Pernahkah saudara berpikir, apa dan bagaimana sih makhluk yang bernama “manusia” itu? Dan apa perbedaannya dengan makhluk yang
lain? Oh, pasti rata-rata kita dengan mudah memberikan jawaban! Karena memang terang
bagai siang, manusia jelas berbeda dari kucing, buaya, ular, burung, kuda,
serigala, atau singa umpama. Manusia memiliki akal budi, sedangkan makhluk lain
tidak! Manusia tentu memiliki tatakrama, sedangkan makhluk lain tidak! Lalu
dalam kehidupan komunitas atau sosial? Oh, manusia memiliki tata aturan, norma-norma moral-etis
jadi patokan, sedangkan makhluk lain? Paling-paling hanya hukum rimba yang berlaku. Tidak lebih
dan tidak kurang.
Lalu yang sangat
prinsip, manusia mengenal Tuhan alias ber-Tuhan, sedangkan makhluk lain tidak!
Inilah yang menjadikan makhluk bernama “manusia”
itu lebih mulia dari makluk yang lain. Ya, seharusnya demikian. Karena manusia
bukan hewan. Tetapi maaf..... benarkah bahwa makhluk yang bernama “manusia” itu lebih mulia dari makhluk
lainnya? Kisah nyata berikut ini perlu untuk kita renungkan.
Kisah nyata yang melatarbelakangi lukisan "Perjamuan Terakhir" Yesus
dan murid-murid. Leonardo da Vinci, sang pelukisnya ternyata membutuhkan waktu
bertahun-tahun(katanya) untuk menyelesaikan mahakaryanya itu. Bagi da Vinci,
tak sulit menemukan model untuk melukis wajah para murid ... Akan tetapi, untuk
menemukan model untuk melukis gambar diri Yesus .. hmmm ... bukan perkara
mudah!
Lama da Vinci mencari, akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bernama
Pietri Bandinelli , " Ini dia
model Yesus .. cocok !" pikirnya. Namun, ada satu model lagi yang
harus dia temukan untuk menyelesaikan lukisannya itu dan ini tampaknya jauh lebih sulit ditemukan
dibanding model bagi gambar Yesus … Yups, benar sekali. da Vinci kesulitan
untuk menemukan model wajah Yudas Iskariot! Dicari kemana-mana model buat
Yudas, tapi hasilnya nol besar. Sampai satu ketika ... da Vinci
berjalan-jalan untuk mencari inspirasi. Ia pergi ke tempat-tempat kumuh, bahkan
hingga ke penjara di Milan untuk mencari model 'Yudas'.
Setelah beberapa jam mencari, ia menemukan wajah yang cocok.
Da Vinci bertemu dengan
satu orang yang menurutnya orang ini mampu memberikan gambaran tentang
karakter Yudas yang tentunya sangat berbeda sama sekali dengan karakter
murid-murid, apalagi karakter Yesus. Matanya mencerminkan kelicikan dan
keputus-asaan. Wajahnya keras. Dan Vinci memintanya menjadi model 'Yudas', dan
orang itu menyanggupinya. Akhirnya proses penyelesaian lukisan
"Perjamuan Terakhir" pun dilanjutkan. Da Vinci bekerja dengan
tergesa-gesa selama beberapa hari hingga kemudian ia menyadari perubahan yang
terjadi pada orang yang menjadi modelnya. Wajahnya mulai tegang dan matanya
memancarkan horor.
Merasa terganggu, da Vinci menghentikan kegiatannya dan
bertanya, “Apa yang membuatmu begitu terganggu?” Sang pria yang menjadi model “Yudas” itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya
dan menangis tersedu-sedu. Setelah beberapa saat ia menjawab dengan nada suara
agak berat, “Tidakkah bapak mengingat
saya? Saya Pietri
Bandinelli ... dulu saya menjadi model bagi wajah Yesus. Bertahun-tahun
yang lalu saya ada di studio ini. Sayalah sang Yesus di lukisan bapak…”
Saudara, bukankah apa yang dialami oleh
Bandinelli juga merupakan tantangan terbesar kita sebagai orang percaya dalam
menjalankan kehidupan ini? Dalam beberapa waktu seseorang bisa menjadi "mirip
Kristus", namun seiring dengan perjalanan kehidupan yang semakin berat ...
bukankah sering juga terjadi seseorang
berubah drastis menjadi lebih "mirip
Yudas” ?!
Oh, “manusia”…. bukankah katanya ia mempunyai akal budi dan
mestinya tau memilih apa yang baik dan buruk, benar dan salah? Bahkan (seharusnya)
tahu persis soal mana yang kutuk mana yang berkat?! Hanya sayang, dalam
kenyataanya banyak juga kasus kehidupan memperlihatkan bahwa manusia sering
salah pilih, salah jalan! Apa umpama? Nah ini, saudara pasti tahu bahwa
spiritus bukan untuk diminum, tapi malah banyak juga manusia yang sengaja
meminumnya untuk aplosan! Anda juga pasti tahu bahwa obat antalgin boleh
diminum dalam dosis tertentu sesuai aturan. Tapi bila dimunum 20 biji sekaligus
dicampur Extra Jos tentu bisa mampus. Tapi banyak juga yang melakukannya dengan
sengaja! Entah oleh yang muda atau tua,
oleh yang berpendidikan atau bukan. Ada apa sih dengan makhluk yang
bernama “Manusia” ini yang katanya makhluk mulia?
Masih tentang makhluk yang bernama “manusia”. Bukankah semestinya ia punya perasaan, peka terhadap
keadaan, lingkungan, dan sesama? Tapi ironisnya justru sering mati rasa, malah
melukai perasaan, saling menjatuhkan, merampas milik orang lain, bahkan kayak
Dracula haus darah membantai sesamanya atas nama alasan dan tujuan segala?!
Celakanya malah ada yang mengatasnamakan Tuhan dan Agama? Manusia oh
manusia.....ckckckckckck..... Ada apa sih sebenarnya tentang makhluk yang bernama
“manusia” ?!
Saudara, bila dicermati lebih teliti berdasarkan firman
kebenaran, bahwa dalam diri makhluk yang
bernama “manusia” itu memiliki dua
kekuatan metacentrum yang sangat mempengaruhi pikiran, perkataan, tingkah laku,
dan perbuatannya. Kekuatan macam apa itu? Nah ini. Kekuatan “manusia lama” dan kekuatan “manusia baru”. Kekuatan tersebut bisa membawanya kea arah
yang buruk dan ke arah yang baik. Ke arah yang negatif dan ke arah yang
positif. Itu berlaku bagi semua manusia, termasuk Anda dan saya. Mana yang
lebih dominan dalam diri Anda dan saya?
Konsep “manusia lama”
dan “manusia
baru” merupakan salah satu tema penting dalam teologi Paulus. Secara cermat
kita dapat melihat betapa Paulus mengingatkan pentingnya kita untuk mewaspadai
sedari dini cara-cara hidup yang tidak berkenan pada Allah itu. Penting
bagi kita untuk menyelidiki dalam kehidupan kita, apakah cara hidup kita sudah
berkenan kepada Allah? Mengapa hal ini
dianggap penting? Ya, tentu
saja bila kita merasa bahwa kita adalah “manusia”, bukan makhluk yang lain. Roh
Kudus telah berkarya membaharui akal budi orang percaya secara terus-menerus; pembaharuan
akal budi menghasilkan praksis yang benar.
Thomas Schreiner pernah mengatakan bahwa orang percaya
dimampukan untuk melepaskan “manusia lama” dalam dirinya, yaitu natur Adam yang
pertama, yang telah mati melalui kematian Adam kedua di kayu salib; demikian
juga orang percaya dimampukan untuk mengenakan “manusia baru”, Adam kedua,
melalui kebangkitan Kristus. Dan oh, ya….mumpung tidak lupa memberitahukan, bahwa
“manusia lama” kita telah turut disalibkan, agar jangan lagi kita menghambakan
diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6). Kita adalah anak-anak Tuhan, identitas kita
harus jelas! Kita adalah adalah anak-anak Tuhan, orang beriman! Bukan makhluk
yang lain atau hewan! Dan identitas kita selaku anak-anak Allah adalah
mengenakan Kristus, berpikir, bersikap dan bertindak seperti Kristus! (Bdk.Gal.3:27;
Flp.2:1-11). Amin!
(Pdt.Kristinus Unting, M.Div)