Doa..... apalagi namanya kalau bukan sebagai “nafas hidup orang beriman” seperti yang sering orang istilahkan? Ya, itulah makna doa. Sebagian orang ada yang mengatakan bahwa doa adalah “meminta” kepada Tuhan. Oh, itu juga ada benarnya. Sebab, apa pun alasan Anda mendefinisikan tentang doa, ujung-ujungnya pasti juga soal meminta. Ada juga orang mengatakan bahwa berdoa itu adalah sarana “berkomonikasi dengan Allah”. Oh, siapa yang mengatakan itu salah? Kalau doa bukan berkomunikasi dengan Allah, lalu apa istilah lain yang lebih tepat untuk kita dapat menggambarkannya secara sempurna? Saudara, sepanjang kita menganggap bahwa doa itu penting dan berharga, sepanjang itu pula kita kita memberikan makna yang berharga sebagai bentuk logis penghargaan kita tentang doa. Tentang doa, tidak jarang saking orang menghargainya, soal cara pun dipersoalkan. Ya, sampai sampai soal mana cara doa yang benar yang sekiranya berkenan kepada Tuhan!
Ada yang berpendapat bahwa berdoa dengan lipat tangan dan pejamkan mata, itu cara yang paling khusuk dalam berdoa. O, ya? Yang lain lagi berpendapat, bahwa berdoa itu bebas, sebebas kita mengekspresikan jiwa kita, tanpa harus terikat dengan cara segala. Biasanya kedua ektrim tersebut mempunyai alasan masing-masing. Yang menganggap bahwa berdoa dengan lipat tangan dan pejamkan mata, itu cara berdoa yang lebih sreg! Oh...oh...oh...oh... alasannya? Karena dengan lipat tangan dan pejamkan mata itu merupakan ekspresi paling mendalam yang merangkum seluruh jiwa raga secara bulat dan utuh. Oh, ya? Sedangkan yang mengatakan, bahwa berdoa dengan dengan tangan bebas, sikap tengadah ke atas dan tanpa tutup mata itulah cara berdoa yang benar! Oh...oh...oh...oh...alasannya? Karena itulah cara berdoa yang paling alkitabiah, ada ayatnya lagi! Oh, ya?
Soal doa..... terkadang kita hanya sibuk mempermasalahkan soal cara, dan soal dengan kalimat apa dan bagaimana kita harus berdoa. Padahal persoalan kita yang paling prinsif adalah, apakah kita sungguh-sungguh menganggap bahwa doa itu sebagai nafas hidup kita? Apakah kita menganggap bahwa doa itu sesuatu yang penting dalam hidup kita sehingga kita menjadi sungguh-sungguh berdoa? Jika jawabnya “Ya”, tentu kita akan selalu berdoa, baik ketika mengawali segala aktivitas memohon penyertaan, petunjuk dan berkat dari Tuhan dan mengakhiri aktivitas kita dengan ucapan syukur dalam doa-doa kita. Bukan hanya sekekali berdoa, kapan-kapan diperlukan. Kapan-kapan berdoa, tunggu masalah menimpa, baru berdoa. Layakanya ban serap, kapan-kapan dibutuhkan! Jika jawabannya “Ya”, tentu kita akan berusaha untuk belajar berdoa, supaya bisa berdoa. Bukan seumuran tak bisa berdoa. Mengucapkan beberapa kalimat mohon berkat Tuhan ketika hadapi piring makanan pun sampai kiamat terlalu sulit untuk diucapkan!
Memang banyak orang yang dapat berdoa dengan lancar, kata-katanya pun indah di dengar. Itu baik, tidak salah. Kita tidak boleh mengatakan bahwa orang-orang yang mengucapkan kalimat doanya dengan indah itu salah. Tidak, tidak sama sekali! Apalagi kalau itu memang cara dia berdoa, karena sudah terbiasa berdoa. Tetapi masalahnya, bila doa itu hanya sebatas mulut, apa pun sikap tubuh yang Anda peragakan, belumlah berarti apa-apa untuk sebuah doa dalam arti yang sesungguhnya! Itu hanyalah ibarat buah-buah plastik. Bagus dan menarik kulitnya, indah bentuknya menyerupai buah yang aslinya, tapi kosong tak berisi.
Namun salah jugalah kita, bila hanya karena alasan bahwa karena Tuhan itu “maha tahu” lalu kita sembarangan saja mengucapkan kalimat doa, kesana kemari tidak jelas tujuan, berputar-putar cukup lama akhirnya kembali ke kalimat semula. Ibaratkan kapal pesiar yang hanya mondar mandir di tengah lautan akhirnya kembali lagi ke dermaga semula! Apalagi bila ini dilakukan untuk doa syafaat, maaf......jangan-jangan hanya memperlambat berkat, padahal Tuhan sudah mau mencurahkan berkat secara cepat! Lalu bagaimana sikap yang benar di dalam doa? Nah ini. Sederhana sekali, seperti yang Yesus ajarkan dalam nas ini. Apa intinya?
Pertama, berdoa yang benar itu harus dimulai dari kedalaman niat hati yang murni. Bukan dimulai dari cara apa Anda berdoa. Bukan dimulai dari bagaimana tangan, kepala atau mata Anda! Bukan pula dimulai dari mulut atau kalimat yang hanya basa basi ada di mulut, sementara hati masih terpenjara dalam benci, dendam, dan diselimuti awan keduniawian yang hitam! Ya, mulailah dari hati yang murni, dan ekspresikan dengan sepenuh jiwa raga secara nyaman, pantas, yang sekiranya layak Allah berkenan. Jika ini Anda lakukan, kecil kemungkinan Anda akan berdoa seperti orang munafik, seperti yang Yesus sebutkan (ay. 5).
Kedua, ungkapkan saja isi hati Anda secara wajar walau dengan kalimat yang sederhana, dengan kerendahan hati, tapi jelas dan bermana. Bukan sekedar kata-kata indah yang hanya basa-basi semata. Apalagi kata-kata yang sifatnya membentak-bentak, memaksa-maksa Tuhan. Terlebih dengan Tuhan, ucapkanlah kalimat dengan sopan, karena Anda sedang berbicara dengan Raja di atas segala Raja! (ay.7).
Ketiga, milikilah sikap berdoa layaknya seperti seorang anak kepada bapaknya. Ya, layaknya seorang anak yang meyakini bahwa bapaknya pasti lebih mendengarkannya, ketimbang dengan bapak orang lain. Ya, seperti seorang anak yang meyakini bahwa ayahnya pasti menyayangi dan mengasihinya. Ya, seperti seorang anaka yang meyakini bahwa yang akan diberikan bapaknya kepadanya adalah pemberian yang baik, jika ia minta roti atau ikan yang nikmat dan menyenangkan, bukan diberikan batu atau ular atau yang mematikan! ((ay.8; bdk.Mat. 7:8-11). Ya, seperti seorang Anak yang bergantung dan percaya sepenuhnya atas kebaikan, kemurahan dan kasih sayang bapaknya!
Saudara, terlalu sulitkah berdoa? Bisa jadi, bila itu dilakukan dengan cara-cara berdoa orang munafik. Karena orang munafik bila berdoa harus memerankan tiga cara sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Bagaimana memikirkan strategi supaya dianggap benar-benar berdoa, padahal hatinya tidak. Bagaimana memikirkan kaki, tangan, kepala dan mata terlebih dahulu, ya berdoa sambil berpikir! Belum lagi memikirkan kata-kata untuk di taruh di mulut, sementara hatinya disembunyikan. Ya, berdoa cara munafik memang sulit!
Saudara, apakah berdoa itu sulit? Oh...Ternyata tidak sulit bagi orang-orang yang sungguh rindu untuk berdoa. Yang menjadikan doa itu sebagai nafas hidupnyamau! Ya, seperti semudah dan seindah ketika anda secara otomatis bernafas. Seperti bahagianya seorang anak ketika berkomunikasi dengan bapaknya walau terkadang ia ungkapkan kata-katanya dengan terbata-bata, polos dan bersahaja. Tapi semua dimengerti oleh bapaknya walau sebelum semua kalimatnya berakhir yang tak mampu ia ucapkan secara tuntas! Saudara, sulitkah berdoa? Oh, tidak! Semudah bila saja Anda mau segera bertindak untuk mencoba. Ibaratkan lampu listrik, tinggal Anda tekan stop kontak maka lampu akan segera menyala! AMIN!