II Samuel 18:19-33
“Absalom”... itu adalah nama sosok seorang muda yang luar
biasa. Seorang muda yang sempurna. Maklum, ia anak keturunan raja. Bukan anak
raja sembarangan, sebab Daud nama bapaknya! Absalom, wuuiii..... ! Bahkan
Alkitab sendiri mengatakan bahwa di
seluruh Israel tidak ada yang seperti dia. Ia begitu dipuji. Bayangkan saudara:
“Dari telapak kakinya sampai ujung kepalanya tidak ada yang cacat padanya.”
(psl. 14:25-26). Oh, luar biasa! Dan bukan hanya itu saudara. Bukan hanya
kegantengannya, berbadan tegap, berwajah keras, tapi juga berwatak tegas! Karakter
yang luar biasa!
Tidak hanya itu, karena ia juga memiliki semacam kemampuan
mengambil simpatisan orang. Tentu saja karena sikap keramahan dan
kebijaksanaannya. Sebab bila tidak, mana mungkin ia bisa mencuri hati banyak
orang Israel menjadi pemuja dan pengikutnya! Mungkin Anda bertanya, apakah Absalom
seorang ahli politik juga? Oh saudara, janganlah kita meragukan kemampuannya di
bidang yang satu ini! Ia juga seorang yang pandai melihat peluang dan
kesempatan, juga memanfaatkan keadaan. Ya, begitulah biasanyanya orang politik!
Bayangkan saja bagaimana Absalom memperhatikan (dan sekaligus memanfaatkan)
situasi yang ada. Memanfaatkan persoalan-persoalan sosial rakyat kecil. Ia
mengambil kebijakan-kebijakan yang membantu dan menarik simpati mereka.
Absalom, oh seorang sosok yang luar biasa. Sosok yang sempurna,
dari segala segi. Baik fisik ,sikap, dan kemampuannya. Bahkan kekuatan
politiknya. Segala rencananya seolah tak ada rintangan untuk diraihnya.
Musuh-musuhnya seolah berlutut di
kakinya. Bayangkan, bagaimana ia berani membakar ladang Yoab, panglima perang rajanya. Bahkan Daud,
sang raja (yang juga bapak kandungnya) sendiri
pun lari terbirit-biri ke tempat
pengungsian melarikan diri.
Absalom, oh... begitu sempurna. Begitu dikjaya! Ibarat
perpaduan kegantengan Kenny G, keganasan Bronson atau Jamens Bon. Juga
dilengkapi kebijaksanaan semacam dokter Gillespie dalam filem seri dokter
Kildare! Karenanya tidak heran bila tive manusia sempurna semacam Absalom juga
punya ambisi yang luar biasa. Tidak tanggung-tanggung. Ingin jadi penguasa.
Ingin naik takhta. Ingin jadi raja. Salahkan? Salahkah bila manusia atau kita
punya ambisi? Bukankah Presiden pertama kita Bung Karno pernah berujar:
“Kejarlah cdita-citamu setinggi bintang di langit”?
Menyinggung masalah ambisi, saudara. Sebenarnya tidak ada
yang salah dengan yang namanya “ambisi”. Manusia yang tidak punya ambisi
sebenarnya adalah manusia yang tidak tahu apa tujuan hidupnya, apa yang mau
dicapainya. Ya, asal hidup! Ya pasrah apa adanya. Bisa jadi pasrah menyerah tak
sanggup menjalani hidup, lalu ingin cepat-cepat masuk ke pintu kubur. Ambisi,
bila hanya sebatas normal, ya baik saja. Yang juga sebenarnya kita perlukan
dalam hidup menghadapi berbagai rintangan hingga akhirnya berkemenangan sampai
ke cita-cita luhur yang diharapkan.
Ambisi, bisa juga menjadi bencana! Kenapa? Nah, inilah
persoalannya! Dan memang, banyak manusia terjerat dalam lingkarannya! Juga bila
tidak diwaspadai, keserakahan adalah saudara kembarnya! Akibatnya menghalalkan
segala cara, melakukan apa saja untuk meraihnya. “Ambisi” lalu berobah menjadi
“ambisius”. Ya embel-embel akhiran “us” di belakang ambisi, ini yang banyak
menjatuhkan orang. Lihatlah Absalom dalam cerita nas ini. Bahkan ia begitu tega
mau menggulingkan takhta raja, Daud, ayah kandungnya sendiri. Bukan dengan cara
yang biasa. Tapi mau membantai semua, termasuk tega akan membunuh sang raja
dalam pertempuran di medan perang! Awalnya memang terlihat hebat. Seolah tak
ada kendala. Jalan secara luar biasa. Seolah Tuhan sekali pun tak ada.
Oh... manusia yang tidak jarang memiliki tive semacam
Absalom! Wasdadalah! Jangan merasa punya kemampuan lalu seenaknya berbuat apa
saja terhadap sesama manusia, alam lingkungan. Wahai para orang-orang muda yang
sudah merasa mafan! Cantik atau tampan! Punya pendidikan yang brilian dan
merasa hidupmu lebih dalam segalanya dari yang lain. Meremehkan manusia lain, orang
tua sendiri mau dibinasakan bahkan Tuhan sekali pun disepelekan! Waspadadalah!
Belajarlah dari akhir riwayat Absalom yang mengenaskan. Ya,
bukan kemenangan gemilang dalam peperangan. Tetapi kalah dan mati dengan cara
yang mengenaskan sekaligus memalukan. Betapa tidak, sebab Alkitab mencatat
bahwa bahwa kepalanya terangkut pada jalinan dahan-dahan pohon tarbantin yang
besar akibat bagal yang ditungganginya tak dapat dikendalikan, dan tiga tikaman
tombak Yoab tepat ke dada Absalom menamatkan riwayat seorang muda Absalom yang
sombong dan serakah (ay. 9, 14). Lalu cara penguburannya?
Oh, cara penguburan seorang pembesar yang tidak seharusnya.
Bukan dengan penghormatan kebesaran! Tapi itulah yang terjadi pada manusia
serakah. Mayatnya hanya dilempar saja ke lobang yang besar di hutan (ay.17).
Oh, orang muda yang sempurna, seharusnya masa depan orang tua, bangsa dan
negara, tapi matinya sia-sia! Saudara,
Itulah cara Tuhan memberikan semacam ganjaran kepada manusia-manusia
ambisius semacam Absalom. Itu juga menyadarkan kita tentang cara Tuhan
menghajar orang-orang yang durhaka
kepada orang tua setive Absalom! (ingat perintah ke-5 dari hukum
taurat). Semoga nas ini menjadi pembelajaran buat kita semua! Bagaimana
semestinya supaya hidup ini berharga dan mati tidak tersia-sia. Ya, seharunya
demikianlah indahnya harapan kita menjalani hidup dan kembali ke pangkuan Bapa
dalam damai sejahtera! AMIN! *(KU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar