Renungan GKE

Jumat, 20 November 2015

DI DEPAN PINTU GERBANG SORGA




(Matius 25:31-46)

Di hari penghakiman nanti (seperti yang dipaparkan oleh Yesus sendiri), ini yang akan terjadi. Ketika Yesus datang untuk kedua kali sebagai raja, semua manusia akan dihakimi di hadapanNya. Semua manusia ditetapkan dan ditempatkan seperti antara kelompok kambing dan domba. Ada yang ditempatkan di sebelah kanan (domba), ada yang di sebelah kiri (kambing). Sepanjang yang bisa kita pahami, yang ditempatkan di sebelah kanan (domba) tentu adalah calon penghuni sorga. Sedang yang di sebelah kiri (kambing) tentu para calon penghuni neraka!

Saudara, pertama-tama, tentu kita pengin tahu, apa sih yang menjadi kriteria pengelompokannya? Sehingga ada kelompok domba dan kelompok kambing? Nah, ini! Dari apa yang mereka perbuat kepada sesama! Tindakan sederhana, tetapi riil dan tepat guna! Perhatikan apa yang Yesus tegaskan: “…..sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Sungguh di luar dugaan. Tidak seperti yang kita perkirakan. Kita kira hal-hal spektakuler dan luar biasa yang menjadi penilaian.

Kita kira bahwa yang ditanyakan adalah tentang bagaimana bentuk ibadah kita. Atau keaktivan persekutuan doa kita. Atau berapa kali Anda membaca Alkitab tiap hari. Atau mungkin seberapa gigih Anda membela Tuhan atas nama baju kumal agama. Atau berapa banyak orang-orang yang Anda anggap kafir telah disingkirkan untuk membela kesucian Tuhan? Ternyata tidak! Ternyata berbeda dari kebanyakan yang kita perkirakan. Ternyata hal-hal yang sederhana saja. Saking sederhananya, bahkan kedua kelompok tersebut, baik kelompok domba maupun kambing tanpa mereka sadari bahwa mereka telah berbuat maupun telah tidak berbuat!  Astaga! Hanya tindakan kecil dan sederhana saja rupanya.  Berbagi sepotong baju bekas bagi yang tak berpunya, rasanya rata-rata kita mampu saja melakukannya.

Berbagi kasih sepiring nasi sop plus segelas Aqua, sebenarnya bukanlah hal yang terlalu luar biasa. Kalau hanya sepotong baju, segelas air, memberi tumpangan, mengunjungi yang sakit, atau kunjungan kepada yang terpenjara, rasa-rasanya bukankah terlalu sederhana bila dibandingkan dengan kemuliaan sorga yang tiada tara? Hanya masalahnya, kenapa sih yang sederhana itu pun terlalu sulit untuk dilakukan? Padahal, bukankah itu yang justru menentukan? Nah di sinilah persoalannya. Justru inilah yang menentukan pengelompokkannya, entah digolongkan pada kelompok domba atau pun pada kelompok kambing!

 Lalu apa saja sih sifat-sifat positif yang mencirikannya sehingga ditempatkan menjadi kelompok domba (yang baik) dan sifat-sifat negatif yang mencirikannya sehingga ditempatkan pada kelompok kambing (yang tidak baik/jahat)? Menurut penelitian yang dilakukan berdasarkan pengalaman para gembala yang ada di belahan bumi Palestina dan sekitarnya telah mempelajari sifat fenotif (gambaran luar) dan genotif (karakter) dari kedua jenis binatang tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan empat perbedaan mendasar seperti berikut ini:

Kelompok Domba

Pertama: Pada umumnya Domba berwarna putih keemasan. Warna keemasan domba menunjukkan atau melambangkan kepada sesuatu yang terang dan sukacita. Warna itu menunjukkan bahwa domba memiliki warna yang mewakili apa yang dikenal manusia sebagai gambaran hal yang lebih positif (bersih/terang, mulia dll). 

Kedua: Domba memiliki karakter yang jinak. Pada masa musim mencukur bulu domba tiba, domba tidak perlu diikat karena mereka sangat penurut dan percaya akan apa yang dikerjakan pencukur terhadap domba-domba. Karakter domba ternyata terwakili dari berkatnya, domba dengan bulunya yang tebal dan disaat masa cukur tiba, domba-domba menurut saja untuk dicukur. Artinya karakter dan keperluan domba itu sudah dibentuk atau terbentuk sedemikian rupa (genotif).

Ketiga: Kebiasaan domba suka mengelompok dalam satu kawanan (bisa berkawan). Makan rumput bersama, minum air bersama. Diwaktu malam, domba juga tidur berkumpul bersama saling menghangatkan, saling berbagi kehangatan. Di dalam kandang domba akan cendrung berkumpul dan bergerombol dan memilih tempat yang terbuka, hal ini dimungkinkan karena sifat yang suka berkawan juga karena memiliki bulu yang tebal sehingga tahan dingin.

Keempat: Domba mudah diatur dan mau diatur. Mendengar dan selalu patuh pada tuntunan sang gembalanya. Ketika suara gembalanya memberikan kode dengan teriakan, para domba dengan segera mengambil perhatian dan mengikuti perintah pengembala. Bila dituntun ke Barat, semua bersama-sama ke Barat. Bila dituntun ke Timur, ya semua ke Timur. Walau memang ada juga dua tiga ekor yang kesasar sendiri hingga terjatuh ke jurang (itu pengecualian)!

Di samping itu, domba memiliki sesuatu yang berharga dalam dirinya yang dapat ia persembahkan bagi orang lain. Bulu wolnya yang mahal, susu, bahkan dirinya sendiri rela dipersembahkan bagi orang lain. Bahkan yang tidak kalah berharga, yaitu rasa emosional para pengembala lebih nyaman terhadap domba-dombanya dibandingkan kambing yang cenderung liar. Domba memiliki karakter rela berkorban demi sempurnanya setiap pesta yang diadakan (ingat contoh ketika seorang ayah menyambut kedatangan anak bungsunya yang terhilang dengan pesta). Bukan kambing yang jadi korban, tetapi domba! Pokoknya domba itu melambangkan kesucian, kerelaan berkorban dan keperdulian. Seperti yang Yesus lakukan, mengorbankan diriNya bagi tebusan dosa umat manusia.

Kelompok Kambing.

Pertama:  Nah, ini berbeda. Kambing pada umumnya berwarna hitam dan coklat. Warna coklat dan hitam biasanya difahami oleh manusia cenderung sebagai gambaran suasana kehidupan yang kelam, hitam, kedukaan, kejahatan dst.

Kedua: Kambing cenderung membangkang sulit diatur. Kambing tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.  Dia akan selalu melompat pagar untuk mencari makanan yang menurutnya lebih enak. Manusia yang meniru sifat kambing tentunya akan menunjukkan banyak kegelapan dari tingkah lakunya, perbuatan untuk kepentingan diri sendiri, juga ego dan tidak jujur serta ingin menang sendiri. Sifat ini adalah sifat yang bertentangan dengan rencana Allah kepada manusia. Bagaimana orang semacam ini dapat mengasihi orang lain? 

Ketiga: Kambing lebih sukanya sendiri-sendiri. Tidak suka mengelompok (bersama-sama). Tok pun mengelompok juga, yang sering terjadi adalah saling menanduk. Saling merasa kuat, saling merasa berkuasa, saling merasa berhak, saling merasa berkepentingan. Bukan saling perduli, berbagi dan memperhatikan.

Keempat: Kambing kalau merumput suka berpindah-pindah. Suka pindah sana pindah sini dan serabutan serta cenderung sibuk tidak menentu. Ya, itulah kelompoknya kambing. Di samping itu, kambing lebih banyak mengembik ketimbang diam. Dan kalau mengembik, suaranya bernada mengejek, meremehkan, dan terkesan angkuh. Padahal domba walau tiap hari pakai woll, embiknya biasa-biasa saja. Tetap rendah hati. Tidak sombong.

Di depan pintu gerbang sorga…..

ketika semua manusia (termasuk Anda dan saya) menghadap takhta pengadilanNya….Apakah Anda dan saya termasuk kelompok yang mana? Kelompok kambing atau domba? Sebagai orang beriman, tentu kita semua rindu untuk ditempatkan dan ditetapkan pada kelompok domba. Bukan kelompok kambing! Hanya persoalannya, apakah karakter domba adalah karakter hidup kita? Jika ya, maka ini yang akan nampak jelas, dia akan menemukan Tuhan pada diri sesamanya manusia.  Dia akan melakukan sesuatu, berbuat sesuatu seolah berbuat untuk Tuhan sendiri secara alami. tanpa ia sadari. Bukan dibuat-buat, atau sengaja berbuat, atau pura-pura berbuat. Tetapi memang sungguh-sungguh berbuat untuk memanusiakan sesamanya. Namun tidak pernah merasa berbuat.  Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar