Roma 16:25-27
Sepintas, kelihatannya nas ini biasa-biasa saja. Tak ada
yang terlalu istimewa.Tapi tahukah saudara bahwa bagian ini justru semacam
puncak dari keseluruhan kitab Roma? Kenapa kita katakan demikian? Ini alasannya.
Karena pada bagian ini merupakan Doxologi (Pujian) Rasul Paulus tentang siapa
Allah. Bahwa di dalam Yesus, anugerah Allah dinyatakan. Melaui Yesus rahasia
ke-Allah-an diungkapkan, isi hatinya Allah Ia berikan. Kasih-Nya melimpah tiada
tara. Pekerjaan Allah sungguh mengagumkan, terlebih bagi setiap orang yang
mengimaninya.
Paulus, sebelum dia bertemu Yesus Kristus dia tidak mengenal
siapa Yesus Kristus; sebelum dia percaya Yesus Kristus, ia adalah penganiaya
jemaat. Tetapi dalam perjalanannya ke Damsyik ia bertemu dengan Yesus Kristus
sehingga ia banyk mengalami perobahan-perobahan di dalam kelakukannya dan dia
juga bertobat secara total sehingga ia bisa mengaku bahwa Yesus adalah Kristus
dan Yesus adalah Mesias, dan Yesus adalah Raja di atas segala Raja. Ya, itulah
pengalaman pribadi Rasul Paulus. Itulah perjumpaannya dengan Tuhan yang membuka
mata hatinya akan kebenaran tentang siapa Allah itu. Siapa sesungguhnya Yesus
Kristus itu. Itulah pengakuan Rasul Paulus.
Saudara, di dunia ini ada banyak orang mengaku beragama dan
tiap-tiap mereka mengatakan inilah kebenaran, inilah yang paling baik, inilah
yang paling benar. Tetapi kenapa di dalam kenyataan hidupnya tidak ada
kebenaran? Kenapa di dalamnya tidak ada damai sejahtera? Namanya orang beragama
tetapi di dalamnya tidak ada penghiburan, tidak ada pendamaian, tidak ada kasih
yang sejati! Alasannya yang paling jelas adalah, karena itu semua hanya berdasarkan
semacam idea pemikiran manusia. Bukan pengalaman pribadi manusia berjumpa
dengan Tuhan. Di sinilah bedanya!
Karenanya setiap orang yang tidak mengalami sendiri
pengalaman perjumpaanya dengan Tuhan, maka jadilah pemahaman dan cara hidup
beragama yang dangkal. Tidak akan pernah menyentuh hingga ke bagian terdalam
hingga benar-benar mengenal dan memahami kehendak Tuhan yang sesungguhnya.
Berbeda dengan Rasul Paulus. Dia mengalami sendiri perjumpaan dengan Tuhan. Karenanya
dia mendapat pengalaman berharga tentang iman. Melalui doxologi (pujian) yang
didasarkan pada pengalaman pribadi Rasul Paulus tentang Allah dalam nas ini,
paling tidak ada 3 (tiga) perkara penting yang ia bagikan untuk kita.
PERTAMA: KITA HARUS YAKIN KUASA ALLAH (ay.25a)
Bila kita mengikuti pengalaman nyata Rasul Paulus dengan
Allah, misalnya seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 27:20-39, oh
sungguh luar biasa! Dikisahkan perjalanan Rasul Paulus ke Roma sebagai tahanan.
Pada mulanya perjalanan memang lancar, laut tenang. Angin sepoi-sepoi bertius
dari arah selatan. Mereka menyangka bahwa mereka tentu akan mencapai tujuannya.
Tapi kenyataannya lain. Setelah beberapa hari lamanya, baik matahari mau pun
bintang-bintang tidak kelihatan. Angin badai yang dahsyat datang mengancam
kapal mereka. Usaha-usaha untuk menyelamatkan kapal telah dilakukan, sambil
berharap badai segera berhenti. Tapi harapan tinggal harapan. Badai tetap
mengancam hidup mereka. Akhirnya putuslah segala harapan mereka untuk dapat
menyelamatkan diri.
Bagaimana dengan Paulus? Apakah dia juga gelisah? Kuatir dan
putus harapan? Oh, ternyata tidak! Dalam situasi yang menegangkan dan
menakutkan, Paulus tetap tenang. Dia tidak kehilangan pengharapan. Bahkan dia
dapat memberikan penghiburan kepada 275 orang yang sudah kehilangan kegembiraan
dan harapan hidup. Dalam angin badai masih ada kedamaian. Bagaimana dapat
demikian? Ya, itulah.... Rasul Paulus sudah mempunyai pengalaman dengan Tuhan,
menjadi dasar kekuatannya untuk meyakini pertolongan Tuhan.
Saudara, bila Rasul Paulus dapat memberitakan imannya
tentang Yesus, tentu karena dia mengenal betul siapa Yesus. Ia yakin akan
kepastian keselamatan yang ia terima. Bila ia hanya mengenal setengah-setengah,
mana mungkin ia bisa yakin bahwa Allah selalu bekerja dalam situasi apa pun. Terlebih
nasihatnya ini ditujukan kepada Jemaat di Roma yang sedang mengalami gejolak,
terlebih menghadapi ajaran sesat. Ini terbukti dari ayat sebelumnya: “Tetapi
aku menasihatkan kamu saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka,
yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan
perpecahan dan godaan. Sebab itu, hindarilah mereka! Sebab orang-orang demikian
tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri.” (ay.
17-18).
KEDUA: KITA HARUS TETAP BERSEKUTU DENGAN ALLAH (ay. 26).
John Wesley, seorang tokoh Kristen, setelah dia lulus dari
Universitas Oxford, dia menjadi pendeta dan misionaris untuk orang Indian di
Amerika. Dalam pelayanannya menuju Amerika, gelombang dahsyat menghadangnya. Sehingga
dia menjadi takut sekali. Dia kehilangan sukacita dan kedamaian. Dalam keadaan
itu, dia mendengar sekelompok orang sedang memuji Allah. Dia mendekati mereka,
ternyata mereka adalah kelompok Moravian. Lalu dia bertanya, “Saudara-saudara,
dalam suasana seperti ini saudara tidak takut? Tidak kuatir? Jawab mereka, “Kita
tidak perlu takut atau kuatir. Bila Tuhan memanggil kami pada saat ini, kami
senang dan bersyukur. Kami bisa bertemu Juru Selamat. Jadi kenapa kami harus
kuatir?”
Mendengar jawaban itu, John Wesley menjadi shock. Dirinya yang
misionaris, tapi gelisah. Mereka yang kaum awam, bisa berdoa, dan memuji dalam
kesulitan! Dari peristiwa itu timbullah imannya yang teguh. Hanya orang yang
mempunyai pengalaman pribadi dengan Tuhanlah yang mampu memuji Allah, toh di
tengah kesulitan sekali pun. Kenapa? Karena pengalaman itu telah memberikan
bukti langsung kepadanya, bagaimana Allah yang lebih dahsyat bekerja di
dalamnya, menjadi dasar imannya!
Saudara, inilah ciri hidup orang yang selalu bersekutu
dengan Allah. Hidupnya tetap tenang, penuh sukacita dan mampu memberi
penghiburanb kepada orang lain, karena ia sudah berakar dalam iman kepada
Tuhan. Sudah mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi. Bukan yang
ikut-ikutan. Apalagi yang hyanya sekedar tahu dari apa kata orang! Bila kita
selalu bersekutu dengan Allah, maka Allah pasti berbicara kepada kita. Melalu
persekutuan dengan Allah, iman kita semakin dikuatkan. Berbahagialah setiap
orang yang selalu bersekutu dengan Allah. Dalam perjalanan hidup kita, Yesus
Kristus sungguh-sungguh merupakan penghiburan bagi kita. Dia berjanji bahwa Dia
akan menyertai kita senantiasa sampai akhir jaman (bdk. Mat.28:20). Inilah janji
yang menguatkan iman dan membuat hati kita memiliki damai.
KETIGA: KITA HARUS MEMBERITAKAN KABAR SUKACITA YANG DARI
ALLAH (ay.27).
Di Chicago, Amerika Serikat, ada Wheaton College. Di sekolah
itu ada satu ruang yang khusus, yang bernama “Alimni in Mission”. Di dalam
ruang itu ada nama-nama orang ditempel di dinding. Nama-nama itu adalah alumni
yang pernah menjadi misionaris. Di antara nama-nama itu ada nama-nama yang punya
tanda bintang. Mereka adalah alumni yang menjadi misionaris dan yang mati
syahit di tempat misi. Di antara mereka ada nama Jamesa Eliot. Pada tahun
1950an dia belajar di sekolah itu. Waktu itu dia mempunyai suatu pergumulan,
yaitu “Tuhan, apakah tugas panggilan-Mu bagi saya? Saya ingin hal-hal yang
tidak pernah dilaksanakan oleh orang lain.”
Sebelum dia lulus, ia pernah merasa terbeban terhadap
suku-suku yang belum terjangkau Injil. Setyelah lulus sekolah dia pergi ke
Ekuador, Amerika Selatan dengan isterinya dan 4 pasangan teman misionaris untuk
menginjili Oka Indian di sana. Suatu hari 5 misionaris ini meninggalkan isteri
mereka di rumah, mereka berangkat ke hutan untuk mencari Suku Oka Indian. Waktu
mereka berangkat, mereka masing-masing bersenjata dengan pistol untuk
melindungi diri. Beberapa saat kemudian mereka bertemu dengan beberapa orang
Oka Indian di tepi sungai. Oka Indian mulai menyerang para misionaris dengan
tombak. Lima misionaris ditombak mati di sana. Tapi sama sekali tidak ditemukan
tanda bahwa mereka pernah memakai senjata mereka. Berita ini disampaikan ke
Amerika.
Orang Kristen di Amerika terkejut terhadap berita tersebut. Banyak
pemimpin gereja dan wartawan datang ke tempat peristiwa terjadi. Salah seorang
wartawan berkata kepada isteri James Eliot, “Bagaimana bisa terjadi peristiwa
yang tragis seperti ini?” waktu itu isteri Eliot mengatakan, “Tragedi? Anda
harus berbicara dengan hati-hati. Suamiku datang ke sini untuk tujuan itu. Dia datang
untuk memberikan nyawanya.” Kemudian ia memperlihatkan buku catatan renungan
Firman Tuhan kepunyaan suaminya. Di dalam buku catatan renungan tertulis
seperti ini: “Masa muda berlalu. Ambisi manusiawi juga lewat. Tetapi untuk
berdiri di hadapan Tuhan dengan suci pada hari yang terakhir, bagi kemuliaan di
hadapan Tuhan yang tidak boleh terlepas sebagai kehidupan yang sungguh berarti
dan berharga, orang yang mengabaikan yang tidak kekal bukan orang yang bodoh.
Tuhan saya tidak ingin panjang umur. Saya ingin hidup yang berarti. Pakailah saya.
Bakarlah saya. Bagi kemuliaan-Mu!”
Oh, saudara..... entah apa rasa kita, yang terkadang dengan
bangga dan lantang berkata bahwa “aku orang beriman, aku mengasihi Yesus!”
adakah yang telah kita buktikan untuk nilai iman yang telah kita ungkapkan?
Hmmm....! Ini menjadi perenungan mendalam bagi semua kita kita. Siapa pun kita.
Setelah suami-suami mereka, para isteri misionaris itu tetap tinggal di sana. Mereka
mengirim pesan kasih terus-menerus kepada suku Oka Indian. Akhirnya suku Oka
Indian mulai membuka diri untuk datang kepada Tuhan. Saudara, keselamatan yang kita terima adalah anugerah dari
Tuhan. Tanpa Yesus Kristus, dosa kita tidak bisa diampuni. Kita tidak mungkin
dapat membalas kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Yang bisa kita lakukan adalah, bersyukur
senantiasa atas kasih karunia-Nya, menggunakan segala talenta, hikmat dan
berkat yang ada pada kita untuk memuliakan Allah yang telah begitu mengasihi
kita. Memberikan kita anugerah keselamatan.
Kita adalah orang yang telah
menerima tugas panggilan Allah bagi keluarga, gereja, masyarakat, negara,
bangsa, dan dunia. Kita harus setia bagi tugas panggilan itu sampai hari yang
terakhir, sampai hari kita mendapat mahkota dari Tuhan. Alkitab berkata: “Sebab
upah dosa ialah maut tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus
Yesus Tuhan kita.” (Rm. 6:23). Jika kita telah diselamatkan oleh Yesus Kristus,
kita harus memberitakan Injil keselamatan kepada orang-orang yang belum
percaya. Pergunakanlah hidup ini untuk tujuan-tujuan yang mulia. Ya, hanya bagi
Dia saja kemuliaan sampai selamanya (ay. 27b). Jangan sia-siakan anugerah Allah
yang telah ia berikan dengan limpahnya bagi kita! AMIN! *(KU).