:6. Allah meletakkan batu penjuru di Sion (Yes. 28:16). Dalam PB Yesus dinyatakan sebagai batu penjuru pada Mrk. 12:10. Dasar atau fondasi merupakan bagian yang sangat menentukan dalam ketahanan sebuah bangunan yang didirikan di atasnya. Jika kualitas fondasi tidak kokoh maka bangunan yang didirikan akan roboh diterpa oleh angin, badai dan gempa.

Dalam nas ini Petrus mengutip kitab Yesaya yang telah menubuatkan bahwa Tuhan sendiri akan meletakan fondasi yang teguh di sion dengan menggunakan batu teruji dan berharga. Batu penjuru ini sangat vital dan penting sehingga kemudian istilah batu penjuru ini dipakai untuk menggambarkan peranan Tuhan Yesus dalam sejarah keselamatan manusia.

Dalam kehidupan kita saat ini banyak hal yang dapat membuat hidup kita dihantui kegelisahan. Krisis ekonomi, keadaan yang tidak tentram, intimidasi kelompok tertentu kepada kelompok yang lain, semua hal tersebut dapat membuat seseorang jatuh ke dalam kegelisahan. Gelisah tentang hari esok, mengenai masa depan, gelisan dan khawatir tentang apa yang akan diminum dan akan dimakan. Keadaan yang dibelenggu kegelisahan dan ketiadaan pengharapan dapat mengakibatkan hidup tidak bergairah, tidak ada semangat dan pada akhirnya bisa mengakibatkan penyakit jasmani dan rohani. Karena itu gelisah harus dihindari dari kehidupan kita kalau kita mau menang sampai akhirnya dalam pergumulan kita di dunia ini.

Apa yang harus kita miliki supaya tidak jatuh ke dalam kegelisahan? Dasar yang teguh, kuat, teruji dan berharga dan hal itu hanya kita temukan jika kita percaya dengan sungguh-sungguh kepada yesus kristus, sebab dia-lah batu yang teruji, batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh seperti yang tertulis dalam nas ini. Rasul Paulus mengatakan: “karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan yaitu Yesus Kristus” (1 Kor.3:11). Percayalah kepada Yesus dan jadikanlah dia menjadi dasar hidup maka kita tidak akan gelisah sebaliknya tetap semangat dan berpengharapan bahkan di situasi yang sulit sekalipun. Amin!

MENUJU KEDEWASAAN IMAN



Ibrani 12:1-17

Kitab Ibrani adalah suatu kitab yang berisi pokok paling menonjol tentang soal “iman” (pasal 11; Ibr 11:1-40).Tentang kitab Ibrani,Johannes Schneider pernah menulis bahwa, “surat Ibrani sangat seadanya dalam menilai kehidupan nyata dari jemaat-jemaat. Penulisnya memahami berbagai bahaya yang mengancam umat Allah di atas muka bumi ini. Oleh karena itu surat ini menasihatkan untuk berpegang teguh pada iman dan jangan tidak setia kepada Kristus” (the letter to the hebrews, hlm. . Rasul Paulus sendiri mendefinisikan iman dalam kitab Ibrani bahwa,“iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”(ibrani 11:1).

Iman yang benar selalu didasarkan pada iman yang dari Allah dan tertuju kepada allah. Per­caya kepada Allah bahwa Ia benar dan dapat diandalkan, lalu mempercayakan diri kepada-Nya, dan taat serta setia kepa­da-Nya. Dapat dikatakan bahwa iman adalah membenarkan dengan “hati” maksudnya membenarkan segala apa yang datang dari Allah, serta menerima dengan ikhlas tanpa syarat. Iman adalah mengikrarkan dengan “lisan” maksudnya mengucapkan pernyataan tentang apa dan kepada siapa yang kita imani. Iman adalah melaksanakan dengan “perbuatan” maksudnya hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, lisan mengamalkan dalam bentuk perkataan, sedangkan “tindakan” melaksanakan segala konsekuensinya dalam berbagai bentuk aktivitas perbuatan sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Nas ini menyebutkan beberapa ciri-ciri orang bertekun dalam iman, antara lain:

1. Orang yang mau menanggalkan dosanya (ayat 1)

Orang yang mau bertekun dalam iman harus mau menanggalkan dosanya, mengapa? Sebab satu dosa akan menyebabkan dosa-dosa lain. Mengapa banyak orang kristen yang tidak mau menanggalkan dosanya? Karena dosa itu begitu nikmat dan mengikat. Jika dosa dipelihara, maka konsekuensinya adalah sangat sulit daam pertumbuhan iman, tetapi jika dosa itu ditanggalkan, akan mendatangkan berkat-berkat Allah.

2. Orang yang bertekun dalam perlombaan iman (ayat 1)

Hidup ini adalah perlombaan. Jika hidup adalah perlombaan maka ketekunan pun diperlombakan yaitu ketekunan dalam iman. Perlombaan itu wajib. Kalau ketekunan dalam iman. Perlombaan itu wajib bagi kita, setiap kita mau tidak mau sebenarnya masuk dalam perlombaan yang wajib. Kalau ketekunan iman diperlombakan maka harus ada pemenang, maka dari itu kita disebut lebih dari pemenang karena perlombaan. Perlombaan ini berbeda dengan perlombaan-perlombaan yang dunia tawarkan, perlombaan ini akan mendatangkan kehidupan yang kekal. Sebab firman Tuhan berkata “orang hidup oleh iman”

3. Orang yang tetap tertuju kepada Yesus (ayat 2-4)

Orang yang bertekun dalam iman adalah orang yang matanya tertuju kepada Yesus, sebab sering kali ketika pencobaan, ujian datang mata kita bukan tertuju kepada Yesus, tetapi kepada persoalan.

4. Orang yang mau dididik oleh Tuhan (ayat 5-6)

Orang yang tekun dalam iman adalah orang yang mau didik oleh tuhan. Kadang kala didikan Tuhan itu tidak mendatangkan sukacita tetapi dukacita (ayat 11). Jangan kita menggap enteng didikan Tuhan. Tuhan mendidik kita melalui firmannya, melalui hamba tuhan dengan berbagai cara.

Apakah saat ini iman anda tengah mengalami tantangan dan mengalami berbagai kesulitan? Jangan kecil hati. Lihatlah itu sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup kita sebagai orang beriman. Berjalanlah terus dalam iman. Apabila semua itu berlalu, dan anda akan keluar sebagai pemenang (ay.12). Iman Kristen memang tidak mengajarkan kita untuk mencari-cari penderitaan. Tapi iman memberikan kita kesanggupan untuk merangkulnya sebagai bagian dari berkat Tuhan. Mencari-cari penderitaan tanpa dasar dan tujuan serta tidak berhubungan dengan iman adalah sebuah kekonyolan. Tetapi toh pun jika harus menderita demi mempertahankan iman, maka itu adalah kualitas hidup tertinggi dari seseorang yang beriman. Amin!

SALING MEMBANTU SEBAGAI CIRI KRISTEN SEJATI


Galatia 6:1-10

Kesatuan orang percaya bagaikan kesatuan sebuah keluarga. Ada berbagai unsur di dalamnya yang berinteraksi dan menciptakan berbagai suasana: sukacita, saling membangun, saling mengasihi. Isi surat Paulus ini membuat kita harus menengok ulang kehidupan gereja kita. Ketika ada orang yang jatuh ke dalam dosa, mana yang lebih banyak: orang yang menyalahkan dan mencemooh atau yang menolong? Seharusnya kita yang rohani membimbing orang yang jatuh ke dalam dosa agar ia kembali berdiri tegak di dalam iman. Mereka yang merasa dekat dengan Tuhan seharusnya berkerinduan untuk memulihkan dan mendoakan orang yang tersandung dosa dan bukan malah menuding. Begitulah seharusnya persekutuan sesama anggota tubuh Kristus, saling menanggung beban satu sama lain dan peduli terhadap anggota yang sedang mengalami malfungsi.

1. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik (ayat 9)

Kata “ janganlah kita jemu-jemu “ menunjuk pada bagaimana kita berbuat baik bukan sekali-kali, atau bukan karena ada maunya sehingga kita berbuat baik kepada orang lain. Yang sering terjadi adalah banyak orang Kristen menjadi manusia “ Purba” alias pura-pura baik? Beberapa alasan mengapa menjadi manusia “Purba” alias pura-pura baik ? Karena ingin memperoleh sesuatu dari orang itu ( berupa harta bergerak atau tidak bergerak). Karena ingin mendapatkan kedudukan atau jabatan. Karena ingin mendapatkan pujian dari sang pemimpin/majikan/bos. Kebaikan seringkali kita lakukan hanya kepada orang-orang tertentu saja. Oleh karena beberapa alasan tersebut, kebaikan yang dilakukan sebenarnya bukan karena dari hati yang tulus dan murni.

2. Berbuat baik kepada semua orang ( ayat 10 )

Kecenderungan kita berbuat baik hanya kepada orang-orang yang baik kepada kita. Tuhan Yesus mengajarkan agar kita berbuat baik kepada musuh kita ( Lukas 6 : 27-29 & 35 ). Kita harus berbuat baik kepada musuh kita atau lawan kita. Tunjukkan kebaikan tanpa membeda-bedakan siapa mereka. Walau pun sulit melakukan, kita harus mengasihi orang-orang yang membenci kita. Belajar mengasihi dan menerima semua orang dan berkati mereka. Kecenderungan kedua adalah mengkotak-kotakkan dalam berbuat baik, melalui ras, suku, agama, daerah, tingkat pendidikan, status social, jabatan, dll. Jangan memilih-milih ketika mau berbuat baik dan jangan melihat keberadaannya. Harus memperlakukan mereka dengan adil.

3. Berbuat baik dimulai kepada saudara seiman ( Ayat 10 )

Perbuatan baik dimulai dari dalam orang Kristen itu sendiri. Dari dalam keluarga sendiri sehingga orang di luar dapat melihat dan memuliakan Tuhan. Banyak orang Kristen berbuat baik hanya kepada orang di luar iman Kristen, mungkin saja karena ingin dihormati, dihargai, dilindungi, atau menunjukkan bahwa dia adalah orang baik. Banyak yang melakukan perbuatan baik diluar semata-mata ingin merasa nyaman atau demi keamanan. Memang itu penting, tetapi jangan lupa kita mulai berbuat baik dimulai dari dalam kita sendiri, keluarga, anggota jemaat .

Ada kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan setiap kesempatan yang ada. Banyak orang yang menyesal begitu rupa saat kesempatan itu tidak digunakan dengan baik. Yang ada tinggallah penyesalan. Tentang hal demikian Alkitab menyatakan, “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” (ay.10).

Marilah kita belajar berbuat baik, dengan beberapa prinsip penting dari kebenaran Firman Tuhan hari ini : Berbuat baik harus dilakukan secara konsisten, harus dilakukan kepada semua orang, dilakukan kepada saudara seiman. Ketahuilah bahwa apa yang kita tabur hari ini, cepat atau lambat kita akan menuainya juga. Oleh sebab itu, melalui Firman Tuhan ini kita diajak untuk tetap menaburkan apa yang baik, sehingga di kemudian hari, yang kita tuai pun pastilah yang baik juga. AMIN!

SIDANG DEMOKRASI ILAHI



Mazmur 82:1-8

Pesan utama Mazmur ini sangat jelas. Hanya ada satu Allah. Dia yang Esa telah menyatakan diri-Nya. Tuntutan-Nya kepada umat-Nya hanya satu, yaitu hidup sesuai dengan kehendak-Nya: memberlakukan keadilan dan belas kasih! Setiap orang yang membengkokkan kebenaran dan dengan demikian menindas orang lain tidak akan luput dari penghukuman Hakim yang adil itu.

Siapakah para ilah yang dihakimi Allah itu? Ada beberapa kemungkinan menafsir bagian ini. Pertama, para ilah ini adalah para pemimpin umat seperti para hakim yang bertanggung jawab menegakkan hukum dan keteraturan dalam masyarakat Israel. Kedua, para ilah ini adalah para raja bangsa-bangsa. Pada zaman itu para raja sering dianggap wakil dewa atau bahkan putra dewa (ayat 6). Ketiga, para ilah ini adalah dewa dewi yang disembah oleh bangsa-bangsa kafir.

Mazmur ini berisikan sebuah firman Allah yang berupa peringatan ditujukan kepada para penguasa dan hakim, (ay.2-4), yang suka memutarbalikkan hukum dan karenanya terancam kebinasaan, (ay.5-7). Firman Allah itu ditempatkan dalam rangka yang menggambarkan Allah yang mengadakan sidang pengadilan, (ay.1), dan yang melayangkan pandangan ke akhir zaman, (ay..

Saudara, pada masa ini krisis kepemimpinan melanda Indonesia! Di kalangan eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif pun, payah! Jalan-jalan (studi perbandingan), korupsi (uang lelah), jegal-menjegal (ungkapan wibawa), pembiaran masalah (cari ide), bukan lagi menggejala tapi membudaya! Maka sebagian besar rakyat pun kecewa. Sebagai orang beriman kita harus konsisten bertindak benar di arena publik. Perlu keberanian dan kerendahan hati menyuarakan berapa hal penting seperti yang dipaparkan mazmur ini.

Pertama, tegaskan bahwa posisi pemimpin adalah suatu kehormatan besar. Karena, Allah sendiri menetapkan mereka meski prosesnya melalui pemilihan rakyat (ayat 6; band. Rm. 13:1). Maka mereka harus bersikap dan bertindak terhormat sebagai wakil Allah.

Kedua, Allah sedang mengevaluasi (ayat 5) dan akan menghakimi. Dampak evaluasi Allah atas para pemimpin bisa terjadi kini bisa juga fatal kelak (ayat 7).

Ketiga, Allah adalah hakim yang adil. Ia memiliki standar penugasan dan standar evaluasi yang jelas dan tegas. Ia tak akan membiarkan pemimpin yang mengorbankan orang kecil. Ia ingin agar ada upaya penyetaraan ke semua kalangan (ayat 3, 4). Dan karena Ia adil, Ia sendiri yang akan menentukan bagaimana sesungguhnya kondisi faktual seorang pemimpin (ayat 5).

Maksud ucapan ilahi itu ialah: Walaupun penguasa dan hakim mewakili Allah dan karenanya boleh disebut ilahi, namun mereka tidak boleh menjadi sombong karenanya, sebab sama seperti manusia lain mereka lekas mati (sebagai hukuman). Gereja harus memberikan pembinaan tentang prinsip penting ini. Perlu pembinaan dan latihan agar orang Kristen memiliki keterampilan menyuarakan kenabian di ruang publik. Jika kita tidak berhasil mengoreksi, tak usah apatis. Kita sudah melakukan tugas kita. Kita tahu bahwa Allah akan menjalankan bagian-Nya. Kita harus memilih sebisa mungkin pemimpin yang mendekati kriteria ini. Namun selesai pemilihan, kita harus berani dengan bijak mengingatkan pemimpin tentang tanggung jawab kepada Allah. AMIN!

BERKAT BAGI ORANG YANG RENDAH



Yohanes 13:1-20

Sebuah perguruan tinggi kecil di wilayah barat sedang mengalami pergumulan finansial. Gedung-gedungnya dalam kondisi buruk, dan gaji pegawai amat kecil.Suatu hari, seseorang yang tak dikenal mengunjungi kampus itu dan bertanya di mana ia dapat berjumpa dengan sang direktur kepada seorang pria yang sedang membersihkan dinding. "Saya kira Anda dapat menemuinya di rumahnya pada siang nanti," jawab pria tersebut. Sesuai petunjuk, pengunjung itu pergi ke rumah sang direktur dan berjumpa dengannya, yang ternyata sama dengan orang yang ditemuinya sedang menggosok dinding pada pagi hari itu, walaupun sekarang pakaiannya berbeda.

Lalu dalam minggu yang sama, datang sepucuk surat disertai sumbangan sekitar 150 juta rupiah untuk perguruan tinggi tersebut. Semangat pelayanan sang direktur telah menimbulkan kesan positif pada pengunjung tersebut. Karena pemberi sumbangan itu melihat seorang pria yang tidak sombong dan mau turun tangan pada saat diperlukan. Meskipun oleh beberapa orang tugas itu mungkin dianggap pekerjaan kasar, dengan murah hati sang direktur tergerak untuk memberikan andil bagi sekolah tersebut.

Pengajaran ini amatlah jelas. Allah menghargai orang-orang yang mau mengambil tempat yang hina. Yesus sendiri memberikan teladan dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Untuk mencuci kaki orang lain, maka seseorang harus mengambil tempat yang rendah. Sangat tidak mungkin mencuci kaki orang lain dilakukan dengan berdiri. Bahkan hal ini tidak akan pernah terjadi jika kita merasa sombong, merasa "lebih tinggi”, "lebih besar” dari orang yang akan kita cuci kakinya. Bahkan yang lebih penting lagi, seperti disebutkan dalam Yohanes 13:1, Yesus melakukan semuanya ini karena Dia "mengasihi” murid-murid-Nya. Kasih! Inilah yang memampukan kita mengerjakannya. Tanpa kasih, tidak mungkin kita sanggup melakukan.

Peristiwa yang dramatis ini terjadi pada malam terakhir sebelum Yesus ditangkap dan disalibkan. Yesus melakukannya:

(1) untuk mempertunjukkan kepada murid-murid-Nya betapa besar kasih-Nya kepada mereka;

(2) untuk memberikan gambaran tentang pengorbanan diri-Nya di salib dan

(3) untuk menyampaikan kebenaran bahwa Dia meminta para murid-Nya saling melayani dengan kerendahan hati. Keinginan untuk menjadi yang terbesar senantiasa mengganggu pikiran mereka (Mat 18:1-4; 20:20-27; Mat 9:33-37; Luk 9:46-48).

Kristus menginginkan agar mereka sadar bahwa keinginan untuk menjadi yang pertama, menjadi lebih unggul dan dihormati lebih dari orang Kristen lain adalah bertentangan dengan sifat sebagai orang percaya.Jika kita mau saling mengasihi maka kita disebut sebagai murid-murid Yesus. Tapi orang yang tidak mau saling mengasihi, dia adalah bagaikan Yudas, memang sebagai murid Yesus, tapi dia adalah murid yang mengkhianati Yesus.

Saling mengasihi dan melayani akan terjadi jika kita mau menjadi kecil bagaikan iota, mau rendah hati. Tapi jika kita merasa diri "tidak salah” dan mementingkan "harga diri” maka kita tidak akan dapat mencuci kaki saudara, tidak akan dapat mengasihi orang lain. Orang yang menyimpan kepahitan hati atau kebencian dalam hatinya tidak akan merasa damai, akan tertuduh bahkan pada saat dia berdoa. Namun jika kita mau membuang segala kepahitan hati dan mau datang memohon maaf dan memaafkan di antara saudara, maka seperti tertulis dalam dalam Yohanes 13:17, kita akan berbahagia. AMIN!

MERINDUKAN HARI PERHENTIAN ALLAH



 
Ibrani 4:1-13

Dalam kitab Ibrani, kita didorong untuk mengarahkan pandangan ke atas melalui berbagai ujian yang kita alami, dan dengan penuh keberanian menghampiri takhta itu oleh karena iman. Melalui doa yang rendah hati, kita akan menerima rahmat untuk mengatasi segala kegagalan kita, dan kasih karunia untuk mendapat pertolongan pada waktunya.

Firman Tuhan secara jelas mengajarkan bahwa hidup kita tidak akan berbuah bila kita tidak mempraktekkan apa yang kita percayai. Mungkin kita sudah banyak membaca Alkitab, berdoa dan pergi ke gereja, namun bila kita kekurangan unsur dasarnya, yakni iman, kita tidak akan merasakan pertumbuhan rohani yang berarti. Saat kita mempraktekkan kepercayaan kita di dalam Tuhan, kita akan melihat perbedaan yang Dia perbuat dalam hidup kita. Dan kita akan mengalami perubahan "kimiawi" rohani.

Sayangnya, banyak orang menolak untuk percaya pada Injil dan tetap hidup sebagai “buronan” rohani. Bahkan kadang kala orang-orang yang telah percaya kepada Kristus tetap tinggal pada level rohani yang sama. Akibat kelalaian atau ketidakrelaan, mereka tidak memperoleh janji-janji dari firman Allah. Mereka tidak mengalami sukacita dan jaminan yang menyertai anugerah keselamatan. Mereka tidak mendapatkan kenyamanan dan kedamaian dari hubungan mereka dengan Allah. Padahal semua itu Dia sediakan bagi anak-anak-Nya. Mereka adalah sasaran kasih, perhatian, dan pemeliharaan Allah, tetapi mereka hidup seperti yatim piatu.

Jika Anda mencampur hidrogen dan oksigen yang keduanya merupakan komponen air, tak akan ada reaksi apa-apa dan tidak pula didapati air. Namun bila Anda menambahkan sedikit platina ke dalamnya, campuran itu akan berubah sangat cepat. Perubahan kimiawi terjadi. Atom hidrogen dan oksigen itu menyatu dan membentuk sebuah molekul baru yang disebut H2O. Demikian pun iman harus selalu ada di hati kita jika kita ingin mengalami kemajuan dalam hubungan kita dengan Tuhan. Kita harus bergantung sepenuhnya pada hikmat dan integritas dari Firman Allah yang tertulis dan yakin bahwa Dia dapat dan akan memenuhi janji-Nya.

Menurut seorang jurnalis, Malcolm Muggeridge, Alkitab adalah "buku yang dapat membaca saya." Penulis kitab Ibrani berkata, "Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita" (ay.12). Saat membaca Alkitab, sebenarnya Allah sendiri yang berbicara secara pribadi kepada kita dengan penuh kuasa tentang pertanyaan-pertanyaan besar yang sangat berarti dalam kehidupan.

Apakah Anda sungguh-sungguh merindukan hari perhentian Allah kelak? Apakah ujian dan cobaan hidup membuat Anda ragu? Apakah pencobaan menyatakan bahwa tidak ada jalan keluar bagi Anda? Tabahlah, dan tetaplah memandang ke atas kepada Allah yang penuh kasih. Kristus telah memperdamaikan manusia dengan Allah, dengan mati menggantikan kita. Dia membayar hukuman dosa di kayu salib. Siapa saja yang menerima pengurbanan-Nya akan diampuni oleh Allah yang kudus, sumber segala kasih karunia. Amin!

DI DALAM KASIH TIDAK ADA KETAKUTAN


Lukas 6:27-36

Suatu pagi yang sunyi di Korea, di suatu desa kecil, ada sebuah bangunan kayu mungil yang atapnya ditutupi oleh seng-seng. Itu adalah rumah yatim piatu di mana banyak anak tinggal akibat orang tua mereka meninggal dalam perang. Tiba-tiba, kesunyian pagi itu dipecahkan oleh bunyi mortir yang jatuh di atas rumah yatim piatu itu. Atapnya hancur oleh ledakan, dan kepingan-kepingan seng mental ke seluruh ruangan sehingga membuat banyak anak yatim piatu terluka. Ada seorang gadis kecil yang terluka di bagian kaki oleh kepingan seng tersebut, dan kakinya hampir putus. Ia terbaring di atas puing-puing ketika ditemukan, P3K segera dilakukan dan seseorang dikirim dengan segera ke rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan.

Ketika para dokter dan perawat tiba, mereka mulai memeriksa anak-anak yang terluka. Ketika dokter melihat gadis kecil itu, ia menyadari bahwa pertolongan yang paling dibutuhkan oleh gadis itu secepatnya adalah darah. Ia segera melihat arsip yatim piatu untuk mengetahui apakah ada orang yang memiliki golongan darah yang sama. Perawat yang bisa berbicara bahasa Korea mulai memanggil nama-nama anak yang memiliki golongan darah yang sama dengan gadis kecil itu. Kemudian beberapa menit kemudian, setelah terkumpul anak-anak yang memiliki golongan darah yang sama, dokter berbicara kepada grup itu dan perawat menerjemahkan, Apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk gadis kecil ini?" Anak-anak tersebut tampak ketakutan, tetapi tidak ada yang berbicara. Sekali lagi dokter itu memohon, "Tolong, apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk teman kalian, karena jika tidak ia akan meninggal!"

Akhirnya, ada seorang bocah laki-laki di belakang mengangkat tangannya dan perawat membaringkannya di ranjang untuk mempersiapkan proses transfusi darah. Ketika perawat mengangkat lengan bocah untuk membersihkannya, bocah itu mulai gelisah. "Tenang saja," kata perawat itu, "Tidak akan sakit kok." Lalu dokter mulai memasukan jarum, ia mulai menangis. "Apakah sakit?" tanya dokter itu. Tetapi bocah itu malah menangis lebih kencang. "Aku telah menyakiti bocah ini!" kata dokter itu dalam hati dan mencoba untuk meringankan sakit bocah itu dengan menenangkannya, tetapi tidak ada gunanya.

Setelah beberapa lama, proses transfusi telah selesai dan dokter itu minta perawat untuk bertanya kepada bocah itu. "Apakah sakit?" Bocah itu menjawab, "Tidak, tidak sakit." "Lalu kenapa kamu menangis?",tanya dokter itu. "Karena aku sangat takut untuk meninggal" jawab bocah itu. Dokter itu tercengang! "Kenapa kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal?" Dengan air mata di pipinya, bocah itu menjawab, "Karena aku kira untuk menyelamatkan gadis itu aku harus menyerahkan seluruh darahku!" Dokter itu tidak bisa berkata apa-apa, kemudian ia bertanya, "Tetapi jika kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal, kenapa kamu bersedia untuk memberikan darahmu? " Sambil menangis anak itu berkata, "Karena ia adalah temanku, dan aku mengasihinya!

Saudara, Allah mengajarkan umat-Nya tentang hal ini melalui karya penebusan dosa manusia yang dilakukan oleh Yesus. Kasih itu tidak sekedar kata-kata mutiara atau perbuatan yang ujung-ujungnya meminta balasan. Kasih itu murni, bahkan itu juga berbicara tentang arti sebuah pengorbanan. Kasih tidak pernah gagal! Ya, Kasih yang sempurna tidak pernah gagal karena waktu atau tidak berdaya. Kasih tidak pernah mengecewakan atau tidak bisa dipercaya.

Kasih sanggup untuk bertahan dalam tekanan dan kesukaran. Karena Allah adalah kasih, Ia mendukung dan menopang Pribadi-Nya ketika segala sesuatu diletakkan atas diri-Nya. Kasih akan melindungi, menaungi, dan menjaga dari segala sesuatu yang mengancam keselamatan sesamanya. Kasih mampu menahan diri, tenggang rasa, dan sabar dalam segala keadaan. Kasih itu bersifat ramah, murah hati, hangat, dan baik. Kasih yang murah hati dan rela menolong, simpatik dan memahami orang lain. Kasih itu penuh perhatian, lemah lembut, tenggang rasa, adil, dan bijaksana, dan hanya ingin mengusahakan kebaikan bagi orang lain. Kasih itu pemurah, menerima sesama, dan kebaikannya terpancar dalam perbuatan.

Kasih yang berasal dari Allah adalah kekal dan tidak berkesudahan. Apakah Anda hidup dalam kasih dan percaya akan kuasa Roh Kudus untuk menjadikan semua hal ini menjadi nyata? Seorang yang dipenuhi Roh Kudus otomatis akan mencerminkan sifat kasih dalam kehidupannya. Jadikanlah senantiasa kasih sebagai tujuan tertinggi dan garis akhir yang paling ingin Anda raih, seperti tertulis dalam 1 Yohanes 3:18, "Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." Jika Anda sedang berjalan dalam kasih Allah, maka Anda sedang menghayati jenis kehidupan yang paling berkuasa di dunia! AMIN!

“ROH KUDUS”: KUASA MACAM APAKAH ITU?


Kisah Para Rasul 2:1-13

Roh Kudus, oh kuasa macam apakah itu? Alkitab menyaksikan bahwa Roh Kudus juga adalah Allah sejati; Ia melakukan pekerjaan ilahi: mencipta, melahirkan kembali, menguduskan, memberikan berbagai karunia kepada manusia, Ia menyelidiki hal-hal yang terdapat dalam diri Allah. Namun pada saat yang sama, Ia juga dinyatakan sebagai Pribadi yang berbeda dari Bapa dan Anak. Ketiga Pribadi Trinitas ini muncul bersamaan saat pembaptisan Yesus (Mat. 3:16-17), dalam formula baptisan (Mat. 28:19).

Ketika kita mengaku percaya kepada satu Allah yang esa, maka kata “Allah” itu menunjuk kepada satu esensi tunggal yang kita mengerti terdiri dari tiga pribadi; dan kapan saja kata “Allah” itu disebut, maka selain Bapa, juga Anak dan Roh Kudus termasuk di dalamnya; dan ketika Anak disebut bersama Bapa maka itu memperkenalkan kepada kita hubungan yang erat antara keduanya, dan yang menyatakan perbedaan antara kedua pribadi. (John Calvin, Institutes of the Christian Religion, I.13). Roh Kudus, kuasa macam apakah itu?

Pertama, Roh Kudus adalah suatu “kuasa Ilahi”. Kuasa dari Allah untuk memampukan orang percaya mengemban tugas-tugas maha berat dan penuh resiko. Tugas maha berat dan penuh resiko itu adalah tugas untuk membawa, memberitakan, memperkenalkan dan bersaksi tentang Yesus Kristus kepada semua orang dan ke seluruh dunia. Tugas berat, sebab dunia kepada siapa kita akan menyaksikan tentang Kristus itu adalah dunia yang pada hakekatnya membenci Kristus. Resiko, sebab Kristus yang harus kita beritakan itu adalah Kristus yang tersalib, yang merupakan batu sandungan bagi orang Yahudi dan suatu kebodohan bagi orang Yunani (bdk. I Kor. 1:18, 23).

Kedua, Roh Kudus adalah “Roh Spirit” Ilahi yang memapukan kita melakukan tidakan destruktif (meruntuhkan) sekaligus tindakan konstruktif (membangun). Omong kosong membangun kehidupan menjadi lebih baik, tanpa terlebih dahulu membongkar bangunan sebelumnya yang lapuk, ambur-adul. Dan omong kosong pula kita dapat mengharapkan suatu tatanan kehidupan menjadi lebih baik, bila kerja kita hanya merobohkan! Hanya kritik melulu, saran melulu! Tetapi harus dibarengi aksi nyata untuk membangun dan menata kembali apa yang rusak menjadi lebih baik. Ya, harus kedua-duanya. Ya, itulah Roh Kudus. Bila sifat-sifat ini terlihat nyata, nah pastilah gereja tersebut sungguh bersandar pada kuasa Roh Kudus, bukan bersandar pada “roh aku..aku..aku…!”

Ketiga, Roh yang “membaharui”. Roh Kudus memungkinkan kita untuk menciptakan gaya hidup yang baru, persekutuan dan kebersamaan yang utuh, pelayanan dan kesaksian yang sungguh-sungguh. Dengan kata lain, Roh Kudus adalah Roh pembaharuan yang memampukan orang percaya dapat eksis untuk secara kreatif merealisasikan imannya dalam situasi dan kondisi yang sulit sekalipun! Roh Kudus mengiringi setiap langkah kita hingga kita mampu beraktivitas dan melayani di bumi secara sungguh-sungguh penuh sukacita, berani dan cerdas, tanpa bermalas-malas, tanpa udang di balik batu, hingga Ia datang kembali menjemput kita dalam kemuliaan sorga.

Roh Kudus, menjadikan kita selaku umat percaya tidak lagi berbicara dalam bahasa kita sendiri. Tetapi di dalam bahasa para pendengar kepada siapa kabar sukacita itu kita sampaikan. Artinya: kita kini tidak dapat hidup untuk diri kita sendiri, kelompok kita sendiri, gereja kita sendiri, kepentingan sendiri-sendiri. Kita tidak dapat memikirkan hanya keselamatan diri sendiri dan kepentingan sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga! Kini kita adalah saksi-saksi. Artinya: seluruh hidup dan kedirian kita kini hanya menunjuk kepada yang lain, kepada Yesus Kristus. Saudara, sudahkah kita sungguh-sungguh dibakar dan dibaharui oleh Roh Kudus? Ya, hanya orang–orang yang telah dibakar dan dibaharui Roh Kuduslah yang mampu mengabdikan dirinya secara penuh, mengasihi lebih sungguh serta berkata: “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kis. 20:35). Selamat Hari Pentakosta. Amin!

Pdt.Kristinus Unting, M.Div

KUNCI MERAIH KEBAHAGIAAN



Mazmur 119:1-13

“Kebahagiaan”……Oh, semua manusia pasti mendambakannya. Tapi apa sih sebenarnya sesuatu yang bernama “kebahagiaan” itu? Di mana kita dapat menemukannya? Samakah “kebahagiaan” dengan “kesenangan”? Kebahagiaan adalah hakikat kehidupan, cahaya bening yang dihembuskan dari langit, dari Sang sumber kebahagiaan sejati, diturunkan ke lubuk hati orang beriman! Ya, itulah sumber kebahagiaan sejati, Kebahagiaan selalu tampak kecil saat Anda mendapatkannya, tapi coba biarkan kebahagiaan itu pergi. Saat itulah Anda akan merasakan betapa besar dan berharganya kebahagiaan itu.

Kebahagiaan sejati laksana cahaya bening, murni nan elok. Walau diremukkan dalam jutaan keping, namun berkas-berkas cahayanya mampu menembus hingga di sepanjang lorong-lorong kehidupan! Kebahagiaan selalu bersifat konsisten terhadap situasi apa pun. Baik suka atau duka. Susah atau senang. Kebahagiaan yang tidak konsisten, bukanlah kebahagiaan. Tetapi lebih tepat disebut “kesenangan”. “Kebahagiaan lebih dari sekedar “kesenangan”. Kesenangan relative sifatnya. Bisa jadi hari ini senang, besok kecewa! Itu belumlah dalam arti kebahagiaan yang sesungguhnya.

Apa sih rahasinya untuk meraih kebahagiaan? Kebahagiaan itu adalah pilihan. Boleh jadi Anda membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi Anda. Dan boleh jadi Anda mencintai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi Anda. Allah maha mengetahui, sedangkan kita terbatas untuk mengetahui segala sesuatu. Allah adalah sumber kebahagiaan sejati. Karenanya setiap orang yang menjatuhkan pilihannya pada apa yang Allah mau, maka merekalah yang menemukan kebahagiaan sejati itu. Tetapi bila orang menjatuhkan pilihannya hanya sekedar dari apa yang ia suka, nah….nah…nah…itulah namanya kesenangan. Yang namanya kesenangan tidak akan pernah konsisten terhadap keadaan! Apakah pilihan-pilihan Anda selama ini didasarkan pada apa kehendak Tuhan? Atau hanya sekedar apa yang Anda senang?

Kita tak perlu jauh-jauh mencari kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dicari di luar, tetapi sebenarnya ada mulai dari dalam diri kita sendiri. Bersemayam di dalam hati. Firman Tuhan berkata: “ Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat. 5:7). Apakah Anda memiliki kemurahan hati?Ya, itulah kunci pertama meraih kebahagiaan! Lalu berikutnya? Nah, ini! Laksanakan apa yang Tuhan perintahkan. Takutlah akan Tuhan, “Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada perintah-Nya (Mzm. 112:1). Anda tak akan pernah menemukan kebahagiaan yang sempurna jika Anda tidak memiliki ketaatan dan rasa takut akan Tuhan!

Kebahagiaan…..Oh, kebahagiaan….. siapakah orang yang telah mendapatkannya? Orang yang paling bahagia adalah orang yang memiliki hati yang ikhlas! Belajarlah menyingkirkan ketakutan, kesedihan, kekuatiran yang berlebihan, yang merintangi Anda meraih kebahagiaan! Sikap bersungut-sungut hanya melahirkan kekecewaan. Kekuatiran hanyalah biang yang menciptakan aneka jalan pintas yang menyesatkan! Pembuka jalan kesenangan yang tidak jarang bukanlah jalan Tuhan! Karenanya, hanya orang yang ikhlaslah yang mampu mensyukuri apa yang ada, menjadikan gubuk bambu bagai istana raja, dipan reot layaknya tempat pembaringan di hotel berbintang lima!

Kebahagian…..Oh, kebahagiaan……Apakah Anda telah mendapatkannya? Bila benar Anda telah mendapatkannya maka ciri yang paling nyata terlihat ia mampu berbagi dengan apa yang ia miliki untuk membahagiakan orang lain! Di sinilah bedanya! Kesenangan berangkat dari keserakahan hati, keinginan daging, dari apa yang harus aku dapatkan, yang sekiranya aku senang. Sedangkan kebahagiaan berangkat dari kekayaan hati, dari apa yang dapat aku berikan, “Adalah lebih berbahagia member dari pada menerima.” (Kis. 20:35b). Astaga! Inikah kebahagiaan itu? Jawabnya adalah “Ya”, bila yang Anda cari adalah kebahagiaan sejati. Jawabnya mungkin “tidak”, bila yang anda cari hanyalah soal kesenangan dunia yang sementara! Apa yang Anda cari sebenarnya? Amin!

HATI SEBAGAI MEDIA ROH KUDUS



I Timotius 1:18-20

Pada awal abad yang lalu, sebuah kapal terdampar di Kepulauan Scilly, di dekat pantai daratan Inggris. Sebetulnya saat itu laut tenang dan cuacanya pun cerah, tetapi kapal tersebut terjebak arus yang berbahaya sehingga tanpa terasa arahnya telah menyimpang. Sebelum kapten dan para awak kapalnya menyadari apa yang terjadi, kapal itu sudah menabrak karang laut dan karam.

Dalam kehidupan ini, ada banyak arus kuat yang juga dapat menjebak kita dan membawa kita kepada kehancuran. Sayangnya, saat kita "hanyut" secara rohani biasanya kita tidak segera sadar. Apalagi hal ini sering kali terjadi secara begitu perlahan. Kita baru mengetahuinya ketika kita sudah tidak berkuasa lagi menolak kejahatan dan sama sekali kehilangan hasrat akan kebenaran.

Timotius diingatkan agar tetap setia terhadap kehendak Allah yang dinyatakan untuk hidupnya. Selaku gembala dan penilik gereja, dia harus tetap setia kepada iman rasuli dan berjuang melawan ajaran palsu yang mulai menyusup ke dalam gereja. Rasul Paulus ingin memastikan bahwa hal seperti ini tidak akan menimpa jemaat yang digembalakan oleh Timotius. Ia mendorong Timotius untuk tetap setia dalam meng-ajarkan segala sesuatu yang perlu diketahui jemaat. Dengan demikian mereka tidak akan menyimpang dari pengiringan mereka kepada Kristus dan iman mereka tidak akan "karam."

Paulus berkali-kali mengingatkan Timotius terhadap kemungkinan terjadinya kemurtadan (1Tim 4:1; 5:11-15; 6:9-10). Paulus mengatakan bahwa iman Himeneus dan Aleksander “kandas” karena mereka menolak suara nurani mereka yang murni (1 Timotius 1:19,20). Dengan demikian, mereka telah memadamkan hati nurani mereka dan secara terang-terangan memutarbalikkan kebenaran untuk membenarkan perbuatan mereka. Paulus menguatkan Timotius untuk memperjuangkan perjuangan yang baik "dengan iman dan hati nurani yang murni" (1Timotius 1:18). “Hati nurani yang murni” akan menggelisahkan kita saat kita melakukan sesuatu yang kita ketahui salah. Kita menjaganya tetap “murni” dengan menurutinya dan berbalik dari dosa.

Hati adalah salah satu media Roh Kudus untuk berbicara dan menuntun hidup kita. Kalau hati nurani kita murni maka kita dapat mendengar dengan jelas ketika Roh Kudus berbicara dalam hati. Jika masih ada suara yang menuduh kita itu adalah satu tanda bahwa hati nurani kita masih murni, tapi jika suara dalam hati sudah tidak berbicara maka hati nurani kita sudah tumpul atau bahkan sudah mati sehingga hati nurani kita tidak dapat menuntun kembali hidup kita. Hati nurani kita adalah sebuah sarana untuk Roh Kudus berkata-kata tentang jalan-jalan kehidupan yang harus kita tempuh. Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa menjaga kemurnian hati kita agar kita hidup berkenan dihadapan Tuhan.

Pada masa sekarang ini, ketika orang beriman mulai tergoda dengan kejahatan, semakin banyak orang yang secara perlahan jiwanya hanyut menjauh dari kebenaran Allah, doa, dan kehidupan yang beriman. Kita harus benar-benar merenungkan apa yang kita ketahui tentang Kristus sehingga kita tidak akan "terjebak arus dan karam".Apa yang harus kita lakukan untuk memiliki hati nurani yang murni? Seseorang yang memiliki suara hati atau hati nurani yang baik dan murni dipastikan akan memiliki integritas, tidak munafik (bermuka dua) dan dapat dipercaya. Itulah sebabnya rasul Paulus meminta Timotius dengan bersungguh hati melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Motivasi yang tulus yaitu hanya ingin menyenangkan hati Tuhan, bukan manusia. Semakin bersih dan murni hati nurani kita, maka kita juga akan makin peka terhadap kejahatan yang terjadi. Tuhan menuntun kita melalui hati nurani agar kita mendengar dan melakukan kehendak-Nya.

Bagaimana caranya agar Anda dapat memiliki hati nurani yang murni? Alkitab mengungkapkan bahwa Yesus Kristus dan kematian-Nya yang penuh pengurbanan adalah satu-satunya harapan untuk dapat memiliki hati nurani yang murni. Melalui iman di dalam Dia, hati Anda dapat "dibersihkan dari hati nurani yang jahat" (Ibrani 10:22). Iman yang sejati dan hati nurani yang peka akan membuang segala kesenangan atas dosa dan keinginan untuk memutarbalikkan kebenaran untuk membenarkan apa yang salah. Iman dan hati nurani yang murni merupakan kombinasi yang berhasil. Marilah kita menjaganya agar tetap kuat. Marilah kita selalu menguji hati kita di hadapan Tuhan. Apa yang sebenarnya mendasari sikap, perkataan, keputusan, serta pilihan kita selama ini. Ingatlah Roma 11:36 "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya". Amin!

APA SIH MAKNA DAN TUJUAN KITA BERAGAMA?


Kisah Para Rasul 9:1-19a

Pernahkah saudara berpikir untuk apa sebenarnya Agama? Apa makna dan tujuannya? Kenapa pertanyaan ini kita anggap penting? Ya, karena dalam kenyataannya bahwa tidak jarang orang beragama jadi salah kaprah dalam menjalankan hidup keagamaannya! Apa contohnya? Nah, ini! Tidak jarang orang beragama bukan membawa kedamaian bagi hidup ini. Justru karena orang beragama banyak terjadi hal-hal dalam kehidupan masyarakat. Bayangkan saja apa yang sering terjadi, manusia saling membunuh atas nama Agama. Pengrusakan, perpecahan , saling menghina terjadi bukankah bila ditelusuri ke belakang akibat ulah orang beragama?

Saudara, hal semacam ini telah dialami dan dilakoni oleh seorang yang bernama Saulus (sekarang bernama Paulus). Ia penganiaya jemat, membantai dan membunuh umat Tuhan yang berlainan kepercayaan dengannya. Ya, demi iman yang ia yakini satu-satunya yang benar, maka selain yang seiman dengannya perlu dibasmi secara tuntas! Tidak tanggung-tanggung, Saulus punya dasar kekuatan, maklum surat ijin dari para pejabat ada di tangan! Apa sih Agama itu sebenarnya? Apa sih makna dan tujuannya?

Apakah Agama hanya sekedar untuk membela Tuhan? Siapa sih sebenarnya musuh Tuhan itu? Apakah orang yang tidak seagama dengan kita, nah itulah musuh Tuhan? Apakah tugas kita sebagai orang beragama hanya sebagai pembela Tuhan, pembantai sesama demi untuk Tuhan? Bukankah ada orang yang rela mati syahid katanya (mati konyol?) untuk membela Tuhan yang diagungkannya. Juga melakukan penghakiman dengan tindakan-tindakan anarkis yang katanya demi membela kesucian agama! Inikah cara beragama yang kita anggap paling mendapat jempol dari Allah dan menghadiahi sorga sebagai imbalan? Oh, manusia beragama, piciknya pikiran!Ckckckckck……!

Oh, bukan hanya sampai di situ saudara. Perhatikan juga dalam kegiatan-kegiatan politik yang diadakan. Pilkada umpama. Apa artinya bila caleg ketua dan wakil dicari yang berbeda agama disbanding, kalau bukan ada unsur politik menggunakan agama sebagai tameng untuk menarik simpatisan?! Karenanya tidak jarang, yang dipilih adalah orang yang segama dengan aku, entah dia layak atau tidak, kualitas atau tidak, bukanlah yang terlalu utama. Tetapi apa agamanya. Oh…oh..oh… Yang tidak kalah menggelitik dari cara orang beragama, seperti di tanah air kita tercinta ini, rumah-rumah ibadah terus dibangun, bak jamur di musim penghujan, tapi koq koruptor makin merajarela saja? Kejahatan malah bertambah saja? Ironis memang, tapi itulah kenyataan yang ada di sekitar kita. Kenyataan kehidupan yang ditampilkan oleh orang-orang yang picik mengartikan makna dan tujuan agama!

Apa sih maknanya Agama? Ini perlu dicarikan jawaban! Supaya orang-orang beragama kembali pada tujuan sesungguhnya. Agama berasal dari bahasa Sansekerta: “A” dan “Gama”. “A” artinya “Tidak”, “Gama” artinya “Kacau”. Jadi kalau digabung kedua kata itu, “Agama” sama dengan “Tidak Kacau”. Ya, itulah maknanya Agama. Supaya manusia tidak kacau! Dengan kata lain, bahwa kita beragama supaya hidup tidak kacau, tau membedakan mana tangan kiri dan kanan, tahu membenakan mana yang baik mana yang tidak baik, mana yang menyesatkan dan mana jalan berkat. Maka yang berkenan kepada Tuhan, mana yang tidak berkenan kepada Tuhan. Mana yang jalan ke neraka dan mana jalan ke sorga! Ya, itulah tujuan agama.

Agama bukan untuk diagung-agungkan tetapi untuk dilaksanakan, melalui mana akan mendatangkan keteraturan dalam kehidupan. Damai diciptakan, sejahtera bagi kehidupan manusia. Agama bukan untuk membela Tuhan, tetapi melaksanakan perintah Tuhan. Sesama manusia adalah dataran praksis melalui mana orang Bergama mempraktekkan imannya. Saling mengasihi, berbagi, menguatkan, untuk bersama-sama membangun kehidupan menuju damai sejahtera! Tuhan tidak perlu dibela dengan baju kumal agama. Tuhan tidak membutuhkan pembelaan kita. Tuhan itu Maha kuasa! Koq orang beragama buru-buru membela Tuhan kayak pahlawan kesiangan?!

Lalu bagaimana caranya supaya kita dapat hidup beragama sesuai makna, fungsi, serta tujuan agama sesungguhnya? Nah ini! Pertama-tama, belalah sesama. Sadarilah bahwa menganiaya sesama itu adalah sama artinya dengan menganiaya Tuhan sendiri! Mari berlomba berbuat kebajikan dalam kehidupan untuk mendatangkan damai sejahtera, bukan mendatangkan kerusuhan dan keadaan menjadi tidak aman. Kisah Saulus ini cukup menarik untuk disimak. Kalau dulu dia begitu dikendalikan oleh kebanggaan mengancam dan membunuh jemaat Tuhan, kini dia membiarkan hidupnya dituntun oleh kehendak Tuhan sendiri. Bahkan dalam usaha memberitakan nama Yesus kepada bangsa-bangsa lain, dia akan mengalami banyak penderitaan. Inilah arti syahid sesungguhnya. Berkorban demi membela kemanusiaan. Mengangkat harkat dan martabat sesama manusia untuk bersama-sama beroleh anugerah Allah, bukan sebaliknya mencelakakan sesama, demi tumbal untuk keselamatan pribadi mencapai sorga! Sadarilah bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Apalagi yang dengan bangga jadi pembela Tuhan atas nama Agama.

Tuhan memilih Saulus yang adalah pendosa, penganiaya dan pembunuh jemaat menjadi alat pilihan untuk mewartakan nama Tuhan.Tuhan mengubah Saulus yang hidup dengan idealismennya sendiri. Tampaknya, hal ini tidak mungkin. Tetapi Tuhan bisa mengubah dan memilih seseorang menurut kehendakNya. Kalau Tuhan bisa mengubah dan menggunakan Saulus, seorang berdosa dan yang hanya hidup dengan idealismenya sendiri, mengapa kita seringkali tidak sabar dengan perubahan dalam diri orang lain dan bahkan berusaha menyingkirkan mereka? Bukankah Tuhan juga punya rencana bagi mereka? Marilah kita belajar memiliki hati, seperti hati Yesus, yang selalu menerima siapa saja dan memandang siapa saja sebagai orang penting sekalipun di mata banyak orang termasuk kita, dia sangat lemah dan tidak berarti. Ciri orang beragama yang benar adalah, semakin baik ia menghayati agama, maka semakin baik yang dapat ia perbuat untuk sesama. Semakin aman dan damai kehidupan bersama. Bukan sebaliknya. Amin!

KEMISKINAN BUKANLAH ALASAN UNTUK TIDAK DAPAT BERBAGI



II Korintus 8:1-15

Jemaat-jemaat di Makedonia adalah Jemaat yang luar biasa. Walau mereka sendiri tengah dibelit berbagai persoalan dan didera kemiskinan. Namun, hal itu tidak menumpulkan kemurahan hati mereka. Sebaliknya, mereka dengan penuh sukacita dan sukarela memberikan bantuan melampaui kemampuan mereka. Kedermawanan mereka ini sangat menyentuh Paulus, sehingga ia menggunakannya untuk menggugah jemaat Korintus agar meneladani sikap tersebut. Jemaat di Korintus selalu mendukung pelayanan Paulus karena pertama-tama mereka telah memberikan diri mereka kepada Tuhan.

Melalui nas ini Rasul Paulus menantang jemaat di Korintus dengan menceritakan kepada mereka tentang orang-orang percaya di Makedonia yang "sangat miskin" namun memberi "melampaui kemampuan mereka," yakni "memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah" (2Korintus 8:2-5). Ia mengingatkan para pembaca suratnya akan Juruselamat mereka, Tuhan Yesus, yang mampu mengubah kemiskinan duniawi menjadi kekayaan surgawi supaya mereka menjadi kaya dalam kehidupan yang kekal. Lepas dari apakah kita merasa diri miskin atau kaya, kasih kita kepada Tuhan seharusnya menjadi alasan bagi kita untuk bersikap murah hati dalam hal memberi

Hati yang telah dipersembahkan kepada Allah, akan mengalir kebaikan yang tidak mementingkan diri sendiri. Sikap hati yang demikian akan melahirkan sikap kedermawanan sejati, sikap yang rela berkorban demi kesejahteraan orang lain. Sama seperti Yesus telah memberikan diri-Nya bagi kita menjadi miskin agar kita menjadi kaya (2Korintus 8:9), demikian pula para murid-Nya mengikuti teladan-Nya dan memberi diri mereka untuk melayani orang lain.

Allah menginginkan sikap yang sama di kalangan orang percaya sebagai bukti bahwa kasih karunia-Nya berkerja di dalam diri kita. Semua anugerah kasih karunia dan keselamatan, kerajaan sorga, dan bahkan aib demi Kristus, merupakan kekayaan kekal yang telah kita terima sebagai pengganti bagi dosa kita yang menjijikkan (Luk 12:15; Ef 1:3; Fili 4:11-13,18-19; Ibr 11:26; Wahy 3:17). Jonathan Clements, kolumnis Wall Street Journal menawarkan kepada para pembacanya "Sembilan Tips untuk Berinvestasi dalam Kebahagiaan". Hal yang menarik adalah, salah satu sarannya persis sama seperti yang disampaikan dalam lagu lama favorit karangan Johnson C. Oatman, "Hitunglah Berkatmu". Clements mengajak kita untuk tidak memikirkan kekayaan sesama kita, tetapi untuk berpusat pada banyaknya berkat yang saat ini kita miliki.

Berbagi kasih, oh….. itu pekerjaan yang gampang-gampang susah. Teorinya memang mudah, tapi prakteknya tidak mudah! Kebajikan semacam ini tentu tidak muncul begitu saja. Ia memerlukan latihan luar biasa. Untuk membentuk, dan mengembangkan sikap seperti ini harus mulai dari taraf yang sederhana secara terus-menerus. Berbagi kasih merupakan bagian penting dari hakikat dan sifat Kristus ialah memberi secara berkorban. Karena Ia telah menjadi miskin, maka sekarang kita mengambil bagian dalam kekayaan kekal-Nya. Saudar, mari kita berjanji untuk selalu bersedia memberikan waktu dan hal-hal lain sebagaimana yang telah dilakukan Tuhan bagi kita. Amin!

IMAN, PENGHARAPAN, DAN KASIH



I Petrus 1:1-12

Menurut Alkitab, bahwa seorang Kristen sejati itu harus memiliki tiga faktor penting dalam kehidupannya, yaitu: Iman, pengharapan , dan kasih. Tiga hal tersebut adalah merupakan theological virtue atau kebajikan ilahi. Kebajikan Ilahi inilah yang memampukan orang percaya dapat berbuat sesuai dengan moralitas yang dituntut oleh Yesus, sehingga dapat menjadi anak-anak Allah. Tiga hal ini bersifat supernatural, yang juga menjadi landasan untuk kebajikan kehidupan, yang terdiri dari: kebijaksanaan (prudence), keadilan (justice), keberanian (fortitude), penguasaan diri (temperance). "Iman" adalah sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang mengandung kuasa! Melalui iman banyak perkara besar yang dapat dilakukan, bahkan perkara-perkara yang di luar jangkauan nalar kewajaran kita sebagai manusia. Betapa tidak? Baca saja peristiwa-peristiwa besar yang terjadi seperti dicatat dalam Alkitab tentang tindakan Musa, orang Israel, peristiwa runtuhnya tembok Yerikho, bahkan tindakan Rahab sampai ia diselamatkan (Ibr. 11:28-31). Ya, itulah kuasa iman. Iman, melalui mana kuasa Allah dinyatakan!

Iman memegang peranan penting dalam kehidupan orang percaya. Rasul Paulus sendiri menyatakan: "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibr. 11:6a). Bahkan, Yesus sendiri menegaskan: "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana,-maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Mat.17:20b). Ya, itulah kuasa iman! Mengapa iman dapat melakukan kemampuan yg begitu besar? Oleh karena kuasa iman membuat orang yg dikuasainya lebih besar dari kenyataan orang yg dikuasainya. Kuasa iman membuat orang percaya tidak lagi terbatas pada dirinya sendiri. Ia membuat orang percaya berani mengharapkan hal2 yg lebih besar dari kemampuannya yg sebelumnya. Hanya orang yg sungguh2 berimanlah yg berani mengharapkan hal2 besar dan menghasilkan karya2 besar bagi kemuliaan Tuhan. Pertanyaannya sekarang adalah: Apakah kita orang Kristen yg sungguh-sungguh beriman? Jawabnya tentu saja, sejauh mana iman itu menjadi bagian yg integral dalam kehidupan kita. Hanya dengan cara demikianah memampukan orang percaya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan, memberikan keyakinan bahwa kita dimampukan untuk lebih kuat dari goncangan-goncangan hidup kita dan keluar sebagai pemenang!

Lalu tentang “pengharapan”? Pengharapan adalah salah satu faktor yang penting dalam hidup. Bayangkan jika kita tidak punya harapan, tidak punya mimpi, tidak punya cita-cita, lalu apa yang mau kita raih dalam hidup ini? Pengharapan adalah keyakinan bahwa masalah-masalah yang ada tidak akan berlangsung selamanya. Kayakinan bahwa luka-luka batin kita akan dipulihkan dan masalah-masalah akan diatasi.Pengaharapan adalalah keyakinan bahwa Tuhan memberikan kekuatan untuk membawa kita keluar dari kegelapan menuju kepada terang. Pengharapan tertinggi semua manusia adalah keinginan untuk mencapai surga, kehidupan kekal, persatuan dengan Allah. Dan setiap manusia mempunyai harapan akan kebahagiaan sejati yang telah ditanamkan dalam setiap hati manusia. Pengharapan adalah suatu keinginan hati berdasarkan iman.

Tanpa iman, maka manusia tidak akan mempunyai pengharapan dan kasih yang sejati. Pengharapan membuat manusia mampu bertahan menanggung segala macam penderitaan dan kesulitan hidup, karena berharap akan kehidupan kekal di surga. Pengharapanlah yang membuat manusia dapat berdiri tegak di tengah-tengah badai kehidupan bahkan dapat melakukan kasih. Dapat dikatakan bahwa Pengharapan adalah pra-syarat yang membuat kita hidup.Yang membuat orang bisa bertahan hidup adalah pengharapan. Modal utama hidup kita adalah pengharapan. Kita berpengharapan selama kita hidup, dan kita hidup selama kita berpengharapan.

Disamping iman dan pengharapan, ada satu faktor penting lainnya, yaitu Kasih. Dalam 1 Kor 13:13, dikatakan bahwa “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih“. Tiga hal di atas merupakan theological virtue atau kebajikan ilahi, dimana kasih adalah yang terbesar dan mengarahkan iman dan pengharapan. Ketiga faktor inilah yang memampukan orang percaya dapat berbuat sesuai dengan moralitas yang dituntut oleh Yesus, sehingga dapat menjadi anak-anak Allah.Tiga hal ini bersifat supernatural, yang juga menjadi landasan  kebajikan, yang terdiri dari: kebijaksanaan (prudence), keadilan (justice), keberanian (fortitude), penguasaan diri (temperance).

Kasih mengarahkan iman dan pengharapan. Iman tanpa kasih kepada Tuhan akan berakhir dengan iman yang mati (1 Kor 13:3), karena kasihlah yang menyebabkan seseorang dengan penuh sukacita untuk mau belajar tentang Tuhan dengan lebih lagi setiap hari. Kasih juga yang membuat kita dengan penuh kesediaan dan sukacita melayani sesama kita. Harapan tanpa kasih kepada Tuhan adalah sia-sia (1 Kor 13:3). Kasih kita kepada Tuhanlah yang menyebabkan kita terus berharap akan persatuan dengan Tuhan di tengah-tengah setiap penderitaan dan kesulitan yang kita alami. Harapan yang mati hanya berharap demi kesenangan pribadi, namun harapan yang dilandasi kasih membuat kita bersedia berkurban untuk orang yang kita kasihi, demi kasih kita kepada Tuhan. Dan ini yang menyebabkan kita turut bersukacita dalam setiap penderitaan dan kesulitan karena kita berpartisipasi dalam penderitaan Kristus.

Saudara, Maxmilian Kolbe adalah seorang tokoh Kristen pada jamannya adalah contoh bagi kita dalam hal iman, pengharapan dan kasih. Pada bulan Februari tahun 1941, Maxmilian Kolbe ditangkap oleh tentara Nazi karena menolong orang-orang Yahudi melarikan diri dari teror Nazi. setelah berbulan-bulan dipenjarakan, para narapidana itu mencoba untuk melarikan diri. Bila tertangkap, para narapidana yang mencoba melarikan diri akan ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari 10 orang dan dimasukkan dalam satu sel dimana mereka dibiarkan mati kelaparan. Hal itu dilakukan untuk menghentikan para narapidana lain yang akan mencoba melarikan diri. Beberapa narapidana tertangkap dan dipanggil satu persatu namanya. Tibalah seorang Yahudi dari Polandia yang bernama Frandiskek Gasovnachek. Ia menangis dan berkata: "Tunggu, aku mempunyai istri dan anak-anak," Kolbe maju ke depan dan berkata: "Aku akan menggantikan dia." Kolbe diarak menuju satu sel bersama 9 orang lainnya. Ia hidup sampai tanggal 14 Agustus. Tentara Nazi lalu membunuhnya dengan suntikan dan mengkremasikan tubuhnya.

Kisah ini ditayangkan di televisi beberapa tahun yang lalu. Pada waktu itu Gasovnachek berumur 82 tahun dan berlinang air mata. Satu kamera mengikutinya berjalan di rumahnya yang berwarna putih. Ia berjalan menuju satu monumen yang dihiasi dengan bunga. Di batu monumen itu tertulis "In memory of Maximilian Kolbe. He died in my place." Sejak tahun 1941, setiap hari Gasovnachek hidup dengan kenangan: "Aku hidup karena seseorang mati menggantikan aku." Setiap tahun pada tanggal 14 Agustus ia pergi ke Auschwitz untuk memperingati Kolbe. Seperti itulah yang dilakukan oleh Yesus untuk kita. Ia mati menggantikan kita supaya kita beroleh hidup. Iman, pengharapan, dan kasih yang dipunyai Kolbe dapat menyelamatkan orang lain. Begitu juga kita, dapat memberitakan Yesus dan orang diselamatkan melalui kita.

Petrus menulis surat ini untuk menguatkan orang percaya yang dalam penderitaan agar tetap teguh dalam iman (5:12). Ia mengingatkan kita semua pada kemuliaan iman dan pengharapan di dalam Kristus, yang akan menjadikan kita memandang rendah penderitaan yang kita alami itu. Petrus juga mengingatkan penderitaan Yesus yang harus diteladani, dan mendorong kita sebagai orang percaya untuk siap menderita karena melakukan kehendak Allah, bukannya karena melakukan kejahatan; dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, sebaliknya menyerahkan diri pada keadilan Allah (4:14-19). Kasih mengarahkan kita kepada Tuhan, sedangkan iman dan pengharapan mengarahkan kita kepada kesempurnaan kehendak Tuhan.

Iman memberikan kita kesempurnaan akal budi (iman adalah kegiatan akal budi) dan pengharapan menyempurnakan keinginan kita (harapan adalah kegiatan keinginan) akan kehidupan kekal di surga. Atau dengan kata lain, bahwa pengharapan adalah tujuan iman dan Kasih adalah tujuan akhir, namun iman dan pengharapan merupakan cara. Sama seperti cara melayani tujuan akhir, maka iman dan pengharapan melayani kasih. Kasih adalah abadi. Kasih akan terus ada sampai selama-lamanya, yang memuncak di dalam persatuan abadi dengan Allah di surga, dimana kita dapat mengasihi Tuhan sebagaimana adanya Dia dan berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Iman, yang merupakan dasar dari harapan yang tidak kita lihat, namun dengan  iman dan pengharapan kita dapat meyakini suatu saat nanti melihat Tuhan muka dengan muka dalam kemuliaan sorga. Itulah kerinduan semua orang percaya, merindukan suatu yang baik tentang masa akan datang, karena di surga kita akan mencapai tujuan akhir, yaitu kebahagiaan kekal. AMIN.