II Korintus 9:6-15
Ketika kantong persembahan persis di depan Anda, apa yang Anda lakukan…? Entahlah, hanya Anda yang bisa menjawabnya! Karena hati orang siapa yang tahu. Entah biasa-biasa saja. Entah luar biasa. Entah tulus atau tidak. Entah polos atau ada apa-apanya. Entah si merah, si biru atau si recehan yang ikut serta. Persisnya, hanya Anda dan Tuhan saja yang tahu setiap keterlibatan kita dalam persembahan-persembahan dimana kita berperan ambil bagian!
Ketika kantong persembahan persis di depan Anda! Kenapa terasa sulit dan berat? Nah… nah… nah… Ini barangkali sudah dari sononya. Sudah terbiasa. Hanya bisanya menambah dan mengali, tetapi tak bisa mengurang dan membagi! Manusia pada umumnya memang rata-rata hafal betul yang namanya arti untung dan rugi! Ketika kantong persembahan persis di depan Anda, apa yang diikutsertakan? Hanya kita masing-masing yang tahu jawabnya! Berikut sebuah ilustrasi. Sebuah ilustrasi tentang sikap si pemberi dalam persembahan. Tentang si merah dan si hijau yang ikut serta dalam kantong persembahan!
Si merah dan si hijau pun ngobrol: Si merah Rp 100,000 bertanya kepada si hijau Rp 1,000 ; "Kenapa badan kamu begitu lusuh, kotor dan berbau amis?" Si hijau Rp 1,000 menjawab; "Karena begitu aku keluar dari Bank, terus dibawa si Nyonya ke pasar sayur, untuk sayur, ikan, urusan dapur Juga aku diberikannya kepada tukang parkir dan dan kepada para pengemis." Lalu si hijau Rp 1,000 bertanya balik kepada si merah Rp.100,000; "Kenapa kau begitu baru, rapi dan masih bersih?" Si merah Rp 100,000 dengan bangga menjawab; "Karena begitu aku keluar dari bank, terus dibawa sang majikan dan disambut perempuan cantik, dan beredarnya pun di restoran mahal, di kompleks pasar raya mall bergengsi dan juga hotel berbintang. Keberadaanku selalu dijaga dan jarang keluar dari dompet."
Lalu si hijau Rp 1,000 bertanya lagi; "Pernahkah engkau berada di tempat ibadah?" Si merah Rp 100,000 menjawab; "Belum pernah". Si hijau Rp.1,000 pun berkata lagi; "Ketahuilah walaupun aku hanya Rp 1,000 tetapi aku selalu dibawa sang majikan dan nyonya ke ibadah. Aku juga dibawa ke tempat duka. Juga ada di tangan anak-anak yatim piatu dan fakir miskin bahkan aku bersyukur kepada Tuhan semesta alam, karena aku sering masuk ke kantong-kantong persembahan. Tentu akulah calon penghuni kerajaan Sorga! Lantas menangislah si merah Rp 100,000 karena merasa besar, hebat, tinggi tetapi tidak begitu bermanfaat selama ini. Saudara, berbicara soal persembahan memang tidak sederhana. Itu soal yang peka. Apalagi ini menyangkut soal uang segala.
Berbicara soal sikap orang terhadap persembahan, ada yang menggambarkannya, layaknya tiga model seperti berikut ini: si batu api, si spon dan si sarang lebah. SI BATU API: Untuk mendapatkan si batu api, saudara harus menghantam dia. Walau sudah dihantam, biasanya saudara hanya mendapat sedikit serpihan dan percikan bunga api. Pelit untuk memberi. Kalau pun mau memberi itu selalu dengan pertunjukan besar-besaran. Pemberi macam ini akan selalu menuntut agar namanya harus diumumkan dan berharap semua orang tahu. SI SPON: Untuk mendapatkan sesuatu dari si spon, saudara harus memerasnya lebih dulu, kalau perlu dengan aksi mengancam segala. Barulah si spon mau memberi. Artinya ia memberi karena terpaksa. Memberi bukan dari hati. SI SARANG LEBAH: Sarang lebah senang memberi, tanpa tekanan dan tanpa harus menunggu lebih dulu seseorang merengek-rengek kepadanya. Dia membiarkan madu yang dihasilkan terus mengalir agar orang yang sedang membutuhkannya bisa mendapatkannya. Uniknya, sarang lebah tidak akan pernah kehabisan. Ia akan selalu memberi, memberi dan selalu ada saja madu yang diberikannya, seolah tidak ada habisnya.
Ketika kantong persembahan tepat di depan Anda! Bagaimana sikap kita? Apakah kita pemberi macam bunga api yang selalu gembar-gembor ke sana ke mari untuk mengumumkan kedermawanan kita? Apakah kita pemberi macam spon yang menunggu ditekan dan dipaksa terlebih dahulu? Ataukah kita seperti sarang lebah yang memberi karena ketulusan? Entahlah…. hanya kita masing-masing yang tahu jawabnya!
Ketika kantong persembahan persis di depan Anda! Kenapa Anda tulus mempersembahkan persembahan Anda? Tentu saja, bila Anda sungguh menyadari dan mengakui bahwa Tuhan saja sumber segalanya. Tahu mensyukuri segala apa yang ada! Rasul Paulus memuji ketulusan pemberian jemaat di Makedonia (Psl.8:1-3), bukan karena mereka mampu dan berkelebihan. Tetapi justru dalam kekurangan, mereka bahkan mampu berbagi melebihi kemampuan mereka untuk membantu saudara-saudara mereka yang sedang berkekurangan di Jemaat Yerusalem! Demikian pun Rasul Paulus mengharapkan kepada Jemaat Korintus untuk meneladani hal yang sama (ay.5).
Ketika kantong persembahan persis di depan Anda! Apa perasaan Anda? Apakah Anda sebagai Anak-Anak Tuhan yang rindu menjadikan persembahanya menjadi persembahan yang diberkati danberkenan kepada Tuhan? Bila jawabnya adalah “YA”, maka ini yang harus Anda lakukan. Pertama: jangan mulai dari dompet Anda, tetapi mulailah dari hati Anda! Sebab bila Anda mulai dari dompet, maka Anda akan hitung-hitungan sama Tuhan. Kedua: Memberi persembahanan dari kelimpahan itu hal biasa, tetapi memberi persembahan dari kekurangan itu baru luar biasa! Ketiga: Sadarilah bahwa persembahan yang Anda berikan, bukan karena Tuhan membutuhkan pemberian Anda, tetapi ujian kualitas Iman Anda secara nyata! Apakah selama ini Anda sudah merasa sebagai orang beriman? Karena ukuran seorang beriman sejati tentu saja tidak sekedar dari apa yang ia dapatkan, tetapi juga dari apa yang dapat ia berikan. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar