Renungan GKE

Kamis, 10 Januari 2019

MENAHAN DIRI



Lukas 3:15-22

Masih ingat sebuah lagu populer era 80-an ciptaan besutan Rinto Harahap “Seandainya Aku Punya Sayap”? Sebuah ungkapan rasa, andai punya sayap bisa terbang untuk menghindar dari kejamnya dunia? Terbang ke dunia yang lain untuk mendapatkan sesuatu yang dianggap lebih baik dari yang ada? Namun apa daya, kesempatan terbang untuk menghindar dari kejamnya dunia tak ada, hanya sebatas angan, karena sayap memang tak punya!

Seandainya aku punya sayap, eheeem…. Terbanglah aku mencari sesuatu yang lebih nyaman, lebih bergengsi. Untuk apa aku harus jadi jongos begini, di gubuk reot ini, melarat begini, jadi bawahan seperti ini. Aku akan terbang mencari sesuatu yang lebih nyaman dari yang ada di sini. Seandainya aku punya sayap kesempatan, cesss…..!!! Hanya sayang seribu sayang, sayap kesempatan didapat setengah mati, kecuali kesempatan dalam kesempitan, atau menjilat supaya diberi kesempatan!

Saudara, jika Yohanes Pembaptis mau, ia sudah menjadi orang besar, popoler dan terhormat. Tak perlu berandai-andai untuk punya sayap, karena “sayap” kesempatan untuk terbang memang sudah dimilikinya, tinggal ia mengembangkannya untuk terbang kemana ia suka. Bayangkan saja, kesempatan itu terbuka lebar, manakala orang pada menanti dan berharap tentang Mesias, dan semua mata sedang mengarah padanya (Ay.15).

Tinggal mengucapkan sepatah dua patah kata : “memang akulah Mesias itu”, atau “ikutlah petunjukku, karena akulah Mesias yang diutus untukmu”, maka bereslah sudah. Namun diluar dugaan rata-rata kita, itu tak dilakukannya. Malah sebaliknya, dengan terus terang ia memberi jawab tentang keberadaanya kepada mereka: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” (Ay.16a).

Bukankah dalam praktek bergereja sering terjadi justru sebaliknya? seperti yang dilakukan oleh kelompok orang tertentu, atas nama baptisan ala Yohanes Pembaptis mencuri kemuliaan Tuhan secara halus untuk meraup keuntungan, memindahkan domba dari kandang orang? Padahal bila dipahami secara benar, itu hanyalah kulit luar, papan penujuk yang mengarah pada Yesus Kristus sebagai sentral, yang akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api, dalam arti yang lebih besar! (Ay.16b).

Tak kurang, sayap kesempatan itu terus terbuka lebar baginya. Manakala orang banyak bahkan Yesus sendiri dibaptis olehnya. Hingga akhirnya turun Roh Kudus dalam rupa burung merpati dan suara dari langit berkata “Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Ay.21-22). Sebenarnya itu sayap kesempatan besar! Coba gunakan saja trik hoax, sebarkan berita palsu, katakan pada semua orang: “lihat, akulah yang membaptiskan Yesus”, atau “baptisanku hebat, lihat, sampai-sampai Allah berkenan pada-Nya setelah aku membaptiskan-Nya”.

Yohanes Pembaptis memperlihatkan kejujuran, kerendahan hati. Menahan diri, tak mau mencuri kemuliaan bagi dirinya sendiri melalui baptisan yang ia laksanakan, atau mengambil kesempatan dalam kesempitan. Keteladanan seorang hamba sejati antara kata dan perbuatan menyatu padu melekat jadi satu, bukan yang separo-separo, kepura-puraan demi sesuatu! Yang baik-baik ditampilkan untuk menutupi niat jahat dibalik trik tipu daya demi sesuatu yang ingin dituju!

Kontradiksi memang dengan dunia nyata kita. Sementara manusia di dunia berlomba-lomba mencari sayap kesempatan, berapa pun biayanya, apa pun caranya, bahkan jalan pintas atau menjilat sekali pun jadilah, asal mendapat kesempatan. Sayap kesempatan untuk terbang entah jadi apa, jadi yang terhebat, terhormat, yang berkuasa berpangkat!

Kata bijak mengatakan: “ kebesaran seorang Kristen sejati bukan diukur dari gelar, reputasi atau seberapa yang dia dapatkan di ketinggian, tetapi dari sikap mengabdi, mengambil rupa seorang hamba, dan dari apa yang dapat dia berikan sebagai bukti ketaan iman pada ranah kehidupan di kerendahan.” Masihkah itu melekat erat menyatu bagai urat nadi di karakter kehidupan nyata kita? Ketika jadi orang besar, masih adakah sikap mengabdi? Tetap rendah hati? Atau malah semakin lupa diri? Amin!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar