Renungan GKE

Senin, 25 Maret 2019

OH…AKU CEMBURU!



Lukas 13:31-35

Beberapa orang Farisi datang pada Yesus. Mereka menyampaikan berita untuk memperingatkan supaya Yesus menyingkir dari daerah itu, berhubung ada kabar ancaman dari Raja Herodes. Tumben? Koq ada Farisi yang baik hati mau menolong Yesus? (demikian ada pendapat sebagian orang). Namun bila diteliti lebih dalam, orang Farisi yang datang pada Yesus, sebenarnya bukan untuk menolong Yesus. Tetapi kurang lebih tindakan “aji mumpung”. Mumpung ada kesempatan untuk menyingkirkan Yesus. Untuk melampiaskan iri hati dan cemburu pada Yesus yang selama ini dikagumi banyak orang (Ay.31-32).

Rasa cemburu memang manusiawi. Bisa melanda siapa saja. Tidak perduli para tokoh agama sekaliber orang Farisi. Juga dapat melanda para umat Tuhan. Iri hati kepada tetangga yang kelihatan diberkati dengan kekayaan yang luar biasa melimpah, jabatan yang tinggi di dalam pekerjaan, istri yang cantik, suami yang tampan, anak-anak yang sukses dan lain sebagainya. Iri hati terhadap teman yang sekerja/sekantor yang memiliki prestasi kerja yang lebih baik dari kita.

Rasa cemburu juga sering terjadi dalam rumah tangga. Cemburu terhadap saudara sendiri yang diperlakukan lebih istimewa oleh orang tua. Dan (maaf), cemburu juga bisa melanda ranah pelayanan. Cemburu kepada rekan sepelayanan karena ia disenangi oleh jemaat. Cemburu melihat orang lain dipakai Tuhan dengan luar biasa di dalam lingkungan pelayanan.

PERTAMA: CEMBURU AKAN MENGGIRING KITA PADA DOSA

Saudara! Ketika cemburu menguasai hati kita, maka rasa tersebut mengakibatkan hal yang lebih buruk dan merugikan diri sendiri. Dapat menjerumuskan kita pada dosa. Mengapa cemburu bisa menjerumuskan kita pada dosa? Coba perhatikan ucapan Yesus: “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu.” (Ay.34).

Lihatlah apa yang terjadi. Sikap yang cemburu selalu menutup diri. Mereka selalu berulang kali membunuh para nabi utusan Allah. Tak mau berobah. Tetap melakukan dosa yang sama. Pokoknya susah bila melihat orang senang, dan senang bila melihat orang susah. Demikian kira-kira pola hidup orang yang memiliki sikap cemburu. Jadi, berhati-hatilah! Jagalah emosi, dan jangan suka iri dan cemburu pada setiap kelebihan orang lain. Karena dosa selalu mengintip di depan pintu hati untuk melakukan kejahatan!

KEDUA : SILAHKAN CEMBURU

Statement yg kedua ini mungkin kelihatan bertentangan dengan point pertama, tapi tidaklah demikian adanya. Namun cemburu yantg dimaksudkan disini bukanlah cemburu yang negatif, tetapi cemburu yang positif. Cemburu yang memotivasi kita untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, kehidupan yang lebih baik, pelayanan yang lebih baik, usaha yang lebih baik. Jadi pada saat kita cemburu dengan seseorang, bukan membenamkan diri dengan mengasihani diri sendiri. Tetapi memacu kita untuk melakukan sesuatu untuk tujuan yang lebih baik.

Lihatlah apa yang dilakukan oleh Yesus. Yesus cemburu terhadap penduduk Yerusalem yang berulang kali melakukan dosa yang sama dan tidak pernah mau bertobat. Yesus cemburu untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Kecemburuan Ilahi tersebut, tergambar dalam ungkapan metafora, Yesus gambarkan diri-Nya laksana induk ayam: “Berkali-kali aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya, di bawah sayapnya, tapi kamu tidak mau.” (Ay.34).

KETIGA: DIBAKAR CENBURU ILAHI

Dibakar cemburu Ilahi yang dahsyat, memampukan Yesus mengalahkan dosa dengan cinta. Laksana induk ayam yang rela mempertaruhkan nyawa demi melindungi anak-anaknya. Untuk itulah Ia rela menderita, sengsara, dan mati di kayu Salib demi dosa manusia. Sebagai anak-anak Tuhan, tanyakanlah pada diri kita masing-masing. Roh cemburu model apa yang menguasai hidup kita? Roh cemburu produk setan atau Roh cemburu Ilahi yang menyelamatkan?

Masihkah api cemburu produk setan mengusai dan menghancurlan hidup kita dan selalu mengarahkan kita untuk melakukan dosa? Menutup diri, meremehkan Tuhan, dan orang lain selalu dianggap ancaman? Atau sebaliknya. Adakah cemburu yang dibakar oleh api Ilahi membakar jiwa kita untuk memiliki kerinduan melakukan tindakan kebenaran? Hingga tidak pernah terhenti oleh sehebat apa pun bentuknya tantangan ancaman yang dihadapi? Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar