“Demikianlah juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. (Titus 2 : 6-7a)”
“Pemuda”, katanya harapan masa depan, harapan orang tua, harapan bangsa, juga harapan gereja! Bagaimana supaya para pemuda kita benar-benar dapat menjadi harapan? Oh, saudara, tentu tidak terjadi begitu saja! Tentu melewati proses juga. Proses itu tentu malah sejak ia dari kandungan, masa bayi, remaja, bahkan hingga menjadi pemuda, untuk selanjutnya benar-benar dapat menjadi harapan masa depan. Itu artinya, tentu saja di mulai dari lingkungan rumah dimana ia dilahirkan. Bahkan sesuai pertumbuhannya, lingkungan gereja, sekolah dan lingkungan masyarakat sekitarnya tentu juga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter mereka. Bahkan tidak main-main, kemajuan teknologi memberikan andil besar dalam mewarnai kehidupan mereka!
“Pemuda”...... memang harapan kita semua. Tapi sudahkah mereka benar-benar telah dipersiapkan menjadi harapana, lakyaknya menjadi sebuah mahkota yang indah? Oh... itu memang tidak mudah. Tidak cukup hanya melalui ribuat kata-kata nasihat semata. Atau hanya sekedar anjuran supaya rajin sekolah minggu, atau rajin kebaktian pemuda semata! Tidak cukup dengan itu. Tetapi secara menyeluruh. Baik oleh orang tuanya, lingkungan gereja, masyarakat, dan tempat sekolahnya juga. Oleh semua pihak tentu saja.
Tidak kurang, banyak juga para orang tua telah mendidik anak-anak mereka sedemikian rupa, dengan harapan supaya anak-anak mereka menjadi orang baik-baik kelak? Tapi kenapa anak mereka tetap nakal, bebal, seperti tidak pernah di ajar? Nah, inilah masalahnya. Karena mereka bukan benda mati. Tapi juga punya mata dan telinga, juga punya hati, bahkan punya keinginan untuk menjadi seperti orang juga. Orang yang dianggapnya sebagai panutan, tentu saja. Maklum, mereka juga sedang mencari identitas diri. Hanya apakah idenditas diri itu telah mereka dapatkan secara tepat dari orang-orang atau lingkungan? Benarkah dalam lingkungan keluarga sendiri kita sudah memberikan semacam panutan identitas diri buat mereka? Atau hanya sekedar anjuran supaya rajin sekolah minggu, kebaktian pemuda saja buat mereka? Sementara kita sebagai orang tua sendiri malas sembahyang? Makan saja tanpa berdoa, bagaimana doa sebagai nafas kehidupan dapat kita teladankan?
Kita memang tidak menyangsikan maksud baik orang tua bagi anak-anaknya. Hanya sadar atau tidak, strateginya mungkin yang salah! Dapat saudara bayangkan bila ada anak berusia dua tahun sudah bisa membedakan, mana uang seribu, duapuluhan, dan limapuluhan ribu! Yang limapuluhan ribu dipilihnya, sambil ia perlihatkan kepada ibunya, bahwa uang itu untuk ke mall katanya. Astaga! Kenapa sampai bisa terjadi begitu? Apalagi kalau bukan bahwa ia sering dibawa ke mall dan uang sejenis itu yang sering ia lihat ketika ia dibawa oleh ibunya ke mall?! Lalu yang untuk persembahan? Mungkin tidak sempat dikasih tahu, atau memang orang tuannya sendiri jarang ke gereja. Atau ke gereja juga tapi hanya kebiasaan saja tanpa penghayatan, dan ketika persembahan..... Hehehehe...... (maaf)! Tahulah sendiri apa kira-kira jawabannya!
Tidak kurang waktu liburan? Si anak berkata kepada orang tua: “Pah/mah, aku pengin liburan ke anu...., minta uang jajannya.” Oh, maka segera orang tua mengusahakannya. Tidak kurang untuk urusan sekolahnya, urusan kecerdasan otaknya, orang tua habis-habisan mengusahakannya, jual ladang, atau ngutang , atau kredit dimana saja, demi anaknya. Oh, itu baik saja! Tapi kalau urusan rohaninya? Urusan moralitas, etika, atau daya tahan iman? Apa yang sudah dilakukan? Berapa biaya yang berani dikeluarkan?
Karenanya tidak heran bila di masa sekarang ini, banyak generasi mudah kita hanya cerdas otaknya, tapi merosot moralitasnya. tidak kurang di sekolah-sekolah, bahkan dijejali tambahan berbagai les pada sore hari juga, untu ktidak kurang dalam persekutuan gereja! Terkesan jalan sendiri-sendiri. Majelis dan jemaat jalan sendiri. Pemuda jalan sendiri, atur sendiri! Apa yang terjadi dalam rapat-rapat gereja kita? Oh, lebih banyak sibuk program ini program itu. Lalu program untuk pemuda? Paling-paling disediakan alat band, seolah selesailah sudah masalah! Silahkan pemuda latihan sendiri. Itu pun kalau ada anggarannya tersedia. Jika tidak, itu ditunda saja.
Lalu ketika mereka ibadah sini, ibadah sana, ke berbagai gereja? (syukur kalau pemuda ingat ingat gereja). Akh, paling-paling kita katakan pendeta atau majelis nda becus membina. Atau kalau mereka terlibat berbagai kenakalan remaja, ngebut di jalan, kumpul kebo, mabuk-mabukan di jalan, atau terjerumus dalam obat-obatan dan berbagai kejahatan? Oh tidak kurang (maaf!), para pendeta, majelis, aparat keamanan, para pejabat terkait dengan mudah saja mengatakan, itu kelalaian orang tua, yang seharusnya membina anaknya. Oh, jadi serba menyalahkan rupanya. Tapi tidak menyelesaikan masalah. Hanya anjuran, peringatan basa basi layaknya. Tidak ketinggalan para intelektual, menorot dari berbagai sudut pandang, sudut ini, sudut itu, tapi juga kurang menyengat dalam andil nyata, bagaimana yang seharusnya bersama-sama kita lakukan. Hanya kritik saja, banci jadinya!
Yang tidak kalah menarik, biasanya kita jadi begitu antusias memandang berbagai permasalahan generasi muda kita, justru ketika masalah sudah terjadi. Nasihat ini, nasihat itu. Padahal, tidak kurang juga kita sebagai orang tua, baik sebagai pemimpin gereja, tokoh masyarakat, artis terkenal, para penegak hukum, atau para pejabat negeri? Oh, pornografi, pornoaksi, seolah bukan barang langka lagi! Korupsi para pejabat seolah bukan sesuatu yang haram lagi! Kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan besar persentasenya! Tidak kurang (maaf untuk kesekian kalinya!), para penegak hukum banyak juga yang terlibat baku hantam di tempat remang-remang. Atau para pejabat terlibat narkoba yang berkeliaran saja? Atau para anggota dewan yang ketiduran di persidangan? Apakah kita anggap ini hal sepele dan tidak ada hubungaan keterkaitan sebagai panutan generasi kita? Masalahnya memang tidak gampang. Tidak cukup hanya lewat doa atau khotbah mimbar gereja saja. Harus oleh semua kita!
Lalu, dari mana kita memulainya? Yang utama tentu saja keluarga atau orang tua. Jadilah teladan, bukan hanya nasihat, atau larangan sebatan kata-kata. Yang tua, hiduplah sederhana. Kata “sederhana” dalam nas ini, tidak berarti orang tua lalu berpakaian compang camping! Tetapi dalam arti tidak hidup hura-hura, atau terlalu banyak teori yang muluk-muluk tetapi tidak nyata dalam tindakan. Ya, itu persisnya! Juga hidup terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Ya, harus mulai dari itu (ay.2). demikian pun perempuan-perempuan yang tua, hiduplah sebagai orang yang beribadah, jangan hanya suka memanjakan anak ke mall saja, jangan memfitnah, jangan hanya sibuk ngurus kecantikan dan penampilan diri sendiri saja, atau malah jadi penjudi segala. Jika demikian bagaimana mungkin dapat membina perempuan muda dengan keteladanan? (ay.3).
Menurut hemat kita, ada baiknya juga pembinaan gereja harus secara serius, terprogram dan berkesinambungan. Program yang dimaksud tentu saja bukan sekedar menyediakan alat band, untuk gedebak-gedebuk, nda karu-karuan. Pembinaan yang hany bersifat hiburan! Atau hanya sekedar PA yang menambah kelelahan melanjutkan pelajaran teori yang di sekolahan! Yang dibutuhkan oleh pemuda tentu saja, semacam pendampingan, tempat curhat sebagai kawan untuk penguatan, kepercayaan identitas diri ke arah yang lebih kreatif menghadapi tantangan jaman! Ya, pembentukan kepribadian. Sudahkah itu kita pikirkan atau lakukan? Ini menjadi PR kita selaku gereja. Jadi bukan sekedar hanya menyalahkan mereka, menyalahkan orang tua, menyalahkan majelis, menyalahkan pemerintah, atau menyalahkan kemajuan jaman dan teknologi.Tidak ada yang salah dengan dunia ini. Matahari tetap terbit dari Timur dan tenggelam di Barat seperti sedia kala. Yang salah, kalau mau mencari siapa yang salah, ya semua kita yang harus berbenah diri!
Bagaimana peran pemerintah? Jangan serahkan mentah-mentah begitu saja kepada para orang tua, majelis atau guru SHA atau pembina pemuda saja. Karena mereka juga adalah harapan nusa dan bangsa juga. Harapan kita bersama! Apa peran Menteri Pemuda dan olah Raga dan jajarannya? Apakah cukup hanya mengurus soal sepak bola kita yang terpuruk jadi tertawaan dunia? Buatlah juga sekiranya bentuk melalui mana para pemuda kita terbina sejak generasi mudah hingga sungguh-sungguh jadi mahkota harapan bangsa. Tidak cukup hanya sekedar penyuluhan yang sekali-sekali saja.
Lalu bagaimana Anda para pemuda sendiri? Nah...nah..nah... Janganlah hanya menyalahkan orang tua, gereja, atau menyalahkan apa saja. Perlu juga Anda sebagai orang muda koreksi diri. Jangan hanya terbawa perasaan, merasa yang harus serba diperhatikan dan dituruti kemauan! Anda tahu latar belakang Hari Pemuda GKE (bagi Anda para pemuda GKE)?! Itu dicetuskan oleh para pemuda gereja GKE tempoe doelo, sebagai bentuk atau wadah bukti kreativitas , sebagai pemuda beriman, ambil bagian dalam keterlibatan mereka memberi warna gerejanya demi kesinambungan masa depan dan kesaksian! Lalu Anda sebagai pemuda Gereja sekarang? Atau lebih banyak bertanya “apa yang dapat gereja berikan untuk saya?”
Lalu bila dirasa gereja tidak memberikan apa-apa, jadi lari sani-lari sana, cari gereja hanya untuk hiburan, gedebak-gedebuk drum pengiring nyanyian? Oh... Bila itu pertanyaannya, bila itu yang Anda lakukan, berarti Anda bukan tambah lebih baik dan lebih maju dari para pemuda pendahulu Anda. Walau intelektualitas anda jauh lebih mafan dari mereka! Kuasailah dirimu dalam segala hal. Jadilah teladan dalam berbuat baik. (ay.7-8).
Penguasaan diri, itu kata kunci. Itu awal yang baik, untuk memilih yang baik, berpikir secara jernih, dan bertindak hingga benar-benar jadi mahkota yang indah sesuai apa yang diharapkan. Bukan menjadi sampah tak berguna yang ditenggelamkan oleh arus jaman yang serba menawan, namun yang hanya berakhir ke kuburan. Bangkitlah wahai pemuda. Lanjutkan dan buktikan kepada para pendahulumu, tanpa banyak embel-embel picisan ini-itu. Buktikan bahwa engkau masih ada di mana orang semakin menyepelekan Tuhan seperti di jaman ini. Dan buatlah Tuhan tetap tersenyum di atas sana! Amin!