Renungan GKE

Kamis, 02 November 2017

SAMA-SAMA “MANTAN”



(Lukas 15:11-32)

Si anak sulung dan si anak bungsu dalam perumpamaan Injil Lukas 15:11-32 adalah dua orang saudara kandung dari satu Bapa yang sangat mengasihi mereka. Menggambarkan dua sisi kehidupan manusia yang berbeda. Mereka adalah para “mantan” yang pernah menjalani aneka kehidupan. Si anak sulung adalah mantan orang baik, taat, rajin melayani, setia, tidak banyak menuntut, moral-etis hidupnya terjaga. Namun pada fase berikutnya justru menjadi orang jahat. Cerewet, pemberontak, pemarah, menghakimi, hatinnya ditumbuhi iri dengki.

Si anak bungsu, juga adalah seorang “mantan”. Mantan seorang yang hidupnya tidak senonoh. Mantan seorang pendosa. Seorang yang pernah menjalani sisi gelap di kehidupan ini. Serakah, hanya memenuhi keinginan nafsu dunia dalam berbagai jenis dosa yang dilakukannya. Namun pada fase berikutnya justru menjadi orang baik-baik. Seorang yang mau belajar dari kepahitan hidup dan punya motivasi untuk menjadikan hidupnya 180 derajat berobah dan menjadi lebih baik. Seorang petobat sejati, bukan setengah-setengah bertobat! Untuknya, bapaknya merasa pantas untuk mengadakan pesta untuknya dan menganugerahkan jubah kebesaran badinya!

Dalam kehidupan nyata ini, tidak jarang kita temui orang-orang persis seperti dalam gambaran si anak sulung. Orang baik. Rajin dan taat mengabdi, pemurah, rendah hati, seorang kekasih yang baik lagi setia, dapat dipercaya, memiliki jiwa pengorbanan yang tinggi. Hanya sayang, ibarat pepatah “karena setitik nila, rusaklah susu sebelanga.” Telah sekian lama, hingga puluhan tahun sudah menjalani hidup yang baik, suci, berkat. Gara-gara hal sepele kenikmatan dunia, jadi tergoda. Dulunya rajin mengabdi mengajar Sekolah minggu, tapi sekarang rela meninggalkanYesus ditukar dengan si pilihan pujaan hati yang tak seiman gara-gara tergiur gelimang harta.

Telah sekian lama membangun kehidupan iman. Hidup taat. Hidup jadi orang baik. Hanya gara-gara hal sepele ketersinggungan karena tak dianggap, melakukan tindakan konyol kekanak-kanakan. Tak sempat berpikir panjang. Lalu kejahatan menggoda berbisik lewat pintu hati. Tindakan jahat pun dilaksanakan sebagai ungkapan rasa ketidakpuasan! Jadi laknat, pengkhianat, merusak nama baik diri sendiri. Hingga kiamat tak pernah mau kembali dan bertobat! Malah semakin menjadi-jadi. Pintu sorga pun jadi tertutup selamanya baginya.

Pada sisi lain, sering juga kita jumpai orang-orang seperti dalam gambaran si anak bungsu. Seorang yang pernah menjalani sisi gelap kehidupan. Seorang penipu, pemabuk, ngobat, penjudi, pelacur, penjahat, namun yang mau belajar dari pengalaman pahit, lalu sungguh-sungguh bertobat. Ada kesadaran untuk menjalani hidup yang lebih baik. Sadar akan makna hidup yang sesungguhnya. Sadar akan arti berkat! Untuk orang seperti inilah yang layak menerima kasih anugerah Allah.

Hanya perlu dipahami secara benar, bahwa Kasih Anugerah Allah tentu saja tidak datang begitu saja menghampiri setiap orang. Bila memang ingin menjadi anak-anak Allah yang baik, tidak selalu harus menjadi anak bungsu yang terhilang terlebih dahulu. Apalagi yang dengan sengaja menghilangkan diri dan tak pernah mau kembali lagi! Karena, jangan kira bahwa kasih anugerah Allah diberikan begitu saja dengan percuma. Jangan kira anugerah Allah itu laksana barang murahan, yang dengan seenaknya didapatkan atas pertobatan sebatas ucapan. Tidak. Tidak demikian! Tidak ada tempat kemuliaan bagi setiap orang yang dengan sengaja bermain-main dengan Allah! Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar