Jumat, 18 Januari 2019
YESUS KRISTUS: “BATU PENJURU – BATU HIDUP – BATU SANDUNGAN” (B3)
I Petrus 2:1-10
Dalam kitab I Petrus 2:1-10, tiga istilah sekaligus yang dikenakan kepada Yesus Kristus, yaitu “Batu Penjuru” – “Batu Hidup” – “Batu Sandungan” (B3). Kenapa demikian? Tentu ada maksudnya. Yang pasti karena nilai atau fungsinya.
Berbicara soal batu, di Indonesia sendiri beberapa waktu lampau pernah heboh soal batu. Penggila batu-batu langka dan sangat berharga. Yesus Kristus digambarkan laksana batu pilihan yang mahal, tentu bukan karena sekedar langka, sekedar dijadikan aksesoris semata. Tetapi langka, mahal dan berharga, lebih kepada fungsinya.
1. Batu Penjuru – “B1” (Ay.4-5).
“Batu Penjuru” adalah batu yang sangat penting bagi suatu bangunan. Harus batu pilihan. Bukan asal-asalan. Harus batu yang paling kuat, bukan batu yang rapuh. Karena batu ini sangat penting, tumpuan kekuatan, penyangga bangunan. Disamping kuat, “batu penjuru” harus rata, bukan benjol-benjol, karena batu ini sekaligus menjadi tali sifat yang meluruskan bangunan, merekatkan dinding pada sisi yang satu dengan sisi lainnya. Sehingga bangunan menjadi rata, tidak jenjang, tidak miring, menyebabkan didinding tidak merekat alias retak. Karenanya tidak heran jika dikatakan sebagai batu terpilih dan mahal.
Umat Tuhan digambarkan layaknya sebuah bangunan, dan Yesus Kristus adalah “batu penjuru”. Bukan bangunan biasa, tetapi gambaran sebuah rumah Kudus, imamat yang rajani, untuk tujuan Kudus. Jika terdapat segala tipu muslihat, segala macam kemunafikan, kedengkian dan saling fitnah dalam persekutuan, adalah gambaran persekutuan yang rapuh, miring, jenjang, retak, karena bukan Yesus Kristus yang digunakan sebagai “batu penjuru”.
2. Batu Hidup – “B2” ( Ay.6-7)
Apa iya ada batu yang hidup? Bukankah semua batu yang ada hanyalah benda mati? “Batu hidup” adalah suatu istilah untuk menggambarkan suatu batu yang dari padanya dapat mendesain sebuah bangunan seperti apa yang diharapkan. Batu yang kuat dan rata adalah sifat mendasar dan penting yang harus dimiliki sebuah batu penjuru. Hanya sifat dasar seperti inilah yang akan memberi daya kekuatan, daya “hidup” bagi sebuah bangunan hingga terus dapat dibangun diatasnya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Yesus Kristus sebagai “Batu Hidup” merupakan standar kebenaran ilahi yang ditetapkan Allah sendiri, menjadi dasar iman Kristen, sehingga umat percaya atau gereja akan menjadi batu hidup yang kuat dalam pembangunan rumah rohani. Tahan menghadapi goncangan, tak tergoyahkan oleh gempa bumi kehidupan yang dilancarkan oleh kuasa kegelapan. Melalui berbagai-bagai karunia pelayanan yang ada umat Tuhan saling melengkapi menjadi sebuah kesatuan yang indah bagi persembahan yang hidup, menyaksikan perbuatan-perbuatan Allah yang besar di dunia bagi kepentingan kerjaaan-Nya.
3. Batu Sandungan – B3 (Ay.8-9).
“Batu Sentuhan” atau “Batu sandungan”, kedua istilah ini dalam pengertian Alkitab, pada sisi tertentu tidak selalu berarti negatif. Kedua istilah dalam konteks nas ini, dalam bahasa aslinya ternyata memiliki makna yang netral (bisa positif maupun negatif), tergantung dari respont manusia terhadap-Nya. Hal tersebut dapat terlihat dalam ayat-ayat lainnya dimana Tuhan Yesus sendiri juga dikonotasikan sebagai batu sandungan (Mat. 15:12: Rm. 8:33: 1 Kor. 1:23).
Yesus Kristus sebagai “batu Sentuhan” atau “Batu Sandungan” dalam konteks nas ini, tentu tertuju bagi manusia yang menggunakan standar hikmat dunia, yang menjadikan Yesus laksana batu yang dibuang dan tidak berguna. Mereka yang tidak rata, miring, jenjang, bengkok hatinya, yang menggunakan standar patokan lain bagi hidupnya, mereka akan terantuk, tersandung, jatuh, dan binasa karenanya. Namun menjadi berbeda bagi yang percaya, yang taat kepada Firman Allah. Berbahagialah setiap orang yang menjadikan Yesus sebagai “Batu Penjuru” bagi hidupnya, mereka menjadi berharga dan terhormat di hadapan Allah, sebagaimana Yesus Kristus dipilih terhormat di hadirat Allah. Amin!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar