Renungan GKE

Rabu, 25 Februari 2015

HIDUP INI BUKAN UNTUK DISESALI


Ayub 9:1-20

Ada satu hal yang sangat menarik dalam nas ini. Tentang pengakuan Ayub akan keberadaan Allah. Allah itu baik, Allah itu Maha bijaksana. Tidak ada yang dapat menyamainya. Sedangkan manusia? Manurut Ayub, tidak ada yang sempurna. Manusia yang paling sempurna sekalipun tidak ada apa-apanya di hadapan Allah. Perhatikan ungkapannya dalam ayat berikut ini: “Sekalipun aku benar, mulutku sendiri akan menyatakan aku tidak benar; sekalipun aku tidak bersalah, Ia akan menyatakan aku bersalah.” (ay.20). Oh, luar biasa!

Lalu bagaimana dengan kita manusia pada umumnya? Disaat menghadapi pencobaan bukanlah  biasanya orang akan mulai menuduh orang lain dan segala sesuatu: mereka mulai menggerutu kepada Allah karena tidak menolong mereka; mereka akan menggerutu kepada orang lain karena tidak mengasihi; mereka akan meratapi betapa berat hidup yang mereka jalani. Akan tetapi semua keluhan itu tidak akan menolong kita mengatasi pencobaan itu. Menuduh orang lain, hanya akan membuat keadaan kita bertambah buruk. Belajarlah dari sikap Ayub. Apa pun keadaannya, ia tetap dengan rendah hati mengakui bahwa Allah itu berdaulat. Allah itu harus dihormat!

Saudara, satu hal yang paling prinsif ketika kita menghadapi beban berat. Sadarilah bahwa hidup ini bukan untuk disesali, tetapi untuk diisi dan dimaknai. Tawa dan air mata itu biasa, tidak perlu kita merisaukannya. Tujuan kita hanya satu, terus melangkah setapak demi setapak hingga ke garis akhirnya toh pun betapa beratnya. Untuk menghadapi berbagai perubahan kehidupan, pandanglah Allah yang tidak pernah  berubah. Jika Tuhan mengizinkan kita mengalami penderitaan, yakinlah bahwa Dia pasti akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita untuk kita menemukan kekuatan-Nya. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar