Matius 7:1-5
"Pada saat mengarahkan telunjuk pada orang lain, sadarilah bahwa pada
saat yang bersamaan masih ada tiga bahkan empat jari tangan yang
mengarah ke dalam diri kita sendiri.”
Terkadang kita sering
mengucap kata-kata yang tak perlu dan tak pantas ketika mengungkapkan
perasaan. Terlebih tentang orang lain. Dalam menilai orang lain, seringkali seseorang menempatkan dirinya pada
tempat yang salah, tempat yang bukan miliknya. Kadangkala kita terlalu
cepat menilai sesuatu tanpa mengetahui alasan orang lain dalam melakukan
sesuatu.
Tidak jarang
kita sebagai manusia melihat kuman di seberang lautan, tetapi tak mampu melihat gajah di
pelupuk mata sendiri. Kesalahan, keburukan dan kebodohan orang
lain terkadang menjadi hal yang sangat besar di mata kita, padahal mungkin tanpa sadar keburukan,
kesalahan, dan kebodohan kita sendiri sebenarnya ternyata lebih besar
dari apa yang kita tuduhkan kepada orang lain.
Ketika kita begitu
gamblang dan yakin untuk mengungkapkan segala kekurangan orang lain,
sadarilah, jangan-jangan kita lupa bahwa sebenarnya kekurangan kita
sendiri jauh lebih besar ketimbang orang
lain. Karenanya sikap dan perasaan harus seimbang, jangan berlebihan.
Itulah tanda kedewasaan. Tanda kasih tidak sekedar sebatas ucapan.
Mengkhotbahi orang lain biasanya memang jauh lebih mudah, tetapi
mengkhotbahi diri sendiri itu biasanya yang paling susah. Khotbahilah
diri sendiri terlebih dahulu, sebelum mengkhotbahi orang lain. Karena
jangan-jangan orang lain jauh lebih mafan dalam mempraktekkan imannya, ketimbang
kita yang hanya baru pada level mengeja kata. Sekedar baru belajar untuk mengucapkannya!
Orang bijak
mengatakan, "air beriak tanda tak dalam." Mudah memang bila kita
mengatakan tentang apa saja. Termasuk anjuran-anjuran kebaikan, atau
soal pertobatan segala macam. Tetapi melakukan sesuatu itu sejatinya
tidak semudah yang kita katakan. Terlalu banyak ayat-ayat firman hanya
sebatas hafalan belumlah suatu jaminan. Karena orang-orang Farisi jauh
lebih mafan dari yang kita sangkakan. Tetapi sifat seperti itulah yang
justru Yesus katakan sebagai kemunafikan. Sebab bagaimana orang akan mengatakan kepada sesamanya "keluarkanlah selumbar di matamu" padahal ada balok di matanya sendiri?
Sebenarnya tidak ada
manusia yang sempurna. Yang sempurna itu hanyalah Tuhan saja. Tugas kita
sebagai sesama manusia hanyalah mengingatkan satu sama lain dengan
cara-cara kasih, rasa senasip sepenanggungan. Bukan mengguruinya seolah
kita sudah sempurna, sedang orang lain adalah si pendosa yang seenaknya begitu saja
kita hakimi. Ukurlah kemampuan diri sendiri terlebih dahulu
sebelum kita mampu mengukur kemampuan orang lain. Sebab bila tidak, maka akan persis seperti istilah, kita baru mampu mencoba memberikan seember
air kepada orang lain, sementara orang lain malah sudah memiliki lautan? Have a nice life, nice weekend, dear you all... Amin!
Pdt.Kristinus Unting, M.Div
Tidak ada komentar:
Posting Komentar