Renungan GKE

Selasa, 23 Oktober 2018

KOQ ALLAH BERSUMPAH?




Ibrani 6:13-20
Allah berjanji kepada Abraham dengan mengangkat “sumpah”, bahwa Dia akan memberkati Abraham dengan berlimpah-limpah dan keturunannya amat banyak, menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Untuk memperkuat janji-Nya kepada Abraham, Allah mengangkat sumpah demi diri-Nya sendiri. Koq Allah bersumpah? Bukankah orang Kristen diajarkan untuk tidak bersumpah, tetapi berjanji (misalnya dalam pelantikan jabatan)?
Kenapa kita dilarang “bersumpah”, sedangkan dalam nas ini nyata-nyata “bersumpah”? Kita dilarang bersumpah, karena kita manusia terbatas, penuh dengan dosa. Bak syair lagu “Kau yang berjanji kau yang mengingkari. Kau yang mulai, kau yang mengakhiri. Oh, mengapa begini….” Demikian kira-kira bila digambarkan. Manusia sulit menepati janji. Bayangkan bila mengangkat sumpah! Bayangkan tanggungannya, api neraka menganga! Apa sanggup?
Tentang soal bersumpah, Yesus sendiri secara jelas dan tegas memperingatkan: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Allah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, atau pun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; Janganlah pula engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat.5:33-37).
Bila Allah “bersumpah”, wajar saja. Karena Dia Allah. Bila Allah yang berjanji, pasti Dia tepati 100%. Allah berjanji kepada Abraham dengan mengangkat “sumpah” untuk meyakinkan Abraham bahwa janji-Nya “Ya” dan “Amin” dapat dipercaya 100%. Tak perlu diragukan. Dan memang terbukti apa yang terjadi dengan Abraham dan keturunannya! Tak lebih, tak kurang!
Allah yang sama, berjanji kepada umat-Nya untuk memelihara, memberkati, dan menjamin keselamatan mereka hingga masuk sorga, bila mereka bertobat, taat mematuhi perintah-Nya. Hal itu diungkapkan-Nya melalui Firman yang yang boleh kita baca dan kita aminkan. Adakah kita sungguh mempercayainya? Bila Allah berjanji, lebih dari cukup untuk meyakinkan kita akan penyertaan Allah. Adakah kita tekun dan berpengharapan akan janji-janji-Nya?
Hanya sayang, manusia lebih taat dan takut kepada berita hoax ketimbang kepada Allah. Diminta menyebarkan 50 berita hoax kepada yang lain, langsung reflek saja melakukannya. Ketimbang taat pada Firman Allah atau mempersembahkan syukur 50 kali lipat dari yang biasanya. Sayang, manusia lebih dekat pada gadget ketimbang kepada Allah. Beberapa jam saja gadget tak ada di tangan, panas dingin, galau, tak ceria seperti tak ada pengangan hidup. Ketimbang dekat kepada Allah dan mempercayai janji penyetaan dan berkat Allah.
Persoalan sebenarnya, bukan pada Allah yang berjanji, bahkan “bersumpah” demi diri-Nya sendiri untuk memberkati. Tetapi pada manusia yang tidak sungguh-sungguh mengimani dan berpengharapan kuat pada janji-Nya. Manusia laksana kapal yang tanpa jangkar terombang-ambing kesana-kemari tak jelas arah. Manusia yang hanya banyak tuntutan pada Allah, tanpa pendirian, tanpa pengharapan yang kokoh serta tekun menjalani hidup pada jalan Allah. Paling-paling Allah diperlukan jika kepepet, lalu doa terburu-buru dipanjatkan memohon aneka pinta. Tanpa hati. Tanpa jiwa. Inilah yang jadi titik masalah! Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar