Renungan GKE

Jumat, 03 Januari 2014

SETELAH NATAL USAI LALU APA…?!



I Petrus 4:7-11

Natal Umum 25 Desember usai sudah. Spanduk-spanduk Tema: “Datanglah, Ya Raja Damai” (bdk. Yes.9:5) mungkin mulai diturunkan dari tempat pemajangannya. Pohon-pohon Natal plastik beserta pernak-perniknya yang cantik barangkali juga mulai dirapikan kembali dikemas dalam kardus-kardus untuk disimpan, dan mungkin akan dibongkar lagi tahun depan ketika perayaan yang sama diadakan. Namun, adakah damai itu sungguh terpatri di hati? Atau, akankah kehidupan kita berbuahkan damai sejahtera dan Injil kabar sukacita bagi sesama yang dinampakkan dalam kehidupan sehari-hari? Atau barangkali kembali biasa-biasa saja seperti sediakala? Kita masing-masing akan menjawabnya!

Gypsy Smith, seorang penginjil besar di zamannya, mengajarkan bahwa sebenarnya ada lima Injil. Ketika mengucapkan kalimat terakhir, para pendengarnya memprotes dalam hati. Namun belum sempat memprotes, ia menjelaskan sambil menyebutkan masing-masing Injil yang dimaksud. Menurutnya, Injil itu terdiri dari Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan yang kelima adalah orang kristiani itu sendiri. Kekristenan dan ajarannya sesungguhnya sangat menarik. Dunia menanti ilustrasi nyata dari kita. Ya, layaknya sebuah Kitab Injil yang terbaca.

Sebagai orang Kristen yang berpengharapan mestinya kita tahu bagaimana menjalani hidup. Kristus harus tampak secara jelas dan bukan samar-samar melalui kehidupan nyata kita setiap hari hingga kedatangan-Nya yang kedua kali. Namun, yang terkadang membuatnya kurang menarik adalah orang-orang kristiani yang mengilustrasikannya. Karena itu mari memohon Roh Kudus menolong kita untuk menunjukkannya hidup dengan baik, hidup yang berbeda dari cara-cara hidup orang dunia. Sebagai pengikut Kristus , melalui nas ini, Petrus menggarisbawahi bahwa ada tiga perkara yang harus kita perhatikan, adalah :

1. Menguasai diri dan menjadi tenang (ay.7)

Petrus membuka bagian perikop ini dengan kalimat yang cukup serius, “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.” (ay.7). Dalam NIV diterjemahkan: ‘Therefore be clear minded and self-controlled so that you can pray’ (= Karena itu hendaklah engkau berpikir jernih / bersih dan menguasai diri sehingga kamu dapat berdoa). Kata “berpikir jernih” berasal dari kata ‘sober’ (= waras, lawan dari ‘nafsu berahi’), asal kata dari kata Yunaninya menunjuk kepada usaha penjagaan terhadap pikiran; pikiran, dengan semua pemikirannya, harus dijaga aman, dikekang dalam batasan-batasan yang seharusnya. Pikiran dan khayalan tentang sex, uang, kesenangan-kesenangan duniawi, dan sebagainya membuat manusia tidak tenang hidupnya. Tak ada damai sejahtera yang sesungguhnya, penghalang yang mengotori kesucian doa-doa kita.

Tentu saja kita tidak boleh membuang secara total semua urusan duniawi, seperti pekerjaan, keluarga, study, dan sebagainya, sekalipun hal-hal ini hanya bernilai sementara. Karena hal yang demikian juga adalah kelengkapan hidup kita selama di dunia. Tetapi sebagai orang beriman, kita harus memberi penekanan yang lebih banyak pada hal-hal rohani, yang bernilai kekal.Saudara, karena kesudahan segala sesuatu sudah dekat, khayalan-khayalan, keinginan-keinginan, hawa nafsu dunia semacam ini tidak boleh diijinkan untuk mengembara tanpa dikekang. Kita diperintahkan untuk waras, supaya kita dapat berdoa. Firman Tuhan berkata: ‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.” (bdk. Luk. 21:34-36).

2. Mengasihi dengan sungguh-sungguh (ay.8-10)

Saudara, hidup mengasihi tentu adalah hal yang sangat sulit dilakukan oleh orang-orang yang belum dijamah Tuhan Yesus. Ketimbang saling mengasihi, maunya ingin saling dilayani. Ketimbang berbagi, malah mengambil milik atau hak orang lain yang sering terjadi. Melayani juga, tapi tidak sungguh-sungguh. Karenanya tidak heran bila dunia kita sekarang ini begitu sulit mendapatkan orang yang sungguh-sungguh mengambdi dengan tulus. Serba ada embel-embelnya. Serba ada harganya. Nilai-nilai kebersamaan atau gotong royong lalu semakin longgar. Ketimbang kepentingan bersama, kepentingan pribadi lebih ditonjolkan. Itu dapat terjadi di mana saja. Dalam lingkungan masyarakat, bahkan dalam lingkungan persekutuan pun tidak jarang terjadi. Namun bila kita mau mengasihi, mau berbuat kebaikan kepada sesama, hidup ini menjadi indah dan berarti. Ciri bahwa kita telah memiliki sumber damai sejahtera yang sejati.

Sebenarnya, ketika kita mau berbagi, sebenanrnya pada saat yang sama kita membuka pintu-pintu berkat Allah mengaliri hidup kita. Saat ini banyak orang terluka karena masalah, kasih yang dingin, lalu apa peran kita selaku umat percaya? Apa yang mesti kita lakukan? Nah, ini! Kita harus peka terhadap persoalan kehidupan sesama. Walau memang kita sadari, dalam hidup ini kita juga pasti tak luput dari berbagai masalah yang dihadapi. Tetapi tidak berarti kita lalu tak punya keperdulian terhadap sesama. Kita wajib jadi home dan kata-kata yang menguatkan. Ketika kita memberi dan mengasihi, memberikan penghiburan dan penguatan, maka sebenarnya kita telah membuka tingkap-tingkap anugerah kasih Allah melimpah mengarah pada kehidupan kita. Firman Tuhan berkata: “Ada yang menyebar harta tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak member berkat, diberi kelimpahan, siapa member minum, ia sendiri akan diberi minum.” (Ams. 11:24-25).

Saudara, kita adalah umat Tuhan. Kasih adalah ciri hidup kita. Tak bisa ditawar-tawar. Sebagai anak-anak Tuhan kita diingatkan untuk tidak saling mementingkan diri sendiri, tetapi menyatakan kasih, saling memperhatikan sesama kita yang kekurangan. Memberi tumpangan (Hospitable) lebih menekankan pada saling menyembuhkan/membebat. Berikan tumpangan kepada orang-orang yang masih terluka, yang kepahitan, yang sedang dalam masalah dsb. Kasih yang sungguh-sungguh dilakukan kepada sesama berdampak besar bagi hidup kita. Tiada tara berkatnya. Firman Tuhan sendiri dalam nas ini menyatakan: “…sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.” (ay. 8b).

3. Ambil bagian dalam tanggungjawab pelayanan secara tulus (ay.11)

Dalam situasi semacam ini, biasanya banyak kendala dijumpai. Saling menyalahkan, saling lempar tanggungjawab. Percekcokan tak dapat dihindari, masing-masing pihak merasa benar sendiri. Lalu apa yang terjadi? Setan memanfaatkan pelung! Persis seperti dalam cerita anekdot tentang sekelompok kuda liar. Ya, seperti Sekelompok kuda liar yang tengah merumput di padang belantara. Lalu tiba-tiba muncul seekor harimau yang sedang mencari mangsa. Serentak kuda-kuda itu melindungi diri dengan cara berdiri saling berhadapan membentuk lingkaran. Harimau pun tidak berani mendekat, karena takut kena tendang. Namun dengan tipu muslihatnya ia berkata, “Sungguh barisan yang bagus. Boleh aku tahu kuda pintar mana yang mencetuskan ide ini?” Kuda-kuda itu pun termakan hasutan. Mereka berdebat siapa yang pertama mencetuskan ide tadi. Karena tak ada kata sepakat, akhirnya mereka tercerai-berai. Harimau pun dengan mudah memangsa mereka.

Saudara, Natal Umum usai sudah… Setelah Natal lalu apa…?! Kita adalah anak-anak Tuhan. Karena itu, marilah kita ambil bagian dalam pelayanan sesuai fungsi kita masing-masing. Lakukan dengan sungguh tanpa bersungut-sungut. Melayani dengan baik tanpa ada motif untuk memperoleh sesuatu dari pelayanan itu. Bukan kemuliaan pribadi yang menjadi tujuan, melainkan kemuliaan nama Tuhan. Tanggungjawab pelayanan adalah tugas kita semua. Itulah ciri kedewasan iman kita. Bukan kekristenan hanya jadi peminta-minta. Minta dikabulkan Tuhan doanya. Minta dilapangkan rejekinya. Minta disembuhkan sakitnya. Pokoknya hanya minta..minta..minta... Tetapi semakin dewasa dalam iman, terbukti juga dari sikap tanggungjawabnya. Atau dengan kata lain, iman yang diekspresikan melalui tindakan. Pelayanan yang benar adalah pelayanan yang menyenangkan hati Tuhan tentu saja, bukan menyenangkan hati manusia. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)
______________________________

*Telah termuat di koran harian Kalteng Pos & Tabengan, Sabtu 28 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar