Renungan GKE

Kamis, 24 Januari 2019

JANGAN TERBUAI OLEH PUJIAN



Lukas 4:14-21

Yesus menggenapi misi Allah. Setelah berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun sebagai persiapan, Ia dalam kuasa Roh langsung menuju ke daerah Galilea dan akhirnya ke Nazatet tempat Ia dibesarkan. Di sanalah Ia mengawali misi Allah tersebut. Kenapa ke Galilea? Kenapa ke Nazaret? Karena disanalah tempat yang paling membutuhkan uluran kasih Allah untuk suatu pembebasan. Apakah Yesus akan memimpin pergerakan pemberontakan melawan penjajahan Roma seperti yang diharapkan kebanyakan orang? O, tidak! Tetapi misi kabar baik, keselamatan yang datang dari Allah (Ay.14-15).

Tidak ringan tugas yang harus dilaksanakan-Nya. Mengajar, menyembuhkan, dan melayani orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Hingga akhirnya diri-Nya sendiri rela Ia korbankan untuk tebusan dosa manusia. Untuk melaksanakan misi yang berat tersebut tentu saja dibutuhkan komitmen yang kuat, motivasi yang jelas, keteguhan hati, pengabdian penuh, serta kerelaan berkorban (Ay.16-17).

Hanya memang, setiap pekerjaan sebaik apa pun dilakukan, tak ada yang tanpa resiko atau tantangan dihadapi. Demikian pun dihadapi oleh Yesus. Apa tantangan yang dihadapi oleh Yesus? Nah ini! Sejak awal kedatangan-Nya di daerah Galiela, sudah tersiar kabar tentang diri-Nya. Cara Ia mengajar membuat banyak orang terfana karenanya. Orang jadi terkagum-kagum dibuat-Nya. Yesus dipuji semua orang. Ibarat selebritis, Yesus sekarang sedang naik daun (Ay.18-19).

Memuji dan dipuji, itu manusiawi semata, bukanlah dosa. Bahkan Alkitab sendiri mengatakan: “Setiap orang dipuji seimbang dengan akal budinya.” (Ams.12:8a). Orang yang tidak bisa memuji kelebihan orang lain, pertanda bersemayam kesombongan. Demikian pun sebaliknya, orang yang mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan pujian, juga perlu diwaspadai. Menurut ilmu psikologi, orang yang demikian tanpa disadarinya dalam bahasa yang terbalik hendak mengatakan bahwa ia ingin dipuji dua kali! Pura-pura ogah dipuji tapi mau lebih dipuji! Waspadalah!

Manusia normal macam apa bentuknya jika ada orang memuji “ Wow Bapak keren!”, “Ibu hebat!”, atau “khotbah Bapak/Ibu Pendeta luar biasa!”, “Nyanyian Anda hebat!”, “Kepemimpinan Anda hebat”, “Anda orang jujur”, dan seterusnya, jika sampai tidak ada sesuatu yang terasa nyaman di dada? Walau anda pura-pura seolah tidak memerlukannya dan mengatakan “Akh, saya tidak perlu dipuji!”.

Tidak ada yang salah dengan pujian. Hanya memang “pujian” perlu diwaspadai. Ibarat pisau dua sisi, dapat digunakan untuk memudahkan apa yang dikerjakan, namun sisi yang lain dapat melukai diri sendiri. Jangan sampai mabuk pujian! Jadinya lupa diri. Sombong dan meremehkan orang lain. Motivasi jadi tidak murni. Lebih terarah untuk menyenangkan hati si pemuji, semakin mabuk untuk lebih dipuji. Kesenangan duniawi semakin dicari. Komitmen awal, tanggunjawab kepada yang ilahi lalu diingkari. Ini sungguh berbahaya.

Belajarlah pada Yesus. Yesus tidak terganggu dengan pujian. Misi Allah tetap dijalankan. Tidak batal atau berbelok arah karena pujian. Pengajaran murni, perbuatan keperdulian kasih Allah tetap pada komitmen awal dijalankan. Yesus, walau dipuji semua orang, tetap sederhana dan compang camping, tidak lalu berobah jadi orang lain. Tetap apa adanya. Tidak menyalahgunakan kesempatan untuk kemuliaan diri. Tetap memiliki komitmen penuh, memiliki sikap sebagai seorang hamba, hingga taat sampai mati di kayu salib (Ay.20-21; Bdk. Flp.2:6-8).

Apakah Anda sering mendapat pujian? Itu bagus! Itu artinya ada potensi, sesuatu yang luar biasa Anda miliki. Lalu bagaimana kita selaku umat Tuhan ketika mendapat pujian? Ambil sisi positifnya saja. Syukur bila ada yang memuji, ketimbang Anda dicaci melulu oleh semua orang di sepanjang waktu karena tidak ada yang becus dilakukan? Melulu mendapat caci maki, jangan terus dicari, itu artinya ada sesuatu yang tidak beres dalam diri.

Sadarilah, pujian adalah ujian. Ujian kestabilan jiwa. Pujian diberikan tidak selalu karena keadaan, bisa jadi karena ada tujuan! Pujian tidak menipu orang yang tahu diri. Tidak jadi mabuk karenanya! Jika mendapat pujian, secara bijak jadikanlah untuk memotivasi diri lebih bersemangat mengerjakan sesuatu yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Anggaplah sebagai suatu penghargaan yang patut dipertanggungjawabkan. Kata bijak mengatakan: “Jangan terbang karena pujian. Jangan tumbang karena cacian.” Tetaplah rendah hati untuk lebih baik lagi melayani Tuhan dan sesama. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar