Renungan GKE

Jumat, 19 Oktober 2018

PERMINTAAN YANG KELIRU



Markus 10:35-45

Bukan permintaan biasa, tetapi permintaan yang luar biasa. Bukan menduduki kursi jabatan jadi anggota pelengkap saja, tetapi kursi jabatan khusus, menjadi yang di sebelah kanan dan kiri Yesus! Itu artinya menjadi yang paling berkuasa dan termulia dari antara sepuluh murid lainnya. Bayangkan bila permintaan Yakobus dan Yohanes itu dikabulkan. Cara memintanya pun berlebihan, rada-rada mengatur Tuhan: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan seorang di sebelah kiri-Mu.” (Ay.37).

Permintaan itu tentu dilatarbelakangi ambisi besar untuk menjadi yang berkuasa. Membayang kemuliaan dan kehormatan ada di sana. Tinggal jari dimainkan, maka yang lain pasti akan menuruti segala apa yang diperintahkan. Mengetahui situasi yang terjadi, jelas saja kesepuluh murid yang lain jadi sangat marah. Marah karena cemburu. Persaingan tak sehat begitu kentara. Semua ingin menjadi yang utama.

Yesus memperingatkan mereka. Bahwa mereka tak tahu apa yang mereka minta. Di balik permintaan itu ada motivasi yang keliru. Kemuliaan dan kehormatan diri yang dicari. Bukan melayani demi kemuliaan Allah yang paling hakiki. Sungguh kontradiksi dengan apa yang Yesus lakukan. Justru turun dari ketinggian-Nya sebagai yang berkuasa di kemuliaan sorga untuk melayani manusia, bahkan mengambil rupa seorang hamba, menderita, bahkan taat sampai mati di kayu salib sebagai bentuk pengabdian yang tiada tara.

Yesus menjelaskan, bahwa kehormatan yang sesungguhnya adalah ketika sikap yang merendah dilakukan. Memanusiakan manusia sebagai bentuk solidaritas Ilahi dijalankan di bumi. Bukan memerintah dengan tangan besi, duduk ongkang-ongkang pada kursi kehormatan yang meninggi di awan-awan! Di sinilah kita berjumpa dengan arti keterpanggilan kita sebagai anak-anak Tuhan. Cara yang berbeda dari rata-rata manusia inginkan.

Meminta jatah kursi ikut duduk di kemuliaan sorga, toh semulia duduk di sebelah kanan dan kiri sebagai yang paling terhormat dari yang lainnya belumlah berarti sebuah dosa. Namun syarat standar Ilahi harus dipenuhi. Meminum cawan penderitaan. Yang pada gilirannya, seperti Yesus lakukan, hingga nyawa jadi taruhan. Apa sanggup? Mati bukan sembarang mati karena tujuan yang konyol untuk membayangkan 40 bidadari yang menanti di pintu sorga. Tetapi mati demi satu tujuan mulia, mengangkat martabat manusia dari kehinaannya.

Karenanya, jawaban Yesus tentang siapa nanti yang akan menduduki tahta mulia, sebelah kanan dan kiri-Nya adalah jawaban diplomatis sarat makna, manakala Yesus dalam kapasitasnya sedang on sebagai pelaku hamba itu sendiri. Sama-sama melaksanakan persyaratan Ilahi yang ada. Bukan sedang mengatakan sesuatu yang Dia sendiri tidak laksanakan. Rahasia Syarat ilahi untuk duduk di kemuliaan sorga nantinya telah Yesus tegaskan; “barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” persis sama seperti yang juga Yesus lakukan. (Ay.44-45).

Kesanggupan untuk menerima resiko dan tanggaungjawab sebagai harga mahal yang harus dibayar, bukan hanya pada kata-kata, tetapi pada realita setiap sikap menghamba dilaksanakan. Soal duduk di sebelah kanan dan kiri di kemuliaan Sorga nanti bukan karena soal loby, menjilat, atau sogokan segala. Tetapi benar-benar pada kemapanan kualitas diri kesanggupan meminum cawan penderitaan, berjalan pada jalan salib kebenaran, standar ilahi yang pasti, lurus setiap tapak menjalani hingga sampai akhirnya.

Di sinilah sulitnya. Di sinilah tantangannya. Karena memang, manusia lebih cenderung serakah dan mementingkan diri sendiri. Lebih cenderung menghitung-hitung untung ruginya. Karena itu tidak heran bila orang baru mungkin mau melakukan hal-hal besar dan spektakuler asal nama juga ikut besar dan popoler! Tidak heran pula bila orang sulit berkorban, apalagi sampai mati demi pengabdian dan pelayanan. Tetapi sebaliknya rela berkorban bahkan sampai mati kalau perlu demi kekuasaan, kemasyhuran, ucapan selamat dan setumpuk piagam penghargaan!

Apakah kita juga telah paham sampai kedalaman maknanya seperti yang Yesus maksudkan? Renungkan dalam-­dalam dan tariklah nafas panjang! Sebab sifat-sifat "hamba" hanya dapat dikenakan oleh orang-orang Kristen atau gereja sungguhan. Bukan yang tiruan. Dan selanjutnya, gelar-gelar kehormatan dan keagungan yang sesungguhnya diberikan oleh Allah sendiri secara absolut tak meragukan. Tanpa rekayasa apalagi kekeliruan!

Memang, orang yang bersedia mengambil sikap seorang hamba, tak ada namanya sering ngetren masuk koran. Malah-malah dianggap penghalang oleh kebanyakan manusia yang pura-pura. Yang mencari keuntungan diri semata. Matinya pun malah seperti daun kering berjatuhan. Tapi ingat, jadilah kematiannya laksana pupuk yang menyuburkan dan memberikan kehidupan. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar