Renungan GKE

Senin, 01 April 2019

PERUMPAMAAN TENTANG SI KOMUNIS YANG DIVONIS MASUK


Lukas 15:11-32

Alkisah (ini hanya kisah inspiratif saja), di depan pengadilan pintu Sorga, terjadi sesuatu yang sungguh mengejutkan! Betapa tidak, karena yang terjadi justru diluar dugaan rata-rata kita. Si “Komunis” divonis masuk sorga, sedangkan seorang “Anak Tuhan” divonis masuk neraka! Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa sampai terjadi demikian? Seorang yang selama hidupnya di dunia mengaku sebagai “Anak Tuhan” ini, tentu saja protes sama Tuhan! Apa alasan Tuhan menjatuhkan vonis yang demikian?

Inilah beberapa alasannya. Tuhan menjelaskan kepadanya: “Selama hidupmu di dunia engkau sangat menyusahkan Aku! Sedikit-sedikit, lapor sama Aku. Mulai dari bangun pagi hingga tidur malam minta didampingi. Habis uang, habis beras, mau ujian, bisnis, makan, minta diberkati. Bahkan untuk kekasihmu yang di seberang sana, juga kau minta Aku yang melindungi. Padahal engkau hanya sibuk menghabiskan waktu keseharianmu main gadget melulu!”

Tuhan masih melanjutkan alasan: “Bahkan ketika engkau mati karena kolesterol, engkau katakan karena atas kehendak-Ku. Padahal nafsu rakusmu yang mengakibatkan kematianmu. Doyan makan melulu, hingga prioritas korban syukurmu ludes hanya untuk urusan perutmu! Padahal dokter sudah berkali-kali memperingatkanmu. Sungguh, Aku jadi pusing gara-gara kamu, jadi masalah setiap waktu. Bahkan Aku tidak habis pikir, selama hidup di dunia, engkau selalu mengaku-ngaku sebagai “Anak Tuhan”, Padahal, sedikit pun tak ada kemiripan dengan Aku.”

Si “Anak Tuhan” tetap tidak bisa terima. Dia naik banding ajukan gugatan keberatan! Dia berkata: “Tapi aku kan percaya sama Tuhan. Sedangkan si Komunis itu tidak percaya sama Tuhan!” Tuhan menjawab: ”Benar si komonis ini tak percaya selama hidupnya. Tetapi setelah Aku jelaskan di sini bahwa Aku-lah Tuhan, dia langsung percaya, tak ada neko-neko. Selama di dunia dia tidak pernah menyusahkan Aku. Tidak pernah macam-macam! Beda dengan kamu ini, sejak lahir hingga matimu, hanya setengah-setengah percaya. Pura-pura percaya. Itupun percaya ketika ada mujizat. Begitu mengalami masalah, kamu lari ke dukun! Percayamu plin-plan!”

Saudara, entah berapa banyak dari kita yang mengaku-ngaku sebagai “Anak Tuhan”, tapi sikap hidupnya tidak mencerminkan sikap selayaknya sebagai “Anak Tuhan”? Kita memang tidak sampai “terhilang”; kita tetap ke gereja, aktif dalam pelayanan, pendeknya kita adalah orang baik-baik, tidak pernah terjerumus dalam “kemabukan duniawi”. Tetapi, kita hidup dalam ketidaktulusan! Kita melakukan semua kebaikan itu dengan pamrih memperoleh “upah”. Kita merasa lebih layak, lebih baik. Diam-diam kita telah menjadi hakim atas sesama kita.

Ketika ada “pendosa” yang bertobat dan kemudian mendapat pengasihan Tuhan, kita protes laksana anak sulung: “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku,” (ay.29), begitu protes si sulung kepada ayahnya. Tidak tulus, bersungut-sungut, cari perhatian.Tidak senang bila ada orang yang diselamatkan Tuhan. Senang bila melihat orang ditendang sama Tuhan!

Entah berapa banyak pula dari kita yang doyan jadi “Si Bungsu” (namun beda konteks dari nas ini). Aji mumpung, melakukan bermacam dosa sebelum bertobat. Dengan anggapan nanti kalau bertobat, pasti diampuni Tuhan. Tapi jangan kira pertobatan yang hanya sebatas permainan kata, Allah lalu terkecoh, mudah dibodohi untuk memenuhi keinginan kita! Allah tetaplah Allah, Bapa yang Maha bijaksana. Bapa yang tahu persis mementukan standar, mana yang main-main, mana yang memang sungguh-sungguh bertobat! Anugerah Allah tidak pernah murah, celakalah bagi yang main-main dan menjadikannya murah! Persoalannya bukanlah si anak sulung atau si anak bungsu yang paling menentukan, tetapi adakah pertobatan yang sungguh-sungguh? Karena itu bertobatlah! Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar