Renungan GKE

Jumat, 13 Juni 2014

DOA SEBAGAI SARANA MENJALIN KEINTIMAN DENGAN TUHAN


Lukas 18:1-8

Sebagai orang beriman, rata-rata kita tentu tahu apa artinya sebuah doa. Sedari kecil  barangkali kita sudah diajari untuk berdoa. Baik oleh ibu bapak, atau oleh guru ketika mengikuti Sekolah Hari Minggu. Ya, berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, berdoa sebelum bepergian, doa syukur, dan doa-doa lainnya berbagai macam! Bila ada orang Kristen yang tidak tahu artinya sebuah doa, atau tidak tahu berdoa, tentu pengecualian namanya. Atau malah perlu dipertanyakan! Padahal saking pentingnya doa bagi orang percaya sampai muncul istilah “Doa adalah nafas hidup orang beriman”. Oh, ya…?! Tidak kurang, Yesus sendiri mengingatkan para pengikut-Nya supaya berdoa terus-menerus. 

Melalui nas ini, Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpamaan yang sangat menarik mengenai pentignnya sebuah ketekunan dalam berdoa. Diceritakan tentang seorang janda yang terus memohon kepada hakim lalim agar haknya dibela (ay 3). Sementara si hakim bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan sikapnya arogan dan lalim, tidak menghormati siapapun. Tapi lihatlah janda itu tidak jemu-jemu mendatanginya dan memohon. Dengan gigih janda itu berjuang hingga akhirnya sang hakim yang lalim pun luluh dan membenarkan si janda itu.

Apa yang Tuhan Yesus ajarkan lewat perumpamaan tadi begitu jelas. Sebuah gambaran untuk menegaskan, bahwa kita seharusnya selalu berdoa dengan tekun, dengan tidak jemu-jemu.  Layaknya orang bernafas. Terus-menenur bernafas.  Apakah doa anda selama ini sedemikian tekun? Layaknya orang terus-menerus bernafas? Atau sekali-sekali saja bernafas? Atau bilamana perlu saja baru bernafas?  Berhenti bernafas itu tandanya kita sudah tidak hidup! Alias sudah mati! Ketika senang Anda bernafas? Tetapi ketika kecewa apakah Anda tetap tekun bernafas? Sebab apalah gunanya senyuman sosok seorang mayat yang sudah tak bernafas lagi bukan?

Pada masa pencalekan misalkan, barangkali doa Anda begitu tekun siang dan malam dipanjatkan.  Entahlah  selepas ketika telah berhasil atau malah gagal, masihkah doanya begitu tekun dipanjatkan? Masihkah tekun beribadah? Atau, masihkah tekun  sumbang sana-sumbang sini terus dilakukan? Atau hanya sekali-sekali? Atau sudah terhenti layaknya orang sudah tak bernafas lagi? Bila jawabnya ya, bersyukurlah. Itu artinya Anda tetap hidup. Karena Anda tetap bernafas, toh di saat kecewa sekali pun. Itu pertanda masih ada kehidupan.  Masih ada pada Anda tanda-tanda kehidupan sebagai anak Tuhan. Menjadikan doa sebagai gaya hidup untuk menjalin keintiman dengan Tuhan. Bukan menjadikan doa sekedar “alat” yang sekali-sekali saja digunakan untuk mengatur dan memaksa Tuhan  memenuhi segala keinginan.  Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)


PEREMPUAN DALAM PANDANGAN ALKITAB


Bilangan 27:1-11

Seorang rekan pendeta dari Myanmar berkata bahwa di negerinya perempuan tidak diperbolehkan memimpin gereja. Jangankan menjadi pendeta, menjadi penatua di gereja pun tidak lazim. Demi melestarikan budaya patriarkat ini, warga gereja memakai ayat Alkitab. Perkataan Paulus bahwa "perempuan harus berdiam diri" dijadikan dasar pembenaran. Padahal faktanya, potensi dan peran perempuan sangat besar dalam gereja.

Bagaimana pandangan Alkitab sendiri  terhadap kaum perempuan?  Dalam Alkitab (khususnya PL), secara prinsip,Taurat memberlakukan laki-laki dan perempuan sederajat. Apa buktinya? Justru dalam menghadapi budaya patriarkat, Taurat melindungi kaum perempuan yang sering terabaikan hak-haknya. Taurat melindungi seorang istri yang diceraikan suaminya, dengan keharusan suami memberikan surat cerai pada istrinya. Tujuannya, istri tidak dituduh berzina bila ia dinikahi pria lainnya. Selain itu, suami pertama tidak dapat melecehkan mantan istrinya itu (Ul. 24:1-4). Demikian juga ketika suami mencurigai istrinya tidak setia, ia berhak mendapatkan keadilan dan kesempatan membuktikan diri tak bersalah (Bil. 5:11-19).

Dalam kasus putri-putri Zelafehad ini terlihat bahwa penerapan firman Tuhan dalam berbagai situasi selalu menjadi prioritas utama. Taurat mengaturkan hak pewaris yang tidak boleh keluar dari masing-masing kaum dan suku Israel. Oleh karena itu dalam kasus tidak adanya anak lelaki, Taurat mengatur agar anak perempuan pun boleh mewarisi harta ayahnya. Walau peran seorang perempuan di sini diungkapkan dengan cara yang berbeda dengan peran laki-laki, namun masing-masing dihargai dengan nilai yang sama dan mendapatkan bagian yang sama.

Bagaimana dengan di Indonesia, khususnya GKE? Peran perempuan tak kalah pentingnya dalam hidup bergereja. Para perempuan juga punya kepedulian tinggi terhadap pelayanan gereja. Melawat yang sakit dan berduka. Mengatur rumah tangga gereja. Mengurus konsumsi. Bahkan, memimpin jemaat. Sungguh, peran perempuan tak boleh dipandang sebelah mata. Perempuan pun berperan dalam rencana keselamatan Allah bagi dunia ini.  Bila ada gereja masa kini yang membedakan peranan wanita tidak seporsi dengan peran pria, perlu dipertanyakan. Karena sejak Kitab Kejadian 1 Allah telah menciptakan manusia pertama laki-laki dan perempuan dalam citra yang sama. Dan jika gereja tidak memberikan kesempatan dan menghargai keberadaan perempuan dalam persekutuan umat, akan melukai kepribadiannya dan mengingkari karunia Allah. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div).

ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN



Keluaran 22:1-17
Nas ini berbicara soal cara hidup dalam kehidupan sosial. Supaya terjadi keseimbangan. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.  Ya, intinya mengajarkan kita agar kita tidak hanya selalu menuntut hak sebelum kita melaksanakan kewajiban. Hak dan kewajiban itu haruslah selalu beriringan. Hak akan datang dengan sendirinya jika kewajiban telah dipenuhi. Kewajiban pun akan menuntut jika hak sudah terlebih dahulu diterima.
Banyak orang yang menuntut haknya tanpa terlebih dahulu melaksanakan kewajiban. Mereka kadang tahu tentang haknya saja tanpa tahu apa kewajibannya. Ada juga yang tahu hak dan kewajibannya, tapi ia meminta haknya terlebih dahulu. Setelah haknya ia terima maka ia baru kemudian melaksanakan kewajibannya. Seringkali kewajiban tersebut sulit ia laksanakan karena kewajiban biasanya lebih berat dilaksanakan setelah hak diterima.

Para Filusuf “teori korelasi” yang dianut para pengikut utilitarisme sekali pun berpendapat  bahwa selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut “teori korelasi” pengikut utilitarisme tersebut, bahwa setiap kewajiban seseorang selalu berkaitan dengan hak orang lain, dan sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Jadi sesungguhnya, jika ada korelasi yang baik dalam tananan kehidupan sosial, maka keseimbangan hak dan kewajiban pun menjadi lancar!  Hak yang tidak ada kewajibannya tidak pantas disebut hak. Demikian pun kewajiban tanpa hak adalah pemerasan!

Bagaimana dengan kita selaku umat Tuhan? Apakah sudah terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban? Atau hanya lebih banyak menuntuk hak ketimbang kewajiban? Hak untuk mendapat pelayanan yang lebih baik, hak untuk didengar doanya oleh Tuhan? Bagaimana tentang kewajiban dan  tanggungjawab apa sudah dilaksanakan?  Apakah hak yang menjadi  milik Tuhan, milik orang lain, milik gereja, sudah kita laksanakan? Atau malah diambil juga menjadi milik pribadi?

Saudara, Tuhan sudah memelihara, menjaga dan merawat kita dengan baik,setiap hari. Kita juga diminta untuk menjaga barang-barang milik kita dan milik orang lain.  Tuhan menciptakan segala sesuatu di dunia ini untuk kita pergunakan dengan baik. Maka, tidak baik kalau kita merusakkan barang orang lain. Kita harus belajar mencintai milik orang lain seperti milik kita sendiri. Bagaimana kita mengharagai barang orang lain? Nah ini! Konkritnya, Kalau pinjam barang orang harus dijaga dengan baik dan tidak dirusakkan. Wajib dikembalikan ke orang yang mempunyai barang, jangan disimpan berlama-lama dan akhirnya lupa. Kalau menemukan barang yang bukan miliknya harus dikembalikan.  Saudara yang terkasih, kalau kita menghargai barang orang lain, maka orang lain juga akan menghargai barang milik kita. Dengan demikian Tuhan akan amat mencintai kita. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

JANGAN GANTI BERKAT ALLAH DENGAN BERKAT MURAH!


Kejadian 27:30-40

Sejatinya setiap kita rindu untuk mendapatkan berkat dari Allah. Tubuh yang sehat, dijauhkan dari berbagai marabahaya. Segala rencana dapat tercapai sesuai harapan, usaha yang lancar-lancar saja tanpa kendala atau gangguan. Dan oh, ya….. nanti juga  berharap Tuhan memperkenankan kita masuk sorga! Hanya masalahnya saudara, dalam kenyataan hidup kita, berkat yang dari Allah tanpa kita sadari kita ganti dengan berkat-berkat murah. Layaknya Esau yang semestinya beroleh berkat hak kesulungan dari Allah, namun ia ganti hanya dengan semangkok kacang merah! Oh,ruginya….hanya mendapat semangkok kacang merah, namun bukan berkat yang indah dari Allah!

Bukankah hal yang demikian sering juga kita lakukan dalam kehidupan nyata kita? Apa umpama? Ya, ketika kita gantikan segala rencana Allah yang indah bagi hidup kita dengan pilihan-pilihan serta pertimbangan-pertimbangan kita yang salah! Oh, ya? Apa persisnya? Ya, ketika kita lebih memilih kursi jabatan dengan cara pintasan  berharap cepat nyaman, cepat melimpah dengan cara-cara pintasan! Cara licik menipu dan mengancam! Memeras, menipu, korupsi segala macam! Tidak dengan sabar memikul salib namun perlahan-lahan menuju kemuliaan! Apa contoh lainnya? Nah, tidak kurang ketika kita gadaikan iman untuk memilih pasangan hidup dengan yang tidak seiman, dengan alasan kemakmuran, gengsi, ketenaran segala macam!

Lalu ketika hidup ini jadi berantakan? Dan doa-doa kepada Tuhan seolah tak bisa diharapkan? Jadilah dendam kesumat membara dalam dada. Layaknya api membakar hutan! Persis seperti Esau kehilangan berkatnya karena dia seorang tidak beriman yang memandang rendah kekudusan berkat kesulungan! Namun apa dikata, kini ia mengubah pikirannya dan berusaha mendapatkan berkat itu dengan air mata, namun air matanya itu merupakan air mata kekecewaan dan kemarahan, bukan karena sedih atas pilihan-pilihannya yang berdosa. Pengalaman Esau mengingatkan kita akan pilihan-pilihan salah dalam hidup yang membawa berbagai dampak mengerikan yang tak terelakkan  dalam kehidupan.

Mengapa Esau tidak layak dikasihi Allah? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat sulit dijawab atau dijelaskan. Namun sudahkah kita mempertimbangkan sebuah pertanyaan yang lebih mendasar: apakah pilihan-pilihan kita sudah benar? Apakah cara hidup kita sudah benar? Kita terlampau sering beranggapan bahwa Allah "Sungguh tidak adil!" Oh, ya…? Benarkah? Ketika kita hanya mau berbagi serba sedikit kepada sesama atau dalam persembahan kepada Tuhan, lalu meminta berkat-berkat Allah yang luar biasa? Itu adil juga kah? Ketika pada masa pencalonan jadi calek, doanya siang malam, sumbang sini-sumbang sana segala macam, sekarang ibadahnya saja jarang-jarang? Apa kah itu juga disebut keadilan? Bila kita sungguh rindu untuk diberkati Allah, ya jangan gantikan berkat Allah dengan berkat-berkat murah! Amin!


(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

MENGAPA ENGKAU MENIPU AKU?


Kejadian 27:1-29

Kisah yang menarik. Terjadi saling menipu, saling tidak jujur, saling mengutamakan kepentingan, dan saling cari keuntungan masing-masing. Oh, ya….ini  terjadi dalam satu keluarga. Bagaimana lagi dengan yang bukan keluarga? Diceritakan, Ishak yang sudah lanjut usia, dengan mata yang sudah buta dan tubuh yang bergemetaran, kini berencana mencurahkan berkat suci kepada anak sulungnya. Tetapi Ribka isterinya secara licik ikut mendengarkan apa yang diminta oleh Ishak dari Esau dan kemudian langsung bertindak untuk mengalihkan dan menggagalkan rencana tersebut. Ya, mengalihkan berkat itu untuk Yakub anak kesayangnanya. Nah, ini juga jadi masalah, jika suami isteri punya anak kesayangan masing-masing, membedakan anak yang satu dengan lainnya!

Mengapa Ishak ditipu oleh anaknya Esau, bahkan oleh isterinya Ribka? Mungkin Allah mengijinkan Ishak ditipu oleh keluarganya sendiri, untuk menghukum sekaligus menyadarkannya akan kelalainya selaku imam dalam keluarga, lemah dalam kebijakan serta sikap pilih kasihnya bagi anak-anak dalam keluarganya. Di sini jelas terlihat bahwa berkat dari Allah tidak dengan sembarangan saja diberikan kepada setiap orang. Allah yang Maha tau akan memberikan berkat-Nya kepada siapa saja yang menurut pandangan Allah layak untuk menerimanya.

Cerita ini tidak hanya terhenti di sini. Ada kelanjutannya. Untuk sementara Yakub yang telah menipu bapaknya tampaknya tenang-tenang saja. Tapi tunggu dulu….. apa kelanjutannya soal tipu menipu itu? Dalam perjalanan kehidupan Yakub selanjutnya ternyata ia juga ditipu oleh mertuanya Laban tentang soal perkawinannya dengan Lea. Nah…nah…nah…jangan kira Allah diam saja! Allah itu Maha Tahu. Demikian pun dengan kita. Mungkin kita dapat menipu siapa saja, isteri, suami, anak, ayah, atau siapa saja. Tetapi menipu Allah tentu tidak!

Kenapa Yakub ditipu oleh mertuanya? Mungkin Allah mengizinkan Yakub ditipu oleh Laban dan Lea, untuk menghukum dan menyadarkannya akan kejahatan dan derita yang disebabkannya ketika menipu ayah dan kakaknya sendiri (bd. pasal Kej 27:1-46). Kita harus mengerti bahwa sekalipun Allah mengampuni kita untuk suatu dosa tertentu dan memulihkan kita, pada saat yang bersamaan Ia mungkin menghukum kita untuk dosa tersebut (lih. 2Sam 12:7-14). Prinsip Allah tetap sama, "Jangan sesat! ... apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Gal 6:7; bd. Ams 22:8; Hos 8:7; 10:12-13).

Saudara pernah ditipu oleh seseorang? Kekasih, suami, isteri, anak, atau oleh siapa saja? Tunggu dulu, jangan cepat-cepat marah! Coba ingat baik-baik, dan renung dalam, apa yang pernah Anda lakukan terhadap orang lain bahkan terhadap Tuhan? Syukurlah bila mengingatnya. Allah memang memberkati Anda dan saya. Allah juga pasti mendengar doa permohonan berkat dari kita. Namun Allah itu suci, Allah tidak akan memberikan berkat-Nya yang berharga, jika kita bermain-main dengan sikap murahan kepada-Nya! Amin!


(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)

Kamis, 05 Juni 2014

“OH, TUHAN…AKU RINDU ENGKAU MENGENAL AKU”



3 Yohanes 1:1-4

Nama Gayus yang tercatat dalam Alkitab ini barangkali kurang terlalu kita kenal. Tentu berbeda dengan nama Gayus di Indonesia yang sangat terkenal. Namun Gayus yang satu ini adalah seorang tokoh penting dalam jemaat sebagai contoh yang patut ditiru karena kebaikannya, bukan karena kejahatannya. Surat yang ditulis oleh "pemimpin jemaat" (Rasul Yohanes) ini berisi semacam pujian dan penghargaan kepada Gayus. Apa yang Gayus lakukan? Dalam 3 Yohanes 1:5 disebutkan: “Saudaraku yang kekasih, engkau bertindak sebagai orang percaya, di mana engkau berbuat segala sesuatu untuk saudara-saudara, sekalipun mereka adalah orang-orang asing”.

Oh, luar biasa! Dia menyatakan tindakan menolong para utusan gerejawi. Gayus telah mengambil bagian dalam pekerjaan untuk kebenaran. Oh, sungguh terpuji! Tindakan semacam ini perlu dipertahankan. Terus dilakukan! Disamping itu sekaligus si penulis surat ini juga memperingatkan Gayus supaya berhati-hati terhadap seorang laki-laki bernama Diotrefes. Apa masalahnya? Berdasarkan kontek 3 Yohanes 1:11 dikatakan Yohanes: “Saudaraku yang kekasih, janganlah meniru yang jahat, melainkan yang baik. Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah.”

Bila kita telusuri dengan Surat Surat 1 Yohanes dan 2 Yohanes, rupanya surat Yohanes yang ketiga ini memiliki permasalahan dan situasi yang sama yaitu terdapat pengajar-pengajar palsu yang mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan kekristenan. Dengan demikian, surat ini memiliki maksud untuk memperingatkan , menguatkan Gayus dalam jalan yang baik, tidak menyimpang dari ajaran yang sehat, serta siap siaga menghadapi para pengajar sesat.

Oh, Gayus yang tulus…… yang banyak ambil bagian dalam pelayanan, bermurah hati menyambut para pelayan, berapa banyak yang kita jumpai di masa kini? Atau malah hanya banyak Gayus…Gayus…yang rakus? Oh, Gayus yang bernyali yang penuh peduli….yang faham betul makna dan arti tujuan hidup tertinggi, masihkah dapat kita jumpai di era sekarang ini dimana orang semakin mengarah kepada diri sendiri? Atau hanya Gayus…Gayus…bergengsi tinggi, menghalalkan segala cara dan yang hanya minta dihargai?

Gayus yang satu ini memang tidak terlalu kita kenal. Dan kurang terkenal (mungkin karena ia sendiri tak mau dikenal). Tapi istimewanya tanpa ia sadari, justru ia adalah sosok yang di kenal. Bukan oleh manusia tentu saja, tetapi dikenal oleh Tuhan sang pengenal, si penguji hati hingga dasar hati manusia! Gayus yang satu ini memang tidak terkenal di mata manusia, tetapi di mata Tuhan ia terkenal. Berbeda dengan kebanyakan manusia masa kini dengan seribu satu macam intrik busuk untuk jadi terkenal. Terkenal di mata manusia (terkenal karena kejahatannya?). Tapi sayangnya, Tuhan tidak mengenal. Kenapa Tuhan jadi sampai tidak kenal mereka? Ya, apalagi jika bukan karena sikap, cara hidup, mutu keimanan yang tidak memenuhi standar kebenaran!

Oh, saudara….. menjadi orang terkenal itu wajar! Tetapi bila akhirnya menjadi terkenal karena perbuatan kejahatan? Bila untuk meraihnya hanya dengan cara-cara yang sangar, atau layakanya pemain sandiwara penuh kepalsuan? Lalu akhirnya Tuhan murka tidak mau kenal atas semua perbuatan dan tindakan? Apalah artinya ingin menjadi orang terkenal tapi Tuhan tidak mau kenal? Anda dan saya bagaimana? Jika ingin dikenal oleh Tuhan semestinya sikap Gayus seperti dalam nas ini perlu kita kerjakan ulang! Masihkah ada kerinduan itu? “ Oh, TUHAN…AKU RINDU ENGKAU MENGENAL AKU”. Amin!

(Pdt.Kristinus Unting)