Senin, 23 November 2015
UNDANGAN KESELAMATAN
Lukas 14:15-24
Pernahkah saudara mendapat undangan untuk menghadiri suatu acara panting? Undangan pasta ulang tahun, pengucapan syukur, pesta pernikahan, atau pun undangan-undangan penting lain misalnya? Saudara, barangkali kita pernah mendapatkan undangan-undangan semacam itu. Bahkan mungkin sering. Bila kita mendapatkan undangan itu artinya kita mendapat suatu penghargaan besar dari si pengundang. Semakin besar pengaruh atau status si pengundang maka semakin besar pula nilai penghargaan bagi yang diundang. Coba umpama bila yang mengundang itu adalah seorang jutawan atau seorang pejabat. Maka biasanya orang yang diundang adalah orang-orang yang dianggap pantas untuk diundang. Mana mungkin kira-kira ia mengundang orang-orang buta, orang timpang, orang gembel, orang yang korengan diharapkan menghadiri undangan. Coba pula misalnya bila si pengundang itu adalah seorang raja. Maka tentu orang yang diundangnya adalah orang-orang yang dianggap panting untuk diundang. Orang-orang yang dianggap terhormat tentu saja!
Bagaimana kira-kira andaikata kita sebagai orang biasa tau-tau mendapat undangan dari bapak Presiden untuk manghadiri undangan kenegaraan? Boleh jadi kita berkata: "mimpi apa aku semalam"? Tentu kita akan berupaya untuk datang karena peristiwa semacam itu tentulah suatu peristiwa yang tak terlupakan seumur hidup kita, sebuah kenang-kenangan yang berharga! Betapa tidak, apabila kita telah diundang dan mendapatkan suatu penghargaan besar tiada tara. Suatu penghargaan langka yang tidak mungkin didapat semua orang. Seumur hidup belum tentu semua orang mendapatkannya. Walaupun setiap orang mendambakannya. Saudara, bagaimana kira-kira bila hal tersebut memang benar-benar terjadi dalam kehidupan kita? Bagaimanakah sikap kita? Dan... maaf, bila mengingatkan, bahwa saudara dan saya memang benar-benar telah diundang. Ya, benar-benar juga diundang dalam pasta perkawinan. Ya, Sang Penguasa, raja di atas segala raja, Sang Mahakaya benar-benar mengundang kita dalam suasana pesta anak-Nya. Bagmana sikap kita?
Saudara, Ini adalah soal Kerajaan Sorga. Yang dipaparkan Yesus dalam nas ini, Yesus sendiri mengumpamakannya sama dengan seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anak-Nya. Ia telah mengundang banyak orang ke pasta yang diadakan-Nya. Untuk bersama- sama bergembira. Tapi masalahnya, para undangan tidak dapat menghadiri pesta tersebut. Apa pasalnya? Mereka masing-masing punya alasan. Alasan yang memang tak dapat ditawar-tawar. Alasan yang memang juga tak boleh diremehkan! Ya, karena menyangkut keperluan hidup alias jaminan hidup. Yang bila diabaikan bisa fatal akibatnya! Untuk itulah mereka satu-persatu meminta maaf kepada si pengundang. Maaf karena urusan ladang. Maaf karena harus mengusrus usaha. Yang lain juga maaf.., karena barang sebentar bersenang menakmati kebahagiaan keluarga. Ya, maaf,., maaf. , , maaf ... Dan siapa yang mengatakan bahwa segala urusan mereka itu salah? Tidak, tidak salah! Masalahnya saudara, mereka tidak menyadari bahwa undangan tersebut teramat penting. Bahwa undangan itu bukanlah undangan biasa, tetapi dari sang baginda raja, yang bisa menentukan nasib seseorang!
Taukah saudara apa artinya bila undangan tersebut tak diindahkan? Mengertikah kita apabila sang baginda kecewa? Yang pasti bisa terjadi kesulitan bagi si diundang nantinya! Karena bila tak datang ke undangan raja boleh jadi dianggap suatu penghinaan bagi sang baginda. Bila ini sampai terjadi tentu malanglah nasib si orang yang tak mengindahkan undangan sang baginda. Padahal undangan semacam itu belum tentu terjadi kedua kali. Saudara, perumpamaan Yesus tentang hal Kerajaan sorga dalam nas ini masih ada kelanjutannya. Rupa-rupanya sang raja ini seorang yang murah hati. Walaupun para undangan istana itu mempunyai dalih yang bermacam-macam, bahkan sampai menangkap, menyiksa bahkan membunuh hamba-hamba utusannya. Namun ia tetap mengundang orang-orang untuk datang ke pestanya. Namun kali ini para undangannya bukan lah orang-orang terhormat. Pokoknya orang jahat, orang gembel, bandit, dan sebagainya diundang!
Saudara, apa yang mau dikatakan Yesus melalui perumpamaan dalam nas ini? Adalah orang-orang yang telah dipanggil menjadi pengikut-pengikut Kristus. Menjadi anggota jemaat warga Kerajaan Allah, tetapi masih tetap dalam dosanya. Dengan bermacam dalih mereka menolak undangan sorgawi. Nah, ini! Apabila hanya karena urusan perut, soal jamian hidup, atau juga masalah kebahagiaan hidup di alam fana ini kita menjadi sangat sibuk. Selalu sibuk. Terlalu sibuk. Dan akhirnya diperbudak oleh kesibukan. Dan persoalan yang diurus kesibukan tadi menjadi satu-satunya yang dianggap paling berharga. Menjadi satu-satunya tujuan hidup. Di sinilah celakanya! Apalagi bila karenanya kita sampai menganggap soal keselamatan menjadi tak ada artinya. Di sinilah bahayanya! Lalu akhirnya kita menjadi kehilangan makna hidup yang sesungguhnya. Untuk apa sebenarnya kita ada di tengah-tengah kehidupan ini. Apa yang mestinya dilakukan sebagai persiapan bila nanti memasuki alam yang di seberang sana?!
Saudara, kesibukan adalah bahaya nomor satu paling menggoda, yang dapat menjauhkan kita dari Tuhan. Sibuk itu sendiri sebenarnya tidaklah salah! Tetapi bila terlalu sibuk, nah inilah yang bisa berbahaya. Kita lalu seperti orang terkena bius. Lupa capek. Lupa sakit. Lupa hari-hari ajal kita yang makin mendekat. Akhirnya kita tidak menyadari untuk apa semua yang kita cari, kita kerjakan, kita usahakan dan kita peroleh bila malaikat maut keburu datang. Banyak orang meremehkan berkat, anugerah Tuhan dan lebih memilih hidup dalam dosa yang berujung pada maut. Inilah gambaran dari kehidupan banyak orang di masa sekarang yang selalu berfokus pada dirinya dan kepentingannya sendiri. Bahkan dengan berbagai dalih mereka berusaha menghindar dari Tuhan.
Dalam dunia rohani ada banyak orang seperti ini. Kelihatannya mereka mau datang kepada Yesus. Mereka mau diajak ke gereja, mau dibaptis, mau belajar Kitab Suci, mau melayani Tuhan, mau memberi persembahan dsb, tetapi waktu mereka betul-betul ditantang untuk datang kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Juruselamat dan Tuhan, mereka menolak! Namun ada juga yang datang, tetapi tidak mau mengenakan pakaian pesta yang telah disediakan oleh Kristus. Yaitu "pakaian" kebenaran. Banyak orang menerima undangan untuk percaya kepada Yesus, tapi gagal untuk menanggalkan pakaian lama dan mengenakan pakaian Kerajaan Allah, banyak orang yang percaya kepada Yesus masih hidup dengan cara hidup dan pola pikir yang lama yang tidak sesuai dengan Firman Allah dan tidak hidup dalam ketaatan. Tidak sungguh-sungguh. Tidak serius! (bdk. Mat.22:11-14; Why. 3:18).
Jadi dalam nas ini ada dua pelajaran penting yang perlu kita perhatikan, ketika Tuhan mengundang Anda: soal kesungguhan, keseriusan kita dalam hal hidup keagamaan kita. Bahwa soal kesibukan janganlah sampai menggantikan hal-hal yang paling prinsip dalam hidup kita. Sedangkan yang berikutnya: bahwa soal hidup dalam kebenaran haruslah selalu diutamakan. Jangan dikesampingkan, Kita telah dikasihi oleh Allah melalui korban Kristus. Kita telah dianggap berharga dan telah diundang dalam sukacita sorgawi hanya semata oleh kasih Allah. Janganlah sampai kita sia-siakan atau mengabaikannya! Saudara, saat ini Tuhan mengundang kita untuk datang dan menikmati persekutuan bersama-Nya. Apakah Anda menyambut dan menerimanya dengan serius dan penuh sukacita? AMIN.
(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)
Jumat, 20 November 2015
DI DEPAN PINTU GERBANG SORGA
(Matius 25:31-46)
Di
hari penghakiman nanti (seperti yang dipaparkan oleh Yesus sendiri), ini yang
akan terjadi. Ketika Yesus datang untuk kedua kali sebagai raja, semua manusia
akan dihakimi di hadapanNya. Semua manusia ditetapkan dan ditempatkan seperti
antara kelompok kambing dan domba. Ada yang ditempatkan di sebelah kanan
(domba), ada yang di sebelah kiri (kambing). Sepanjang yang bisa kita pahami,
yang ditempatkan di sebelah kanan (domba) tentu adalah calon penghuni sorga.
Sedang yang di sebelah kiri (kambing) tentu para calon penghuni neraka!
Saudara,
pertama-tama, tentu kita pengin tahu, apa sih yang menjadi kriteria
pengelompokannya? Sehingga ada kelompok domba dan kelompok kambing? Nah, ini! Dari
apa yang mereka perbuat kepada sesama! Tindakan sederhana, tetapi riil dan tepat
guna! Perhatikan apa yang Yesus tegaskan: “…..sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari
saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Sungguh di
luar dugaan. Tidak seperti yang kita perkirakan. Kita kira hal-hal spektakuler dan
luar biasa yang menjadi penilaian.
Kita
kira bahwa yang ditanyakan adalah tentang bagaimana bentuk ibadah kita. Atau
keaktivan persekutuan doa kita. Atau berapa kali Anda membaca Alkitab tiap
hari. Atau mungkin seberapa gigih Anda membela Tuhan atas nama baju kumal agama. Atau berapa banyak orang-orang yang Anda anggap kafir telah disingkirkan
untuk membela kesucian Tuhan? Ternyata tidak! Ternyata berbeda dari kebanyakan
yang kita perkirakan. Ternyata hal-hal yang sederhana saja. Saking
sederhananya, bahkan kedua kelompok tersebut, baik kelompok domba maupun
kambing tanpa mereka sadari bahwa mereka telah berbuat maupun telah tidak
berbuat! Astaga! Hanya tindakan kecil
dan sederhana saja rupanya. Berbagi
sepotong baju bekas bagi yang tak berpunya, rasanya rata-rata kita mampu saja
melakukannya.
Berbagi
kasih sepiring nasi sop plus segelas Aqua, sebenarnya bukanlah hal yang terlalu
luar biasa. Kalau hanya sepotong baju, segelas air, memberi tumpangan,
mengunjungi yang sakit, atau kunjungan kepada yang terpenjara, rasa-rasanya bukankah
terlalu sederhana bila dibandingkan dengan kemuliaan sorga yang tiada tara? Hanya
masalahnya, kenapa sih yang sederhana itu pun terlalu sulit untuk dilakukan? Padahal,
bukankah itu yang justru menentukan? Nah di sinilah persoalannya. Justru inilah
yang menentukan pengelompokkannya, entah digolongkan pada kelompok domba atau
pun pada kelompok kambing!
Lalu apa saja sih sifat-sifat positif yang
mencirikannya sehingga ditempatkan menjadi kelompok domba (yang baik) dan
sifat-sifat negatif yang mencirikannya sehingga ditempatkan pada kelompok
kambing (yang tidak baik/jahat)? Menurut penelitian yang dilakukan berdasarkan
pengalaman para gembala yang ada di belahan bumi Palestina dan sekitarnya telah
mempelajari sifat fenotif (gambaran
luar) dan genotif (karakter) dari
kedua jenis binatang tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan empat perbedaan
mendasar seperti berikut ini:
Kelompok
Domba.
Pertama: Pada
umumnya Domba berwarna putih keemasan. Warna
keemasan domba menunjukkan atau melambangkan kepada sesuatu yang terang dan
sukacita. Warna itu menunjukkan bahwa domba memiliki warna yang mewakili apa
yang dikenal manusia sebagai gambaran hal yang lebih positif (bersih/terang, mulia dll).
Kedua: Domba memiliki
karakter yang jinak. Pada masa musim mencukur bulu domba tiba,
domba tidak perlu diikat karena mereka sangat penurut dan percaya akan apa yang
dikerjakan pencukur terhadap domba-domba. Karakter domba ternyata terwakili
dari berkatnya, domba dengan bulunya yang tebal dan disaat masa cukur tiba,
domba-domba menurut saja untuk dicukur. Artinya karakter dan keperluan domba
itu sudah dibentuk atau terbentuk sedemikian rupa (genotif).
Ketiga: Kebiasaan
domba suka mengelompok dalam satu kawanan (bisa berkawan). Makan rumput
bersama, minum air bersama. Diwaktu malam,
domba juga tidur berkumpul bersama saling menghangatkan, saling berbagi
kehangatan. Di dalam kandang domba akan cendrung berkumpul dan bergerombol dan
memilih tempat yang terbuka, hal ini dimungkinkan karena sifat yang suka
berkawan juga karena memiliki bulu yang tebal sehingga tahan dingin.
Keempat: Domba
mudah diatur dan mau diatur. Mendengar dan selalu patuh pada tuntunan sang
gembalanya. Ketika suara
gembalanya memberikan kode dengan teriakan, para domba dengan segera mengambil
perhatian dan mengikuti perintah pengembala. Bila dituntun ke Barat, semua
bersama-sama ke Barat. Bila dituntun ke Timur, ya semua ke Timur. Walau memang
ada juga dua tiga ekor yang kesasar sendiri hingga terjatuh ke jurang (itu
pengecualian)!
Di
samping itu, domba memiliki sesuatu yang berharga dalam dirinya yang dapat ia
persembahkan bagi orang lain. Bulu wolnya yang mahal, susu, bahkan dirinya
sendiri rela dipersembahkan bagi orang lain. Bahkan yang tidak kalah berharga,
yaitu rasa emosional para pengembala lebih
nyaman terhadap domba-dombanya dibandingkan kambing yang cenderung liar. Domba
memiliki karakter rela berkorban demi sempurnanya setiap pesta yang diadakan (ingat
contoh ketika seorang ayah menyambut kedatangan anak bungsunya yang terhilang
dengan pesta). Bukan kambing yang jadi korban, tetapi domba! Pokoknya domba itu
melambangkan kesucian, kerelaan berkorban dan keperdulian. Seperti yang Yesus
lakukan, mengorbankan diriNya bagi tebusan dosa umat manusia.
Kelompok Kambing.
Pertama: Nah, ini berbeda. Kambing pada umumnya berwarna hitam dan
coklat. Warna coklat dan
hitam biasanya difahami oleh manusia cenderung sebagai gambaran
suasana kehidupan yang kelam, hitam, kedukaan, kejahatan dst.
Kedua: Kambing cenderung membangkang sulit diatur. Kambing
tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.
Dia akan selalu melompat pagar untuk mencari makanan yang menurutnya
lebih enak. Manusia yang meniru sifat kambing
tentunya akan menunjukkan banyak kegelapan dari tingkah lakunya, perbuatan
untuk kepentingan diri sendiri, juga ego dan tidak jujur serta ingin menang
sendiri. Sifat ini adalah sifat yang bertentangan dengan rencana Allah kepada
manusia. Bagaimana orang semacam ini dapat mengasihi orang lain?
Ketiga: Kambing lebih sukanya sendiri-sendiri.
Tidak suka mengelompok (bersama-sama). Tok pun mengelompok juga, yang sering
terjadi adalah saling menanduk. Saling merasa kuat, saling merasa berkuasa,
saling merasa berhak, saling merasa berkepentingan. Bukan saling perduli,
berbagi dan memperhatikan.
Keempat: Kambing
kalau merumput suka berpindah-pindah.
Suka pindah sana pindah sini dan serabutan serta cenderung sibuk tidak menentu. Ya,
itulah kelompoknya kambing. Di samping itu, kambing lebih banyak mengembik
ketimbang diam. Dan kalau mengembik, suaranya bernada mengejek, meremehkan, dan
terkesan angkuh. Padahal domba walau tiap hari pakai woll, embiknya biasa-biasa
saja. Tetap rendah hati. Tidak sombong.
Di depan pintu gerbang sorga…..
ketika semua manusia (termasuk Anda
dan saya) menghadap takhta pengadilanNya….Apakah Anda dan saya termasuk
kelompok yang mana? Kelompok kambing atau domba? Sebagai orang beriman, tentu
kita semua rindu untuk ditempatkan dan ditetapkan pada kelompok domba. Bukan kelompok
kambing! Hanya persoalannya, apakah karakter domba adalah karakter hidup kita? Jika
ya, maka ini yang akan nampak jelas, dia akan menemukan Tuhan pada diri sesamanya
manusia. Dia akan melakukan sesuatu,
berbuat sesuatu seolah berbuat untuk Tuhan sendiri secara alami. tanpa ia sadari. Bukan dibuat-buat,
atau sengaja berbuat, atau pura-pura berbuat. Tetapi memang sungguh-sungguh
berbuat untuk memanusiakan sesamanya. Namun tidak pernah merasa berbuat. Amin!
(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)
Langganan:
Postingan (Atom)