Renungan GKE

Kamis, 05 Juli 2018

KENAPA YESUS DITOLAK DI NAZARET? KENAPA HANYA TONGKAT DAN ALAS KAKI?



Markus 6:1-13

Kenapa Yesus ditolak di Nazaret? Kenapa orang-orang sekampung-Nya sendiri tidak menerima pengajaran Yesus ketika mengajar di rumah ibadat? Padahal, bukankah pengajaran-Nya penuh hikmat dan membuat orang banyak hingga terkagum-kagum heran? Bukankah Yesus juga begitu banyak membuat mujizat di tempat lain dan tentu mereka juga telah mendengarnya? Tapi kenapa di kampung halama-Nya sendiri Dia ditolak? Bila kita telusuri dengan saksama, maka inilah beberapa alasanya.

Mengutip sebuah buku berjudul “Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth” tulisan Reza Aslan keturunan Persia, seorang profesor penulisan kreatif di University of California, Riverside, terbit pada 16 Juli 2013, mengatakan bahwa: “Yesus berasal dari desa bernama Nazareth dan berasal dari keluarga tekton, artinya bahwa Dia berasal dari kalangan yang paling miskin di antara yang miskin." Tanpa kecuali, itu berati juga berlaku untuk keluarga Yusuf dan Maria keluarga si tukang kayu penduduk Nazaret, juga saudaranya Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon para buruh nelayan waktu itu.

Mereka menyangsikan keberadaan Yesus sebagai sang pembebas dari Allah karena menganggap Yesus itu bukan keluarga “keraton” tetapi keluarga “tekton”. “Keraton” dan “Tekton” itu layaknya seperti langit dan bumi bedanya. “Keraton” adalah suatu istilah sebutan bagi golongan bangsawan, para konglomerat, orang-orang terpandang, terdidik dan terhormat! Sedangkan “Tekton”? Apalagi kalau bukan suatu istilah untuk sebutan bagi kaum bawahan, terpinggirkan, golongan orang miskin dan melarat, buta huruf dan tak terdidik. Apa iya Dia ini (Yesus) yang berasal dari keluarga tak berpendidikan di dusun terpencil bernama Nazareth dapat mengajarkan tentang kebenaran kerajaan Allah? Apa iya, hikmat dan mujizat yang dilakukan-Nya itu berasal dari Allah? “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” (Ay.3a)?

Kemarahan mereka semakin menjadi-jadi manakala Yesus menyatakan bahwa Roh Tuhan ada pada-Nya, mengklaim diri-Nya sebagai sang pembebas yang diutus dari Allah, yang menggenapi nubuat dalam kitab nabi Yesaya untuk menyatakan tahun rahmat Tuhan. Dengan kata lain Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Allah itu sendiri. Dapat saudara bayangkan! Karena bagi orang Yahudi itu dianggap dosa besar! Melanggar Hukum Taurat perintah pertama, karena telah menyekutukan diri-Nya dengan Allah itu sendiri. Apa iya Yesus si Tukang kayu ini dapat menjadi pembebas bagi kita terhadap penjajahan Romawi yang bertangan besi? Demikian bila kita menyimak informasi dari konteks nas yang sejajar (Lukas 4:18-21).

Kemarahan mereka sampai pada titik puncak, manakala rasa ketersinggungan atas ucapan Yesus. Mereka ditempelak Yesus terang-terangan atas dosa ketidakpercayaan dan penolakan atas diri-Nya yang berarti mereka juga menolak Allah yang menyatakan kasih kepada mereka. Mereka kecewa terlebih karena Yesus tidak mau memperlihatkan satu kuasa mujizat pun ditempat mereka, karena Yesus tahu kedegilan hati mereka.

Di sini kita melihat ketika manusia hanya berpatokan pada anggapan kebenaran pada dirinya sendiri sebagai klaim satu-satunya kebenaran, sehingga diluar dari itu semua dianggap tidak ada yang benar. Hanya mencari kesalahan dan kekurangan dari orang lain, tetapi tidak pernah dengan rendah hati melihat kekurangan diri sendiri. Disini juga kita melihat kekerasan hati manusia ketika tidak bisa membuka diri untuk menerima kritik atau masukan untuk pertobatan dan pembenahan diri. (Ay.3b-5).

Walau ditolak, kerajaan Allah tidak pernah gagal. Berita tentang pertobatan, keselamatan dan kasih Allah terus dinyatakan. Berkat bagi yang menerima dengan kerendahan hati dan sukacita, tetapi tentu kutuk bagi yang menolak karena kesombongan dan kekerasan hati. Karenanya, Yesus pun berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar. Kerajaan Sorga bukan makin kecil, walau dihambat tapi malah semakin merambat. Untuk itulah Yesus memilih 12 murid dan mengutus mereka berdua-dua serta melengkapi mereka dengan kuasa atas roh-roh jahat (Ay.6b-7).

Kenapa diutus berdua-dua? Itulah maknanya penting kerjasama. Saling menguatkan, bahu-membahu, tolong menolong dalam suka maupun duka. Kenapa berdua-dua? Karena mereka adalah para penyaksi, bila ajaran menyimpang ada yang mengingatkan. Bila yang satu lemah, ada yang menguatkan. Dan juga, dalam perkara hukum juga berlaku, dua orang adalah batas minimun suatu kesaksian dinyatakan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan kesaksian yang ngawur dan tak dapat dipertanggungjawabkan!

Dalam pengutusan ke-12 orang murid pun Yesus memberikan patokan standar yang unik. Jangan membawa apa-apa. Jangan bawa roti, uang dalam ikat pinggang pun jangan, baju boleh hanya satu kering dibadan. Kecuali tongkat dan alas kaki! (Ay.8-9). Patokan standar ini perlu dipahami dengan benar, karena tidak jarang ayat ini ditafsirkan secara konyol. Bahkan secara ekstrim sering dijadikan dasar untuk mendiskreditkan para pemberita Injil dan para hamba Tuhan. Bahwa para pemberita Injil atau para Hamba Tuhan jangan memikirkan soal harta, jangan memikirkan uang untuk biaya perkuliahan anaknya. Tentu bukan seperti ini yang Yesus maksudkan.

Kenapa tidak boleh mebawa apa-apa? Karena banyaknya bawaan akan menjadi beban sehingga sulit bisa sampai ke tujuan. Yesus menghendaki para murid harus fokus pada tujuan. Serius dan mengutamakan kerja pelayanan. Bukan sebaliknya. Berbeda dengan cara dunia, menomorsatukan tuntutan, tapi kerja malas-malasan. Toh tidak membawa perbekalan, bukan berarti selamanya tidak mendapat apa-apa. Karena yakinlah bila sungguh-sungguh fokus pada tugas yang diemban maka siapa saja yang menerima dengan sukacita Injil yang diberitakan, Tuhan pun punya cara untuk menggerakan tanggungjawab iman mereka untuk mendatangkan berkat mensejahterakan kepada para utusan Tuhan yang diutus kepada mereka (Ay.10-11).

Kenapa tongkat yang paling diutamakan? Karena itulah yang paling dibutuhkan. Tongkat akan menolong menopang meringankan beban tubuh ketika mendaki perbukitan atau menuruni lembah dalam perjalanan. Tongkat juga berfungsi untuk keamanan, menghalau setiap gangguan atau binatang buas yang merintangi perjalanan! Tidak kalah penting, tongkat adalah simbol rasa ketergantungan sepenuhnya kepada Tuhan. Keyakinan sepenuhnya akan penyertaan Tuhan. Bukan hidup melulu hanya kekuatiran. Tidak kurang pemazmur menggambarkan: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mzm.23:4).

Kenapa hanya alas kaki yang boleh dikenakan? Karena selain tongkat, alas kaki sangat penting dalam perjalanan. Ketika melewati jalan kerikil tajam. Atau melintasi jalan yang penuh onak duri supaya bisa dilewati. Yesus mengindikasikan aktivitas yang bergerak kepada para murid. Bukan duduk manis sambil baca koran sambil kaki ongkang-ongkang layaknya orang kerja di kantoran. Menunggu job atau orderan datang. Tidak! Tetapi bergerak ada di setiap pergulatan kehidupan. Di rumah sakit, di tempat panti asuhan, di tempat-tempat keterasingan, di tempat yang terabaikan butuh pendampingan, di tempat duka air mata butuh penguatan, sebuah perjalanan melalui mana kasih Tuhan dinyatakan.

Berita tentang pertobatan, keselamatan dan kasih Allah terus dinyatakan. Para murid mengusir banyak setan. Mereka juga mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan disembuhkan. Para murid menyaksikan kasih Tuhan, bukan menjadikan diri mereka “tuhan”. Para murid mengoleskan minyak sebagai sarana melalui mana kuasa Tuhan dinyatakan. Bukan jadikan minyak urapan jualan murahan kayak jimat layaknya jadi “tuhan tandingan”.

Semua itu mereka laksanakan sebagai bukti kesaksian kehadiran kasih Tuhan yang pada gilirannya menghantar orang untuk mengenal Tuhan yang benar lalu bertobat serta hidup dengan benar. Bagi para penerima anugerah keselamatan, termasuk saudara dan saya, tentu diharapkan tidak hanya terhenti sebatas hanya terkagum-kagum, sekedar mencari Yesus untuk mendapatkan tanda mujizat kesembuhan. Tetapi ambil bagian dalam tanggungjawab iman untuk bersama-sama menyaksikan kasih Tuhan di setiap pergulatan kehidupan (Ay.12). Amin!










Tidak ada komentar:

Posting Komentar