Lukas 4:21-30
Kenapa orang-orang Nazaret marah dan menolak Yesus? Apakah karena pernyataan-Nya tentang soal penggenapan Nas nabi Yesaya? Tidak! Atau, apakah karena ajaran-Nya? Juga tidak! Bila kita cermati lebih dalam berdasarkan konteks nas, justru ajaran Yesus membuat mereka terfana! Bahkan dikatakan mereka “membenarkan Dia”. Artinya, mereka tidak marah, tidak menolak-Nya soal deklarasi penggenapan nas Nabi Yesaya, atau soal ajaran yang disampaikan-Nya. Mereka malah heran akan keindahan ajaran yang disampaikan-Nya. Itu dapat kita buktikan pada dua ayat awal (ay.21-22a).
Jika demikian, lalu apa yang membuat mereka marah dan menolak-Nya? Untuk memahaminya, kita harus mulai menggali secara cermat awal penyebab kenapa mereka marah lalu menolaknya. Kemarahan mereka bermula ketika Yesus memberikan "tanggapan" umpan balik atas apa yang mereka persoalkan, menyangkat status sosial bapak-Nya (Yusuf). Dengan kata lain, mereka meragukan kemesiasan-Nya juga menyangkut status sosial-Nya. Perhatikan baik-baik kalimat teks ayat berikut, “bukankah Ia ini anak Yusuf?”, “anak si tukang kayu?” (Ay.22b; bdk. bdk. Mrk.6:3).
Apa yang bisa kita tangkap dari makna ungkapan “bukankah Ia ini anak Yusuf?” Bukankan ungkapan seperti itu biasanya hendak menelisik ke belakang ke masalah status sosial keluarga? Apa iya Dia ini (Yesus) yang berasal dari keluarga tak berpendidikan di dusun terpencil bernama Nazareth adalah Mesias? Bukankah sangat jelas bahwa pertama-tama ini yang mereka persoalkan? Bukan yang lain. Bukan masalah klaim penggenapan kitab nabi Yesaya atau isi ajaran-Nya yang mereka persoalkan.
Mengutip sebuah buku berjudul “Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth” tulisan Reza Aslan keturunan Persia, seorang profesor penulisan kreatif di University of California, Riverside, terbit pada 16 Juli 2013, mengatakan bahwa: “Yesus berasal dari desa bernama Nazareth dan berasal dari keluarga tekton, artinya bahwa Dia berasal dari kalangan yang paling miskin di antara yang miskin." Tanpa kecuali, itu berati juga berlaku untuk keluarga Yusuf dan Maria penduduk Nazaret.
Lalu perhatikan umpan balik pernyataan Yesus atas apa yang mereka persoalkan….. “Maka berkatalah Ia kepada mereka: ‘Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum. Dan kata-Nya lagi: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.’” Bukankah jawaban Yesus tersebut berkaitan dengan masalah status sosial? (Ay.23-24).
Dan berikutnya. Nah…nah…nah… perhatikan sungguh-sungguh, karena di sinilah titik awal hingga puncak kemarahan mereka. Ketika Yesus menempelak mereka secara beruntun. Diawali dengan menelanjangi sikap mereka yang sombong suka meremehkan orang lain, menganggap diri sebagai anak emas Allah, penyandang status umat pilihan Allah! Mereka tersinggung dan sangat marah, merasa dilecehkan, direndahkan, karena dibandingkan dengan bangsa kafir. Malah tidak lebih baik dari bangsa kafir yang justru dikaruniai Allah anugerah, seperti pada jaman Nabi Elia dan Elisa! (Ay.25-27).
Yesus memberikan tanggapan secara beruntun, menempelak, menelanjangi kesombongan mereka, hingga mereka merasa direndahkan. Inilah titik balik permulaan penyebab kemarahan mereka. Toh pun mereka akhirnya menolak ajaran Yesus, itu hanyalah akibat rembetan kemarahan. Ibarat pun ajaran Yesus itu adalah emas berlian, pasti juga akan ditolak karena merasa luka ditempelak dan direndahkan.
Penolakan mereka terhadap Yesus, adalah penolakan luar-dalam! Bukan hanya semata-mata soal ajaran, tetapi juga status sosial yang bagi mereka dianggap jadi batu sandungan. Bahkan bila kita cermati, justru inilah penyebab utama mereka mereka persoalkan, kemesiasan-Nya mereka ragukan! (bukankah Ia ini anak Yusuf?). Ibarat barang, walau mumpuni kualitas isi, gara-gara casing dipersoalkan, tak jadi beli. Awalnya cinta karena terpesona pada ajaran-Nya, akhirnya berobah jadi benci karena merasa ditempelak tergores luka di hati!
Apa makna nas ini bagi kita? Pertama, Janganlah kita memandang sebelah mata, meremehkan, melecehkan, memperlakukan orang lain secara tidak adil hanya berdasarkan kacamata status sosialnya, serta janganlah keadilan dan kebenaran kita tumpulkan, bahkan menjadi penjilat gara-gara kita disilaukan oleh kemapanan status sosial seseorang. Kedua, Janganlah menjadikan Tuhan seperti apa yang kita mau tetapi menjadikan diri kita seperti yang Tuhan mau. Ketiga, belajarlah pada Yesus, Sebagai pionir pemberita kabar Baik serta kebenaran Misi Allah yang setia tanpa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi apa pun dalam situasi sosial. Toh pun harus ditolak, tindak tumbang oleh penolakan! Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar