SETELAH NATAL USAI LALU APA…?!
I Petrus 4:7-11
Natal Umum 25 Desember usai sudah. Spanduk-spanduk Tema: “Datanglah, Ya
Raja Damai” (bdk. Yes.9:5) mungkin mulai diturunkan dari tempat
pemajangannya. Pohon-pohon Natal plastik beserta pernak-perniknya yang
cantik barangkali juga mulai dirapikan kembali dikemas dalam
kardus-kardus untuk disimpan, dan mungkin akan dibongkar lagi tahun
depan ketika perayaan yang sama diadakan. Namun, adakah damai itu
sungguh terpatri di hati? Atau, akankah kehidupan kita berbuahkan damai
sejahtera dan Injil kabar sukacita bagi sesama yang dinampakkan dalam
kehidupan sehari-hari? Atau barangkali kembali biasa-biasa saja seperti
sediakala? Kita masing-masing akan menjawabnya!
Gypsy Smith,
seorang penginjil besar di zamannya, mengajarkan bahwa sebenarnya ada
lima Injil. Ketika mengucapkan kalimat terakhir, para pendengarnya
memprotes dalam hati. Namun belum sempat memprotes, ia menjelaskan
sambil menyebutkan masing-masing Injil yang dimaksud. Menurutnya, Injil
itu terdiri dari Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan yang kelima adalah
orang kristiani itu sendiri. Kekristenan dan ajarannya sesungguhnya
sangat menarik. Dunia menanti ilustrasi nyata dari kita. Ya, layaknya
sebuah Kitab Injil yang terbaca.
Sebagai orang Kristen yang
berpengharapan mestinya kita tahu bagaimana menjalani hidup. Kristus
harus tampak secara jelas dan bukan samar-samar melalui kehidupan nyata
kita setiap hari hingga kedatangan-Nya yang kedua kali. Namun, yang
terkadang membuatnya kurang menarik adalah orang-orang kristiani yang
mengilustrasikannya. Karena itu mari memohon Roh Kudus menolong kita
untuk menunjukkannya hidup dengan baik, hidup yang berbeda dari
cara-cara hidup orang dunia. Sebagai pengikut Kristus , melalui nas ini,
Petrus menggarisbawahi bahwa ada tiga perkara yang harus kita
perhatikan, adalah :
1. Menguasai diri dan menjadi tenang (ay.7)
Petrus membuka bagian perikop ini dengan kalimat yang cukup serius,
“Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan
jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.” (ay.7). Dalam NIV
diterjemahkan: ‘Therefore be clear minded and self-controlled so that
you can pray’ (= Karena itu hendaklah engkau berpikir jernih / bersih
dan menguasai diri sehingga kamu dapat berdoa). Kata “berpikir jernih”
berasal dari kata ‘sober’ (= waras, lawan dari ‘nafsu berahi’), asal
kata dari kata Yunaninya menunjuk kepada usaha penjagaan terhadap
pikiran; pikiran, dengan semua pemikirannya, harus dijaga aman, dikekang
dalam batasan-batasan yang seharusnya. Pikiran dan khayalan tentang
sex, uang, kesenangan-kesenangan duniawi, dan sebagainya membuat manusia
tidak tenang hidupnya. Tak ada damai sejahtera yang sesungguhnya,
penghalang yang mengotori kesucian doa-doa kita.
Tentu saja
kita tidak boleh membuang secara total semua urusan duniawi, seperti
pekerjaan, keluarga, study, dan sebagainya, sekalipun hal-hal ini hanya
bernilai sementara. Karena hal yang demikian juga adalah kelengkapan
hidup kita selama di dunia. Tetapi sebagai orang beriman, kita harus
memberi penekanan yang lebih banyak pada hal-hal rohani, yang bernilai
kekal.Saudara, karena kesudahan segala sesuatu sudah dekat,
khayalan-khayalan, keinginan-keinginan, hawa nafsu dunia semacam ini
tidak boleh diijinkan untuk mengembara tanpa dikekang. Kita
diperintahkan untuk waras, supaya kita dapat berdoa. Firman Tuhan
berkata: ‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan
kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan
jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab
ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa
sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang
akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak
Manusia.” (bdk. Luk. 21:34-36).
2. Mengasihi dengan sungguh-sungguh (ay.8-10)
Saudara, hidup mengasihi tentu adalah hal yang sangat sulit dilakukan
oleh orang-orang yang belum dijamah Tuhan Yesus. Ketimbang saling
mengasihi, maunya ingin saling dilayani. Ketimbang berbagi, malah
mengambil milik atau hak orang lain yang sering terjadi. Melayani juga,
tapi tidak sungguh-sungguh. Karenanya tidak heran bila dunia kita
sekarang ini begitu sulit mendapatkan orang yang sungguh-sungguh
mengambdi dengan tulus. Serba ada embel-embelnya. Serba ada harganya.
Nilai-nilai kebersamaan atau gotong royong lalu semakin longgar.
Ketimbang kepentingan bersama, kepentingan pribadi lebih ditonjolkan.
Itu dapat terjadi di mana saja. Dalam lingkungan masyarakat, bahkan
dalam lingkungan persekutuan pun tidak jarang terjadi. Namun bila kita
mau mengasihi, mau berbuat kebaikan kepada sesama, hidup ini menjadi
indah dan berarti. Ciri bahwa kita telah memiliki sumber damai sejahtera
yang sejati.
Sebenarnya, ketika kita mau berbagi, sebenanrnya
pada saat yang sama kita membuka pintu-pintu berkat Allah mengaliri
hidup kita. Saat ini banyak orang terluka karena masalah, kasih yang
dingin, lalu apa peran kita selaku umat percaya? Apa yang mesti kita
lakukan? Nah, ini! Kita harus peka terhadap persoalan kehidupan sesama.
Walau memang kita sadari, dalam hidup ini kita juga pasti tak luput dari
berbagai masalah yang dihadapi. Tetapi tidak berarti kita lalu tak
punya keperdulian terhadap sesama. Kita wajib jadi home dan kata-kata
yang menguatkan. Ketika kita memberi dan mengasihi, memberikan
penghiburan dan penguatan, maka sebenarnya kita telah membuka
tingkap-tingkap anugerah kasih Allah melimpah mengarah pada kehidupan
kita. Firman Tuhan berkata: “Ada yang menyebar harta tetapi bertambah
kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.
Siapa banyak member berkat, diberi kelimpahan, siapa member minum, ia
sendiri akan diberi minum.” (Ams. 11:24-25).
Saudara, kita
adalah umat Tuhan. Kasih adalah ciri hidup kita. Tak bisa ditawar-tawar.
Sebagai anak-anak Tuhan kita diingatkan untuk tidak saling mementingkan
diri sendiri, tetapi menyatakan kasih, saling memperhatikan sesama kita
yang kekurangan. Memberi tumpangan (Hospitable) lebih menekankan pada
saling menyembuhkan/membebat. Berikan tumpangan kepada orang-orang yang
masih terluka, yang kepahitan, yang sedang dalam masalah dsb. Kasih yang
sungguh-sungguh dilakukan kepada sesama berdampak besar bagi hidup
kita. Tiada tara berkatnya. Firman Tuhan sendiri dalam nas ini
menyatakan: “…sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.” (ay. 8b).
3. Ambil bagian dalam tanggungjawab pelayanan secara tulus (ay.11)
Dalam situasi semacam ini, biasanya banyak kendala dijumpai. Saling
menyalahkan, saling lempar tanggungjawab. Percekcokan tak dapat
dihindari, masing-masing pihak merasa benar sendiri. Lalu apa yang
terjadi? Setan memanfaatkan pelung! Persis seperti dalam cerita anekdot
tentang sekelompok kuda liar. Ya, seperti Sekelompok kuda liar yang
tengah merumput di padang belantara. Lalu tiba-tiba muncul seekor
harimau yang sedang mencari mangsa. Serentak kuda-kuda itu melindungi
diri dengan cara berdiri saling berhadapan membentuk lingkaran. Harimau
pun tidak berani mendekat, karena takut kena tendang. Namun dengan tipu
muslihatnya ia berkata, “Sungguh barisan yang bagus. Boleh aku tahu
kuda pintar mana yang mencetuskan ide ini?” Kuda-kuda itu pun termakan
hasutan. Mereka berdebat siapa yang pertama mencetuskan ide tadi. Karena
tak ada kata sepakat, akhirnya mereka tercerai-berai. Harimau pun
dengan mudah memangsa mereka.
Saudara, Natal Umum usai sudah…
Setelah Natal lalu apa…?! Kita adalah anak-anak Tuhan. Karena itu,
marilah kita ambil bagian dalam pelayanan sesuai fungsi kita
masing-masing. Lakukan dengan sungguh tanpa bersungut-sungut. Melayani
dengan baik tanpa ada motif untuk memperoleh sesuatu dari pelayanan itu.
Bukan kemuliaan pribadi yang menjadi tujuan, melainkan kemuliaan nama
Tuhan. Tanggungjawab pelayanan adalah tugas kita semua. Itulah ciri
kedewasan iman kita. Bukan kekristenan hanya jadi peminta-minta. Minta
dikabulkan Tuhan doanya. Minta dilapangkan rejekinya. Minta disembuhkan
sakitnya. Pokoknya hanya minta..minta..minta... Tetapi semakin dewasa
dalam iman, terbukti juga dari sikap tanggungjawabnya. Atau dengan kata
lain, iman yang diekspresikan melalui tindakan. Pelayanan yang benar
adalah pelayanan yang menyenangkan hati Tuhan tentu saja, bukan
menyenangkan hati manusia. Amin!
(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)
______________________________
*Telah termuat di koran harian Kalteng Pos & Tabengan, Sabtu 28 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar