Renungan GKE

Rabu, 19 Juni 2013

MENGATASI PENDERITAAN


(Matius 15:21-28)

Seorang dramawan Inggris pernah berkata: "Hidup ini memang berat tidak berjalan seperti yang kita ingini. Tetapi inilah satu-satunya hidup yang kita miliki!." Artinya, bahwa hidup ini tidak selalu menyenangkan kita, selalu saja ada hal-hal yang menyedihkan, menyakitkan, mendukakan kita. Selalu saja ada hal-hal yang mengakibatkan penderitaa dalam hidup kita. Penderitaan tidak pernah pilih bulu terhadap siapa pun. Entah orang dia orang miskin, kaya, orang berdosa, orang saleh, semua dihinggapinya. Walau penderitaan bagi orang yang satu tidak sama dengan penderitaan orang yang lainnya. Pokoknya, selama kita dalam dunia ini kita tidak pernah luput dari segala penderitaan. Selama kita adalah manusia, selama itu pula penderitaan itu adalah bagian dari hidup kita. Yang harus kita hadapi.

Penderitaan memang bukanlah sesuatu yang menyenangkan, tapi itulah kenyataan yang kita hadapi. Kita tidak mungkin dapat menghindarkannya, toh pun kita tidak setuju atas kenhadirannya. Namun saudara, bukan berarti kita hanya pasrah saja terhadapnya. Seberat apapun penderitaan itu pastilah juga ada jalan keluarnya. Coba kita perhatikan apa yang terjadi dengan seorang perempuan dalam nas ini. Ia diliputi penderitaan. Anak yang sangat dikasihinya menderita karena dirasuk setan. Sesuatu yang tidak diharapkannya memang. Tapi itu juga yang dialaminya, men jadi beban dan penderitaan baginya. Namun dari nas ini pula kita mengetahui bahwa ia berusaha mencari penyelesaian untuk mengatasi penderitaan anaknya. Ia mendapatkannya, ketika ia memohon Yesus untuk menolongnya, penderitaan besar yang dialaminyapun dapat diatasi.

Saya tidak tahu apa beban kita satu-persatu saat ini. Tapi yang pasti bahwa beban-beban yang menjadi penderitaan itu pasti kita alami. M ungkin saat ini ada diantara kita yang merasa bersedih gara-gara anak yang sangat dikasihinya meninggalkan imannya. Yang lain pula mungkin menghadapi kesulitan biaya. Ada pula yang bersedih karena difitnah orang, menghadapi masa depan yang suram. Atau mungkin juga ada yang menghadapi masalah teman-teman sekantor, masalah usaha dan pekerjaan, masalah keluarga, masalah sakit-penyakit, dsb. Pokoknya penderitaan pasti kita alami dan tidak pernah menjadi kata akhir dalam kehidupan kita.

Terhadap penderitaan saudara, pasti pula kita berhadapan dengan dua pilihan. Kita menyerah kalah, atau kita berjuang memenangkannya. Dikalahkannya, berarti kita rela mematika.n diri sendiri, sebelum kita mati. Kita mengalahkannya berarti kita tetap hidup betapapun keadaan kita. Lalu bagaimanakan bila kita sendiri berhadapan dengan penderitaan-penderitaan? Apakah kita bersikap pasrah dan menyerah, atau mengalahkannya, mengubahnya menjadi kemenangan? Bila kita bersikap pasrah dan menyerah, maka cita-cita, langkah-langkah kehidupan kita, rencana dan harapan kita akan hancur berantakan. Tidak jarang akibatnya orang menjadi sangat berputus asa, tidak dapat menerima kenyataan dalam hidup ini. Lalu menjadi frustrasi. Tidak sedikit yang menjadi penghuni rumah sakit jiwa atau sampai bunuh diri. Tidak sedikit pula yang menjadi murtad dan semakin menjauh dari Tuhan.

Apabila kita mengalahkannya, berarti kita harus berjuang mengatasinya, untuk mengubannya menjadi kemenangan. Namun ini tidak mudah, diperlukan perjuangan yang gigih. Diperlukan keberanian, kesabaran, kesungguhan, dan pengorbanan serta kebesaran jiwa. Tidak hanya sampai di disitu. Sebab ia harus didukung dengan sikap ketergantungan sepenuhnya kepada Tuhan. Hal itu mutlak perlu dilakukan, sebab hanya dengan sikap itulah orang dapat mengatasi segala bentuk-bentuk penderitaan dalam hidup ini. Sikap inilah juga yang dimiliki si wanita ini, sehingga ia benar-benar dapat keluar dari penderitaannya. Terhadap anaknya yang sangat menderita.

Coba kita perhatikan sikapnya tersebut di dalam mengatasi penderitaannya. Ketika ia berjumpa dengan Tuhan Yesus dan mnrid-muridNya. Yesus tidak menjawab atas permintaannya, tidak memperdulikannya. Bahkan murid-murid Yesus meminta agar perempuan itu disuruh pergi saja. Ia dianggap mengganggu perjalanan Yesus dan murid-morid-Nya (ay.23). Jawaban Yesus pun sangat menyakitkannya. Dalam ayat ke 24 Yesus menjawab: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel".

Kemudian dalam ayat ke 26 Yesus memberikan jawaban: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing". Bahkan apabila kita memperhatikan dengan teliti, bahwa Yesus tidak berbicara dan menghadap langsung kepada wanita ini. Tetapi berkata-kata dan menghadap ke arah murid-rnurid-Nya. Wanita ini dianggap tidal ada, dianggap angin saja. Dari sikap Yesus dan murid-muridNya itu dapat kita simpulkan bahwa permohonannya itu ditolak, bahkan dengan jawaban-jawaban yang sangat menyakitkan. Ia dianggap tidak layak mendapat pertolongan, sebab ia adalah seorang Kanaan. Yang bagi orang Yahudi dianggap sebagai orang kafir, orang berdosa, bukan umat pilihan. Orang Yuhudi sering mencela orang kafir dengan menyebutnya "anjing". Ucapan yang sama juga dipergunakan Yesus disini terhadap wanita Kanaan ini.

Kita pasti memahami bahwa sikap dan ucapan Yesus disini hanyalah untuk menguji iman wanita ini, bukan berdasarkan kebencian seperti orang-orang Yahudi. Saudara, disinilah kita berjumpa dengan arti iman yang sesungguhnya, yang diteladankan oleh wanita Kanaan ini. Ia tidak menyerah, tidak undur, terhadap sikap "tidak" dari Tuhan yang pertama. Ia tidak marah toh pun ia disamakan dengan anjing. Ia mengakui bahwa sebenarnya ia tidak pantas menerima pertolongan dari Tuhan, sebab ia seorang kafir, bangsa yang dianggap berdosa. Bangsa Israelah bangsa yang terpilih, aku ini hanya perempuan kafir raja. Tapi ya Tuhan, berikanlah aku berkat-Mu yang berlimpah itu berdaskan kasih-Mu saja, walau pun aku hanya menerima remah-remahnya saja. Itu nyata dari ucapannya: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya"(ay. 27).

Benar bahwa ia seorang wanita bangsa kafir, tetapi kepercayaannya kepada Yesus sangat besar, dan ia sangat rendah hati. Atas sikap dari imannya yang luar biasa itu ia mendapat pembenaran dan pertolongan dari Yesus: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki.” Ketika kita menghadapi berbagai macam penderitaan, mungkin kita telah berusaha mencari jalan penyelesaiannya. Barangkali pula kita telah berdoa kepada Tuhan. Tapi tidak sedikit orang mengeluh, karena merasa doanya tidak didengar-dengar Tuhan. Tapi saudara, benarkah doa kita selama ini betul-betul merupakan suatu pergumulan untuk memperoleh berkat? Ataukah hanya sekedar permohonan dalam kebimbangan, yang dikacaukan pula oleh keragu-raguan, apakah ia diterima atau ditolak?

Apakah doa kita itu sedah undur dalam sikap "tidak" yang pertama dari Tuhan? Sering pula kita mendengar nasihat tentang doa bahwa kita tidak boleh mendesak Tuhan. Bukankah kita di¬ajar untuk berdoa: "Bukannya kehendakku, melaikan kehendak-Mu yang jadi? Tapi cerita ini tadi juga mengajarkan kita bergumul berdoa: “Biarlah kehendakku jadi, sesuai dengan kehendak-Mu.”? Cerita ini bukan kiasan atau perunpamaan. Ia adalah suatu peristiwa yang ter jadi dalam sejarah kehidupan nyata. Malah tempat terjadinya peristiwa itu dilukiskan secara geographis yang jelas.

Ia memperlihatkan kepada kita bahwa Yesus itu maha pengasih. Ia tidak membatu dan membeku bila kita bertekun dalam iman, bertahan dalam permohonan seperti harapan si wanita Kanani ini: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya." Cerita ini hendak mengajak kita supaya bertahan, bertahan terus. Sampai kita menerima apa yang kita mohonkan. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat; ketolah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Mat. 7:7). Wanita Kanaan ini juga manusia biasa, bahkan berasal dari bangsa kafir, orang berdosa. Namun permohohanannya didengarkan oleh Tuhan. Tuhan itu maha kasih adanya. Tidakah terlebih lagi Ia akan mendengar, menjawab permohonan kita sebagai anak-anak-Nya? Dalam Matius 7:11b dikatakan: “Apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”

Saudara, ada satu cerita yang menarik. Di dermaga di tepi sungai besar yang biasanya dilayari kapal, seorang anak kecil sedang mengail ikan dekat seorang tua yang tak dikenalnya yang juga sedang mengail di sana. Mata kail mereka telah dilemparkan ke dalam sungai namun ikan tak kunjung datang untuk menyentuh umpan di kailnya. Sambil melihat kapal yang hilir mudik di sungai itu anak kecil itu terperanjat melihat kapal yang tampak di kejauhan sana. Anak itu melepaskan bajunya sambil melambai-lambaikannya ke arah kapal itu. Orang tua yang di sebelahnya itu heran dan berpikir, “mungkin anak tersebut sudah tidak waras lagi. Apakah mungkin kapal tersebut mau mendekati anak tersebut. Itu tidak mungkin.” Tak lama kemudian kapal tersebut menuju pada tempat anak itu mengail. Orang tua itu heran, apa yang akan terjadi? Kapal itu memang menjemput anak itu. Anak itu berkata kepada orang tua itu, “Tahukah Anda bahwa nakhoda kapal itu adalah bapak saya, karena itu dia menjawab lambaian tangan saya.”
.
Lambaian tangan minta tolong kepada Allah dan teriakan mita tolong kita kepada-Nya hanya akan dikabulkan oleh sebab kita dikenal oleh Allah sebagai anak-anak-Nya yang kekasih. Sebab itu saudara, apabila kita sedang menngalami apapun dalam hidup ini yang merupakan penderitaan, kita tidak sendirian. Kita memiliki Dapa yang di sorga. Maka ingatlah kepada-Nya. Sebab dengan ingat kepada-Nya adalah obat yang paling mujarab ketika kita menghadapi penderitaan. Berharap kepada Tuhan menjadikan kita memiliki kekuatan yang luar biaa untuk menghadapi penderitaan. Dengan berharap kepada Tuhan ada 1001 jalan dan pertolongan yang disediakan-Nya bagi kita, bahkan ketika menghadapi persoalan yang tidak mungkin diselesaikan oleh manusia sekalipun. AMIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar