Renungan GKE

Kamis, 15 November 2018

PERINGATAN YESUS TENTANG AKHIR ZAMAN


Markus 13:1-8

Wuuiiiiih…..anggun, elegan, mempesona. Bagai mawar bumi berpadu keharuman langit! Demikian kira-kira bila kita mau menggambarkannya. Bagi orang Yahudi, "Bait Allah" tidak sekedar tempat beribadah namun dianggap sebagai tempat kehadiran Allah. Sekaligus simbol kebanggaan, sebuah prestise. Sungguh menakjubkan bangunan yang satu ini. Kokoh, berpadu artistik anggun menawan. Mata siapa tidak akan terpana bila sedang memandangnya? Kuning emas semakin kentara di beberapa sisinya yang ada, begitu sinar mentari numpang lewat melintasinya.

Suatu ketika, Yesus dan murid-murid-Nya keluar dari tempat itu, seorang murid berkata kepada-Nya: “Guru, lihatlah betapa kokohnya batu-batu itu dan betapa megahnya gedung-gedung itu.” Tapi apa jawab Yesus? Sungguh tak diduga. Tak banyak bunga kata seperti yang biasa dilakukan kebanyakan orang pada setiap kata sambutan. Tak banyak neko-neko, Yesus pun langsung menjawab: “Kau lihat gedung-gedung yang hebat ini? Tidak satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.” (Ay.1-2).

Bait Allah, sungguh, tempat yang sangat sakral. Dua loh batu, tabut perjanjian itu ada di ruang Maha Kudus. Tempat Allah berdiam. Tak boleh sembarangan orang memasukinya. Hanya persoalannya, di Bait Allah, Dia memang dipuji, namun cara hidup mereka tetap tak berobah. Kesombongan rohani menjadi-jadi. Yesus menubuatkan keruntuhan Bait Allah, dan itu sungguh-sungguh terjadi sebagai bentuk kemurkaan Allah!

1. Ibadah palsu (Ay.5).

Siapa yang tidak bangga jika memiliki gedung gereja yang megah? Itu syah-syah saja. Paling tidak itu menunjukkan salah satu buah dari persekutuan nyata dan kesaksian bisu bagi dunia. Hanya masalahnya, apakah cara hidup beragama kita sudah selaras dengan perobahan sikap hidup yang berkenan kepada Allah dan memang layak disebut “Gereja”? Apakah hati kita memang pantas sebagai penyandang predikat “hati gereja”. Atau sekedar ibadah di gedung yang disebut gereja tapi cara hidup dan berhati draculla? Bait Allah diruntuhkan rata dengan tanah sebagai tanda peringatan kemurkaan Allah atas cara beragama munafik, yang hanya berkiblat pada gedungnya, tetapi tidak pada perobahan dalam sikap hidup.

Hidup kekristenan kita terkadang tidak ubahnya seperti cara pandang orang Yahudi soal gedung ibadah, Hanya berkiblat bangga ke gedungnya. Hingga lupa untuk apa sebenarnya ia ada dan ditempatkan di dalam dunia! Soal cara beribadah seremonialnya yang dibangga-banggakan, seolah menjadi toluk ukur bernar-tidaknya menjadi orang Kristen. Hanya sibuk dan bernikmat-nikmat berpuji Tuhan di balik tembok gereja.

2. Manipulasi nama Kristus (Ay.6).

Dalam peringatannya, Yesus semakin mempertegas, mengingatkan secara serius: “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Akan datang banyak orang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.” Semakin rumit di otak para murid. Terlebih mengingat cara berpikir, cara melihat yang tentu saja sebatas mata mampu melihat!

Apa yang Yesus nubuatkan sungguh semakin kentara. Telah terjadi banyak manipulasi. Nama Yesus dikomersilkan untuk cari keuntungan manusiawi. Reklame-reklame maraknya ibadah seremonial terpampang di berbagai sudut jalan. Ajaran yang aneh-aneh bermunculan laksana jebakan tikus sekedar usaha memperbanyak anggotanya dengan cara yang tidak terpuji. Tema kesuksesan menjadi sentral atasi kehidupan yang sulit.

3. Kekacauan dan bencana (Ay.7-8).

Akan terjadi kekacauan dan bencana. Semua ingin jadi penguasa. Peperangan terjadi dimana-mana. Bangsa yang satu akan menguasai yang lain. Hidup menjadi sungguh tidak aman dan nyaman. Bencana alam bahkan kelaparan terjadi. Dalam situasi demikian orang lalu mencari jalan aman, jalan pintas sebagai jawaban. Ada yang rela menjual imannya demi kedudukan. Bahkan ada yang jadi penjilat, kambing politik demi cari aman. Kejahatan apa pun akan dilakukan, demi menyelamatkan diri dan rasa aman palsu.

Menjadi umat Tuhan yang mapan di tengah berbagai pergumulan, yang pertama-tama dibangun adalah "Moment Spiritual". Pemahaman kita tengan "Gereja" harus sungguh jelas. Dengan demikian ia akan menjadi umat Tuhan yang eksis, benar-benar menjadi "garam" dan "terang dunia". Gedung gerejanya boleh runtuh, namun pengharapan, iman, dan kasihnya tetap eksis dijalankan sesuai dengan makna keterpanggilannya. Jika tidak, jadilah ia semacam barang antik tak berguna. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar