Renungan GKE

Senin, 19 November 2018

KETIKA YESUS DIADILI


Yohanes 18:33-37

Ketika Yesus diadili, apa yang menarik untuk kita perhatikan? Pertama-tama adalah ini. Dia diperlakukan layaknya bola pingpong kesana-kemari. Dihadapkan ke Pontius Pilatus, lalu ke Herodes, dan balik lagi ke Pontius Pilatus. Kenapa itu terjadi? Karena mereka para penegak hukum pada kebingungan, hukuman apa yang layak dijatuhkan sesuai tuntutan, karena alasannya mengada-ada, tak memadai serta tak ada bukti kuat yang memberatkan-Nya sebagai terdakwa.Yesus diadukan ke pengadilan, karena menurut mereka, Yesus itu raja. Lalu apa masalahnya kalau Yesus itu raja? Tidak! Mereka tak rela! Raja compang camping kayak Yesus, tak ada pasukan bersenjata, mana mungkin dipercaya dapat melawan penjajah politik membebaskan mereka!

Disamping itu, menurut mereka, ajaran-Nya menyimpang dari yang biasa (menurut versi Hukum Taurat). Banyak orang disesatkan. Padahal fakta di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya. Yesus meluruskan pemahaman yang salah tentang cara beragama, mengangkat harkat martabat orang-orang kecil, memulihkan kepercayaan diri, menyembuhkan, merangkul mereka dengan kasih. Yesus bukan raja pemberontak yang mengajak orang berdemo untuk merusak, berorasi koar-koar dengan pengeras suara. Tetapi mengajarkan kasih, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Memberi motivasi untuk hidup, hingga orang mengenal jalan kebenaran dan diselamatkan!

Ketika Yesus diadili, apa pula yang menarik untuk kita cermati? Nah, ini juga cukup menggelitik. Yesus diajukan ke pengadilan bukan oleh orang biasa. Tetapi oleh para tokoh agama. Mereka bersikeras menuntut sekiranya Yesus dihukum. Bukan dihukum biasa di penjara. Tetapi harus dibunuh. Mereka memang tidak ingin membunuh Yesus dengan tangan mereka sendiri (karena mereka taat Hukum Taurat), namun mereka memperalat orang lain untuk melaksanakan niat mereka. Setali tiga uang!

Pilatus masuk ke gedung pengadilan. Para pengadu di mana? Mereka di luar saja (karena mereka tak ingin menajiskan diri mereka). Maklum karena mereka mempersiapkan diri melaksanakan ritual agama, makan Paskah (bdk.ay.29). Kesucian tubuh dan ritual agama dijaga 100% kesuciannya, namun praktek beragama dalam realita nol besar. Hati mereka busuk 100% layaknya bangkai di peti mati lobang kuburan, yang di atasnya ditutupi cor semen putih mengkilap!

Di ruang pengadilan itu, tak ada siapa-siapa, selain beberapa pengawal kerajaan yang berjaga-jaga. Yesus diinterogasi oleh Pilatus dengan pertanyaan berbau politis: “Engkau inikah raja orang Yahudi?”. Pilatus tak percaya, ketika melihat sendiri siapa yang ada di hadapannya. Kalau Yesus ini raja, koq compang camping seperti ini? Naluri Pilatus tau, bahwa orang ini tidak berbahaya, bukan ancaman bagi pemerintahan wilayah kekuasaannya.

Pilatus cukup lega. Terlebih ketika mendengar tuturan dari mulut Yesus sendiri (walau Dia raja) bahwa kerjaan-Nya bukan dari dunia ini. “Raja” dalam versi yang berbeda. Tak ada sangkut paut langsung yang menjadi ancaman membahayaan bagi sang Pilatus! Dalam hati kecil, Pilatus ingin membebaskan orang ini. Pilatus memancing dengan pertanyaan sekiranya Yesus membela diri, sebagai dasar Pilatus dapat membebaskan-Nya: “apakah yang telah engkau perbuat?”.

Anehnya, tidak seperti kebanyakan orang lakukan, Yesus tidak membela diri atas tuduhan orang terhadap-Nya, malah menjelaskan tujuan dan misi kerajaan-Nya! Namun sayang. Pilatus tak cukup jeli tentang apa yang sedang Yesus ucapkan. Tinggal selangkah saja lagi, sebenarnya Pilatus mendapat pengalaman indah yang akan merobah seluruh hidupnya. Ketika raja di atas segala raja, raja penyelamat dunia sedang berbicara tentang sesuatu yang paling bermakna, “kebenaran” yang sesungguhnya!

Andai saja Pilatus jeli, mencerna, membuka diri, berlutut dan bertobat di hadapan-Nya. Namun itu mustahil terjadi! Karena Pilatus adalah sang penguasa, yang merasa aman duduk di kursi empuk pemerintahan. Tak ada yang dia kuatirkan, demikian kira-kira dalam benaknya. Karenanya, tentu sulit baginya untuk mendengar “suara kebenaran” karena memang manusia-manusia berkarakter semacam Pilatus, yang memang bukan berasal dari “kebenaran” tentu lebih mengutamakan “yang penting aku aman”!

Ketika Yesus diadili, apa yang mesti kita renung dalam? Itulah peristiwa keseharian kita. Keberdosaan manusia tergambar di sana. Bisa jadi posisi kita persis sama seperti para pengadu, yang nota-bene suci menjalankan ritual agama, namun iri dengki menyelimuti hati, tak rela dengan kelebihan orang lain, dengan berbagai macam trik busuk untuk menjatuhkannya. Atau bisa jadi, posisi kita persis sama seperti Pilatus. Sang penguasa yang acuh, tahu kebenaran. Namun kebaikan yang tak kesampaian untuk dilakukan, karena terselindung rasa aman semu “yang penting aku aman”?

Mencermati pengadilan yang dilakukan terhadap Yesus, perilaku, ucapan, komitmen, serta ketulusan-Nya melaksanakan misi Bapa, hingga darah penghabisan. Duri halang merintang, hingga bernanah tak pernah mundur setapak pun dalam keberanian, hingga tertancap di atas salib tegak! Secara nalar akal sehat, terlebih dengan hikmat Allah, tahulah kita apa arti semuanya. Ya Yesus, Ya Rajaku! Engkau benar-benar Raja. Raja di atas segala Raja yang datang dari Allah Bapa. Ampuni kami yang terlalu congkak membaggakan diri. Hidup beragama namun yang tak sejalan dalam hidup keseharian kami. Ampuni kami yang tahu kebenaran, namun tak berani berbuat apa-apa, karena lebih memilih “yang penting aku aman”. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar