Mazmur 8:1-10
Adalah lagu yang
berjudul Who Am I? (Siapakah
Saya?) karangan Mark Hall dari kelompok musik
Casting Crowns. Lagu ini dimulai dengan kalimat demikian:
"Siapakah diri saya, sehingga Tuhan segala bumi ingin mengetahui nama
saya, ingin merasakan luka yang saya alami?" Mengapa kita
menjadi objek kasih, perhatian, dan pemikiran Allah? Dalam lagunya, Hall
menjawab pertanyaan itu dengan: "Bukan karena siapa saya, namun karena apa
yang telah Engkau lakukan; bukan karena apa yang telah saya lakukan, namun
karena siapa Engkau." Saudara, lantunan syair
lagu Mark Hall tersebut dapat menjadi perenungan yang mendalam tentang hidup
kita. Ya, sebuah perenungan supaya kita sadar diri !
Kesadaran akan diri
sendiri itu amat penting. Terlebih ketika kita hidup di tengah-tengah komunitas
manusia lainnya. Baik dalam persekutuan sebagai umat Tuhan, atau sebagai bagian
dari masyarakat. Sejatinya semua manusia itu pada dasarnya sama. Ya, sama-sama
memiliki kelebihan, juga sama-sama memiliki kekurangan. Di hadapan Allah kita
sama-sama memiliki cacat, meiliki dosa yang tentu Allah sangat mengetahuinya.
Walau mungkin orang lain tidak mengetahuinya. Kesadaran seperti ini penting,
supaya kita tidak menganggap bahwa kita selalu lebih dari yang lain. Mungkin
saja kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Tapi
sadarilah, kita tidak boleh meremehkan orang lain. Karena siapa tahu, dia juga
memiliki kelebihan lain yang justru tidak kita miliki!
Melihat keburukan orang
lain belum tentu membuat kita lebih baik darinya. Dan bisa jadi, itu pertanda
sikap iri hati terselubung atas kelebihan orang lain. Paling mudah memang
melihat kekurangan orang lain. Kurang ini, kurang itu. Mestinya begini,
mestinya begitu. Seharusnya begini seharusnya begitu, dst. Tetapi bagaimana
ketika kita sendiri sebagai pelakunya? Apakah jauh lebih baik darinya? Ya,
sadar diri itu kata kuncinya. Sebagai
umat Tuhan, tidak pada tempatnya bila kita hanya melihat cacat kecil pada orang lain dan
membesar-besarkannya, padahal pada waktu bersamaan kita lupa bahwa ternyata di
hadapan Tuhan justru cacat kita jauh lebih besar.
Bila kita sadar diri
akan kekurangan-kekurangan yang ada pada diri sendiri. Bila kita terlalu sibuk
mengurus atau memperhatikan kekurangan orang lain, jangan-jangan diri kita sendiri
akhirnya jadi tidak terurus. Nas ini mengajak kita untuk sadar diri. Allah menghargai kita secara pribadi seolah-olah
kita adalah satu-satunya obyek perhatianNya. Allah menerima kita dengan apa adanya, bukan karena kelebihan kita, tetapi
karena anugerahNya. Sungguh menakjubkan, seperti kata Paulus dalam kesaksiannya,
Kristus "mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku" (Gal. 2:20). Karenanya sebagai orang beriman “sadar diri” itu penting. Dengan demikian
kita bisa menerima orang lain dengan apa adanya, seperti Tuhan juga menerima
kita apa adanya. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar