Renungan GKE

Jumat, 03 Mei 2019

SUSAH SENANG SELALU BERSAMA



Yohanes 21:1-19

Apa yang menarik dari cara hidup para murid pasca kematian Yesus? Nah, ini. Mereka selalu bersama-sama. Dalam suka maupun duka. Susah senang selalu bersama. Perhatikan apa kata Alkitab, “Kata Simon Petrus kepada mereka: ‘Aku pergi menangkap ikan.’ Kata mereka kepanya: ‘Kami pergi juga dengan engkau.’ Mereka berangkat.” (Ay.3).

Petrus berkeputusan demikian, bisa jadi untuk mengurangi beban yang dirasakan. Dapat dimengerti, karena dia salah satu murid yang paling merasa terbebani. Beban rasa bersalah, dalam peristiwa kematian Yesus sebelumnya, dia juga banyak melakukan kesalahan, hingga penyangkalan sebanyak tigas kali. Para murid yang lain dapat menangkap apa yang dirasakannya. Mereka peka akan apa yang terjadi di antara mereka. Karenanya mereka tak mau Petrus menanggungnya sendiri.

Kebersamaan adalah kekuatan. Terlebih ketika menghadapi krisis kehidupan. Kebersamaan seharusanya menjadi darah daging kita selaku umat percaya, sehingga tetap kuat menjalani hidup ini. Suami atau isteri, atau keluarga yang tetap setia dalam suka dan duka adalah kekuatan menghadapi berbagai gelombang pencobaan di arena kehidupan.

Kebersamaan, oh, sungguh dibutuhkan di dunia kita sekarang ini. Namun sayang, rupanya semakin langka saja. Waktu sang teman mencaleg, mudah saja berjanji akan mendukung dan memilihnya. Banyak uangnya dikuras hingga puas. Pas ketika ada pihak lain yang menawarkan jasa, uang, atau kemudahan lainnya, pilihan jadi beralih. Nilai kebersamaan raib berganti dengan rupiah yang datang. Sungguh malang. Rasa kecewa, dikhianati, rasa senasib sepenanggungan kini tiada lagi. Tinggal meratapi nasib merana sendiri. Tak ada teman yang mendekat untuk saling menguatkan.

Susah senang selalu bersama, sungguh tergambar jelas dari para murid. Itulah tanda yang menjadi berkat hingga mereka menerima berkat demi berkat Paskah dari Yesus yang berkenangan dari maut dan kematian. Lihat juga ketika mereka menjala banyak tangkapan. Mereka saling membantu. Saling merespon, saling mengisi, berbagi tugas. Bukan saling berebut ikan. Atau saling menenggelamkan perahu untuk merampas ikan yang ada. Sungguh, susah senang selalu bersama, banyak untungnya. Juga berkatnya (Ay.7-8).

Susah senang selalu bersama, apa untungnya? Berapa banyak berkatnya? Ya, yang pertama-tama ada kekuatan. Kekuatan untuk mengurangi beban. Beban berkurang membuat pikiran semakin waras dan tenang. Ketika kita dapat tenang, saat itu penglihatan kita semakin jelas untuk melihat bahwa tidak jauh dari kita ternyata ada Tuhan! Orang yang sedang stress mana mungkin merasa Tuhan itu dekat dengannya. Malah Tuhan pun dipersalahkannya. Kedua, bila seseorang mendapat berkat, maka semua kebagian berkat. Coba saja andai petrus hanya berangkat sendiri lalu mendapat berkat. Bisa jadi murid yang tinggal tak kebagian berkat!

Andai saja sikap susah senang selalu bersama itu ada. Ada di keluarga, di kantor, di Gereja, di organisasi, di usaha, di Universitas, di pemerintahan atau di mana saja, betaka kuat dan makmurnya negara kita, oh luar biasa! Ketika lemah, masih ada kekuatan. Ketika diberkati, berkatnya berlipat-lipat ganda! Tidak salahnya kita kembali mencoba, sehingga berkat Paskah menjadi sungguh nyata. Paskah sungguh-sungguh hidup dan menghidupan. Bukan sekedar Paskah terpampang di tema setiap perayaan, atau di acara malam perenungan. Lalu setelah acara berakhir, kembali lagi merenungi nasib malang karena dikalahkan oleh roh jaman dengan aneka tawaran mematikan hingga ke sum-sum, tulang, hingga aliran darah kita seolah hanya hidup bila gadget laksana infus yang memberi kehidupan setiap menit ada di tangan! Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar