Matius 2:1-12
Pada zamannya, (dalam konteks Alkitab dalam peristiwa kelahiran Yesus), mereka dikenal dengan sebutan “Orang-Orang Majus Dari Timur”, dapat disetarakan setingkat Menteri di zaman kita sekarang. Mereka orang-orang terpandang di pemerintahan, khususnya di daerah “Timur” melalui mana mereka berasal, yang dalam berbagai tafsiran menyebutkan berasal dari daerah Mesopotamia atau Irak sekarang.
Disamping kedudukan terhormat mereka di pemerintahan, mereka juga adalah para anstronom, para ahli teknologi pada jamannya, suatu ilmu pengetahuan soal perbintangan, ilmu yang mempelajari fenomena di langit. Pada peristiwa kelahiran Yesus, “Orang-orang Majus” memberikan warna tersendiri dalam peristiwa kelahiran sang Juruselamat, dari awal perjalanan hingga mereka tiba di kandang hina, berjumpa dengan sang juruselamat, Raja di atas segala Raja, menyembah dan mempersembahkan persembashan mereka.
Lalu apa bedanya “Orang-Orang Majus Pada zaman Kelahiran Yesus” dengan “Orang-Orang Majus Abad 21”? Bila kita cermati, baik dari keterangan dari sumber Alkitab juga berdasarkan banyak fakta yang bisa kita pelajari dan cermati, memang terdapat pergeseran nilai. Zaman telah berobah. Hal itu dapat kita ungkapkan sebagai berikut:
1. ORANG-ORANG MAJUS DI ZAMAN KELAHIRAN YESUS
Orang-orang Majus di zaman kelahiran Yesus, tentunya juga adalah orang-orang sibuk di pemerintahan. Namun yang menarik, mereka rela menyediakan waktu, melakukan perjalanan jauh yang tak terbayangkan pada konteks mereka saat itu, sekedar memberikan ucapan selamat serta penghargaan tinggi untuk kelahiran Raja baru, berdasarkan petunjuk pengetahuan yang mereka miliki (Ay.1).
Berdasarkan petunjuk bintang, mereka berangkat dengan tekad, keyakinan, dan maksud mulia, yaitu untuk menyembah. Bukan berlomba-lomba untuk menjadi sang bintang. Menghambur-hamburkan berapa saja biayanya asal bisa jadi sang bintang. Bukan pula ada perasaan tersaingi segala macam. Jika rasa semacam itu ada, mana mungkin mereka rela pergi jauh untuk datang menyembah, memberikan hormat, apalagi memberikan persembahan segala macam (Ay.2).
Mereka berangkat bukan untuk menghabiskan biaya program milyaran rupiah, sekedar perjalanan reses, penelitian yang tak jelas hasilnya. Tidak! Tetapi untuk tujuan mulia, ucapan selamat, menyampaikan pemberian sebagai ungkapan kerendahan hati, rasa hormat. Tak ada perasaan yang lain. Berbeda dengan tipe Raja Herodes, yang malah terkejut, merasa tersaingi karena ada Raja baru yang lahir, yang dengan trik jahat secara licik hendak melakukan niat jahat untuk menyingkirkan (Ay.3-8).
Berdasarkan petunjuk bintang sebagai panduan sesuai pengetahuan yang mereka miliki, tibalah mereka di gubuk reot dimana akhir tujuan telah tercapai. Mereka sangat bersukacita atasnya. Bintang pengetahuan yang mereka miliki mengarahkan mereka menuju kepada Raja di atas segala Raja. Pengetahuan yang mengantarkan orang semakin cerdas beriman. Bukan malah ingin menjadi “tuhan” karena memiliki pengetahuan. Ini yang menarik dan perlu kita renung dalam (Ay.9-10).
Setelah sampai di tempat itu, mereka tidak hanya basa basi ngbrol di luar, tetapi masuk ke dalam kandang hewan, masuk bersama untuk mengikuti ibadah ilahi di dalam kandang. Masuk ke dalam bukan sekedar menyaksikan, atau sibuk membagi kartu nama, tetapi untuk menyembah dan menyampaikan persembahan mereka yang paling berharga.
Yang tidak kalah menarik, mereka lebih taat kepada petunjuk ilahi, walau hanya lewat mimpi. Mereka kembali melewati jalan lain pulang ke negeri mereka. Pengetahuan yang mereka miliki, bukan semata-mata untuk kesenangan diri mereka sendiri, tetapi yang ditundukkan semata-mata untuk dipakai seturut maksud Tuhan. Sungguh luar biasa! (Ay.11-12).
2. ORANG-ORANG MAJUS ABAD 21
Lalu bagaimana dengan orang-orang Majus Abad 21? Apa yang berbeda? Orang-orang majus abad 21 juga tak kalah sibuk. Sangat sibuk. Saking sibuk, kata sambutan pada acara-acara yang dianggap tetek bengek lebih banyak hanya diwakilkan. Kecuali pada acara-acara akbar. Bukan kata sambutan di gubuk reot kandang hewan.
Orang-orang Majus Abad 21 bukan tidak melakukan perjalanan ke kandang hewan. Juga melakukan perjalanan dua belas hari safari rohani. Bukan menggunakan onta, tetapi dengan pesawat udara, delapan jam melewati Yordania, atau singgah mendarat di Cairo Mesir. Setiap moment bersejarah didatangi hingga ke Betlehem yang sekarang bagai istana, bukan untuk menyembah dan menyampaikan persembahan, tetapi sekedar selfie dalam canda ria. Akhirnya pulang sekedar bawa oleh-oleh. Tak ketinggalan minyak urapan sebagai tanda bukti telah sampai ke tanah perjanjian.
Orang-orang majus abad 21 lebih fokus pada pembangunan gedung mewah demi sesuatu, bukan untuk sesuatu, hingga ketiduran sejuk ber-AC nyaman. Toh harus berangkat juga melakukan perjalanan, lebih pada biaya anggaran yang ada tersedia, berangkat untuk menghabiskan sesuatu demi mendapatkan sesuatu. Bukan memberikan sesuatu untuk memuliakan Tuhan. Lebih banyak menggunakan petunjuk gadget hingga memerah matanya, bukan berdasarkan petunjuk bintang. Bintang malah menjadi tujuan. Bukan untuk mencari Tuhan.
Orang-Orang Majus Abad 21 terkesan jarang masuk gubuk reot kandang hewan, atau di gereja sederhana. Hanya segelintir saja dari mereka yang ada. Mereka lebih banyak dijumpai di gereja berbintang, pengkhotbah berbintang, di mall, tempat-tempat istimewa untuk membahas soal bintang, supaya jadi bintang. Toh pun hadir juga di gubuk reot, gereja sederhana, di penjara atau di tempat panti asuhan, kecuali karena alasan-alasan tertentu, atau karena moment-moment tertentu.
Orang-orang Majus Abad 21 juga terkesan jarang memberikan persembahan terbaik sekelas emas, kemenyan dan mur, seperti orang-orang majus sebelumnya. Tapi malah banyak membagikan kartu nama, menjelaskan nomor urut ke berapa, entah kenapa. Toh pun ada, hanya segelintir orang saja di safari-safari Natal, bukan ber-Natal.
Paling tidak, dari kedua gambaran orang-orang majus dalam situasi serta zaman yang berbeda, menghantarkan kita untuk lebih serius berkaca, apa dan siapa kita di bawah terang kebenaran Firman Tuhan. Sekiranya tahu menempatkan diri untuk sesuatu yang bermakna. Sekiranya hidup yang dijalani tetap segaris lurus dengan apa yang Tuhan kehendaki, hidup dalam penyertaan Allah dan tak pernah menjadi sia-sia. Amin!
Pada zamannya, (dalam konteks Alkitab dalam peristiwa kelahiran Yesus), mereka dikenal dengan sebutan “Orang-Orang Majus Dari Timur”, dapat disetarakan setingkat Menteri di zaman kita sekarang. Mereka orang-orang terpandang di pemerintahan, khususnya di daerah “Timur” melalui mana mereka berasal, yang dalam berbagai tafsiran menyebutkan berasal dari daerah Mesopotamia atau Irak sekarang.
Disamping kedudukan terhormat mereka di pemerintahan, mereka juga adalah para anstronom, para ahli teknologi pada jamannya, suatu ilmu pengetahuan soal perbintangan, ilmu yang mempelajari fenomena di langit. Pada peristiwa kelahiran Yesus, “Orang-orang Majus” memberikan warna tersendiri dalam peristiwa kelahiran sang Juruselamat, dari awal perjalanan hingga mereka tiba di kandang hina, berjumpa dengan sang juruselamat, Raja di atas segala Raja, menyembah dan mempersembahkan persembashan mereka.
Lalu apa bedanya “Orang-Orang Majus Pada zaman Kelahiran Yesus” dengan “Orang-Orang Majus Abad 21”? Bila kita cermati, baik dari keterangan dari sumber Alkitab juga berdasarkan banyak fakta yang bisa kita pelajari dan cermati, memang terdapat pergeseran nilai. Zaman telah berobah. Hal itu dapat kita ungkapkan sebagai berikut:
1. ORANG-ORANG MAJUS DI ZAMAN KELAHIRAN YESUS
Orang-orang Majus di zaman kelahiran Yesus, tentunya juga adalah orang-orang sibuk di pemerintahan. Namun yang menarik, mereka rela menyediakan waktu, melakukan perjalanan jauh yang tak terbayangkan pada konteks mereka saat itu, sekedar memberikan ucapan selamat serta penghargaan tinggi untuk kelahiran Raja baru, berdasarkan petunjuk pengetahuan yang mereka miliki (Ay.1).
Berdasarkan petunjuk bintang, mereka berangkat dengan tekad, keyakinan, dan maksud mulia, yaitu untuk menyembah. Bukan berlomba-lomba untuk menjadi sang bintang. Menghambur-hamburkan berapa saja biayanya asal bisa jadi sang bintang. Bukan pula ada perasaan tersaingi segala macam. Jika rasa semacam itu ada, mana mungkin mereka rela pergi jauh untuk datang menyembah, memberikan hormat, apalagi memberikan persembahan segala macam (Ay.2).
Mereka berangkat bukan untuk menghabiskan biaya program milyaran rupiah, sekedar perjalanan reses, penelitian yang tak jelas hasilnya. Tidak! Tetapi untuk tujuan mulia, ucapan selamat, menyampaikan pemberian sebagai ungkapan kerendahan hati, rasa hormat. Tak ada perasaan yang lain. Berbeda dengan tipe Raja Herodes, yang malah terkejut, merasa tersaingi karena ada Raja baru yang lahir, yang dengan trik jahat secara licik hendak melakukan niat jahat untuk menyingkirkan (Ay.3-8).
Berdasarkan petunjuk bintang sebagai panduan sesuai pengetahuan yang mereka miliki, tibalah mereka di gubuk reot dimana akhir tujuan telah tercapai. Mereka sangat bersukacita atasnya. Bintang pengetahuan yang mereka miliki mengarahkan mereka menuju kepada Raja di atas segala Raja. Pengetahuan yang mengantarkan orang semakin cerdas beriman. Bukan malah ingin menjadi “tuhan” karena memiliki pengetahuan. Ini yang menarik dan perlu kita renung dalam (Ay.9-10).
Setelah sampai di tempat itu, mereka tidak hanya basa basi ngbrol di luar, tetapi masuk ke dalam kandang hewan, masuk bersama untuk mengikuti ibadah ilahi di dalam kandang. Masuk ke dalam bukan sekedar menyaksikan, atau sibuk membagi kartu nama, tetapi untuk menyembah dan menyampaikan persembahan mereka yang paling berharga.
Yang tidak kalah menarik, mereka lebih taat kepada petunjuk ilahi, walau hanya lewat mimpi. Mereka kembali melewati jalan lain pulang ke negeri mereka. Pengetahuan yang mereka miliki, bukan semata-mata untuk kesenangan diri mereka sendiri, tetapi yang ditundukkan semata-mata untuk dipakai seturut maksud Tuhan. Sungguh luar biasa! (Ay.11-12).
2. ORANG-ORANG MAJUS ABAD 21
Lalu bagaimana dengan orang-orang Majus Abad 21? Apa yang berbeda? Orang-orang majus abad 21 juga tak kalah sibuk. Sangat sibuk. Saking sibuk, kata sambutan pada acara-acara yang dianggap tetek bengek lebih banyak hanya diwakilkan. Kecuali pada acara-acara akbar. Bukan kata sambutan di gubuk reot kandang hewan.
Orang-orang Majus Abad 21 bukan tidak melakukan perjalanan ke kandang hewan. Juga melakukan perjalanan dua belas hari safari rohani. Bukan menggunakan onta, tetapi dengan pesawat udara, delapan jam melewati Yordania, atau singgah mendarat di Cairo Mesir. Setiap moment bersejarah didatangi hingga ke Betlehem yang sekarang bagai istana, bukan untuk menyembah dan menyampaikan persembahan, tetapi sekedar selfie dalam canda ria. Akhirnya pulang sekedar bawa oleh-oleh. Tak ketinggalan minyak urapan sebagai tanda bukti telah sampai ke tanah perjanjian.
Orang-orang majus abad 21 lebih fokus pada pembangunan gedung mewah demi sesuatu, bukan untuk sesuatu, hingga ketiduran sejuk ber-AC nyaman. Toh harus berangkat juga melakukan perjalanan, lebih pada biaya anggaran yang ada tersedia, berangkat untuk menghabiskan sesuatu demi mendapatkan sesuatu. Bukan memberikan sesuatu untuk memuliakan Tuhan. Lebih banyak menggunakan petunjuk gadget hingga memerah matanya, bukan berdasarkan petunjuk bintang. Bintang malah menjadi tujuan. Bukan untuk mencari Tuhan.
Orang-Orang Majus Abad 21 terkesan jarang masuk gubuk reot kandang hewan, atau di gereja sederhana. Hanya segelintir saja dari mereka yang ada. Mereka lebih banyak dijumpai di gereja berbintang, pengkhotbah berbintang, di mall, tempat-tempat istimewa untuk membahas soal bintang, supaya jadi bintang. Toh pun hadir juga di gubuk reot, gereja sederhana, di penjara atau di tempat panti asuhan, kecuali karena alasan-alasan tertentu, atau karena moment-moment tertentu.
Orang-orang Majus Abad 21 juga terkesan jarang memberikan persembahan terbaik sekelas emas, kemenyan dan mur, seperti orang-orang majus sebelumnya. Tapi malah banyak membagikan kartu nama, menjelaskan nomor urut ke berapa, entah kenapa. Toh pun ada, hanya segelintir orang saja di safari-safari Natal, bukan ber-Natal.
Paling tidak, dari kedua gambaran orang-orang majus dalam situasi serta zaman yang berbeda, menghantarkan kita untuk lebih serius berkaca, apa dan siapa kita di bawah terang kebenaran Firman Tuhan. Sekiranya tahu menempatkan diri untuk sesuatu yang bermakna. Sekiranya hidup yang dijalani tetap segaris lurus dengan apa yang Tuhan kehendaki, hidup dalam penyertaan Allah dan tak pernah menjadi sia-sia. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar