Jumat, 19 April 2019
YANG BENAR DISALAHKAN, YANG SALAH DIBENARKAN
Yohanes 18:1-40
Barangkali ini adalah nas khotbah terpanjang yang ada selama ini. Terdiri dari empat perikop, dan berjumlah empat puluh ayat secara keseluruhan! Walau terdiri dari empat perikop dan ayatnya panjang, bila diteliti secara saksama, satu saja intinya, semua mengarah ke muara pada satu titik akhir, yaitu Yesus dijadikan bersalah walau sebenarnya tidak terdapat sekecil apaun kesalahan! Hal itu dinyatakan oleh Pilatus sendiri selaku pemegang palu tertinggi mendekati puncak kisah yang sangat mendebarkan (Ay.38b).
Sejak dari penangkapan-Nya di Taman Getsemani hingga akhirnya divonis hukuman mati, sedang Barabas dibebaskan, memang banyak fakta menarik yang dapat diungkapkan. Di taman Getsemani, penangkapan itu didalangi oleh para tokoh agama, orang yang dianggap bertuhan dan orang suci, Para imam-imam kepala dan orang Farisi. Tidak kurang, ditambah bumbu pengkhianatan orang dekat, yaitu si Yudas karena silau akan uang (Ay.2-4).
Di tempat yang sama, seorang murid lain, Petrus sang gagah perkasa, si pembela, namun akhirnya nyalinya ciut, karena menyaksikan sendiri situasi yang semakin memanas, semakin berbahaya hingga akhirnya sangat terjepit dan menyerah pula dalam penyangkalan (Ay.27). Tidak kurang, masalah intervensi, karena Yesus dibawa kepada Hanas (mertua Kayafas) yang mengintervensi orang Yahudi “Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa.” (Ay.14).
Di sisi lain, bersandingnya kekuatan agama dan kekuatan politik menyatu jadi satu. Secara hukum agama (dalam hal ini agama Yahudi), tidak diperbolehkan membunuh, karnanya meminjam kekuatan hukum politik sekiranya hukuman mati dapat dijalankan! (Ay.31).
Pada bagian drama penutup, jelas pula terlihat orang banyak yang menjadikan suara teriakan mereka laksana “suara tuhan” (tapi suara tuhan buatan) menentukan keputusan, Yesus yang benar disalahkan, dan si Barabas yang salah dibenarkan. Walau cuma “suara tuhan buatan”, tapi terlihat lebih dari cukup untuk merobah keputusan Pilatus untuk menyerah kalah, juga akhirnya “cuci tangan” (Ay.40).
Di balik pengorbanan Kristus dalam peristiwa ini, terkuak fakta nyata alasan Allah yang indah: “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan Allah.” (Rm.5:6). Bila cermin drama peristiwa pengorbanan Kristus diperjelas dan dihadapkan ke wajah kita, siapa sesungguhnya si pengkhianat, para Farisi, para tukang intervensi itu sebenarnya? Atau yang kehilangan nyali, para penyuara “suara tuhan buatan”, atau yang cuci tangan? Atau, siapa sesungguhnya Barabas si pendosa yang dibebaskan itu?
Dalam peristiwa pengorbanan Kristus, sadarkah kita akan apa yang Allah lakukan untuk kita? Bahwa perbuatan serta tindakan para imam-iman kepala, tua-tua, dan ahli-ahli taurat, Mahkamah Agama adalah gambaran dosa kemunafikan kita? Sadarkah kita bahwa sikap iri hati, dengki, provokasi, fitnah seperti yang mereka perlihatkan adalah cerminan keberdosaan yang sering kita sembunyikan, bila saat yang tepat akan kita munculkan? Sadarkah kita bahwa Barabas yang bebas adalah gambaran diri kita?
Dosa yang ada pada diri setiap manusia (termasuk kita) sungguh mematikan. Secara jujur, rasa-rasanya tidak mungkin ada satu pun di antara kita dapat menyelesaikannya. Ketika roti dan anggur dalam sakramen Perjamuan Kudus ini kita terima, semoga ingatan kita tetap jelas akan ucapan Kristus: “lakukanlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Bersyukurlah bila tetap ingat, lalu punya tekat tahu apa yang harus diperbuat. Amin!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar