Renungan GKE

Selasa, 02 Oktober 2018

PEREMPUAN KANAAN YANG PERCAYA



Matius 15:21-28

Dia hanyalah seorang perempuan. Pada jamannya merupakan kaum marginal yang direndahkan. Entah siapa namanya, juga tak disebutkan. Maklum, dia memang bukan seorang terhormat yang namanya sering terpampang dengan huruf-huruf besar di koran dan selalu diingat! Dalam nas pun hanya menggunakan sebutan “perempuan”. Bukan itu saja. Yang lebih menyakitkan, karena dia adalah seorang Kanaan yang nota-bene orang kafir sungguhan. Tidak heran, bila orang Yahudi menjuluki mereka dengan istilah “anjing”. Suatu istilah yang kasar, najis, kotor dan sangat hina. Dapat Anda bayangkan!

Apa yang menarik dari kisah perempuan kafir Kanaan yang satu ini? Nah, ini. Dia memiliki hati yang siap “men-Tuhan-kan Kristus sebagai Tuhan”. Ketika berjumpa dengan Yesus, rasa hormat dan sapaan agung dari hatinya yang suci begitu kentara: “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud…” (Ay.22). Sungguh menakjubkan. Dia mengakui ke-Messias-an Yesus, sang pembebas dari keturunan Daud. Sebutan yang jarang diucapkan oleh seorang Yahudi sekali pun terhadap Yesus, justru datang dari seorang perempuan kafir Kanaan!

Kontras memang dengan orang Yahudi yang dianggap umat pilihan, anak kesayangan sang majikan, para Ahli Taurat, orang Farisi si umat suci, bukan kafir. Jangankan mengakui ke-Messias-an Yesus, malah Yesus dianggap penyesat yang selalu dicari cara untuk segera disingkirkan. Kontras memang, ketika dalam realita kehidupan banyak dijumpai orang-orang yang menganggap diri beriman, namun mulutnya penuh hujatan, hatinya hanyalah rancangan setan! Tak kurang, memperlakukan sesamanya seolah seperti binatang!

Iman perempuan kafir yang satu ini bukan iman abal-abal yang sekali menghadapi tantangan langsung kecewa dan mundur. Tidak! Perempuan ini datang kepada Yesus memohon pertolongan. Anaknya perempuan kerasukan setan. Ketika mengalami situasi yang tidak bersahabat, diacuhkan, ditolak, bahkan diusir, dia tetap bertahan. Bahkan ketika sebutan “anjing” diperdengarkan dan langsung ditujukan kepada dirinya, dia tidak kecewa. Entahlah ketika sebutan yang sama ditujukan kepada saudara dan saya, kepada orang-orang suci beragama.

Tidak hanya terhenti sampai di situ. Hinaan dan penolakan datang bertubi-tubi. Yesus dengan sengaja memberikan tantangan bernada penolakan untuk kesekian kali: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.“ Cara Yesus mengungkapkanya pun sangat menyakitkan. Perempuan kafir ini seolah tak dianggap. Yesus membelakanginya dan berbicara menghadap ke arah para murid. Dapat saudara bayangkan! Namun, semakin dihina dia justru semakin mendekat dan merendah di hadapan Tuhan: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.“

Saudara, “beriman sejati bukan berarti mendapat apa yang saya inginkan, tetapi beriman mendapatkan apa yang Tuhan berikan.” Iman sejati dimulai dengan kerendahan hati dan kerelaan mengakui Kristus sebagai tuan di atas segala tuan. Bukan men-tuhan-kan keinginan dan Yesus hanyalah alat untuk mematuhi keinginan. Bukan! Di hadapan Tuhan perempuan ini sadar bahwa sejatinya dirinya hanyalah si kafir yang tak layak menerima apa-apa. Namun dia tetap memohon belas pengasihan Tuhan. Yesus menghargai iman perempuan kafir ini dan menyembuhkan anaknya (ay.28). Saudara, hari ini apakah Tuhan menjumpai iman sejati pada kita seperti si perempuan kafir Kanaan ini? Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar